Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 10 MODUL 4

“EPIDEMIOLOGI KESEHATAN”

Tutor : Dr. drg.Lendrawati, MDSc


Ketua : Fitty Novrida Akmal (1911412008)
Sekretaris Papan : Rossyqoh Durrotul Hikmah (1911412019)
Sekretaris Meja : Maitsa Anvini Putri (1911412018)
Anggota :
Cisya Zanuha Arivah (1911411009)
Diella Anjaenny (1911412015)
Intan Tiara Parameswari (1911412001)
Mifthahul Khoir (1911412023)
Tharania El Subekti (1911412004)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ANDALAS
2020/2021
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, Segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta Hidayah- Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
laporan hasil Tutorial Skenario Modul 4 pada Blok 10 “Kesehatan Komunitas” ini. Shalawat
beriring salam tak lupa pula kami kirimkan pada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad, wa ‘ala ali Muhammad.

Dalam penyusunannya kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada


pembimbing tutor kami yang terhormat, drg.Lendrawati, MDSc yang telah memberikan dukungan,
ilmu dan pengarahannya kepada kami.

Meskipun kami berharap isi dari laporan tutor kami ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun kami meyakini dan menyadari bahwa laporan ini masih perlu banyak
penyempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
laporan tutorial ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan banyak maaf, semoga hasil laporan tutorial kami
ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatu.

Padang , 14 Februari 2021

Penyusun
MODUL IV
PENCEGAHAN PENYAKIT GIGI DAN MULUT
Skenario 4

DMFT…

Data Riskesdas menunjukkan beberapa indeks yang mencerminkan gambaran penyakit di


Indonesia diantaranya DMF-T , Community Periodontal Index yang terdiri dari Bleeding Gingival
Index dan Pocket Periodontal Index dan indicator lainnya. Dari besaran masalah ini harus dilakukan
tindak lanjut untuk menurunkan penyakit dengan melakukan analisis factor resiko dan merancang
program pencegahan penyakit gigi dan mulut. Apa yang harus dilakukan untuk menurunkan prevalensi
karies pada masyarakat ?

LANGKAH 1
MENGKLARIFIKASI DAN MENDEFINISIKAN TERMINOLOGI

TERMINOLOGI

1. DMF-T : index yg digunakan untuk mengukur kesgilut karies gigi permanen


Dikeluarkan WHO untuk menggambarkan karies dalm populasi
Menunjukkan jml gigi, d berlubang, m gigi cabut karna karies, f tumpatan
2. Index : angka yang menunjukkan penilaian thd sesuatu
3. Communiy periodontal index : index resmi WHO ttg pengkuran periodontal
Untuk menggambarkan prevalensi dan kearahan penyakit periodontal
Status: pendarahan ggv, kalkulus, dan pocket periodontal
4. Bleeding gingival index : untuk mengukur pendrahan ggv dari 4 sisi
5. Prevalensi karies : jumlah populasi yang mengalami karies dlm wkt tertentu
LANGKAH 2
MENENTUKAN RUMUSKAN MASALAH

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana dasar pencegahan penyakit?


2. Apa saja kegunaan dari index DMF-T?
3. Apa kekurangan menggunakan DMF-T dan community periodontal index?
4. Apa saja index yg digunakan dalam menggambarkan penyakit gilut?
5. Apa saja ketentuan penilaian index DMF-T?
6. Bagaimana analisis faktor resiko pada penyakit gilut?
7. Apakah tujuan diadakan program pencegahan penyakit gilut?
8. Apa saja program yang termasuk pencegahan penyakit gilut?
9. Apa saja faktor resiko dari penyakit gilut?
10. Apa yang harus dilakukan untuk menurunkan prevalensi karies terutama pada anak?

LANGKAH 3
MENGANALISIS MASALAH MELALUI BRAINSTORMING DENGAN MENGGUNAKAN
PRIOR KNOWLEDGE

1. Bagaimana dasar pencegahan penyakit?


Primer untuk menghindari penyakit, pada fase prepatogenesis, seperti promkes dan perlindungan
khusus, contoh health promotion, kontrol plak
sekunder mendeteksi penyakit yg mungkin diderita untuk meminimalisir penyakit lebih parah, fase
patogenesis, deteksi dini, pemberian obat cepat dan tepat, contoh pemberian fisure sealent dan
penambalan lesi pada karies
tersier untuk mengurangi dampak negatif dr penyakit, fase patogenesis, saat penyakit sudah lanjut,
untuk mencegah kecacatan dan mengembalikan kesembuhan pasien, contoh pepmakaian gigi tiruan
dan implant

2. Apa saja kegunaan dari index DMF-T?


Untuk mengetahui keadaan kesehatan gigi masyarakat
Untuk perencanaan program
Untuk melaksanakan program evaluasi
Untuk melihat stunting
Untuk membandingkan status pengalaman karies gigi masyarakat antar daerah dan membandingkan
sebelum dan sesudah program
Untuk menghitung status karies individu
Untuk penelitian
U penelitian karies menurut umur
3. Apa kekurangan menggunakan DMF-T dan community periodontal index?
Dmf-t:
Tidak dapat menggambarkan banyak karies sebenarnya
Tidak dpt menggambarkan kedalaman karies
Tdk valid utk gigi hilang karna yg bukan karies
Cpi:
Menetapkan kebutuhan perawatan
Untuk skoring mengasilkan estimasi rendah pd status periodontal
Kalibrasi sulit karna bnyk kriteria dan wkt lama

4. Apa saja index yg digunakan dlm menggambarkan penyakit gilut?


Dmf t : karies
Pufa ; melengkapi kelemahan dmft, dilakukan visual
Oral higiene index
PHP
CPI
PTI
RTI : jml gigi tetap karies thd DMF-T
Icdas 1 dan icdas 2
Spesifik karies index

5. Apa saja ketentuan penilaian index DMF-T?


Penjumlahan :
d: semua gigi karies, karies sekunder dengan tmatan permaen dan sementara.
m: gigi dicabut karna karies, hilang karna penyakt periodontal.
f: gigi tumpatan permanen dan psa
rentang nilai:
sngat rendah
rendah
sedang
tinggi
sangat tinggi

6. Bagaimana analisis faktor resiko pada penyakit gilut?


Faktor yang menyebabkan penyakit: host, bakteri, lingkungan yang scr langsung berpengaruh pada
kesgilut
Faktor resiko tdk langsung: umur, jenis kelamin, makanan, ekonomi, sosialdemografi
Ajukan sejumlah pertanyaan pd sampel untuk riwayat penyakit, riwayat makanan dan asupan flor
Dilakukan pemeriksaan, untuk mengetahui pengaaman karies, byk plak dan volume saliva
Jika diketahui faktor resiko maka dapat dilakukan tindakan penegahan

7. Apakah tujuan diadakan program pencegahan penyakit gilut?


Agar tercapai kesehatan gilut optimal
Menurunkan prevalensi penyakit gilut
8. Apa saja program pencegahan penyakit gilut?
Upaya kesgilut masyarakat
UKGS
Pelayanan poliklinik gigi
Integrasi KIA gigi

9. Apa saja faktor resiko dr penyakit gilut?


Karies: faktor ekternal(umur, ras, jenis kelamin, oral higiene) dan internal (mikroorgnisme)
Faktor kebiasaan, merokok, konsumsi gula berlebhan, konsumsi alkohol
Perilaku menyikat gigi yang salah

10. Apa yang harus dilakukan untuk menurunkan prevalensi karies terutama pada anak?
Melakukan penyuluhan ke sekolah ttg bagaimana menyikat ggi yg baik dan benar
Edukasi pada orang tua ttg cara pencegahn dan mengatasi apabila telah ada karies
Orang tua mengajjarkan cara dan waktu menyikat gigi dan membawa anak memeriksakan gigi min
setiap 6 bln

LANGKAH 4

MEMBUAT SKEMA

Data Riskesdas

Konsep Dasar
Gambaran
Pencegahan
Penyakit
Penyakit

Community
Indeks DMFT Periodontal Poket Periodontal
Indeks dan Bleeding
Gingival Index

Indeks dan Analisis Faktor Risiko


Epidemiologi Indeks
Penyakit Gigi dan Mulut
Karies Kesehatan
Jaringan
Periodontal dan
Dasar-dasar dan Program Kebersihan
Pencegahan Penyakit Mulut
Gigi dan Mulut
LANGKAH 5

MENENTUKAN TUJUAN PEMBELAJARAN (LEARNING OBJECTIVE)

Learning Objective:

1. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Konsep Dasar Pencegahan Penyakit


2. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Indeks dan Epidemiologi Karies
3. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Indeks Kesehatan Jaringan Periodontal dan
Kebersihan Mulut
4. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Analisis Faktor Risiko Penyakit Gigi dan
Mulut
5. Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan Program Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut

LANGKAH 6 & 7

MENGUMPULKAN INFORMASI, SINTESIS DAN UJI INFORMASI

LO 1 : M4 Konsep Dasar Pencegahan Penyakit

Tingkat Pencegahan

Berdasarkan Levell dan Clark tingkatan pencegahan dalam keperawatan komunitas


dapat digunakan pada tahap sebelum terjadinya suatu penyakit (Prepathogenesis Phase) dan
pada tahap Pathogenesis Phase.

1. Prepathogenesis Phase
Pada tahapan ini yang dapat digunakan melalui kegiatan primary prevention atau
pencehan primer. Pencegahan dalam arti sebenarnya yaitu, terjadinya sebelum sakit atau
ketidakfungsian dan di aplikasikan ke dalam populasi sehat pada umumnya. Pencegahan
primer merupakan suatu usaha agar masyarakat yang berada dalam stage of optinum health
tidak jatuh kedalam stage yang lain dan yang lebih buruk. penyakit.Primary prevention
dilakukan dengan dua kelompok kegiatan yaitu :

a) Health Promotion atau peningkatan kesehatan


Peningkatan status kesehatan masyarakat, dengan melalui beberapa kegiatan, sebagi
berikut:

1. Pendidikan kesehatan atau health education


2. Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) seperti: penyuluhan tentang masalah gizi
3. Pengamatan tumbuh kembang anak atau growth and development monitoring
4. Pengadaan rumah yang sehat
5. Pengendalian lingkungan masyarakat
6. Program P2M (pemberantasan penyakit tidak menular)
7. Simulasi dini dalam kesehatan keluarga dan asuhan pada anak atau balita penyuluhan
tentang pencegahan penyakit
b) General and spesific protection (perlindungan umum dan khusus)
Merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus dan umum
terhadap seseorang atau masyaraka, antara lain :

1. Imunisasi untuk balita


2. Hygine perseorangan
3. Perlindungan diri dari terjadinya kecelakaan
4. Perlindungan diri dari lingkungan kesehatan dalam kerja
5. Perlindungan diri dari carsinogen, toxic dan alergen
2. Pathogenesis phase
Pada tahap pathogenesis ini dapat dilakukan dengan dua kegiatan pencegahan
yaitu :

(a) Secondary prevention (pencegahan sekunder)


Yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang masih atau sedang sakit, dengan dua kelompok
kegiatan:

1. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis awal dan pengobatan segera atau
adekuat), antara lain melalui: pemeriksaan kasus dini (early case finding), pemeriksaan
umum lengkap (general check up), pemeriksaan missal (mass screening), survey
terhadap kontak, sekolah dan rumah (contactsurvey, school survey, household survey),
kasus (case holding), pengobatn adekuat (adekuat tretment)
2. Disability limitation (pambatasan kecacatan) Penyempurnaan dan intensifikasi terhadap
terapi lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban
sosial penderita, dan lain- lain.
Pada pencegahan level ini menekankan pada upaya penemuan kasus secara dini atau
awal dan pengobatan tepat atau “early diagnosis and prompt treatment”. Pencegahan
sekunder ini dilakukan mulai saat fase patogenesis (masa inkubasi) yang dimulai saat bibit
penyakit masuk kedalam tubuh manusia sampai saat timbulnya gejala penyakit atau
gangguan kesehatan. Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk menghambat
prosespatologik (proses perjalanan penyakit) sehingga akan dapat memperpendek waktu
sakit dan tingkat keparahan atau keseriusan penyakit.

(b) Tertiary prevention (pencegahan tersier)


Yaitu usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah sembuh dari sakit
serta mengalami kecacatan antara lain :

(a) Pendidikan kesehatan lanjutan


(b) Terapi kerja (work therapy)
(c) Perkampungan rehabilitsi sosial
(d) Penyadaran terhadap masyarakat
(e) Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat

Upaya pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau ketidakmampuan terjadi penyembuhan
sampai stabil/ menetap atau tidak dapat diperbaiki (irreversaible). Dalam pencegahan ini dapat
dilaksanakan melalui program rehabilitas untuk mengurangi ketidakmampuan dan meningkatkan
efisiensi hidup penderita. Kegiatan rehabilitasi ini meliputi aspek medis dan sosial. Pencegahan
tersier dilaksanakan pada fase lanjut proses patogenese suatu penyakit atau gangguan pada
kesehatan.

B. Pencegahan dan Perawatan Karies Gigi

1. Pencegahan karies gigi

Klasifikasi pelayanan pencegahan dibagi menjadi 3 yaitu pencegahan primer, sekunder dan
tersier. Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara menyingkirkan plak yang
efektif atau cara menyikat gigi dan menggunakan benang gigi (flossing). Upaya perlindungan
khusus termasuk pelayanan yang diberikan untuk melindungi host dari serangan penyakit dengan
membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme. Aplikasi pit dan fisur siletn merupakan
upaya perlindungan khusus untuk mencegah karies (Herijulianti, Indriani & Artini, 2002)

Terakhir, pelayanan ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit yang dikenal sebagai
pencegahan tersier untuk mencegah kehilangan fungsi. Kegiatannya meliputi pemberian
pelayanan untuk membatasi ketidakmampuan (cacat) dan rehabilitasi. Gigi tiruan dan implan
termasuk dalam kategori ini.

Pencegahan karies gigi secara pencegahan primer, sekunder dan tersier, adalah sebagai
berikut:

a. Pencegahan primer Menurut Alpers (2006) mencegah pembusukan dengan tindakan


pencegahan sebagai berikut :

1) Memilih makanan dengan cermat

2) Pemeliharaan gigi, Mulut tidak bisa dihindarkan dari bakteri, tetapi mencegah bakteri
dengan membersihkan mulut dengan teratur

3) Pemberian flour, membubuhkan flour dalam air minum yang kekurangan flour untuk
mencegah karies gigi. Tambahan tersebut dapat berupa tetes atau tablet.

b. Pencegahan sekunder

1) Penambalan gigi, kerusakan gigi biasanya dihentikan dengan membuang bagian gigi yang
rusak dan diganti dengan tambalan gigi. Jenis bahan tambalan yang digunakan tergantung dari
lokasi dan fungsi gigi.

2) Dental sealant, perawatan untuk mencegah gigi berlubang dengan menutupi permukaan
gigi dengan suatu bahan. Dental sealant dilakukan pada permukaan kunyah gigi premolar dan
molar. Gigi dicuci dan dikeringkan kemudian memberi pelapis pada gigi (Lithin, 2008).

c. Pencegahan tersier, gigi dengan karies yang sudah dilakukan pencabutan terhadap
rehabilitasi dengan pembuatan gigi palsu
LO 2 : M4 Indeks dan Epidemiologi Karies

A. Indikator Karies

1. DMF-T (Decay Missing Filled-Teeth)

Definisi

Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal
karies gigi permanen. Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi
dengan karies pada seseorang atau sekelompok orang.

Angka D (Decay) : Jumlah gigi yang berlubang karena karies gigi.


Angka M (Missing) : Jumlah gigi yang indikasi untuk dicabut atau gigi yang telah hilang
karena karies.
Angka F (Filling) : Jumlah gigi yang telah ditambal karena karies dan dalam keadaan
baik.

Rumus
Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :

DMF-T = D + M + F

Kategori DMF-T menurut WHO :


0,0 – 1,1 = sangat rendah
1,2 – 2,6 = rendah
2,7– 4,4 = sedang
4,5– 6,5 = tinggi
6,6 > = sangat tinggi
Kelebihan Kekurangan
1. Tidak dapat menggambarkan
banyaknya karies yang
sebenarnya. Karena jika pada
gigi tersebut terdapat 2 karies
1. Mudah digunakan atau lebih, karies dihitung
tetap 1
2. Bersifat universal sehingga
2. Indeks DMF-T tidak dapat
dapat dilakukan
membedakkan kedalaman
pembandingan data secara
dari karies, misalnya karies
internasional superficialis, media, profunda
3. Dapat mengukur prevalensi 3. Tidak valid untuk gigi yang
karies hilang karena penyebab lain
4. Dapat diterima oleh pasien selain karies
4. Tidak valid untuk pencabutan
perawatan ortodonti
5. Tidak dapat digunakan untuk
karies akar

2. Nyvad Caries Diagnostic Criteria

Definisi

Definisi dari Nyvad Caries Diagnostic Criteria dikemukakan oleh Nyvad 1999 yaitu
merupakan manifestasi dari karies pada initial stage dari karies dan sebelum karies itu
terjadi. Kriteria Nyvad membedakan antara lesi karies aktif dan inaktif pada level
kavitas maupun non kavitas. Indeks ini juga menghitung aktivitas lesi,
memperhitungkan hubungan biaya ketika rencana perawatan dibuat.
Rumus

Skor Nyvad Caries Diagnostic Criteria yaitu:


Kelebihan Kekurangan
1. Dapat mengidentifikasi lesi karies
insipient, sehingga dapat
menentukan rencana program
pencegahan karies Terdapat kesulitan untuk membuat
2. Prelavensi dan keparahan karies diagnosis yang pasti dari lesi aktif sebelum
dibawah estimasi dari indeks def terjadi kavitas pada permukan oklusal
dapat dihilangkan karena hanya dibandingkan dengan permukaanfasial.
menghitung status kavitas Penggunaan permukaan oklusal secara
3. Dapat mengurangi keperluan fisiologis selama proses pengunyahan
perawatan yang lebih lanjur karena dapat menyebabkan hilangnya lesi.
diagnosis ditegakkan ketika terlihat
initial lesions sehingga lesi
progresif yang berkelanjutan dapat
dicegah
3. Specific Caries Index

Definisi

Indeks ini akan menyediakan informasi tidak hanya prevalensi karies tapi juga lokasi
dan tipe lesi karies pada individu. Indeks yang menunjukkan jumlah karies gigi yang
sama sekali belum pernah ditangani

Rumus

Cara menghitung:

1. Menggunakan indeks DMF-T


2. Mengurutkan data individu mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi
3. Mengambil 1/3 jumlah data dari total populasi dengan DMF-T yang tinggi
4. Lalu menjumlahkan data tersebut
5. Kemudian membaginya lagi dengan jumlah individu (1/3) yang tetinggi DMF-Tnya

Skor SCI untuk individu dihitung dengan menambahkan skor gigi individual. Rentang
Skor untuk individual dari 0-192 (untuk 32 gigi)
Kelebihan Kekurangan

1. Petugas dan material yang kompeten 1. Pada kasus dengan lesi yang luas
di masa depan serta pelatihan untuk yang meliputi lebih dari 1
tenaga kerja dibutuhkan untuk permukaan hanya bisa dibuat dari
mengatasi karies pada populasi asal lesi
tertentu mungkin dinilai Kekurangan untuk menentukan
2. Hasil dari penulis menunjukkan rencana perawatan jika indeks ini
reproduksibilitas dan validitas dari digunakan sendirian tanpa
indek baru ini adalah baik kombinasi dengan indeks lain
3. Kurangnya penyediaan untuk
menilai karies akar
2. Jumlah dari lesi proksimal tidak
diperhatikan karena tidak adanya
foto bitewing radiograph

B. PUFA

Index

Definisi

Indeks PUFA adalah indeks yang digunakan untuk pengukuran karies yang tidak
dirawat. Menurut Palenstein, ada empat kondisi oral akibat karies gigi yang tidak
dirawat yang digunakan untuk pengukuran indeks PUFA yaitu pulpitis, ulserasi,
fistula dan abses. Lesi yang tidak diakibatkan oleh karies yang tidak dirawat tidak
diberikan skor.

Rumus PUFA Index

(P/p) = Pulpal, pertimbangan keterlibatan pulpa dalam proses karies dengan


hancurnya seluruh korona atau mahkota sehingga yang tersisa hanyalah akar

(U/u)= Ulserasi, yang disebabkan oleh potongan-potongan enamel yang pecah


ataupun karena inflamasi pulpa atau akar yang mengalami fragmentasi sehingga
timbul ulser

(F/f)= Fistula atau nanah yang muncul akibat adanya gangguan kesehatan gigi dan
mulut yang melibatkan pulpa

(A/a)= Abses yang terkait dengan pulpa

Huruf besar digunakan untuk gigi permanen dan huruf kecil digunakan untuk gigi
sulung. Akumulasi skor PUFA setiap individu sama seperti akumulasi skor untuk
DMFT. PUFA untuk gigi permanen dan pufa untuk sulung. Skor setiap individu
berkisar antara 0-20 untuk pufa gigi sulung dan 0-32 untuk PUFA gigi permanen.
Prevalensi PUFA/pufa dihitung sebagai persentase dari populasi, dengan skor
PUFA/pufa dari satu atau lebih individu.

Kelebihan Kekurangan
1. Sederhana untuk digunakan 1. Realibilitas dan validitas
rekam medis diperlukan pada diskusi dan
2. Dapat digunakan untuk gigi penelitian mendatang
sulung dan permanen 2. Beberapa subjek dengan skor U
3. Hasilnya dapat dipresentasikan (ulcer)
bersama indeks DMF 3. Stages dari lesi karies pada
enamel tidak dinilai

Rumus PUFA index = PUFA + pufa x


100 D + d

5.Caries Assessment Spectrum and Treatment (CAST) Index

Definisi

Indeks ini merupakan indeks yang mengkombinasikan elemen penilaian dari


ICDAS III dan PUFA dan komponen MF pada indeks DMF. Indeks ini
dikembangkan karena untuk menemukan indeks yang dipercaya.

Rumus
Kelebihan Kekurangan
1. Skor DMF dapat dengan mudah
dikalkulasikan dari skor CAST
2. Digunakan hanya untuk survei
epidemologi
1. Tidak menunjukkan hasil yang valid
3. Visual/ tactile hierachial one digit
pada uji validitas dan realibilitas
coding system
2. Tidak disarankan untuk clinical
4. Meliputi spektrum total dari progresi
trials
lesi karies membuat kemudahan
3. Tidak menyediakan data pada
komunikasi antara profesional
perhitugan perawatan dan
5. Digunakan untuk memperkuat dan
pencegahan pada setiap kode
melengkapi ICDAS, DMF, PUFA
6. Menyediakan sarana untuk
penggunaan indeks DMF yang lebih
luas

6. International Caries Detection and Assessment System (ICDAS I


& ICDAS II)

Definisi
Dikembangkan pada tahun 2001 oleh usaha kelompok penelitian, epidomologist
dan restorative dentist two digit system : didasarkan pada kebutuhan untuk
mendeteksi karies. ICDAS I merupakan penelitian yang menggunakan sistematik
review yangmenggunakan assessment atau pemeriksaan pada bagian corona atau
permukaan mahkota akan tetapi lebih sempurna daripada DMF-T. ICDAS II
merupakan penelitian yang menggunakan sistematik review assessment lebih
kompleks yaitu pada tiap permukaan korona sealant,restorasi, perubahan warna
serta aktivitas kariesnya membentuk 2 digit yaitu 1: CARS, 2: CORONAL
Rumus

ICDAS-I mencakup detect ion (D) dari karies dengan tahap proses karies,
topografi dan anatomi, assessment (A) dari proses karies (baik yang
berlubang maupun tidak berlubang). Penilaian kriteria ICDAS-II adalah sebagai
berikut:

Deteksi dari karies pada permukaan korona dibagi menjadi 2 proses:

• Pertama mengklasifikasikan tiap permukaan gigi dari sound,


sealed, restored, crowned atau missing
• Kedua adalah klasifikasi dari carious status pada skala ordinal

ICDAS I

1. Penelitiannya menggunakan sistematik review.


2. Assessment atau pemeriksaan atau penaksiran khusus pada bagian corona
atau permukaan mahkota tapi lebih sempurna dari DMF-T

ICDAS II

1. Assessment lebih kompleks yaitu pada tiap permukaan korona, sealant,


restorasi, perubahan warna serta aktivitas kariesnya
2. Membentuk 2 digit , yaitu 1: CARS, 2:CORONAL

Kelebihan Kekurangan

1. Hasil lebih spesifik, lebih lengkap 1. Tidak meilai karies pulpa


dibandingkan dengan pemeriksaan 2. Membutuhkan waktu pemeriksaan
lainnya yang lebih lama
2. Mampu menghitung karies dentin, 3. Analisisnya lebih kompleks
3. Mengikuti perjalanan karies
4. Etiologi karies lebih terarah
7. FDI World Dental Federation Caries

Matrix Definisi

Program WHO Global Oral Health telah mengakui pentingnya promosi


paradigma baru antara sesama praktisi dokter gigi mengenai perubahan dari
restorative menjadi preventif dan model promosi kesehatan (penyuluhan).
Dikembangkan oleh komite FDI. Maksud dari system ini tidak untuk
mengklasifikasika karies namun merupakan system yang terintegrasi yang dapat
digunakan praktisi, peneliti, edukator dan tenaga kesehatan.

Rumus
Kelebihan Kekurangan

1. Menyediakan kerangka kerja yang


akan membantu pengembangan dan Kerangka kerja yang disediakan tidak
klasifikasi lesi karies dengan system bisa menyediakan untuk system
yang relevan klasifikasi karies atau lesi baru
2. Kerangka kerja digunakan mencakup
seluruhnya sehingga bisa multifungsi

C. Indeks Debris dan Indeks kalkulus

Debris indeks adalah nilai (skor) yang diperoleh dari hasil pemeriksaan terhadap
endapan lunak di permukaan gigi dapat berupa plak, material alba, dan food debris.
Sedangkan calculus index merupakan nilai (skor) dari endapan keras yang terjadi akibat
pengendapan garam anorganik yang komposisi utamanya adalah kalsium karbonat dan
kalsium pospat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme, sel epitel, dan deskuamosa.

Kriteria Debris Indeks

Skor Kondisi
0 Tidak ada stain / debris
1 Plak menutup tidak lebi dari 1/3 permukaan servikal
2 Plak menutup lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa
3 Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa

Untuk menghitung DI, digunakan rumus :

Debris Indeks = Jumlah skor debris

Jumlah gigi yang diperiksa

Kriteria calculus indeks

Skor Kondisi
0 Tidak ada calculus
1 Calculus supra gingival menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal yang diperiksa
2 Calculus supra gingival menutup lebih dari 1/3 tetapi kurang 2/3 permukaan yang
diperiksa, atau ada bercak bercak calculus sub gingival di sekeliling servikal gigi
3 Calculus supra gingival menutup lebih dari 2/3 permukaan atau ada calculus sub gingival
disekeliling servikal gigi

Untuk menghitung CI, digunakan rumus :

Calculus Indeks = Jumlah skor calculus

Jumlah gigi yang diperiksa

D. Epidemiologi Karies

Pravalensi karies pada anak-anak di negara berkembang meningkat dengan cepat. Pada
negara maju dalam 15 tahun terakhir, survey pada anak sekolah menunjukkan adanya
penurunan pravalensi karies sampai 50%. Menurut data SUSENAS pada tahun 1998, keluhan
pada gigi menduduki peringkat ke-6 dan keluhan yang berasal dari timbulnya karies sebanyak
45,68%.

Berdasarkan hasil SKRT pada tahun 1995, 63% penduduk Indonesia menderita kerusakan
gigi aktif yang dengan kata lain adalah kerusakan pada gigi yang belum ditangani. Rerata
DMF-T berkisar pada 6,44 dan 7,8 yang berarti telah melebihi indeks DMFT yang telah
ditetapkan WHO yakni tiga.

Data Riskesdas 2007, pravalensi penduduk yang memiliki masalah gigi dan mulut 23,4%
dengan pravalensi penduduk yang menerima perawatan dari tenaga medis 29,6%. Pada tahun
ini indeks DMFT nasional adalah 4,85 dengan angka PTI sebesar 1,6% yang menggambarkan
angka motivasi dari seseorang untuk menumpatkan giginya yang berlubang dengan upaya
mempertahankan gigi. Akan tetapi angka RTI lebih tinggi yakni sebesar 25,25 yang berari
menggambarkan besarnya kerusakan gigi yang belum ditangani dan memerlukan filling
ataupun pencabutan.

Data Riskesdas 2013, parvalensi masalah gigi dan mulut 25,9% dengan pravalensi
penduduk yang menerima perawatan gigi dari tenaga medis gigi sebesar 8,1% dengan indeks
DMFT nasional 4,6 yang artinya tiap penduduk Indonesia rata-rata memiliki lima gigi
berlubang di dalam mulutnya. Sedangkan menurut data Riskesdas 2018, pravalensi masalh
gigi 45,3% dengan pravalensi katies sangat tinggi yakni 88,8% dengan indeks DMFT
nasional 7 yang berarti setiap penduduk Indonesia rata-rata memiliki tujuh gigi berlubang
dalam mulutnya.

LO 3 : M4 Indeks Kesehatan Jaringan Periodontal dan Kebersihan Mulut

1. CPITN

Pengertian: Community Periodontal Index for Treatment Needs adalah indeks resmi yang
digunakan oleh WHO untuk mengukur kondisi jaringan periodontal serta perkiraan akan
kebutuhan perawatannya dengan menggunakan sonde khusus yaitu WHO Periodontal
Examining Probe.

Sonde khusus yang dipergunakan untuk pemeriksaan CPITN ini memiliki bentuk ujung
bulat dengan diameter 0,5 mm, dengan kode warna 3,5 sampai 5,5 mm.

Prinsip kerja CPITN yaitu :

1. Adanya probe khusus (probe WHO)

Probe ini memiliki ujung yang merupakan bola kecil berdiameter 0,5 mm. Probe ini
digunakan untuk melihat adanya perdarahan dan mengukur kedalaman saku. Pada sonde
terdapat daerah yang diberi warna hitam. Bilamana kedalaman poket kurang dari 3,5 mm
maka seluruh warna hitam masih terlihat. Bila kedalaman poket 4-5 mm, maka hanya
sebagian saja warna hitam yang masih tampak sedangkan untuk poket kedalaman 6mm
atau lebih maka seluruh bagian sonde yang berwarna hitam tidak tampak lagi.

2. Penilaian atas tingkatan kondisi jaringan periodontal.

Prinsip kerja CPITN adalah penilaian berdasarkan skor status periodontal dan selanjutnya
ditentukan kebutuhan perawatan penyakit periodontal. Kriteria menentukan kebutuhan
perawatan tersebut adalah : Skor Status periodontal Kode Kebutuhan perawatan 0 1 2 3 4
Periodonsium Sehat Secara langsung atau dengan kaca mulut terlihat perdarahan setelah
probing Sewaktu probing terasa adanya kalkulus tetapi seluruh daerah hitam (pada probe)
masih terlihat Saku dengan kedalaman 4-5 mm (tepi gingiva berada pada bagian probe
berwarna hitam) Saku dengan kedalaman 6 mm (bagian probe berwarna hitam tidak
terlihat lagi) 0 I II III IV Tidak membutuhkan Memerlukan perbaikan oral hygiene
Perbaikan oral hygiene dan skeling professional Perbaikan oral hygiene dan skeling
professional Perbaikan oral hygiene dan skeling professional dan perawatan komprehensif
* ∗ Perawatan komprehensif berupa skeling dan penyerutan akar dibawah anastesi lokal,
dengan atau tanpa prosedur bedah untuk aksesibilitas

3. Sektan

Sektan ditentukan oleh gigi-gigi 17-14, 13-23, 24-26, 31-34, 33-43 dan 44- 47. Tapi hanya
skor yang terburuk per sektan yang dicatat. Bila di suatu sektan tidak terdapat gigi maka
sektan tersebut tidak diberi nilai atau skor. Keadaan terparah atau nilai tertinggi yang
dicatat pada satu sektan.

4. Gigi indeks

Untuk mencatat berbagai kondisi dari jaringan periodontal, tidak diperiksa semua gigi,
melainkan hanya beberapa gigi saja yang disebut gigi-gigi indeks. Gigi- gigi indeks yang
harus diperiksa adalah 17, 16, 11, 26, 27, 47,46, 31, 36 dan 37

Pemeriksaan CPITN ini menggunakan 6 sektan yaitu :

1. Sektan kanan atas : elemen gigi 1.7, 1.6, 1.5, 1.4 (sektan 1)
2. Sektan anterior (depan) atas : elemen gigi 1.3, 1.2, 1.1, 2.1, 2.2, 2.3 (sektan
2)
3. Sektan kiri atas : elemen gigi 2.4, 2.5, 2.6, 2.7 (sektan 3)
4. sektan kiri bawah : elemen gigi 3.7, 3.6. 3.5, 3.4 (sektan 4)
5. Sektan anterior bawah : elemen gigi 3.3, 3.2, 3.1, 4.1, 4.2, 4 (sektan 5)
6. Sektan kanan bawah : elemen gigi 4.4, 4.5, 4.6, 4.7 (sektan 6)

Gigi Index CPITN terbagi dan tergantung atas tiga kelompok umur yaitu

1. Umur 20 tahun atau lebih


2. Umur 16 tahun sampai 19 tahun
3. Umur kurang dari 15 tahun

Dalam pemeriksaan CPITN perlu diperhatikan:


1. Apabila salah satu gigi geraham atau molar dan juga gigi seri atau
incisivus tidak ada, tidak diperlukan penggantian gigi.
2. Apabila dalam satu sektan tidak terdapat gigi index maka gigi dalamsektan
tersebut diperiksa semuanya dan yang diambil adalah gigi dengan skor tertinggi.
3. Umur 19 tahun kebawah tidak dilakukan pemeriksaan Molar Kedua (M2)
untuk menghindari false pocket.
4. Umur 15 tahun kebawah, pencatatan hanya dilakukan bila ada perdarahan
daerah gusi dan karang gigi saja.
5. Jika gigi index dan penggantinya tidak ada maka sektan diberi tanda X

Pembagian mengenai kelompok umur, gigi indax dan skornya adalah sebagai berikut
:

1. Umur 20 tahun atau lebih, gigi index yang diperiksa adalah 1.7, 1.6, 1.1,
2.1, 2.6, 2.7, 3.7, 3.6, 3.1, 4.1, 4.6, 4.7, dengan skor 0, 1, 2, 3, 4.
2. Umur 16 tahun sampai 19 tahun, gigi index yang diperiksa adalah 1.6, 1.1,
2.6, 3.6, 3.1, 4.6, dengan skor 0, 1, 2, 3, 4.
3. Umur kurang dari 15 tahun, gigi index yang diperiksa adalah sama dengan
16-19 tahun, dengan skor 0,1, 2.

Kriteria skoring CPITN:

1 : periodonsium sehat

2 : terdapat perdarahan setelah probing

3 : terdapat kalkulus supra atau subgingiva atau timbunan plak di sekeliling


margin gingiva,tidak terdapat poket dengan kedalaman lebih dari 3mm.

4 : terdapat poket 4 atau 5 mm

5 : terdapat poket lebih dari 6 mm

* : terdapat keterlibatan daerah furkasio atau terdapat loss attachment >7mm


Dari data status periodontal yang diperoleh dengan menggunakan kode tersebut,
perawatan dikategorikan sebagai berikut :

1 : tidak memerlukan perawatan

2 : peningkatan kebersihan mulut/penyuluhan

3 : peningkatan kebersihan mulut/penyuluhan dan scalling

4 : peningkatan kebersihan mulut / penyuluhan, skeling, kuretase, bedah periodontal

Kelebihan Kekurangan

1. Kekurangan dalam menetapkan


kebutuhan perawatan
2. keterbatasan-keterbatasan, dan
data yang diperoleh dari penggunaan
indeks ini masih dapat disalah
1. Sederhana
tafsirkan
2. Mendapatkan data tentang status
3. Kriteria (skoring) CPITN untuk
periodontal masyarakat.
mengkategorikan status
3. Dapat merencanakan program
periodontal valid, tetapi penggunaan
penyuluhan.
gigi-gigi indeks dapat menghasilkan
4. Dapat menentukan kebutuhan
estimasi yang rendah pada status
perawatan (jenis tindakan, beban
periodontal
kerja, kebutuhan tenaga).
4. kalkulasi tiap sextan dan tiap
5. Memantau kemajuan kondisi
individu dapat menimbulkan estimasi
periodontal individu.
yang berlebihan untuk kebutuhan
perawatan, khususnya untuk
kode 3 dan kode 4 (poket 4-5 mm,
poket sama/lebih besar dari 6 mm)
2. PATIENT HYGIENE PERFORMANCE INDEX (PHP)

Pengertian: PHP oleh Podshadley dan Haley merupakan indeks pertama yang
dikembangkan untuk tujuan yang semata-mata menilai kebersihan individu dalam
membersihkan food debris setelah instruksi menyikat gigi. Indeks ini mencatat ada
tidaknya food debris dengan nilai 1 atau 0, secara berturut-turut menggunakan seluruh
permukaan dari enam gigi yan dipakai dalam OHI-S.

Permukaan setiap gigi dibagi menjadi 5 area yaitu 3 area yang dibagi secara longitudinal,
dengan 1/3 tengah dibagi secara horizontal menjadi 3 area lagi. Pemberian nilai didahului
dengan menggunakan “disclosing solution”. Penilaian PHP setiap orang diperoleh dengan
cara menjumlahkan nilai kelima area setiap permukaan gigi dan kemudian dibagi dengan
banyaknya permukaan gigi yang diperiksa.

Rumus

PHP = Jumlah nilai kelima area setiap permukaan gigi


Banyaknya permukaan gigi yg diperiksa

Kelebihan
Mudah digunakan karena hanya melihat beberapa gigi

Kekurangan
Membutuhkan waktu lama apanila jumlah orang yang diperiksa banyak, gigi yang
digunakan sebagai sampel pemeriksaan sering hilang pada banyak orang

3. BASIC PERIODONTAL EXAMINATION (BPE) INDEX

Pengertian: merupakan alat screening cepat untuk mengindikasi level perawatan yang
dibutuhkan dan menyediakan dasar panduan kebutuhan perawatan. Bukan merupakan alat
diagnostic.

Rumus:
Kelebihan: Mudah dan gampang digunakan

Kekurangan:

Tidak dapat menimbulkan diagnose dari hasil screening BPE index, membutuhkan waktu
yang lama karena semua gigi diperiksa

4. PERIODONTAL SCREENING AND RECORDING (PSR) INDEX

Pengertian: Merupakan adaptasi dari CPITN.

Rumus: Skor tertinggi pada sektan dipilih sebagai skor PSR untuk sekstan. Hanya 1 skor yang
dipilih untuk tiap sekstan dalam rongga mulut. Untuk memeriksa gigi secara individual
digunakan A WH O/CPITN/PSR probe.
Kelebihan Kekurangan

1. Memperkenalkan metode 1. Tidak dimaksudkan untuk


screening yang sederhana yang sesuai pemeriksaan lengkap rongga mulut.
dengan kebutuhan dental record Pada pasien yang telah menerima
2. Deteksi dini dari penyakit perawatan periodontal sebelumnya atau
periodontal dan menyediakan dalam fase maintenance harus
monitoring status dari pasien menerima pemeriksaan yang
3. Metode cepat screening karena komprehensif
hanya menilai 6 skor 2. Keterbatasan penggunaan system
4. Dokumen ini membantu PSR pada anak karena ketidakmampuan
melengkapi riwayat periodontal pasien membedakan pseudo poket
5. Dapat digunakan pada populasi 3. Tidak menghitung epithelial
yang besar attachment, keparahan penyakit dapat
underestimated

5. GENETIC SUSCEPTIBILITY INDEX FOR PERIODONTAL DISEASE

Pengertian: Sistem ini menunjukkan hubungan langsung dan tak langsung diantara indeks
kerentanan, hasil mikroba dan penyakit. Singel Nucelotida Polymorphism (SNP’s) di gen
yang mengkode molekul dari sistem pertahanan tubuh dinilai. Genetic marker
menunjukkan kerentanan manifestasi penyakit dan dapat digunakan untuk mengungkap
informasi yang tersembunyi.

Kelebihan Kekurangan

1. Dapat memberikan suatu


1. Tidak dapat memberikan suatu
diagnoses
prognosa
2. Dapat mengontrol keefektifan
2. Tidak dapat memberi bukti
terapi penyakit periodontal
bahwa mutase gen bertanggung jawab
3. Dapat memberikan informasi untuk
terhadap penyakit periodontal
mengidentifikasi disease marker
LO 4 : M4 Analisis Faktor Risiko Penyakit Gigi dan Mulut

A. Pencegahan Karies untuk Anak


Beberapa peran yang dilakukan orangtua/wali dalam upaya pemeliharaan kebersihan gigi
dan mulutkaries gigi pada anak :
1) Membersikan gigi. Penyikatan gigi bertujuan untuk menghindari plak. Plak bisa
menyebabkan kerusakan gigi, misalnyagigi berlubang. Waktu menyikat gigi sebaiknya
dilakukan teratur, minimal 2 kali sehari yaitu pagi harisetelah sarapan dan sebelum tidur
malam. Pemilihan sikat gigi pada anak balita sebaiknya dipilih sikatgigi yang ukurannya
kecil dengan tangkai yang mudah digenggam dan bulu sikatnya halus (soft).Bagian kepala
sikat menyempit agar mudah menjangkau bagian dalam rongga mulut anak (Rp
Yulianti,2011).
2) Pemakaian pasta. Pasta gigi adalah pasta atau bisa di sebut dengan istilah gel yang
digunakan untuk meningkatkankesehatan gigi dan mulut dengan cara mengangkat plak dan
sisa makanan, termasuk menghilangkan dan mengurangi bau mulut. banyaknya pasta yang
diberikan pada anak-anak dianjurkan sebesar biji kacangpolong (Utami meganita, 2012).
3) Diet sehat pada anak. Diet yang baik sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Hampir semua makanan,termasuk susu memiliki beberapa jenis gula
yang dapat menyebabkan kerusakan gigi.
Berikut hal-halyang dapat dilakukan dalam melakukan diet sehat untuk anak:
a. Buah-buahan dan sayur-sayuran. Gabungan ini arus setengah dari apa yang anak
makan setiap hari.
b. Hindari mengisi botol dengan cairan seperti air gula, atau minuman ringan.
c. Jangan makanan manis yang melebihi jumlah 50 – 80 gram/hari, khususnya permen
yang lengketatau permen kunyah dan buah kering (kismis).
d. Hindari makan kudapan yang manis dengan sering (Ratnanigsih Tri, 2016).
4) Mengawasi jajanan anak. Orangtua perlu mengawasi pola jajanan anak di sekolah hal
ini dikarenakan di sekolah banyak sekalijajanan yang bersifat manis dan lengket. Apabila
tidak di lakukan pengawasaan terhadap konsumsi jajanan anak, maka di takutkan anak akan
banyak mengkonsumsi makanan yang bersifat manis danlengket yang merupakan salah
satu penyebab terjadinya karies gigi. Untuk menghindari hal tersebutsebaiknya orangtua
tidak memberikan uang saku tetapi membawakan bekal dari rumah sehinggaorangtua dapat
mengawasi makanan yang akan di konsumsi anak tersebut baik kadungan gizi
dankebersihan makanannya ( Rp Yulianti, 2011).
5) Melakukan pemeriksaan ke dokter gigi. Saat gigi pertama anak muncul, itulah saatnya
membawa kedokter gigi. ADA (American DentalAssociation) merekomendasikan bahwa
kunjungan ke dokter gigi pertama berlangsung setiap enam bulan sekali setelah gigi
pertama muncul agar anak nyaman dengan kebiasaanbaik untuk kesehatanmulut (Rp
Yulianti, 2011).
FAKTOR PENYAKIT GIGI & MULUT

 Pengalaman karies atau prnglaman suatu penyakit


Peneitian epidemiologi sudah membuktikan adanya hubugan antara pengalaman karies
dengan perkembangan karies dmasa yang akan datang
 Kurangnya pemakaian fluor
Pemberian flUor secara teratur dapat mengurangi terjadi karies karna dapat
meningkatkan remineralisasi
 Pengalaman oral higiene
Kebersihan rongga mulut yang buruk akan mengaibatkan persentase karies tinggi
 Saliva
Saliva berfungsi untuk membersihkan ssa sisa maanan di dalam mulut pada individu
yang berkurang fungsi salivanya maka aktivitas karies akan menngkat secara
signifikan
 Pola makan dan jenis makanan
Frekuensi mengkonsumsi makanan yang tinggi sukrosa maka beberapa bakteri
penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi
demineralsasi yang berlangsung 30-60 menit

Faktor pendukung

 Jenis kelamin
Hasil pengamatan yang dilaakukan oleh joshi di India, dari total populasi anak usia 6-
12 tahun banyak yang diperoleh laki laki kejadiannya lebih tinggi daripada perempuan
karena perempuan lebih sadar dalam menjaga kebersihan gigi
 Usia
Penelitian epidemiologi menunjukkan terjadi peingkatan prevaleensi karies sejalan
dengan pertambahan umur
 Tingkat sosial dan ekonomi
Anak dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah mengaami karies lebih banyak dan
kecenderungan untuk tidak mendapatkan perawata gigi lebih tinggi dbandingkan anak
ekonomi menengah keatas
 Kebiasaan buruk
LO 5 : M4 Program Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut

A. Pencegahan Karies untuk Anak

Beberapa peran yang dilakukan orangtua/wali dalam upaya pemeliharaan kebersihan gigi
dan mulutkaries gigi pada anak :
 Membersikan gigi.

Penyikatan gigi bertujuan untuk menghindari plak. Plak bisa menyebabkan kerusakan
gigi, misalnyagigi berlubang. Waktu menyikat gigi sebaiknya dilakukan teratur,
minimal 2 kali sehari yaitu pagi harisetelah sarapan dan sebelum tidur malam.
Pemilihan sikat gigi pada anak balita sebaiknya dipilih sikatgigi yang ukurannya kecil
dengan tangkai yang mudah digenggam dan bulu sikatnya halus (soft).Bagian kepala
sikat menyempit agar mudah menjangkau bagian dalam rongga mulut anak (Rp
Yulianti,2011).

 Pemakaian pasta.

Pasta gigi adalah pasta atau bisa di sebut dengan istilah gel yang digunakan untuk
meningkatkankesehatan gigi dan mulut dengan cara mengangkat plak dan sisa makanan,
termasuk menghilangkan dan mengurangi bau mulut. banyaknya pasta yang diberikan pada
anak-anak dianjurkan sebesar biji kacangpolong (Utami meganita, 2012).

 Diet sehat pada anak.

Diet yang baik sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hampir semua
makanan,termasuk susu memiliki beberapa jenis gula yang dapat menyebabkan kerusakan
gigi.

Berikut hal-halyang dapat dilakukan dalam melakukan diet sehat untuk anak:
- Buah-buahan dan sayur-sayuran. Gabungan ini arus setengah dari apa yang anak makan
setiap hari.
- Hindari mengisi botol dengan cairan seperti air gula, atau minuman ringan.
- Jangan makanan manis yang melebihi jumlah 50 – 80 gram/hari, khususnya permen
yang lengketatau permen kunyah dan buah kering (kismis).
- Hindari makan kudapan yang manis dengan sering (Ratnanigsih Tri, 2016).
- Mengawasi jajanan anak. Orangtua perlu mengawasi pola jajanan anak di sekolah hal
ini dikarenakan di sekolah banyak sekalijajanan yang bersifat manis dan lengket.
Apabila tidak di lakukan pengawasaan terhadap konsumsi jajanan anak, maka di
takutkan anak akan banyak mengkonsumsi makanan yang bersifat manis danlengket
yang merupakan salah satu penyebab terjadinya karies gigi. Untuk menghindari hal
tersebutsebaiknya orangtua tidak memberikan uang saku tetapi membawakan bekal dari
rumah sehinggaorangtua dapat mengawasi makanan yang akan di konsumsi anak
tersebut baik kadungan gizi dankebersihan makanannya ( Rp Yulianti, 2011).
- Melakukan pemeriksaan ke dokter gigi. Saat gigi pertama anak muncul, itulah saatnya
membawa kedokter gigi. ADA (American DentalAssociation) merekomendasikan
bahwa kunjungan ke dokter gigi pertama berlangsung setiap enam bulan sekali setelah
gigi pertama muncul agar anak nyaman dengan kebiasaanbaik untuk kesehatanmulut
(Rp Yulianti, 2011).
-
Menurut (Gultom meinarly, 2009) cara untuk mengatasi terjadinya karies gigi,
orangtua/wali bias melakukan dengan cara :
a. Jangan memberikan makanan dan minuman yang mengandung gula seperti permen
yang bersifatlengket.
b. Hindari memberikan makan-makanan yang kudapan atau cemilan yang manis dengan
sering.
c. Sebaiknya sehabis makan-makanan yang manis anak di biasakan berkumur dengan air
putih.
d. Tidak memberikan makanan atau minuman yang manis di saat jam luar makan, ada
baiknya dibiasakan untuk memberikan air putih matang yang sudah di dingikan terutama
pada saat anak sudah ingin tidur.

A. Pencegahan dan Perlindungan Gigi dari Karies

1. Kebiasaan menyikat gigi


2.
Menyikat gigi adalah cara yang dikenal umum oleh masyarakat untuk menjaga kebersihan
gigidan mulut dengan maksud agar terhindar dari penyakit gigi dan mulut. Menurut
Manson (2009), sikat gigi harusnya dilakukan dengan cara yang sistemik supaya tidak ada
gigi yang terlampaui, yaitu mulaidari posterior ke anterior dan berakhir pada bagian
posterior sisi lainnya. Beberapa alat dan bahan yangdigunakan dalam menyikat gigi yang
baik, antara lain :

a. Sikat Gigi.
Sikat gigi yang baik adalah sikat gigi yang memiliki ciri-ciri, seperti: bulu-bulu sikat lunak
dan tumpul, sehingga tidak melukai jaringan lunak dalam mulut. Ukuran sikat gigi
yangdiperkirakan dapat menjangkau seluruh permukaan gigi atau disesuaikan dengan
ukuran mulut.Dalam memilih sikat gigi yang harus diperhatikan adalah kondisi bulu sikat.
Pilihlah bulu sikat yangterbuat dari nilon karena sifatnya yang elastis Manson (2009).
b. Pasta gigi.
Pasta gigi yang baik adalah pasta gigi yang mengandung fluor, karena fluor akan
bereaksidengan enamel gigi dan membuat enamel lebih tahan terhadap serangan asam.
Pasta gigi yangmengandung fluor apabila digunakan secara teratur akan dapat mencegah
kerusakan gigi. Pasta gigi yang sudah mengandung fluoride ternyata sudah terbukti dapat
meningkatkan absorbsi ion fluorpada permukaan gigi yang akan menghambat kolonisasi
bakteri dari permukaan gigi. Beberapa pastagigi juga mengandung bahan-bahan kimia
seperti formaldehid atau strongsium clorida, yang dapatmembantu mengurangi sensitivitas
dari akar gigi yang terbuka akibat resesi gingiva (Admatyaka Irene, 2008).
c. Waktu menyikat gigi
waktu menyikat gigi yang paling tepat adalah pagi setelah sarapan dan malamsebelum
tidur. Waktu tidur produksi air liur berkurang sehingga menimbulkan suasana asam
dimulut. Sisa-sisa makanan pada gigi jika tidak dibersihkan, maka mulut semakin asam dan
bakteriakan tumbuh subur membuat lubang pada gigi. Sifat asam ini bisa dicegah dengan
sikat gigi.(Manson, 2009).
d. Perlindungan terhadap gigi
perlindungan terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara, yaitu silen dan penggunaan fluor
dan khloreksidin. Silent harus ditempatkan secara selektif pada pasien yangberesiko karies
tinggi. Prioritas tertinggi diberikan pada molar pertama permanen di antara usia 6-8tahun.
bahan silen yang digunakan dapat berupa resin maupun glass ionomer. Silen resin
digunakanpada gigi yang telah erupsi sempurna sedangkan silen glass ionomer digunakan
pada gigi yangbelum tumbuh sempurna sehingga silen ini merupakan pilihan yang tepat
sebagai silen sementarasebelum digunakannya silen resin (Admatyaka Irene, 2008).

3. Kandungan Fluor

Peran fluor dalam pencegahan karies gigi sudah dikenal sejak 50 tahun yang lalu.
Menurutmanson, 2009 secara umum, fluor bekerja melalui tiga cara, yaitu :
a. Memperlambat perkembangan karies gigi dengan menghentikan proses demineralisasi
b. Meningkatkan ketahanan enamel terhadap serangan asam dengan cara membantu
prosesremineralisasi terhadap hidroksiapatit dan mengubahnya menjadi fluorapatit.
c. Dalam dosis tinggi dapat menghentikan metabolism bakteri. Bagi anak usia
prasekolah, pemberian fluor dalam pasta gigi adalah sarana pencegahan karies gigiyang
paling murah, mudah di dapat, sekaligus efektif. Berikut adalah kandungan fluor dalam
berbagaisediaan pasta gigi.

Untuk 2-6 tahun disarankan pasta gigi diberikan seukuran butiran kacang polong (pea
sized) atausekitar 0, 25 g pasta gigi. Sebuah sikat gigi anak bisa menampung 0,7-1 g pasta
gigi (full strip).Pemilihan pasta gigi untuk anak harus dibedakan dengan pasta untuk orang
dewasa karena kandungan fluor didalamnya berbeda. Terapi dengan fluor ada dua macam,
yaitu intensitas rendah dan intensitastinggi. Yang dimaksud intensitas rendah adalah terapi
menggosok gigi dengan pasta gigi berfluorsesuai anjuran ADA (American Dental
Association). Sedangkan yang dimaksud intensitas tinggiadalah pemberian gel fluor,
varnish fluor, dan pasta atau obat kumur fluor konsentrasi tinggi. Namununtuk lesi awal
yang terdapat pada pit dan fisur, terapi fluor kurang dapat bekerja efektif. Karena ituuntuk
penanganan lesi awal pada pit dan fisur disarankan untuk diberikan sealant.

4. Kontrol Plak

Merupakan cara menghilangkan plaq dan mencegah akumulasinya. Tindakan tersebut


merupakantingkatan utama dalam mencegah terjadinya karies dan radang gusi. Menurut
Wirayuni (2003), ada beberapahal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Plaque
Control, antara lain:
a. Scalling yaitu tindakan membersihakan karang gigi pada semua permukaan gigi dan
pemolesanterhadap semua permukaan gigi.
b. Penggunaan dental floss (benang gigi) Dental floss ada yang berlilin ada pula yang
tidak terbuat dari nilon. Floss ini digunakanuntuk menghilangkan Plaque dan memoles
daerah interproximal (celah diantara dua gigi), sertamembersihkan sisa makanan yang
tertinggal dibawah titik kontak
( Irene, 2008).

Model pelayanan berlapis kesehatan gigi dan mulut dengan sistem rujukan
berjenjang melalui pendekatan PHC ( Primary Health Care ).

Pelayanan pada lapis pertama adalah Basic Emergency Care (relief of pain, extraction,
emergency for trauma referral of patients ) yaitu pelayanan darurat dasar yang harus dapat
melayani siapa saja dan di mana saja. Upaya menghilangkan atau mengurangi rasa sakit
gigi dapat diberikan oleh kader kesehatan atau oleh petugas kesehatan semisal Bidan di
Desa untuk yang memerlukan pertolongan. Pelayanan lapis kedua adalah Preventif Care
yaitu pelayanan yang bersifat pencegahan :

a. Pelayanan pencegahan yang ditujukan kpada komunitas keseluruhan melalui; fluoridasi


air minum, pemasasaran pasta gigi berfluor, program pemberian tablet fluor, program
kumur-kumur dengan fluor, dan gerakan sikat gigi massal dan pemberian fluoridasi
secara topical, fissure sealant, pembuangan karang gigi
b. Pelayanan pencegahan yang tertuju kepada kelompok melalui promosi kesehatan gigi
dan mulut melalui program pendidikan kepada kelompok tertentu, program pemberian
tablet fluor, program kumur-kumur dengan fluor, dan gerakan sikat gigi massal, dan
pemberian fluoridasi secara topical, fissure sealant, pembuangan karang gigi

Pelayanan pencegahan yang ditujukan kepada perorangan melalui; pemeriksaan gigi dan
mulut pada pasien perorangan, termasuk pencatatan temuan-temuan patologis dan kelainan-
kelainanan, dan rujukan jika diperlukan, nasehat dan pertunjukkan kepada perorangan
mengenai hygiene mulut, konsumsi fluorida, diet, perilaku yang membahayakan kesehatan,
dan pemeriksaan diri sendiri, aplikasi fluorida secara topical, fissure sealant, dan
pembuangan karang gigi serta deteksi dini dan penumpatan dengan ART. Pelayanan
preventive care dapat diberikan oleh tenaga Perawat Gigi.

Pelayanan lapis ketiga adalah Self Care, yaitu pelayanan pelihara diri yang dapat dilakukan
perorangan dalam masyarakat meliputi; pelaksanan hygiene mulut yang memadai,
kebiasaan dalam mengkonsumsikan makanan yang tepat, menghindari kebiasaan-kebiasaan
yang tidak baik untuk kesehtan gigi dan mulut, menggunakan fluor sesuai dengan yang
dianjurkan, pemeriksaan diri sendiri dan mencari pengobatan yang tepat sedini mungkin,
dan mematuhi nasehat-nasehat dari tenaga professional kesehatan.

Pelayanan lapis keempat adalah Simple Care, yaitu suatu pelayanan professional
sederhanan atau pelayanan medik gigi dasar umum meliputi ; pembuangan karang gigi,
ekstraksi tanpa komplikasi, tumpatan gigi, tindakan interseptik orthodontik dan rujukan
untuk pelayanan selain dari yang tersebut di atas.Pelayanan simple care dapat diberikan
pada tingkat Puskesmas oleh dokter gigi atau Perawat Gigi yang telah mendapat wewenang
dari atasan.

Pelayanan lapis ke lima adalah Moderate Care, yaitu suatu pelayanan professional di bidang
kedokteran gigi yang advance atau pelayanan medik gigi dasar khusus seperti tingkatan
spesialistik kedokteran gigi.Pelayanan ini meliputi terapy penyakit periodontal yang lanjut,
ekstraksi, pengobatan endodontik untuk gigi yang berakar satu, restorasi lebih satu
permukaan, prothesa cekat, prothesa lepasan, tindakan orthodonti, fraktur gigi, lesi selapaut
lendir mulut dan rujukan kepada spesialisa bila diperlukan.

Pelayanan lapis keenam adalah Complex Care, yaitu suatu pelayanan professional oleh
tenaga spesialis baik sendiri maupun tim.Pelayanan meliputi ; penyakit periodontal
komplek, ekstraksi dengan komplikasi, tindakan endodontik gigi gigi berakar lebih dari
satu, pelayanan peotetik yang complicated, tindakan orthodontik korektif, perawatan trauma
muka dan rahang, pengobatan lesi selaput lendir mulut, therapy disfungsi sendi temporo
mandibular, dan tindakan pada pasien-pasien yang mempunyai penyakit lain
(medicalcompromised patients).

Pemerintah telah mengadopsi pendekatan Pelayanan Kesehatan Dasar (Primary Health


Care/PHC) di Puskesmas dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. PHC dimaksudkan
untuk menyediakan pelayanan kuratif dan preventif mendasar dengan biaya yang terjangkau
bagi negara dan masyarakat. Penyakit gigi dan mulut terutama karies gigi dengan onsetnya di
usia dini, ada diantaranya penyakit-penyakit yang paling sering ditemukan. Karenanya,
pelayanan kesehatan gigi dan mulut harus menjadi bagian dari sistem PHC.
Sayangnya, pelayanan kesehatan gigi dan mulut tidak terintegrasi secara adekuat dalam
sistem PHC. Dua halangan utama dalam menggabungkan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut dalam sistem PHC adalah
- orientasi kedokteran gigi konvensional yang masih diarahkan pada pelayanan
individual, bukan pendekatan komunitas dan karakter teknisnya dibandingkan dengan
sosial dan perilaku
- serta fi losofi kedokteran gigi konvensional yang harus diubah menjadi perawatan yang
tidak terlalu membutuhkan teknologi, kontrol dan pencegahan untuk mengatasi
kebutuhan perawatan kesehatan gigi dan mulut komunitas.

Upaya Pelayanan kesehatan gigi di Indonesia dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun
swasta. Upaya pelayanan kesehatan gigi yang dilaksanakan oleh pemerintah selama ini
mengacu pada pendekatan level of care (kebijakan WHO) yang meliputi tindakan promotif,
preventif, 4 deteksi dini, kuratif dan rehabilitatif yaitu merumuskan pelayanan kesehatan
berjenjang untuk memberikan pelayanan yang menyeluruh dikaitkan dengan sumber daya
yang ada.
Pendekatan WHO saat ini untuk upaya pelayanan kesehatan gigi dilakukan dengan
pendekatan Basic Package of Oral Care (BPOC) atau Paket Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi
dan Mulut di puskesmas, yang terdiri dari:
1. Penanganan Kegawatdaruratan Gigi dan Mulut (Oral Urgent Treatment/OUT) yang terdiri
atas 3 elemen mendasar:
• Tindakan mengurangi rasa sakit melalui Ɵ ndakan pemberian obat-obatan dan perawatan
penambalan gigi
• Pertolongan pertama infeksi gigi dan mulut serta trauma gigi dan jaringan penyangga
• Rujukan untuk kasus-kasus yang kompleks
2. Tersedianya Pasta Gigi yang mengandung fl uoride dengan harga terjangkau (Aff ordable
Fluoride Toothpaste/AFT) dan
3. Penambalan gigi dengan invasi minimal (tanpa bur)/Atraumatic Restorative Treatment
(ART).
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unimus.ac.id/2743/4/BAB%20II.pdf

http://repository.unand.ac.id/19988/4/BAB%201-4.pdfDAPUS

http://repository.unimus.ac.id/1502/3/bab2.pdf

http://repository.unimus.ac.id/1502/3/bab2.pdf

Buku Penuntun SL

Direktorat Kesehatan Gigi, DitJen.Yan.Med, DepKes RI, Pedoman Penyelenggaraan Upaya


Pelayanan Kesehatan Gigi di Puskesmas, 1995

Kemenkes RI, PEDOMAN PAKET DASAR PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN


MULUT DI PUSKESMAS, 2012

Anda mungkin juga menyukai