Anda di halaman 1dari 6

MAHAR DAN PENYERAHANNYA DI ERA CYBER

Kelompok 2

Mohammad Nizham Salafi (C91218122)

M. Wildan Aurum (C91218128)

Prawira Oktaryan Dwiyasa (C91218132)

A. Mahar berupa bitcoin dan penyerahannya secara virtual.

Agama Islam memandang perkawinan adalah suatu lembaga yang suci. Ikatan
perkawinan yang dilakukan dengan akad nikah merupakan suatu ikatan atau janji yang
kuat, seprti yang disebut Al-Qur’an sebagai mitsaaqan ghaliidzhan sebagaimana terdapat
dalam surah An-Nisa’ ayat 21.

Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seseorang wanita


dengan memberi hak kepadanya.1 Hak-hak wanita dalam syariat islam dibangun atas
prinsip bahwa wanita dan pria berada pada kedudukan yang setara dalam satu wadah
kemanusiaan. Peran serta wanita sebagai pendamping pria dalam unit keluarga
dilandaskan pada paradigma yang menyatakan bahwa keduanya saling melengkapi dan
wanita memiliki hak-hak yang sebanding dengan kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Salah satu hak yang diberikan kepada wanita atas perkawinan, yaitu hak untuk menerima
mahar.2

Bentuk mahar dalam syari’at Islam yaitu barang ataupun jasa. Namun, tidak
semua barang dapat dijadikan sebagai mahar pernikahan. Barang yang dapat dijadikan
mahar ialah harta atau benda yang memiliki harga, suci dan dapat diambil manfaatnya,
bukan barang ghasab.dan jelas keadaan barangnya.3

1
Abdurrahman Ghazali, Fiqih Munakahat,Jakarta : Kencana Media Group, 2006, Hal.84.
2
Beni Ahmad Saebani. Fiqih Munakahat 2. Bandung : Pustaka Setia, 2001, Hal.12.
3
Ibid, Hal.12.
Zainuddin bin Abdul Aziz Al Malibari Al-Fannani dalam bukunyu yang berjudul
Fathul Muin menjelaskan bahwa segala sesuatu yang memiliki nilai harga dapat dijadikan
mahar, baik nilainya mahal ataupun tidak sebab hal tersebut adalah sesuatu yang dapat
dijadikan sebagai alat untuk menukar4 atau dapat dijadikan pengganti, artinya jenis mahar
tersebut dapat ditukarkan dengan barang lain yang berbeda manfaatnya. Segala sesuatu
yang bersifat material dapat dijadikan mahar sebagai contoh emas, perak, hewan ataupun
tumbuh-tumbuhan.5

Mahar pernikahan yang kerap kali digunakan oleh pasangan suami istri di
Indonesia adalah uang, Fungsi uang dalam sistem perekonomian manapun memposisikan
uang sebagai alat tukar (medium of exchange) sebagai fungsi utama uang disamping
fungsi lainnya, yaitu sebagai Satuan hitung maupun sebagai penimbun atau penyimpan
kekayaan.6 Secara histori. terbentuknya uang sebagai alat tukar adalah untuk
mempermudah manusia dalam aktivitas ekonomi guna memenuhi kebutuhan sehari-
harinya.

Mahar dalam sebuah perkawinan dibenarkan dengan melihat fungsi uang sebagai
alat tukar, sebagaimana hakikat alat tukar sendiri adalah harta yang berharga. Kebolehan
mahar uang dinvatakan dalam Pasal 1 huruf d KHI, yang menentukan bahwa mahar dapat
berupa barang, uang ataupun jasa. Kobelehan adanya kandungan emas dan perak dalam
sebuah mata uang menurut Umar bin Khathab, maka bitcoin уапg merupakan uang
digital dibenarkan sebagai uang sehingga bitcoin menjadi suatu barang yang berharga
oleh karenanya dapat dibenarkan sebagai mahar pernikahan. Namun, di sisi lain bitcoin
tidak memenuhi syarat sebagaimana disebutkan oleh Umar bin Khathab. Al-Ghazali, dan
juga Imam Hambali mengharuskan penerbitan uang dilakukan oleh otoritas yang
berwenang dalam suatu negara sebab yang memiliki wewenang dalam hal tersebut di
Indonesia adalah Bank Indonesia, dan mata uang yang dikeluarkan oleh negara kesatuan
RI adalah rupiah, sedangkan uang digital bitcoin adalah uang yang diciptakan seorang

4
Moch. Anwar, Bahrun Abu Bakar dan Anwar Abu Bakar. Terjemah Fathul Muin Jilid 2. Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 2011, Hal.1283.
5
Beni Ahmad Saebani. Fiqih Munakahat 1. Bandung : Pustaka Setia. 2013, Hal.273.
6
M.Nur Rianto Al Arif. Pengantar Ekonomi Syari’ah. Bandung : Pustaka Setia. 2015. Hal.59.
ataupun sekelompok orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai Satoshi Nakamoto
yang hingga saat ini belum terdapat kejelasan siapakah Satoshi Nakamoto tersebut.7

Sedangkan berdasar syarat uang, bitcoin, tidak memenuhi syarat diterima umum
(general acceptability) dan nilai yang stabil (stability of value). Bitcoin tidak diterima
oleh masyarakat di Indonesia karena tidak adanya regulasi yang melegalkan penggunaan
bitcoin sebagai alat pembayaran di Indonesia. Tidak adanya regulasi dimaksudkan
tersebut berdampak pula terhadap stabilnya nilai suatu bitcoin. Sedikit banyaknya
masyarakat yang menggunakan bitcoin maka akan mempengaruhi rendah tingginya nilai
suatu bitcoin. Oleh karena itu, dengan tidak terpenuhinya syarat uang yang ditetapkan
oleh Umar bin Khathab. Al-Ghazali, dan Imam Hambali serta dua syarat uang menurut
ahli ekonomi, maka hakikatnya sebagai mata uang tidak terpenuhi sehingga
menjadikannya sebagai barang yang tidak berharga.

Bitcoin dapat diperoleh dengan cara membeli bitcoin pada bursa bitcoin,
menambang bitcoin, dan/atau penerimaan bitcoin dari pengguna lain. Sehingga dari
sistem tersebut, bitcoin tidak tergolong dalam kategori barang ghasab, yatiu barang milik
orang lain yang diambil tanpa seizin pemilik dengan tidak bermaksud untuk memilikinya
karena berniat untuk mengembalikannya kelak,8 karena calon mempelai pria sudah pasti
memperolehnya dengan cara-cara yang ditentukan dalam sistem bitcoin.

Penyerahan Mahar bitcoin secara virtual

Mahar bitcoin dengan jumlah yang telah ditetapkan kedua calon mempelai dan
disebutkan dalam lafaz kabul oleh mempelai pria merupakan wujud dari mahar
musamma. Kedua mempelai pria tersebut menyebutkan bahwa mahar bitcoin dibayarkan
“secara tunai" dan diwujudkan dalam bentuk replika pada acara akad. Berdasar cara
penyerahan mahar pada mahar musamma maka hal ini menunjukkan bahwasanya kedua

7
Kamal Mukhtar. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang. 1974. Hal.84.
8
Beni Ahmad Saebani. Fiqih Munakahat 2. Bandung : Pustaka Setia, 2001, Hal.21.
mempelai pria menerapkan mahar musamma muajjal, yaitu mahar yang segera dilakukan
penyerahannya. Mempelai pria yang menyebutkan bentuk dan jenis maharnya serta
menyatakan tunai pada akad nikah dalam kebiasaan masyarakat Indonesia, maka mahar
tersebut ada dan diserahkan pada saat akad nikah itu berlangsung.

Penyebutan mahar bitcoin secara tunai dan diwujudkan dalam sebuah replika oleh
mempelai pria serta diserahkan kepada mempelai wanita pada saat acara akad nikah
tersebut mengartikan bahwa mempelai pria menerapkan penyerahan mahar sebagaimana
kebiasaan masyarakat di Indonesia, yaitu ada dan diserahkan pada saat akad nikah.
Keberadaan bitcoin yang diwakilkan dalam sebuah replika sebab sejatinya bitcoin tidak
dapat diwujudkan dalam bentuk fisik yang menyebabkan bitcoin tidak dapat diserahkan
dari tangan ke tangan secara nyata pada saat acara akad nikah berlangsung.

Pengguna bitcoin ialah yang memiliki akun bitcoin wallet. Untuk dapat
diterimanya mahar bitcoin olch mempelai wanita dari mempelai pria maka mempelai
wanita berkeharusan untuk memiliki akun bitcoin wallet. Seorang mempelai wanita yang
tidak memiliki akun bitcoin wallet menjadikan mahar bitcoin yang disebutkan pada akad
nikah tidak dapat diterimanya. Oleh karenanya,mahar bitcoin yang dinyatakan tunai dan
diwakilkan dalam bentuk replika pada saat akad nikah sedangkan diketahui mempelai
wanita tidak memiliki akun bitcoin wallet tidak mengartikan bahwa mempelai pria telah
memenuhi kewajiban menyerahkan mahar. Namun, mempelai pria tersebut tetap
berkewajiban untuk menyerahkan bitcoin sesungguhnya, yaitu dengan mentransfer
bitcoin ketika mempelai wanita memiliki akun bitcoin wallet sesuai dengan disebutkan
dalam akad. Kecuali apabila mempelai pria yang menyatakan bahwa mahar adalah tunai
dan diwakilkan dalam bentuk replika, pada saat akad nikah tersebut telah menyerahkan
mahar bitcoin kepada akun bitcoin wallet mempelai wanita saat sebelum akad nikah,
maka mempelai pria tidak lagi berkewajiban untuk menyerahkan mahar karena ia telah
memenuhi kewajiban menyerahkan maharnya. 9

Selain itu, tunai mengartikan bahwa keberadaan barang dan/atau jasa yang
dijadikan sebagai mahar adalah benar adanya atau telah dimiliki mempelai pria
9
Nur Aisa Hilda. Bitcoin Sebagai Mahar Pernikahan dalam Prespektif Hukum Islam. Madura : Kementrian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Universitas Trunojoyo Madura. Hal.12.
sebagaimana hadis yang berbunyi “ Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ketika Ali RA
menikah dengan Fatimah RA, Rasulullah SAW berkata kepada Ali RA. “Berikanlah
sesuatu kepadanya.” Kemudian Ali RA menjawab, “Saya tidak punya apa-apa.”
Rasulullah SAW bersabda “Mana baju besimu?”.10

B. Ketentuan Mahar dalam KHI


Ketentuan mahar terdapat di bab V KHI adalah sebagai berikut : 11

- Kewajiban mempelai pria membayar mahar kepada calon mempelai wanita dengan
jumlah, bentuk dan jenisnya atas kesepakatan kedua pihak.
- Mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan.
- Mahar dilakukan secara tunai dan diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan
sejak itu menjadi hak pribadinya
- Penyerahan mahar boleh ditunda jikalau si wanita menyetujui. Mahar yang belum
diserahkan tersebut akan menjadi hutang
- Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan
- Kesalahan penyebutan mahar dan mahar masih hutang tidak menyebabkan
batalnya/sahnya perkawinan
- Suami yang mentalak isterinya qabla al dukhul wajib membayar setengah mahar yang
telah ditentukan dalam akad nikah
- Jika suami meninggal qabla dukhul otomatis keseluruhan mahar akan menjadi milik si
istri
- Apabila perceraian terjadi qabla al dukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka
suami wajib membayar mahar mitsil.
- Jika sebelum diberikan mahar tersebut hilang, maka mahar bisa diganti barang lain yang
serupa yang sama nilainya dan bisa dengan uang yang senilai mahar tersebut.
- Jikalau mahar nya cacat tetapi si istri menerimanya maka mahar dianggap lunas, berbeda
lagi jika istri menolak maka suami wajib mengganti apabila belum diganti dianggap
mahar belum dibayar.
- Misal terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan,
penyelesaiannya diajukan ke pengadilan agama.

C. Kasus Mahar di Dunia Cyber Perspektif Hukum Keluarga Islam

10
Tajuddin Anief, dkk.Terjemah Shahih Sunan Abu Daud I. Jakarta: Pustaka Azzam. 2002. Hal.824.
11
Kompilasi Hukum Islam. Pasal 30-38
Pada umumnya, mahar pernikahan yang digunakan oleh calon pasangan suami
istri di Indonesia adalah seperangkat alat sholat ataupun sejumlah uang yang telah
disepakati oleh kedua mempelai. Namun, pada tanggal 11 November 2017 di
Yogyakarta, ada perkawinan oleh pasangan Immanuel Fajar Widiantoro dan Dian
Mustikawati dengan maharnya menggunakan 1 bitcoin yang saat itu senilai
Rp.90.000.000. Perkawinan ini menjadi perbincangan hangat pengguna media sosial
karena hal tersebut merupakan kejadian pertama kali. Lalu pada 6 Januari 2018 di
Indramayu, pasangan Tsani Ulum dan Loviloveta Hendarto juga menggunakan bitcoin
sebagai mahar pernikahannya.

Bitcoin merupakan uang elektronik yang dibuat pada tahun 2009. Nama tersebut
juga dikaitkan dengan sebuah aplikasi. Bank Indonesia melalui siaran pers Nomor
16/6/Dkom pada tanggal 6 Februari 2014 menyatakan bahwa bitcoin bukan merupakan
alat pembayaran atau mata uang yang sah di Indonesia karena tidak diterbitkan oleh
otoritas moneter. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur
mengenai mahar sedangkan KHI hanya menjelaskan mengenai jumlah, bentuk dan
jenisnya mahar harus disepakati kedua calon mempelai dan tidak terdapat ketentuan
mengenai syarat-syarat mahar.

Ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hukum uang elektronik. Menurut


Syekh Salim Samiir dan Habib Abdullah bin Smith, uang elektronik adalah serupa
dengan duyun (hutang-piutang), dengan mencermati isi kandungannya berupa nuqud
yang bisa digunakan untuk muamalah. Menurut Syekh Muhammad Al-Unbaby dan
Habib Abdullah bin Abu Bakar, ia serupa dengan uang yang dicetak. 12 Namun karena
bitcoin tidak diakui oleh pemerintah sebagai mata uang atau alat pembayaran yang sah,
maka dapat disimpulkan bitcoin tidak dapat digunakan sebagai mahar dalam perkawinan.
Sedangkan bentuk mahar dalam syari’at Islam yaitu barang ataupun jasa. Namun, tidak
semua barang dapat dijadikan sebagai mahar pernikahan. Barang yang dapat dijadikan
mahar ialah harta atau benda yang memiliki harga, suci dan dapat diambil manfaatnya,
bukan barang ghasab.dan jelas keadaan barangnya.

12
https://islam.nu.or.id/post/read/86225/hukum-transaksi-dengan-bitcoin

Anda mungkin juga menyukai