8704 25764 1 SM
8704 25764 1 SM
15
"-
Bn.ETIN PALAWI.J.\ No.2, 2001
16
SU!IARSONO: VARIETAS TAHAN HAMA DALAM PHT TANAMAN KEDELAI
menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar Praktek pengendalian hama dengan insekti-
karena kedelai sangat rentan terhadap serangan sida kimia secara intensif dan tanpa pandang bulu
hama (Okada et al., 1988). Pada intensitas telah dilakukan sejak petani mengenal program
serangan yang parah dapat menyebabkan gagal Bimas (Bimbingan Massa}) dan Inmas (Inten-
panen (Marwoto dan Bedjo, 1996). sifikasi Massa!) pad a tanaman padi diawali sekitar
Pengendalian hama yang dilakukan oleh tahun 1960-an. Pengendalian hama yang dila-
sebagian besar petam adalah dengan menggu- kukan menganut sistem pendekatan tunggal (de-
nakan insektisida kimia, tetapi kehilangan hasil ngan insektisida) karena dalam Bimas, insektisida
kedelai di tingkat petani masih tinggi, karena kimia termasuk paket kredit yang diterima oleh
pengendalian hama di tingkat petani belum petani. Dengan pengalaman tersebut, intensifi-
mampu mengatasi resiko serangan hama. Imple- kasi penggunaan insektisida kimia tidak terbatas
mentasi program PHT kedelai belum seperti yang untuk tanaman padi.
diharapkan karena berbagai kendala antara lain Hasil survei sistem pengendalian hama kedelai
karena komponen PHT yang mampu bekerja se- di pulau Jawa menunjukkan bahwa 90% petani
cara mandiri belum tersedia, ragam jenis hama kedelai masih menggunakan insektisida kimia
dan perilaku sangat berbeda, tingkat pengeta- dengan berbagai jenis bahan aktif (Marwoto dan
huan sebagian besar petani yang relatifterbatas, Suharsono, 1988, Mahrub et al., 1994, Raufet al.,
luas lahan yang sempit, dan status usaha tani 1994). Hal ini disebabkan karena harga insekti-
kedelai yang masih subsisten. sida murah karena tersedianya subsidi bagi insek-
tisida kimia, dan ketersediaan teknologi pengen-
b. Sistern Perlindungan dan Pengenda- dalian selain insektisida masih terbatas, tetapi
lian Harna Kedelai di Tingkat Petani cara-cara penyemprotan yang dilakukan oleh
Sistem perlindungan tanaman di Indonesia petani, lebih dari 50o/c di antaranya masih belum
telah diatur oleh Pemerintah dengan Undang- tepat baik dipandang konsentrasi maupun volume
undang No. 12 Tahun 1992 tentang Budidaya semprotnya seperti contoh kasus di daerah
Tanaman dan Peraturan Pemerintah No.6 Tahw1 penghasil kedelai di Jawa Timur (Tabel 1).
1995 tentang sistem perlmdungan tanaman.lnti Data tersebut menunjukkan bahwa praktek
kedua peraturan tersebut adalah sistem perlin- pengendalian yang demikian telah lama dilaku-
dungan tanaman terhadap hama a tau Organisme kan oleh petani karena beberapa alasan yang sa-
Pengganggu Tanaman (OPT) perlu dilakukan ling terkait antara lain, tidak tahu cara penggu-
secara terpadu dengan memperhatikan beberapa naan insektisida yang benar, harga insektisida
aspek ekonomi, lingkungan (agroekosistem), po- yang mahal, keterbatasan akses untuk melaku-
tensi musush alami, dan komponen pengendalian kan pengendalian (modal, ketersediaan insekti-
yang lain. sida, alat, dan air). Rata-rata petani yang meng-
gunakan konsentrasi dan dosis yang sesuai anjur-
an h~nya 42%, dan 67% masih menggunakan
volun1e semprot jauh di bawah anjuran (kurang
Tabel I. Proporsi konsentrasi insektisida dan volume
semprot yang digunakan petani kedelai. dari 300 1/ha). Oleh sebab itu, frekuensi pengen-
dalian kimiawi sangat tinggt, tetapi populasi hama
Proporsi petani (%) tetap bahkan cenderung makin meningkat karena
telah terjadi resurjensi, resistensi. Paket-paket
Pono- Pasu- Luma- pengendalian hama dengan insektisida kimia de-
rogo rnan jang
ngan berbagai jenis bahan aktif, kultur teknis,
Kons. Insektisida (mill) atau teknik pengendalian non kimia yang lain ber-
<2 20 70 53 dasarkanjenis hama dan komoditasnya telah diru-
2-4 67 27 12 muskan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman
>4 5 3 5 Pangan, Departemen Pertanian (1989).
Vol. Semprot (1/ha)
< 300 67 70 65
300-600 11 21 15 PENGENDALIAN HAMA TERPADU
> 600 - 0 0 01 INDONESIA
Sumber: Marwoto dan Bedjo ( 1996). Perkembangan PHT di Indonesia, tidak dapat
17
BuLETIN PALAWIJA No.2, 2001
dilepaskan dari perkembangan sistem pengendalian toleran kekeringan, lahan masam dan toleran
hama dengan pestisida kimia yang dapat dibagi terhadap penyakit, sedangkan program pe-
menjadi tiga tahap, yaitu Era Optimisme (1940- muliaan tahan ham a masih terbatas, dan bel urn
1960), Era Keraguan (1960-1976), dan Era PHT terpadu. Selain itu, potensi genetik dalam
(1976) (Metcalf, 1980). Dengan melihat tahapan plasma nutfah kedelai masih terbatas.
tersebut dapat dilihat bahwa pada saat penggunaan Langkah yang perlu dilakukan dalam pro-
pestisida sangat intensif pada awal abad ke 19, gram pemuliaan tahan hama sebagai berikut.
dampak negatif belum dirasakan. Hal ini juga • mencari sumber-sumber ketahanan melalui
didukung oleh perkembangan industri pestisida koleksi plasma nutfah, introduksi, per-si-
yang sangat pesat Konsep yang dipakai adalah langan, dan koleks1 lokal;
memberantas hama, sehingga peningkatan produksi • mengevaluasi (penyaringan ketahanan) di
pangan sangat nyata sehingga mampu mencukupi lapang dan laboratorium;
kebutuhan pangan penduduk di dunia. Timbulnya • karakterisasi sifat a tau mekanisme ketahan-
berbagai dampak negatif akibat penggunaan pesti- annya;
sida kimia secara berlebihan menyadarkan para ahli • melakukan persilangan-persilangan;
hama, ternyata pestisida t1dak lagi dipandang
• seleksi dan evaluasi hasil-hasil persilangan;
sebagai satu-satunya cara atau alat mengendalikan
hama. • kajian-kajian pendukung seperti aspek
Keberhasilan pengendalian hama wereng coklat genetik, perbaikan sifat-sifat kuantitatif
di negara-negara Asia Tenggara, didukung oleh yang perlu diperbaiki.
keberhasilan pembentukan varietas padi yang
mempunyai gen multiTesistance yang telah Keberhasilan langkah-langkah yang dila-
dikembangkan di lembaga penelitian padi inter- kukan tersebut ditentukan oleh populasi hama
nasional (International Rice Research Institute) di yang akan dipakai, saat dan cara evaluasi
Filipina. Tersedianya vanetas tahan yang diikuti tanaman uji (umur atau fase pertumbuhan
dengan sistem pengelolaan tanaman terpadu yang tanaman), cara pengukuran ketahanan pada
lebih baik antara lain dengan pemupukan ber- tanaman (kerusakan secara langsung, simu-
imbang, sistem pengairan, pola tanam, sanitasi, lasi), korelasi antara faktor tanaman dengan
sistem pengairan bersama dengan komponen PHT ketahanan, tekmk pengukuran populasi
yang lain, mampu menekan populasi hama wereng serangga (Smith, 1989).
coklat. Integrasi antara berbagai komponen agro- Program pemuhaan kedelai tahan hama
nomis dengan komponen pengendalian hama secara secara khusus, di Indonesia belum dilakukan,
luas mampu meningkatkan produksi padi sehingga namun skrining ketahanan kedelai terhadap
pada tahun 1984 Indonesia pernah dapat mencapai hama kumbang kedelai, Phaedonia inclusa
swa-sembada beras. Stal., lalat kacang Ophyiomya phaseoli Tr. telah
Berdasarkan pengalaman pada tanaman padi dilakukan di Bogor (Tengkano, 1977). Kemu-
tersebut, maka untuk meningkatkan produksi ke- dian terhadap hama penggerek polong Etiella
delai di Indonesia, program PHT kedelai telah dica- spp. (Akib dan Baco,l985) dan kompleks hama
nangkan pada tahun 1990 (Sastrosiswojo dan Oka, pengisap polong (Nugrahaeni et al. ,1990,
1997). Perubahan strategi pengendalian ini, ber- Tengkano et al., 1988). Pemuliaan tahan hama
dasarkan pengalaman bahwa sistem pengendalian sekarang telah menjadi program pemuliaan di
tunggal (insektisida) tidak mampu mengatasi Balitkabi. Peluang untuk mengembangkan
masalah hama yang terus mengancam stabilitas varietas tahan hama makin besar karena telah
produksi (Brader, 1979). Bagi petani subsisten didukung oleh jumlah koleksi plasma nutfah
dengan segala keterbatasannya pada saat ini PHT yang cukup memadai, tetapi belum seluruhnya
dianggap masih terlalu rumit. dimanfaatkan. Hasil-hasil skrining yang telah
dilakukan menunJukkan bahwa kerentanan
kedelai terhadap hama tertentu sangat ber-
PROGRAM PEMULIAAN KEDELAI
ragam. Terhadap hama daun dan hama peng-
TAHAN HAMA isap polong telah ditemukan sumber ketahanan
Sasaran program pemuliaan kedelai di Indone- yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
sia adalah untuk potensi hasil tinggi, umur genjah, lebih lanjut (Suharsono, 2001). Suharsono dan
18
- -------~~~~~----
SUHARSONO: VARIETAS TAHAN HAMA DALAM PHT TANAMAN KEDELAI
Tridjaka (1993) yang telah menemukan genotipe alami yang lain diharapkan makin meningkat
IAC-80-596-2 dan IAC-100 tahan terhadap hama dan penurunan populasi hama makin cepat.
ulat grayak S. litura karena antibiosis (lgita et Pada Era pestisida semua pendekatan pengen-
al., 1998) dan hama pengisap polong dengan dalian menekankan pada intensifikasi penggu-
mekanisme yang berbeda yaitu antisenosis naan insektisida kimia. Sebagai akibatnya adalah
morfologis (Suharsono, 1997). Dengan proyek seluruh program pemuliaan tanaman dalam ke-
kerjasama antara JIRCAS-RILET yang telah adaan terproteksi secara penuh oleh insektisida
dimulai sejak tahun 1995, makin memperkuat pro- kimia (Ponti, 1982). Oleh sebab itu dikhawatirkan
gram pemuliaan kedelai di Balitkabi. Beberapa terjadinya erosi gen secara bertahap. Apabila
. genotipe introduksi dari Jepang telah diuji dan
dimasukkan dalam program pemuliaan antara
varietas tahan tidak tersedia atau tidak mampu
mengendalikan hama, integrasi antara varietas
lain Sodendaizu, Kosamame, Miyako white, Hime- dengan ketahanan yang sedang dengan kom-
shirazu (Igita et al., 1998). ponen pengendalian yang lain seperti parasitoid,
Sampai saat ini program pemuliaan kedelai predator a tau dengan insektisida sekalipun akan
tahan hama belum dapat berjalan dengan baik memberikan hasil yang lebih baik (Emden, 1966;
karena sistem prioritas program komoditas bel urn Lenteren, 1990).
terpadu dan konsisten terarah sehingga terkesan
penelitian parsial dan fragmentasi, sistem pen- b. Keuntungan dan Aspek Negatif
danaan yang tidak mendukung curiosity peneliti Penggunaan Varietas Tahan
untuk melakukan penelitian lebih mendalam, dan Penggunaan varietas tahan hama dari aspek
program penelitian diarahkan pada jangka ekonomis bagi petani sangat menguntungkan,
pendek untuk menghasilkan paket rekomendasi. karena penggunaan varietas tahan yang dikom-
Untuk itu, agar program pemuliaan tahan hama binasikan dengan penggunaan insektisida kimia,
pada khususnya, dan penelitian pada umumnya biaya pengendalian dan masalah residu makin
perlu dilakukan reorientasi penajaman program- berkurang (Smith, 1989). Hasil penelitian pada
program yang mendukung program pemba- tanaman padi di Filipina menunjukkan bahwa
ngunan pertanian pada umumnya. integrasi varietas tahan dengan komponen pe-
ngendalian yang lain mampu menekan kehi-
a. Peranan Varietas Tahan Hama langan hasil. Kombinasi predator wereng hijau
dalam PHT Cythorhinus liuidipennis Reuter dengan varietas
Varietas tahan adalah salah satu komponen padi tahan hama wereng hijau mampu mening-
dalam PHT. Dalam PHT populasi hama diperta- katkan predatisme (Mynt et al., 1986). Tingkat
hankan di bawah ambang ekonomi dan oleh parasitisme Lypsiphlebus testaccipes Cresson
karena itu sistem ini sangat efektif untuk se- terhadap hama pengisap gandum Schizaphis
rangga hama yang mempunyai laju perkem- granarium Rhondani pada varietas tahan lebih
bangan populasiyang lambat dan terbatas (Ponti, tinggi dibandingkan dengan varietas yang
1982). Pada varietas yang rentan, populasi akan rentan, karena kebugaran (fitness) hama peng-
meningkat dengan cepat sehingga mempengaruhi isap yang makan varietas tahan makin menurun.
efektifitas dan stabilitas PHT. Pengendalian Efektifitas pengendalian kimiawi hama pemakan
secara kimia meningkatkan laju kematian (death buah kapas (boll worm) Anthonomos grandis
rate) lebih cepat, namun laju perkembangan Boheman pada varietas kapas tahan "friego
serangga yang mempunyai daya reproduksi yang bract", makin meningkat karena varietas ini mem-
tmggi penurunan populasi yang dicapai sangat punyai bentuk yang mempunyai luas permukaan
lambat, sedangkan varietas tahan menurunkan buah kapas yang lebih besar. Penggunaan kedelai
populas1 melalui penurunan laju atau angka kela- tahan terhadap hama ulat grayak mampu menu-
hiran (birth rate) akan terjadi lebih cepat. Pada runkan penggunaan insektisida kimia sampai
varietas tahan perkembangan populasi serangga 50% (Igita et al., 1998).
hama diperlambat, sehingga efektivitas PHT juga Varietas tahan tidak selalu kompatibel dengan
meningkat. Dengan varietas tahan efektifitas pengendalian hayati. Sebagai contoh penelitian
komponen pengendalian hama yang lain seperti Schuster et al. (1976); Orr dan Boethel, (1983)
penggunaan parasitoid, predator atau musuh menunjukkan bahwa varietas tahan, secara tidak
19
BuLETIN PALAWUA No. 2, 2001
20
SUHARSONo: VARIETAS TAHAN llAMA DALAM PHT TANAMAN KEm:LAr
Some agronomic techniques and pest management to save Schuster, M.F., M.J. Lukefhar, & F.G. Maxwell. 1976.
energy tn food production in developing countries. Indo- Impact nectariless cotton on plant bugs and natural
nesian Agric. Res. & Dev. Journal. 5 (3 & 4): 33-44. enemies. J. Econ. Entomol. 69:401-402.
Orr, D.B. & D.J. Boethel. 1985. Comparative development Singh, D.P., 1986. Breeding for resistance to diseases and
ofCopidosoma truncatellum (Hym.: Encrytidae) and its insect pests. Springer-Verlag. 222 pp.
hosts, Pseudoplusia includens (Lep.: Noctuidae) on re- Smith, C.M. 1989. Plant resistance to insects. Afondamental
sistant and susceptible soybean genotypes. Environ. approach. John Wiley Sons. 286 pp.
Entomol. 14: 612-616.
Suharsono & Tridjaka, 1993. Uji ketahanan varietas
Painter, RH. 1951. Insect resistance in crop plants. The kedelai terhadap ulat grayak Spodoptera litura.
MacMillan Co. 520. pp. Makalah Seminar Regional HPTI Jaw a Timur di UPN
Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 1995 tentang Veteran Surabaya 19 Desember 1993. 8 halaman.
Perlindungan Tanaman. Suharsono. 1997. Antixenosis pada galur IAC-80-596-2
Ponti, O.M.B. de, 1977. Resistance in Cucumis sativus 1. dan IAC-100. Sebagai salah satu modal ketahanan
to Tetranychus urticae Koch. 1. The role ofplant breed- terhadap hama pengisap polong. Makalah Kongres V
tng in integrated control. Euphytica 26: 633-640. dan Simp. Entomologi. PEl Bandung 24-26 Juni 1997.
Ponti, O.M.B. de, 1982. Plant resistance. Challenges to plant 5 halaman.
breeder and entomologist. Proc. 5-th Symp. Plant-in- Suharsono. 2001. Uji ketahanan galur-galur kedelai
sect relationships. Wageningen. Pudoc. terhadap hama pengisap polong. Majalah Ilmiah
Rauf, A., H. Triwidodo & Widodo, 1994. Penggunaan Pemhangunan UPN Veteran Jaw a Timur X (23): 146-
pestisida oleh petani kedelai di empat kabupaten Jawa 152.
Barat. Seminar nasional peningkatan produktifitas Tengkano, W ., 1977. Pengujian ketahanan varietas kedelai
dan kualitas kedelai melalui penerapan PHT kedelai. terhadap serangan Riptortus linearis F. Laporan
FP Unibraw Malang. 23 Mei 1994. 13 hlm. Kemajuan Penelitian. LP3 Bogor. Seri Hama/Penyakit.
Salahuddin, S. 1999. Kebijaksanaan pemerintah dalam No.10:59-72.
pencapaian swasembada kedelai. Seminar N asional Tengkano, W., Soegito, Aji M.Tohir & T. Okada, 1988.
Kedelai II. Lembaga Penelitian & Soybean Research Pengujian ketahanan varietas kedelai terhadap serangan
Development Center (SRDC) Universitas Jendral pengisap polong N.viridula L., P. rubrofasciatus F. dan
Soedirman Purwokerto. 1999. R.linearis F. Seminar Balittan Bogor. 6 Desember 1988.
Sastrosiswojo, S. & I.N. Oka. 1997. Implementasi Tengkano, W.,T. Okada, Suharsono, Bedjo & A. Basyir,
pengelolaan serangga secara berkelanjutan. Kongres V 1990. Penyebaran dan komposisijenis serangga hama
dan Simp. Entomologi. PEl Bandung 24-26 Juni 1997. kedelai di Jawa Timur. Risalah Seminar Hasil
12 him. Penelitian Tanaman Pangan Balittan Bogor 21-11
Schoonhoven,L.M .1968. Chemosensory bases of host plant Februari 1990.
selection. Ann. Rev.Entomol.13:115-136. Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1992 Ten tang Sistem
Budidaya Tanaman.
21