Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FATIMA MERNISSI PANDANGANYA TENTANG


FEMINISME DAN HADIST MISOGINI

Makalah Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

STUDI PEMIKIRAN ISLAM KONTEPORER

Dosen Pengampu

H. Ahmad Aziz Fanani, M.Pd.I

Di Susun Oleh:

KELOMPOK 8

RUDI ALFIAN (2019390101090)


HULIYATUL KHOSIYAH (2019390101033)
AHMAD DHANI ZAKIYUDIN (2019390100981)

KELAS 4 E

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY GENTENG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdhulillahhirobbil alamin, segala puji bagi Allah SWT, tuhan


semesta alam. Atas karunia dan anugerahnya, segala nikmat yang Allah SWT
berikan. Sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar.
Serta dapat menyelesaikan tugas ini dengan sebaik baiknya. Guna memenuhi
tugas mata kuliah filsafat Pendidikan Islam dengan judul ‘FATIMA MERNISSI
PANDANGANYA TENTANG FEMINISME DAN HADITS MISOGINI”
Makalah ini telah kami susun dan kerjakan dengan semaksimal mungkin,
terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dari segi
tata kebahasaan maupun susunannya. Kami sangat berterima kasih apabila
pembaca mengkritik dan memberi saran yang membangun dari para pembaca.
Besar harapan kami, makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menginspirasi
bagi pembaca, untuk mengetahui kehidupan yang sangat bermakna untuk saling
memberi, toleransi, dan saling mencintai satu sama lain tanpa membeda bedakan
derajat, martabat, kedudukan, ras dll.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga para pembaca dapat
mengambil manfaat dan mendapat pelajaran setelah membaca makalah ini.

Rabu 10 Maret 2021

KELOMPOK 8

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A. Latar belakang...............................................................................................4
B. Rumusan masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Masalah.............................................................................................5

BAB IIPEMBAHASAN.........................................................................................6
A. Biografi Fatimah mernissi.............................................................................6
B. Pengertian Fenimisme Fatima mernissi........................................................8
C. Pandangan hadist misogini menurut Fatima mernissi...................................9
1. Hadits misogini (1)....................................................................................9
2. Hadits misogini (2)..................................................................................13

BAB III PENUTUP..............................................................................................15


A. Kesimpulan.................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Persoalan perempuan memang selalu menarik untuk dikaji,
baik dari karakteristik maupun problematikanya. Seiring
berjalannya waktu di kalangan masyarakat, perempuan selalu
dijadikan bahan topik perbincangan dari formal maupun non
formal. ketika Islam pertama kali datang di Jazirah Arabia, kaum
perempuan berada dalam posisi yang sangat terpuruk dan
memprihatinkan. Hak-hak mereka selalu diabaikan, tak satupun
dari mereka yang peduli. Islam kemudian datang untuk merubah
nasib kaum perempuan ini. Diantaranya kedudukan mereka diakui
dan diangkat, dan ketidakadilan yang mereka alami dihilangkan.
sebagai gantinya, mereka mendapatkan pembelaan dan jaminan
dalam Islam. Sejak itu, kaum perempuan mendapatkan hak-
haknya yang selama ini hilang mereka sadar bahwa mereka adalah
manusia sebagaimana halnya kaum lelaki.
Mengenai Fatima mernissi, siapa itu Fatima Mernissi?
Mungkin tidak banyak orang yang tau, tetapi melalui tulisan dan
ungkapan dia mengenai perempuan Muslim begitu melambung
tinggi. Dari kalangan feminis lain ia juga merupakan seorang
sosiolog dan sudah mengajar di Universitas Internasional di
Negaranya. dia berkecimpung di dunia Feminis semenjak masuk
pendidikan. Tetapi, dia hidup dalam kondisi tembok harem.
Maksudnya, bangunanbangunan tinggi yang ada di Maroko
terdapat peraturan dimana perempuan tidak boleh keluar dari
lingkungan tersebut. Dan tidak boleh mengikuti pekerjaan lelaki
terutama dalam memimpin. Dari sinilah, ideologi Fatima Mernissi
muncul untuk membela kaum perempuan.

4
Baginya gender adalah ketentuan Allah Swt. Karena,
semua dihadapannya sama tidak ada perbedaan baik laki-laki dan
perempuan maksudnya dalam amal dan ibadahnya. Begitupun
dengan pekerjaannya, bukan perempuan itu lemah yang katanya
tidak bisa ikut pekerjaan seperti laki-laki tapi ketentuan itu
berubah semenjak dalam sejarah Muslim. Bahwa, perempuan juga
bisa memimpin tapi tidak lepas juga dari pendidikannya dan
kepintarannya justru itu yang membuat perempuan jadi topik
pembicaraan karena dari ilmunya sehingga perempuan bisa naik
jabatannya. Dari sinilah, Fatimah ingin berkecimpung masuk ke
dunia feminis yang didalamnya diajarkan bagaimana feminis
melakukan pemberontakan perempuan dan ingin menaikkan
kedudukannya. (Muslikhati & Islam, n.d.)

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana latar belakang Fatima mernissi ?
2. Bagaimana pengertian feminisme menurut Fatimah mernissi?
3. Bagaimana pandangan Fatimah mernissi terhadap hadits
misogini?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui latar belakang, biografi dan karya-karya
Fatimah mernissi
2. Untuk memahami pengertian fenimisme menurut Fatimah
mernissi
3. Memahami tentang hadist misogini dari pandangan Fatimah
mernissi

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Fatimah mernissi


Cara terbaik memahami karakter dan pemikiran seseorang
adalah melalui otobiografi maupun tulisan yang bersangkutan.
Untuk mengetahui biografi Fatimah Mernissi tidaklah sulit karena
dalam beberapa karangannya ia dengan jelas telah menceritakan
dan mengenalkan kehidupannya, bahkan sejak kanakkanak hingga
dewasa. Fatimah Mernissi lahir di sebuah Harem pada tahun 1940
di Fez, salah satu wilayah di Maroko. Masa kanak-kanak Mernissi
dilalui bersamaan dengan situasi kekacauan yang terjadi di
Maroko akibat seringnya pertempuran antara pasukan Kristen
Spanyol dan Prancis. Mernissi menerima pendidikan pertama
secara tidak formal dari neneknya, Lalla Yasmina. Yasmina
banyak memberikan pelajaran tentang sejarah Islam, termasuk
kisah Nabi Muhammad dan kondisi-kondisi perempuan sebelum
Islam. Ajaran dari neneknya itulah yang kemudian
mengarahkannya pada fokus kajiannya, yaitu tentang perempuan.
Dalam bukunya ia mengatakan : "Throughout my childhood I had
a very ambivalent relationship with the Koran. It was taught to us
in a Koranic School in a particularly ferocious manner. But to my
childish mind only the highly fanciful Islam of my illiterate
grandmother, Lai la Yasmina, opened tfye door for me to a poetic
religion.
Dalam bukunya ia mengatakan : "Throughout my
childhood I had a very ambivalent relationship with the Koran. It
was taught to us in a Koranic School in a particularly ferocious
manner. But to my childish mind only the highly fanciful Islam of
my illiterate grandmother, Lai la Yasmina, opened tfye door for
me to a poetic religion.”1 Yang artinya adalah "Selama masa

6
kanak-kanak, saya memiliki hubungan perasaan yang bertentangan
dengan al- Qur'an, di sekolah al- Qur'an kami diajar dengan cara
yang keras. Namun bagi pikiran kanak-kanak saya, hanya
keindahan rekaan al- Qur’an versi nenek saya yang buta huruf,
Lalla Yasmina, yang telah membuka pintu menuju sebuah agama
yang puitis".
Adapun pendidikan formalnya, diterima Mernissi di sebuah
sekolah al- Qur’an yang didirikan oleh kelompok nasionalis sejak
umur tiga tahun. Ketika itu pula Mernissi kecil mulai menghafal
al-Qur’an. Pendidikan tingkat menengahnya diselesaikan di
sekolah khusus perempuan yang didanai oleh protektorat Perancis.
(Mernissi, 1994)
Situasi dan kondisi di sekitar Mernissi membuat ia tumbuh
menjadi remaja yang kritis, terutama dalam masalah perempuan.
Penyebab dari semua ini tidak lain datang dari tempat tinggalnya
sendiri, yaitu “Harem”. Keadaan ini pun diperparah dengan adanya
hadis yang diterima dari gurunya semasa di pendidikan menengah
yang menyatakan bahwa batal salat seseorang apabila disela
anjing, keledai dan perempuan. Hadis ini dapat dikatakan sebagai
penyebab kecurigaan awal Mernissi terhadap hadis, ditambah pula
dengan hadis-hadis lain yang terlihat misoginis. Lebih lanjut,
kajian Mernissi tentang masalah perempuan semakin serius ketika
dihadapkan pada realita kehidupan perempuan di Barat yang
sangat bertolak belakang dengan perempuan Islam.(Mernissi,
1994)
Fatima Mernissi adalah penulis yang produktif, terbukti
banyaknya buku-buku yang sampai di Indonesia dan telah
diterjemahkan.Khususnya yang berkaitan dengan masalah
perempuan. Diantara karangan-karangannya adalah sebagai
berikut: Women and Islam An Historical and Theological Enquiry,
diterbitkan oleh Basil Blackwell, 1991, tebalnya 228 halaman.

7
Diterjemahkan, dengan judul Wanita di dalam Islam, oleh Yaziar
Radianti, Penerbit, Pustaka, Bandung, 1994, tebalnya 281
halaman.
a) The Veil and Male Elite, diterjemahkan oleh M. Masykur
Abadi, dengan judul Menengok Kontroversi Peran Wanita
Dalam Politik, Penerbit Dunia Ilmu, Surabaya, Januari, 1997,
tebalnya 279 halaman.
b) The forgotten Queens of Islam, diterjemahkan oleh Rahmani
Astuti dan Enna Hadi dengan judul Ratu-Ratu Islam yang
Terlupakan". Penerbit Mizan, Bandung, Desember 1994,
tebalnya 311 halaman.
c) Setara di hadapan Allah, buku ini ditulis bersama Riffat
Hassan, seorang Feminis muslim kelahiran Lahore, Pakistan,
diterjemahkan oleh Team dari LSPPA, Yogyakarta sekaligus
sebagai penerbit, bersama "The Global Fund For Women
California, USA, Januari 1995, tabelnya 263 halaman.
d) Islam and Democracy Fear of the Modern World,
diterjemahkan oleh Amiruddin Arrani dengan judul Islam dan
Ontologi Ketakutan Demokrasi diterbitkan oleh LKIS
Yogyakarta bekerjasama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta,
Agustus, 1994.
Kecenderungan untuk memberontak penafsiran tekstual
terhadap teks al-Qur'an maupun hadis yang dipandang tidak logis,
terutama yang berkaitan dengan kedudukan perempuan.Yang
kemudian memunculkan istilah "Misogini" (membenci
perempuan).Semangat inilah yang terlihat jelas dalam tulisan-
tulisannya di atas.(Missogini, 1996)

B. Pengertian Fenimisme Fatima mernissi


Islam sangat mengafirmasi kesetaraan laki-laki dan
perempuan.9 Hal ini didasarkan pada gagasan monoteisme

8
(tauhid) yang tidak hanya bermakna individual personal tapi juga
social, tidak hanya berdimensi transendental tapi juga profan. Ide
mononeisme ini, mengimplikasikan prinsip kemerdekaan manusia
yang berarti juga adanya prinsip kesetaraan manusia secara
universal. Semua manusia di manapun dan kapanpun, tanpa
memandang etnis, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
kekuasaan, adalah sama dan setara di hadapan Tuhan. Satu
pernyataan yang sangat menakjubkan dari Nabi adalah ketika
beliau menyampaikan kata-kata Tuhan dalam alQur’an tentang
gagasan fundamental kesetaraan manusia universal ini.

‫ إنا خلقناكم من ذكر وأنىث وجعلناكم شعوبا وقبائل‬,‫ياأيها انسإنا تلعارفوا‬

‫أكرمكم عند اهلل اتقاكم‬


”Hai manusia, Kami jadikan kamu laki-laki dan perempuan dan Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antaramu adalah yang
paling bertakwa”. (Q.S. al-Hujurat: 13).
Ayat ini merupakan satu dari sekian ayat al-Qur’an dan
hadis yang berbicara tentang kesetaraan manusia. Kehadiran
gagasan ini telah mendekonstruksi kultur masyarakat Arab yang
mengukur kualitas dan kemuliaan seseorang berdasarkan etnisitas,
kekayaan, kekuasaan dan jenis kelamin, yang kemudian
berimplikasi terhadap manifestasi kultural dan praktek sosial,
berupa penindasan, subordinasi dan eksploitasi kelompok-
kelompok yang ”tidak mulia”, lemah dan marginal. Akibatnya,
proses dehumanisasi berjalan secara sistematis dengan adanya
legitimasi kultural tersebut (Roudhotul & Sampang, n.d.)

C. Pandangan hadist misogini menurut Fatima mernissi


1. Hadits misogini (1)

9
Sebagian besar tradisi agama dunia memberikan
peran sekunder dan subordinat bagi perempuan
walaupun dalam sejarah terdapat bukti bahwa
perempuan ada yang memegang peran kepemimpinan
dalam komunitasnya, kaum feminis kristen, Yahudi dan
Islam meneliti kembali ayat suci mereka dan sampai
kepada kesimpulan bahwa agama menawarkan
kemungkinan kebebasan dan perbaikan posisi
perempuan. Namun tradisi dan sejarah telah
menumbangkan potensi ini, dan menggunakan agama
untuk menekan perempuan.Jadi bukan teks agama yang
yang menjadi sebab munculnya masalah, melainkan
penafisarannya.(Missogini, 1996)
Melalui kerangka berfikir seperti di atas, Mernissi
menguak penyebab tersingkirnya perempuan dari dunia
politik, karena hadis di atas yang banyak digunakan
dasar berpijak untuk menyudutkan posisi perempuan,
maka Mernissi mencoba menelusuri hadis tersebut.
Hadis riwayat Abu Bakrah termasuk hadis shahih,
baik jalur sanad maupun matannya. Pada umumnya
Ulama ahli Hadis seperti Abu Hazm dan syaikh
Muhammad al-Ghasali, setelah melalui penelitian
takhrij sepakat terhadap keshahihan hadis tentang
kepemimpinan perempuan riwayat Abu Bakrah baik
jalur sanad maupun matannya, demikian juga dalam
kitab Fath al-Bary banyak disebutkan tentang hadis
tersebut.39Dari jalur sanad lebih jelasnya lihat kitab
Tahdzih al-Tahdzib Karangan Ibnu Hajar al-Asqalany.
(Missogini, 1996)
Dalam aplikasinya, hadis ini sering digunakan
sebahagian orang untuk kepentingan pribadinya

10
maupun politik kekuasaannya ketika menghadapi
perempuan lawan politik kekuasaannya yang
dipandang membahayakan kedudukannya.Sebaliknya
di kalangan perempuan, hadis ini dipandang sebagai
alat untuk melegitimasikan kekuasaan laki-laki di
kancah politik.
Ada tiga kerangka pendekatan yang digunakan
Fatima Mernissi dalam menyikapi hadis tersebut, yaitu
analisis historis, analisis gender dan kritik hadis. Pada
analisis historis, Mernissi mengungkapkan contoh-
contoh peran serta partisipasi perempuan muslimah
dalam bidang pemerintahan.Ada yang berperan
langsung seperti ratu-ratu yang diakui secara umum
oleh rakyatnya sebagai kepala negara. Diantaranya
Rasia Sultan (New Delhi), Syajarat at Dur (Kairo),
Padishah Khatim (Dinasti Mongol), Sultana Khatim
(Asia tengah). Sedang yang berperan tidak langsung
seperti mengambil keputusan-keputusan politik,
diantaranya Khayzuran istri Khalifah al Mahdi, Ibu dari
al-Hadi dan Harun al-Rasyid (Daulah bani
Abbasiyah .Pengakuan khalifah al-Harun al-Rasyid
tentang kemampuan ibunya dilukiskan dalam
penegasannya bahwa beliau tidak malu berbagi
kekuasaan dengan perempuan yang memiliki kualitas
seperti ibunya dalam pemerintahan Harun Al-Rasyid
pengaruh Khazuran nampak dalam pembuatan
keputusan-Keputusan politik kenegaraan yang
termasuk penting.(Mernissi, 1994)
Jika menengok kembali sejarah masa Rasulullah,
akan kelihatan bahwa perempuan muslimah telah
berperan dalam kegiatan politik. Seperti keikutsertaan

11
Ummu Aiman dalam perang Uhud, Khaibar dan
Hunain, walaupun hanya berjuang digaris belakang
dengan menyiapkan makanan minuman serta
mengobati tentara yang terluka. Selain itu turut
sertanya Ummu Salamah hijrah ke Ethiopia dan
Madinah, merupakan contoh lain kegiatan politik yang
telah dilakukan perempuan muslimah dimasa
Rasulullah saw. (Sri Suhanjati, 1998:8-9)
Pada bagian lainnya, Mernissi menggunakan
analisis gender, untuk melihat budaya Patrialkhal yang
menimbulkan subordinasi perempuan.Karena dari
penelitiannya Mernissi tidak menemukan ajaran Islam
yang merendahkan perempuan.Subordinasi perempuan
bukan karena kelemahan biologis perempuan atau
karena ajaran agama, namun lebih banyak disebabkan
oleh konstruksi sosial tentang peran perempuan yang
sering menimbulkan ketimpangan. (Fatima Mernissi,
1995:218)
Dikalangan umat Islam, pendapat sebagian Ulama
sering membuat tersingkirnya posisi perempuan dari
peran publik, termasuk bidang politik. Ulama dan
Imam adalah manusia biasa yang tidak luput dari
kesalahan, karenanya kemungkinan terjadinya salah
interpretasi yang dapat memunculkan stereotype peran
perempuan yang terbatas pada dinding domestik.
Maka menurut Fatima Mernissi perlu diadakan
analisis secara cermat terhadap pendapat para Ulama
dan Imam.Untuk itu, dia melontarkan pendapat
perlunya melacak hadis yang secara eksplisit
mengandung gambaran peran yang tidak setara antara
laki-laki dan perempuan.

12
Pada analisa kritik hadis, Fatima Mernissi lebih
menekankan pada aspek asbab-alwurud, yaitu sebab
timbulnya hadis tersebut, pada waktu apa? kapan? dan
kenapa?, untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan di
atas, Mernissi mengambil pendapat Al-Ghazali dalam
kitab Al -Sunnah Al- Nabawiyah, dan juga
mengadakan penelitian langsung pada kitab Fath al-
Bary karangan al-Asqalany, volume 17.
Hadis tersebut dimunculkan oleh Abu Bakrah,
ketika menolak terlibat perang Jamal antara Aisyah dan
Ali bin Abi thalib. Menurutnya bahwa Nabi
Muhammad mengucapkan hadis tersebut pada saat
terjadi peperangan panjang antara Romawi dan Persia,
tahun 628 M, raja Persia telah terbunuh yang
menimbulkan kekacauan dan pembunuhan di
negaranya, terutama pada saat pengambilalihan
kekuasaan, akhirnya terpilihlah seorang perempuan
bernama Buwaran binti Syairawaih bin Kisra bin
Barwaiz sebagai ratu (Kisra) persia. (Fatima Mernissi,
1995:218)

2. Hadits misogini (2)


Selain hadist entang kepemimpinan perempuan
dalam
pemerintahan, Fatima Mernissi juga menganggap
Misogini terhadap hadis yang membahas tentang
anjing, keledai dan perempuan dapat membatalkan
shalat jika melintas di depan orang yang sedang shalat.
Setelah penulis meneliti kualitas para rawy, hadis di
atas termasuk dalam kategori shahih.Berkaitan dengan

13
hadis ini dalam Fath al-Bary, Ibnu Hajar menyebutkan
berbagai pendapat Ulama ahli hadis. Antara lain :
a) Ath-Thahawy :Hadis-hadis yang
menyebutkan ' bahwa perempuan menjadi
faktor yang membatalkan shalat, seperti
riwayat Abu Dzar. Mansukh (terhapus) oleh
hadis riwayat Aisyah, tetapi lemah karena
keduanya, antara nasakh dan mansukh tidak
diketahui tarikhnya secara jelas.
b) Asy-syafi'i : Menta'wilkan hadis tersebut,
dengan mengatakan bahwa hadis itu tidak
menunjukan arti batalnya shalat, tetapi
sekedar mengurangi kekhusyukan shalat
seseorang
c) Ahmad : Shalat bisa batal dengan faktor
anjing hitam, adapun tentang perempuan,
hadis ini bertentangan hadis riwayat Aisyah
yang menyebutkan tidak batalnya shalat.
(Ibnu Hajar, 588-589)

Fatima Mernissi, dalam analisanya mengatakan


bahwa Abu Hurairah adalah satu-satunya yang
meriwayatkan hadis tersebut. Dalam bukunya
disebutkan:
"The only point of view we have on this question is
that of Abu Huraira. According to ibn Marzuq, when
someone invoked in front of A’isha the hadi th that said
that the three causes of interuption of prayer were
dogsy asses and women”. (Fatima Mernissi:89)
"Satu-satunya sudut pandang mengenai soal
perempuan sebagai pembatal shalat ini hanyalah

14
riwayat Abu Huraira, Ibnu Marzuq meriwayatkan
ketika seseorang ber tanya kepada Aisyah tentang hadis
yang menyebutkan bahwa tiga penyebab batalnya
shalat adalah anjing, keledai dan perempuan."

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Fatima Mernissi adalah tokoh feminis muslimat yang serius
mengkaji teks- teks keagamaan baik al-Qur‟an maupun al-
Hadis, terutama yang berkaitan dengan perempuan,
menurutnya baik al-Qur'an dan al-Hadis jika dipahami secara
tekstual, banyak yang mengandung perbedaan antara laki-laki
dan perempuan, sehingga dia memunculkan hadis misogini.
2. Terhadap hadis-hadis misogini Fatima Mernissi cenderung
memberontak dan menganggapnya tidak logis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mernissi, F. (1994). Fatimah. Mernissi, Wanita Dalam Islam, terj Yaziar.


Radiant, (Bandung; Pustaka, 1994), hlm 79 2. 2–11.

Missogini, T. H. (1996). Analisis Pemikiran Fatima Mernissi. 70–90.

Muslikhati, S., & Islam, T. (n.d.). Muslikhati. 1–66.

Roudhotul, P., & Sampang, U. A. (n.d.). Hadis misoginis dalam perspektif


hermeneutika fatima mernissi. 9(2).

Fatima Mernisi, Ratu-Ratu Islam yang Terlupakan, Terj. Rahmani Astuti dan
Enna HAdi,

MIzan, Bandung, Cet. 1, 1994, h. 84-85

Sri Suhanjati, Menguak Pemikiran Fatima Mernissi tentang Peranan Wanita,


Teologia, Jurnal Ushuluddin, Semarang, no. 44, Februari, 1998, h. 8-9

Fatima Mernissi, Setara dihadapan Allah, TErj. Team LSPPA, Yayasan Prakarsa,
LSPPA, Yogyakarta, 1995, h. 218

Ibnu Hajar Al Asqalani, Fath al Bary, Op.Cit, Beirut, Juz I, h. 588-589 50

17

Anda mungkin juga menyukai