Anda di halaman 1dari 7

Peranan Varietas Tahan Hama dalam Pengendalian

Hama Terpadu pada Tanaman Kedelai


Suharsono 1

ABSTRAK The success of self-suffiCiency of rice in 1984 was


recognized as an example and stimulating factors for the
D1 Indonesia, kedela1 mempunya1 peranan yang
Integrated Pest Management OPM) on rice in Indonesia,
pentmg ct.-dam usabatam tanaman pangan setelah padi.
. Kedela1 bukan komoditas strategis, tetap1 sangat dibu-
tuhkan oleh sebagian besar penduduk untuk menu sehari-
however, as a system in pest control, IPM just started in
1990. Field Schooling of Integrated Pest Management and
advanced training for Pest Scouting officer in the univer-
hari, pendapatan tunai bagi petani, dan bahan baku
sities were efforts to stimulate the IPM program.
mdustri. SeJumlah serangga hama yang menyerang ke-
Yield potential is the main priority in soybean breed-
delai muiai sa at tumbuh sampai menjelang panen adalah
ing program at the moment. Especially breeding for in-
nstko produksi kedelai.
sect pest resistance has not been formulated yet, since
Keberhasilan swasembada beras tahun 1984, meru-
the system and research programs were unintegrated and
pakan salah satu contoh dan faktor yang mendorong pene-
short term. In IPM hopefully, insect population kept under
ntpan pengendahan hama terpadu (PHT) pada tanaman
economic threshold. Chemical control increased the death
padi di Indonesia, tetapi pada tanaman kedelai sebagai
rate, resistant variety, however, would reduce the birth
s1stem pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
rate. Resistant variety compatible with other pest con-
(OPT), program PHT haru dimnlai pada tahun 1990-an.
trol method/component, thus pest-resistant soybean va-
Untuk mempercepat penerapan PHT, rhlakukan melalui
riety increase IPM stability. Inter-discipline approach,
berbagai latihan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama
integrated program and research priority are needed in
Terpadn (SLPHTl kedelai drm pendidikan lanjutan bagi
orc!er to develop resistant variety.
par~~ PHP d1 beberapa pergurucm tmgg1
Program pemuhcte~n kedela1 saat Jill, masih d1tekan- Key words: IPM; Glycine soya; soybean breeding.
kc1n pada potens1 has!l Program pemullaan tahan ter-
h3dap hama belum mendap3tkan perhatlan karena
sistem dan program pen eli tian masih hers1fat fragmen- PENDAHULUAN
tasi dan tujuanjangka pendek. Dengan PHT diharapkan Pengendalian hama terpadu (PHT) berkem-
b:1hwa populasi hama dapat chpertahankan eli bawah bang sebagai akibat munculnya berbagai dampak
am bang ekonom1. Penurunan populas1 hama dengan pes-
tJsida kuma lebth menekankan laju kematian, sedangkan
negatif akibat penggunaan msektisida kimia yang
penurunan populasi dengan penggunaan varietas tahan sangat intensif dalam pengendalian serangga
ctdalah menurunk:m laju perkembangan hama (pen unman hama, khususnya di negara-negara yang telah
kesuburan, keperidian serangga, dan memperlambat per- berkembang. Menurut Metcalf (1980), tahapan
tumbuhan serangga). Vanetas tahan dapat dikombina- sistem pengendalian hama dikelompokkan men-
sJkan dengan cara a tau komponen pengendalian yang lain, jadi tiga periode, yaitu: Era Optimisme (1940-
sehingga varietas kedelai tahan hama akan meningkatkan
stabtlitas PHT. Untuk membentuk varietas tahan hama
1960), Era Keraguan (1960-1976), dan Era PHT
diperlukan kerJasama lintas disiplin, keterpaduan pro- (1976). Pada periode pertama seluruh sistem pe-
gram, dan prioritas. ngendalian hama hanya bertumpu pada peng-
gunaan insektisida. Selain itu, perkembangan ber-
Kata kunci: PHT, kedelai; pemuliaan kedelai.
bagai industri insektisida kimia di negara-negara
yang telah maju sangat mendukung sistem
ABSTRACT pengendalian. Pada periode selanjutnya, peranan
Soybean has an important role on the farming system insektisida mulai diragukan karena banyak fakta
of food crop after rice in Indonesia. Soybean is demanded yang menunjukkan bahwa penggunaan insek-
as daily menu by common society, farmers income, and tisida yang sangat intensif justru memacu per-
raw material for industry. A large number of insect pest
that attack started from germinatiOn to harvest were
kembangan populasi hama sehingga intensitas se-
known as a biological risk on soybean cultivation. rangan hama makin meningkat, serta berdampak
buruk terhadap lingkungan antara lain resistensi
serangga terhadap insektisida, resurjensi, kera-
'Peneliti Hama/Penyakit Balitkabi Malang, Kotak Pos 66 Malang cunan, musuh alami dan serangga bukan hama
65101, e-mail: blitkabi(almlg.mega.net.id. musnah dan meningkatkan biaya produksi.
Diterbitkan di Buletin Palawija No. 2-2001.

15

"-
Bn.ETIN PALAWI.J.\ No.2, 2001

Timbulnya kesadaran akan berbagai dampak


terse but mendorong para ahli ham a untuk mencari
strategi pengendalian yang efis1en, aman bagi
lingkungan, dan secara ekonomis menguntung-
kan. Konsep pengendalian hama terpadu (PHT)
berkembang dari konsep Integrated Pest Control
yang telah dilontarkan oleh Stern et al. (1959).
Konsep PHT mendapat perhatian luas tidak ter-
batas di negara-negara yang telah berkembang
tetapijuga di negara-negara yang sedang berkem-
bang pada sekitar tahun 1976.
Gambar 1. Berbagai kelompok infokhemi (infoclu!-
Pada saat im varietas tahan hama mendapat micau) (Dicke, 1988}
perhatian yang sangat besar dalam sistem pe-
ngendalian hama. Dalam buku: Insect Resistance
in Crops Plant (Pamter,1951) dapat diketahui senyawa yang tidak terlibat di dalam metabolisme
bahwa tanaman tahan hama telah lama diman- tanaman.
faatkan dalam pengendalian hama seperti yang
telah diulas secara mendalam oleh Maxwell &
KEDELAI Dl INDONESIA
Jennings (1980); Singh (1986), dan Smith (1989).
Sistem pertahanan tum buhan terhadap hama
a. Masalah Kedelai
merupakan hasil ko-evolusi antara tumbuhan
dengan serangga yang telah terjadi sebelum Kebutuhan kedelai untuk konsumsi domestik
praktik budidaya modern (Ponti, 1977). lnteraksi sangat besar, sedangkan produksi hanya mampu
antara serangga dengan tumbuhan inangnya te- memenuhi 60% dari total kebutuhan. lmpor
lah terjadi jauh sebelum tumbuhan dibudidaya- kedelai pada tahun 1999 diperkirakan sekitar satu
kan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Proses juta ton (Salahuddin, 1999). Selain impor, upaya
terse but berkembang pada 3etiap tahapan pembu- meningkatkan produksi telah dilakukan antara
didayaan tanaman (Kogan, 1982) dan pada masa lain, melalui intensifikasi dan ekstensifikasi yang
kini telah dimanfaatkan untuk program pemulia- pada dasarnya mencakup dua pendekatan yaitu,
an tahan hama pada berbagai Jenis tanaman. perbaikan mutu genetik dan pengelolaan ling-
lnteraksi antara serangga hama dengan kungan tumbuh. Potensi genetik sebagai penentu
inangnya terjadi karena tan ~gap an serangga ter- batas tarafhasil harus mendapat perhatian pen-
hadap rangsangan (stimuli) yang berasal dari ting (Hendroatmodjo, 1995). Pengelolaan ling-
tumbuhan inang, baik yang berupa kimiawi mau- kungan tumbuh yang menitikberatkan pada
pun fisik. Senyawa yang mempengaruhi proses pemberian masukan enerji kimia (pupuk dan
interaksi tersebut dikenal dengan semiokhemi pestisida kimia) dirasakan sangat mahal bagi
(semiochemicals). RangsangaD dari tumbuhan petani kedelai di Indonesia karena memerlukan
inang akan ditangkap oleh alat penerima rang- biaya 30-50% dari biaya produksi (Oka et al.,
sangan (preceptor) (Dethier, 1982;Fraenkel, 1959; 1983).
Schoonhoven, 1968). Daerah pertanaman kedelai sebagian besar di
Berdasarkan manfaat (benefit) bagi organisme pulau Jawa. Kendala yang dihadapi dalam pe-
penerima rangsangan terdapat dua kelompok ningkatan produksi kedelai antara lain lahan
semiokhemi, yaitu: 1) feromon, adalah semiokhemi subur terbatas, persaingan dengan komoditas lain,
yang mempengaruhi interaksi antara individu pengurangan laban untuk kepentingan non-
dari jenis yang sam a, dan 2) alelokhemi, adalah pertanian, perubahan cuaca, dan cekaman keke-
semiokhemi yang berperan dalam interaksi antar ringan. Lahan di luar Jawa sebagian besar terdiri
individu darijenis yang berbeda (Nordlund, 1981). dari tanah podsolik merah kuning (PMK), lahan
Kedua kelompok semiokhemi tersebut disebut marjinal, kurang subur, dan masam (Anwar,
sebagai infokhemi (infochemicals) (Dicke, 1988) 1999). Selain itu, resiko serangan berbagai jenis
(Gambar 1). Adaptasi serangga dengan inangnya serangga hama yang terjadi sejak awal pertum-
juga ditentukan oleh senyawa sekunder, yaitu buhan sampai dengan dalam penyimpanan dapat

16
SU!IARSONO: VARIETAS TAHAN HAMA DALAM PHT TANAMAN KEDELAI

menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar Praktek pengendalian hama dengan insekti-
karena kedelai sangat rentan terhadap serangan sida kimia secara intensif dan tanpa pandang bulu
hama (Okada et al., 1988). Pada intensitas telah dilakukan sejak petani mengenal program
serangan yang parah dapat menyebabkan gagal Bimas (Bimbingan Massa}) dan Inmas (Inten-
panen (Marwoto dan Bedjo, 1996). sifikasi Massa!) pad a tanaman padi diawali sekitar
Pengendalian hama yang dilakukan oleh tahun 1960-an. Pengendalian hama yang dila-
sebagian besar petam adalah dengan menggu- kukan menganut sistem pendekatan tunggal (de-
nakan insektisida kimia, tetapi kehilangan hasil ngan insektisida) karena dalam Bimas, insektisida
kedelai di tingkat petani masih tinggi, karena kimia termasuk paket kredit yang diterima oleh
pengendalian hama di tingkat petani belum petani. Dengan pengalaman tersebut, intensifi-
mampu mengatasi resiko serangan hama. Imple- kasi penggunaan insektisida kimia tidak terbatas
mentasi program PHT kedelai belum seperti yang untuk tanaman padi.
diharapkan karena berbagai kendala antara lain Hasil survei sistem pengendalian hama kedelai
karena komponen PHT yang mampu bekerja se- di pulau Jawa menunjukkan bahwa 90% petani
cara mandiri belum tersedia, ragam jenis hama kedelai masih menggunakan insektisida kimia
dan perilaku sangat berbeda, tingkat pengeta- dengan berbagai jenis bahan aktif (Marwoto dan
huan sebagian besar petani yang relatifterbatas, Suharsono, 1988, Mahrub et al., 1994, Raufet al.,
luas lahan yang sempit, dan status usaha tani 1994). Hal ini disebabkan karena harga insekti-
kedelai yang masih subsisten. sida murah karena tersedianya subsidi bagi insek-
tisida kimia, dan ketersediaan teknologi pengen-
b. Sistern Perlindungan dan Pengenda- dalian selain insektisida masih terbatas, tetapi
lian Harna Kedelai di Tingkat Petani cara-cara penyemprotan yang dilakukan oleh
Sistem perlindungan tanaman di Indonesia petani, lebih dari 50o/c di antaranya masih belum
telah diatur oleh Pemerintah dengan Undang- tepat baik dipandang konsentrasi maupun volume
undang No. 12 Tahun 1992 tentang Budidaya semprotnya seperti contoh kasus di daerah
Tanaman dan Peraturan Pemerintah No.6 Tahw1 penghasil kedelai di Jawa Timur (Tabel 1).
1995 tentang sistem perlmdungan tanaman.lnti Data tersebut menunjukkan bahwa praktek
kedua peraturan tersebut adalah sistem perlin- pengendalian yang demikian telah lama dilaku-
dungan tanaman terhadap hama a tau Organisme kan oleh petani karena beberapa alasan yang sa-
Pengganggu Tanaman (OPT) perlu dilakukan ling terkait antara lain, tidak tahu cara penggu-
secara terpadu dengan memperhatikan beberapa naan insektisida yang benar, harga insektisida
aspek ekonomi, lingkungan (agroekosistem), po- yang mahal, keterbatasan akses untuk melaku-
tensi musush alami, dan komponen pengendalian kan pengendalian (modal, ketersediaan insekti-
yang lain. sida, alat, dan air). Rata-rata petani yang meng-
gunakan konsentrasi dan dosis yang sesuai anjur-
an h~nya 42%, dan 67% masih menggunakan
volun1e semprot jauh di bawah anjuran (kurang
Tabel I. Proporsi konsentrasi insektisida dan volume
semprot yang digunakan petani kedelai. dari 300 1/ha). Oleh sebab itu, frekuensi pengen-
dalian kimiawi sangat tinggt, tetapi populasi hama
Proporsi petani (%) tetap bahkan cenderung makin meningkat karena
telah terjadi resurjensi, resistensi. Paket-paket
Pono- Pasu- Luma- pengendalian hama dengan insektisida kimia de-
rogo rnan jang
ngan berbagai jenis bahan aktif, kultur teknis,
Kons. Insektisida (mill) atau teknik pengendalian non kimia yang lain ber-
<2 20 70 53 dasarkanjenis hama dan komoditasnya telah diru-
2-4 67 27 12 muskan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman
>4 5 3 5 Pangan, Departemen Pertanian (1989).
Vol. Semprot (1/ha)
< 300 67 70 65
300-600 11 21 15 PENGENDALIAN HAMA TERPADU
> 600 - 0 0 01 INDONESIA
Sumber: Marwoto dan Bedjo ( 1996). Perkembangan PHT di Indonesia, tidak dapat

17
BuLETIN PALAWIJA No.2, 2001

dilepaskan dari perkembangan sistem pengendalian toleran kekeringan, lahan masam dan toleran
hama dengan pestisida kimia yang dapat dibagi terhadap penyakit, sedangkan program pe-
menjadi tiga tahap, yaitu Era Optimisme (1940- muliaan tahan ham a masih terbatas, dan bel urn
1960), Era Keraguan (1960-1976), dan Era PHT terpadu. Selain itu, potensi genetik dalam
(1976) (Metcalf, 1980). Dengan melihat tahapan plasma nutfah kedelai masih terbatas.
tersebut dapat dilihat bahwa pada saat penggunaan Langkah yang perlu dilakukan dalam pro-
pestisida sangat intensif pada awal abad ke 19, gram pemuliaan tahan hama sebagai berikut.
dampak negatif belum dirasakan. Hal ini juga • mencari sumber-sumber ketahanan melalui
didukung oleh perkembangan industri pestisida koleksi plasma nutfah, introduksi, per-si-
yang sangat pesat Konsep yang dipakai adalah langan, dan koleks1 lokal;
memberantas hama, sehingga peningkatan produksi • mengevaluasi (penyaringan ketahanan) di
pangan sangat nyata sehingga mampu mencukupi lapang dan laboratorium;
kebutuhan pangan penduduk di dunia. Timbulnya • karakterisasi sifat a tau mekanisme ketahan-
berbagai dampak negatif akibat penggunaan pesti- annya;
sida kimia secara berlebihan menyadarkan para ahli • melakukan persilangan-persilangan;
hama, ternyata pestisida t1dak lagi dipandang
• seleksi dan evaluasi hasil-hasil persilangan;
sebagai satu-satunya cara atau alat mengendalikan
hama. • kajian-kajian pendukung seperti aspek
Keberhasilan pengendalian hama wereng coklat genetik, perbaikan sifat-sifat kuantitatif
di negara-negara Asia Tenggara, didukung oleh yang perlu diperbaiki.
keberhasilan pembentukan varietas padi yang
mempunyai gen multiTesistance yang telah Keberhasilan langkah-langkah yang dila-
dikembangkan di lembaga penelitian padi inter- kukan tersebut ditentukan oleh populasi hama
nasional (International Rice Research Institute) di yang akan dipakai, saat dan cara evaluasi
Filipina. Tersedianya vanetas tahan yang diikuti tanaman uji (umur atau fase pertumbuhan
dengan sistem pengelolaan tanaman terpadu yang tanaman), cara pengukuran ketahanan pada
lebih baik antara lain dengan pemupukan ber- tanaman (kerusakan secara langsung, simu-
imbang, sistem pengairan, pola tanam, sanitasi, lasi), korelasi antara faktor tanaman dengan
sistem pengairan bersama dengan komponen PHT ketahanan, tekmk pengukuran populasi
yang lain, mampu menekan populasi hama wereng serangga (Smith, 1989).
coklat. Integrasi antara berbagai komponen agro- Program pemuhaan kedelai tahan hama
nomis dengan komponen pengendalian hama secara secara khusus, di Indonesia belum dilakukan,
luas mampu meningkatkan produksi padi sehingga namun skrining ketahanan kedelai terhadap
pada tahun 1984 Indonesia pernah dapat mencapai hama kumbang kedelai, Phaedonia inclusa
swa-sembada beras. Stal., lalat kacang Ophyiomya phaseoli Tr. telah
Berdasarkan pengalaman pada tanaman padi dilakukan di Bogor (Tengkano, 1977). Kemu-
tersebut, maka untuk meningkatkan produksi ke- dian terhadap hama penggerek polong Etiella
delai di Indonesia, program PHT kedelai telah dica- spp. (Akib dan Baco,l985) dan kompleks hama
nangkan pada tahun 1990 (Sastrosiswojo dan Oka, pengisap polong (Nugrahaeni et al. ,1990,
1997). Perubahan strategi pengendalian ini, ber- Tengkano et al., 1988). Pemuliaan tahan hama
dasarkan pengalaman bahwa sistem pengendalian sekarang telah menjadi program pemuliaan di
tunggal (insektisida) tidak mampu mengatasi Balitkabi. Peluang untuk mengembangkan
masalah hama yang terus mengancam stabilitas varietas tahan hama makin besar karena telah
produksi (Brader, 1979). Bagi petani subsisten didukung oleh jumlah koleksi plasma nutfah
dengan segala keterbatasannya pada saat ini PHT yang cukup memadai, tetapi belum seluruhnya
dianggap masih terlalu rumit. dimanfaatkan. Hasil-hasil skrining yang telah
dilakukan menunJukkan bahwa kerentanan
kedelai terhadap hama tertentu sangat ber-
PROGRAM PEMULIAAN KEDELAI
ragam. Terhadap hama daun dan hama peng-
TAHAN HAMA isap polong telah ditemukan sumber ketahanan
Sasaran program pemuliaan kedelai di Indone- yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
sia adalah untuk potensi hasil tinggi, umur genjah, lebih lanjut (Suharsono, 2001). Suharsono dan

18

- -------~~~~~----
SUHARSONO: VARIETAS TAHAN HAMA DALAM PHT TANAMAN KEDELAI

Tridjaka (1993) yang telah menemukan genotipe alami yang lain diharapkan makin meningkat
IAC-80-596-2 dan IAC-100 tahan terhadap hama dan penurunan populasi hama makin cepat.
ulat grayak S. litura karena antibiosis (lgita et Pada Era pestisida semua pendekatan pengen-
al., 1998) dan hama pengisap polong dengan dalian menekankan pada intensifikasi penggu-
mekanisme yang berbeda yaitu antisenosis naan insektisida kimia. Sebagai akibatnya adalah
morfologis (Suharsono, 1997). Dengan proyek seluruh program pemuliaan tanaman dalam ke-
kerjasama antara JIRCAS-RILET yang telah adaan terproteksi secara penuh oleh insektisida
dimulai sejak tahun 1995, makin memperkuat pro- kimia (Ponti, 1982). Oleh sebab itu dikhawatirkan
gram pemuliaan kedelai di Balitkabi. Beberapa terjadinya erosi gen secara bertahap. Apabila
. genotipe introduksi dari Jepang telah diuji dan
dimasukkan dalam program pemuliaan antara
varietas tahan tidak tersedia atau tidak mampu
mengendalikan hama, integrasi antara varietas
lain Sodendaizu, Kosamame, Miyako white, Hime- dengan ketahanan yang sedang dengan kom-
shirazu (Igita et al., 1998). ponen pengendalian yang lain seperti parasitoid,
Sampai saat ini program pemuliaan kedelai predator a tau dengan insektisida sekalipun akan
tahan hama belum dapat berjalan dengan baik memberikan hasil yang lebih baik (Emden, 1966;
karena sistem prioritas program komoditas bel urn Lenteren, 1990).
terpadu dan konsisten terarah sehingga terkesan
penelitian parsial dan fragmentasi, sistem pen- b. Keuntungan dan Aspek Negatif
danaan yang tidak mendukung curiosity peneliti Penggunaan Varietas Tahan
untuk melakukan penelitian lebih mendalam, dan Penggunaan varietas tahan hama dari aspek
program penelitian diarahkan pada jangka ekonomis bagi petani sangat menguntungkan,
pendek untuk menghasilkan paket rekomendasi. karena penggunaan varietas tahan yang dikom-
Untuk itu, agar program pemuliaan tahan hama binasikan dengan penggunaan insektisida kimia,
pada khususnya, dan penelitian pada umumnya biaya pengendalian dan masalah residu makin
perlu dilakukan reorientasi penajaman program- berkurang (Smith, 1989). Hasil penelitian pada
program yang mendukung program pemba- tanaman padi di Filipina menunjukkan bahwa
ngunan pertanian pada umumnya. integrasi varietas tahan dengan komponen pe-
ngendalian yang lain mampu menekan kehi-
a. Peranan Varietas Tahan Hama langan hasil. Kombinasi predator wereng hijau
dalam PHT Cythorhinus liuidipennis Reuter dengan varietas
Varietas tahan adalah salah satu komponen padi tahan hama wereng hijau mampu mening-
dalam PHT. Dalam PHT populasi hama diperta- katkan predatisme (Mynt et al., 1986). Tingkat
hankan di bawah ambang ekonomi dan oleh parasitisme Lypsiphlebus testaccipes Cresson
karena itu sistem ini sangat efektif untuk se- terhadap hama pengisap gandum Schizaphis
rangga hama yang mempunyai laju perkem- granarium Rhondani pada varietas tahan lebih
bangan populasiyang lambat dan terbatas (Ponti, tinggi dibandingkan dengan varietas yang
1982). Pada varietas yang rentan, populasi akan rentan, karena kebugaran (fitness) hama peng-
meningkat dengan cepat sehingga mempengaruhi isap yang makan varietas tahan makin menurun.
efektifitas dan stabilitas PHT. Pengendalian Efektifitas pengendalian kimiawi hama pemakan
secara kimia meningkatkan laju kematian (death buah kapas (boll worm) Anthonomos grandis
rate) lebih cepat, namun laju perkembangan Boheman pada varietas kapas tahan "friego
serangga yang mempunyai daya reproduksi yang bract", makin meningkat karena varietas ini mem-
tmggi penurunan populasi yang dicapai sangat punyai bentuk yang mempunyai luas permukaan
lambat, sedangkan varietas tahan menurunkan buah kapas yang lebih besar. Penggunaan kedelai
populas1 melalui penurunan laju atau angka kela- tahan terhadap hama ulat grayak mampu menu-
hiran (birth rate) akan terjadi lebih cepat. Pada runkan penggunaan insektisida kimia sampai
varietas tahan perkembangan populasi serangga 50% (Igita et al., 1998).
hama diperlambat, sehingga efektivitas PHT juga Varietas tahan tidak selalu kompatibel dengan
meningkat. Dengan varietas tahan efektifitas pengendalian hayati. Sebagai contoh penelitian
komponen pengendalian hama yang lain seperti Schuster et al. (1976); Orr dan Boethel, (1983)
penggunaan parasitoid, predator atau musuh menunjukkan bahwa varietas tahan, secara tidak

19
BuLETIN PALAWUA No. 2, 2001

langsung juga berpengaruh buruk terhadap aspek substances. Science, 129:146-147.


biologi musuh alaminya. Faktor lain yang sangat Hendroatmodjo, K.H. 1995. Analisis stabilitas beberapa
dikhawatirkan adalah munculnya biotipe/ras karakter kuantitatif dan ciri kegenetikaan genotipe
baru yang dapat mematahkan ketahanan suatu kacang hijau dalam tumpangsari dengan )agung.
varietas tertentu, tetapi dengan era bioteknologi Disertasi Doktor. Umv. Padjadjaran Bandung. 211 hlm.
Tidak diterbitkan.
yang makin maju masalah tersebut dapat di-
lgita, K., M. Muchlish Adie, Suharsono &Tridjaka. 1988.
antisipasi sejak dini.
Final Report. Method of cultivation of soybean cropping
systems with low input (pesticide) in Indonesia. Joint
KESIMPULAN Collaborative Res. Conducted by Japan International
Res. Center for Agric. Set. (,JIRCA..'S) and Res. Inst. For
Koleksi plasma nutfah kedelai cukup memadai, Legume and Tuber Crops (RILET), Indonesia. 55 pp.
sehingga peluang untuk menemukan sumber
Kogan, M. 1982. Plant resistance in pest management.
ketahanan karena sebagai komponen pengen- Dalam R.L.Metcalf and W.H. Luckman (Eds). Intro-
dalian makin besar. duction to insect pest management. John Wiley & Sons.
Untuk membentuk varietas kedelai unggul dan 577 p.
tahan hama diperlukan program pemuliaan yang Lenteren, J.C. van, 1990. Biological control in tritrophic
terpadu dan berkesinambungan, dan diperlukan system approach. Dept. Entomol. Wageningen Agric.
kerjasama yang erat an tar a para pemulia tanam- Univ. Unpublished. 22 pp.
an (plant breeder) dengan aisiplin ilmu-ilmu yang Mahrub, E., B. Trii~?;n\& A Priyatmoko, 1994. Studi
lain (agronomi, entomologi, fisiologi tanaman, baseline budidaya kcdelai di daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jan·a Tengah. Seminar nasional
fitopatologi dsb.).
peningkatan produks1 dan kualitas kedelai melalui
Keberhasilan PHT kedelai sangat ditentukan penerapan PHT kedelai. FP Unibraw Malang. 23 Mei
integrasi antara komponen pengendalian. 1994. 29 hlm.
Dalam salah satu prinsip PHT tanaman sehat Marwoto & Suharsono, 1988. Pengendalian hama kedelai
menjadi penentu tingkat hasil yang akan di- di tingkat petani. Seminar intern Balai Penelitian
peroleh, sehingga kualitas atau benih bermutu Tanaman Pangan Malang. 9 halaman.
sangat menentukan potensi hasil yang akan Marwoto & Bedjo, 1996. Resistensi hama ulat grayak S.
dicapai. litura terhadap insektisida di daerah sentra produksi
kedelai di Jawa Tzmur. Risalah Seminar Hasil
Penelitian Balitkabi Malang. 18-19 Desember 1996.
PUSTAKA
Marwoto, Suharsono, Supriyatin, Sri Wahyuni & Bedjo,
Akib, W. & D. Baco, 1985. Ketahanan varietas kedelai 1996. Evaluasi dampa.k SLPHT dan penerapan PHT
terhadap penggerek polong, Etiella zinckenella Tr. Simp. di Jawa Timur. Makalah temu teknologi dan persia pan
Hama Palawija. 3-4 Desember 1985. Sukamandi. 6 Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu. Lem-
halaman. bang 27-29 Mei 1996.
An war, S., 1999. Pengklonan gen-gen yang diinduksi oleh Maxwell, F.G. & P.R. Jennings. 1980. (Eds.) Breeding plants
aluminium pada kedelai Glycine max (L.) Merr. resistant to insects. A Wiley-lnterscience Publication.
Disertasi Doktor Program Pasca Sarjana (PPS) Institut John Wiley & Sons. New York. 683 pp.
Pertanian Bogor. 89 hlm. Tidak diterbitkan. Mynt, M.M., H.R. Rapassus, & E.A. Heinrichs. 1986.
Brader, L., 1979. Integrated pest control in the developing Integration of varietal resistance and predation for
world. Ann. Rev. Entomol. 24:225-254. management ofN. virescens (Hom.: Cicadelidae) popu-
Dethier, V. G., 19 82. Mechanism of host-plant recognition. lation on rice. Crop Prot. 5(4):259-265.
Ent. Exp. and Appl. 31:49-56. Norlund, D.A. 1981. Semiochemcals their role in pest con-
Dicke, M., 1988. Infochemicals in tritrophic interactions. trol. D.A. Norlund, R J. Jones, Lewis, W.J. Eds. John
Origin and function in a system consisting ofpredatory Wiley & Sons. p. 13-30.
mites, phytophagous mites and their host plants. Ph.D. Nugrahaeni, N., Suharsono, Era Wahyuni & H. Toxopeus.
Dissertation. Wageningen Agric. Univ. 235 pp. Unpub- 1990. Identification of source of resistance in soybean
lished. Glycine max (L.) Merr. to pod sucking insects (stink bugs).
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1989. Reko- Internal Tech. Report Germplasm Unit. Malang Res.
mendasi Pengendalian hama dan penyakit tanaman lnst. For Food Crops. 1990.
padi dan palawija di Indonesia. Okada, T.,W. Tengkano & T. Djuwarso, 1988.An out-line
Emden, H.F. van. 1966. Plant insect relationships and pest of soybean pest in Indonesia in faunistic aspect. Semi-
control. World Rev. Pest Control, 5:115-123. nar Balittan Bogor. 8 Desember 1988.
Fraenkel, G.S. 1959. The raison d'Etre of secondary plant Oka, I.N., S. PartohardJono & Bahagiawati, A.H. 1983.

20
SUHARSONo: VARIETAS TAHAN llAMA DALAM PHT TANAMAN KEm:LAr

Some agronomic techniques and pest management to save Schuster, M.F., M.J. Lukefhar, & F.G. Maxwell. 1976.
energy tn food production in developing countries. Indo- Impact nectariless cotton on plant bugs and natural
nesian Agric. Res. & Dev. Journal. 5 (3 & 4): 33-44. enemies. J. Econ. Entomol. 69:401-402.
Orr, D.B. & D.J. Boethel. 1985. Comparative development Singh, D.P., 1986. Breeding for resistance to diseases and
ofCopidosoma truncatellum (Hym.: Encrytidae) and its insect pests. Springer-Verlag. 222 pp.
hosts, Pseudoplusia includens (Lep.: Noctuidae) on re- Smith, C.M. 1989. Plant resistance to insects. Afondamental
sistant and susceptible soybean genotypes. Environ. approach. John Wiley Sons. 286 pp.
Entomol. 14: 612-616.
Suharsono & Tridjaka, 1993. Uji ketahanan varietas
Painter, RH. 1951. Insect resistance in crop plants. The kedelai terhadap ulat grayak Spodoptera litura.
MacMillan Co. 520. pp. Makalah Seminar Regional HPTI Jaw a Timur di UPN
Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 1995 tentang Veteran Surabaya 19 Desember 1993. 8 halaman.
Perlindungan Tanaman. Suharsono. 1997. Antixenosis pada galur IAC-80-596-2
Ponti, O.M.B. de, 1977. Resistance in Cucumis sativus 1. dan IAC-100. Sebagai salah satu modal ketahanan
to Tetranychus urticae Koch. 1. The role ofplant breed- terhadap hama pengisap polong. Makalah Kongres V
tng in integrated control. Euphytica 26: 633-640. dan Simp. Entomologi. PEl Bandung 24-26 Juni 1997.
Ponti, O.M.B. de, 1982. Plant resistance. Challenges to plant 5 halaman.
breeder and entomologist. Proc. 5-th Symp. Plant-in- Suharsono. 2001. Uji ketahanan galur-galur kedelai
sect relationships. Wageningen. Pudoc. terhadap hama pengisap polong. Majalah Ilmiah
Rauf, A., H. Triwidodo & Widodo, 1994. Penggunaan Pemhangunan UPN Veteran Jaw a Timur X (23): 146-
pestisida oleh petani kedelai di empat kabupaten Jawa 152.
Barat. Seminar nasional peningkatan produktifitas Tengkano, W ., 1977. Pengujian ketahanan varietas kedelai
dan kualitas kedelai melalui penerapan PHT kedelai. terhadap serangan Riptortus linearis F. Laporan
FP Unibraw Malang. 23 Mei 1994. 13 hlm. Kemajuan Penelitian. LP3 Bogor. Seri Hama/Penyakit.
Salahuddin, S. 1999. Kebijaksanaan pemerintah dalam No.10:59-72.
pencapaian swasembada kedelai. Seminar N asional Tengkano, W., Soegito, Aji M.Tohir & T. Okada, 1988.
Kedelai II. Lembaga Penelitian & Soybean Research Pengujian ketahanan varietas kedelai terhadap serangan
Development Center (SRDC) Universitas Jendral pengisap polong N.viridula L., P. rubrofasciatus F. dan
Soedirman Purwokerto. 1999. R.linearis F. Seminar Balittan Bogor. 6 Desember 1988.
Sastrosiswojo, S. & I.N. Oka. 1997. Implementasi Tengkano, W.,T. Okada, Suharsono, Bedjo & A. Basyir,
pengelolaan serangga secara berkelanjutan. Kongres V 1990. Penyebaran dan komposisijenis serangga hama
dan Simp. Entomologi. PEl Bandung 24-26 Juni 1997. kedelai di Jawa Timur. Risalah Seminar Hasil
12 him. Penelitian Tanaman Pangan Balittan Bogor 21-11
Schoonhoven,L.M .1968. Chemosensory bases of host plant Februari 1990.
selection. Ann. Rev.Entomol.13:115-136. Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1992 Ten tang Sistem
Budidaya Tanaman.

21

Anda mungkin juga menyukai