Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PENENTUAN KADAR CASEIN, ENZIM DAN PENENTUAN


KADAR GLUKOSA
Dosen Pembimbing : Dr. Baiq Vera El-Viera, M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 2 Kelas IIC Non Reg
Cahyadi Suratman D1A181730
Siti Sarah Badriatul Zannah D1A181746
Syaiful Anwar D1A181......
Wiwin Farida D1A181......

LABORATORIUM KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL GHIFARI
BANDUNG
2019
BAB I
PENENTUAN KADAR KASEIN

A. Tujuan dan Prinsip Percobaan


Tujuan Percobaan
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan isolasi kasein dari susu sapi

B. Tinjauan Pustaka
Dasar Teori
Kasein merupakan sebuah fosfo protein. Kasein tidak dapat larut pada titiki
soelektriknya, pH 4.6, namun karena pH susu mendekati 7.0, tidak diragukan kasein
akan berada sebagai sebuah garam, yakni kalsium kaseinat.
Pada pengasaman susu, reaksi yang sama akan terjadi. Rennin juga akan
mengendapkan kasein. Bagaimanapun juga, hal ini tidak sepenuhnya benar, karena
pencernaan parsial juga ikut ambil bagian dalam reaksi tersebut, dimana beberap
afragmen dan protein akan memisah. Hal ini berbeda dengan pengendapan dengan
menggunakan asam yang hasil endapannya mengandung kalsium.
Hal ini dapat ditunjukan dengan menambahkan sejumlah asam oksalat
kedalam susu, dan akan melalui penyaringan, susu tanpa kalsium. Rennin, jika
dimasukkan kedalam susu tanpa kasium itu, tidak akan menggumpalkan kasein
dalam susu tersebut, dibandingkan dengan rennin yang akan menggumpalkan susu
biasa dalam beberapa menit. Penambahan berikutnya, garam kalsium yang dapat
larut, dalam jumlah berlebih, akan membawa gumpalan turun kedalam wadah. Bila
rennin ditambahkan kedalam susu yang dididihkan, tidak akan ada gumpalan, sebab
pemanasan telah menyebabkan kalsium menjadi terendapan sebagai Ca 3(PO4)2. Susu
yang digumpalkan atau “junket” sering digunakan dalam makanan Amerika. Pada
kondisi yang sesuai, enzimproteolitik lain akan menyebabkan susu menggumpal
dengan cara ini, namun rennin, enzim yang berada dalam perut keempat pada sapi
muda, sangat efektif dan sangatefektif dan sangat jelas efeknya terbatas pada
pencernaan ini (Kleiner and Orten, 1966).
C. Alat Dan Bahan
Alat : Bahan :
Gelas kimia - Kertas saringwhatman -42
Gelas arloji - Eter
Penyaring Buchner - Etanol 95%
Termometer - Buffer Na-Asetat
- air susu

D. Prosedur Percobaan
Langkah - Langkah Percobaan
Penimbangan bobot kertas saring kering
1. Siapkan kertas saring whatman-42 lalu panaskan dalam oven dengan suhu 105
2. Setelah dirasa kandungan uap airnya menguap,kertas saring dimasukan desikator suhu
kamar.
3. Lakukan penimbangan dan catat hasilnya, setelah ditimbang kertas jangan disentuh
dengan tangan

Pemisahan Kasein
1. Masukan 50 ml air susu kedalam gelas piala lalu hangatkan sampai 40o C
2. Hangatkan juga buffer asetat lalu tambahkan ke air susu sapi, lakukan pencampuran
dengan hati hati.
3. Lalu dinginkan suspense tersebut sampai temperature kamar dan diamkan 5 menit
sebelum di saring
4. Lakukan penyaringan dengan alat penyaringan buchner dan cuci dengan etanol 10 ml.
5. Mencuci kembali endapan dengan campuran etanol – eter (1:1) sebanyak 20 ml saring
dengan penyaring Buchner
6. Endapan kasein yang sudah kering diletakan di gelas arloji, kemudian keringkan lagi
dengan oven selama 10 menit.
7. Serbuk kasein ditimbang
E. Hasil Percobaan
Data Pengamatan

No Uraian Bobot (dalam gram)


1 Bobot kertas saring mula mula 0,34
2 Bobot kertas saring + kafein      0,86
3 Bobot kasein 0,52

Pembahasan
Dari hasil percobaan dapat diketahui kandungan kasein dalam susu ultra sebanyak 50
ml terkandung 0,52 grkasein.
Kertas kosong = 0,34 gr
Kertas dengan kasein = 0,86 gr

Persentase hasil = bobot kasein x 100 %


Volume susu

= 0,52 x 100%
50
= 1,04 %
Nilai Teoritis:
Rentang kadar kasein dalam susu: 2,1% - 6,4%.

Persentase kadar kasein dalam susu ultra yang kami peroleh dari
percobaan1,04% . Sesuai dengan rentang kadar kasein yang kami peroleh
dariliteratur, yakni 2,1%-6,4%. Namun, kadar kasein yang kami perolehdapat
merupakan jumlah yang bukan kadar yang sebenarnya. Hal ini dapatdisebabkan
karena beberapa hal, di antaranya:
- Adanya kasein yang tertinggal di dalam susu, kertas saring, dan kain saring.
- Serbuk kasein kering yang telah kami timbang masih mengandung air.
Kesimpulan
Untuk percobaan isolasi kasein pada sampel susu ultra ini menggunakan pengasaman
oleh asam asetat  untuk mengendapkan kasein. Pemisahan kasein dengan protein lain dapat
menggunakan etanol, di mana kasein tidak larut dalam etanol sehingga tetap berada sebagai
endapan sedangkan protein lain akan melarut. Berdasarkan percobaan, maka hasil kadar kasein
yang diperoleh dalam sampel susu ultra yaitu sebesar 1,04 %.
BAB II
PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM AMILASE

Pengaruh Suhu Terhadap Aktifitas Enzim

A. Tujuan dan Prinsip Percobaan

Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan kali ini adalah untuk mengetahui suhu optimum dari aktivitas ebzim
amylase yang terdapat pada saliva

Prinsip Percobaan
Menentukan keaktifan dari enzim amylase berdasarkan waktu penguraian amilum menjadi
glukosa oada berbagai temperature dan diuji dengan iodine pada interval waktu tertentu
sampai warna biru yang terbentuk berubah menjadi kuning bening.

B. Tinjauan Pustaka

Dasar Teori
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang
mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.
Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain
yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu
kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar
dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang
ditentukan oleh hormon sebagai promoter Sebagai contoh reaksi enzim :
X + C → XC (1)                                   XYC → CZ (3)
Y + XC → XYC (2)                               CZ → C + Z (4)
                                                            (Anonim, 2010)
Enzim dapat di temukan baik di hewan maupun tumbuhan. Salah satu enzim yang
terdapat pada tumbuhan adalah enzin amilase. Nama lain dari amilase adalah Diastate.
Enzim tersebut dapat menghidrolisis amilum jadi gula. Amilase dihasilkan oleh ole daun
atau biji yang sedang berkecamba. Aktifitas amilase dipengaruhi oleh bahan-bahan
anorganik, suhu, dan cahaya. pH optimum dari amilase menurut Hopkins, cole, dan green
(Miller, 1938) adalah 4,5 -  4,7 (Tim pengajar, 2010).
Banyak enzim yang telah dinamakan dengan menambah akhiran ase, kepada nama
subtratnya. Jadi, urease mengkatalis hidrolisis urea, dan arginase mengkatalis hidrolisis
arginin tetapi banyak enzim yang dinamakan dengan tidak menerangkan subtrtnya seperti
pepsin dan tripsin. Juga pada hakekatnya satu enzim yang sama dikenal dua atau lebih
nama, atau bahwa dua enzim yang berbeda telah di berikan nama yang sama. Karena itu,
dan karen hal-hal lain yang masih juga dengan terus meningkatnya jumlah enzim yang di
temukan, suatu dasar penemuan dan penggolongan enzim sistematis telah di kemukakan
oleh persetujuan internasional. Sistem ini menempatkan semua enzim dalam enam kelas
utama (Lehinger, 1982).
Enzim pertama kali dikenal sebagai protein oleh Summer pada tahun 1926 yang telah
berhasil mengisolasi uerase dari kata”pedang” (Jack Been). Urease adalah enzim yang
dapat megurangi urea menjadi CO2 dan NH3. Fungsi suatu enzim ialah sebagai sebuah
katalis oleh proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun diluar sel. Suatu enzim dapat
mempercepat reaksi 108 sampai 1010 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut
dilakukan tanpa katalis (Poedjiadi,1994).
Kebanyakan enzim memerlukan komponen lain untuk aktifitasnya. Komponen ini
biasanya disebut kofaktor. Kofaktor dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu gugs
prostatic, koenzim, dan aktivator metal (Girinda,1990).
Konformasi enzim sangat penting karena dapat menentukan aktifitas dari enzim itu
sendiri. Salah satu faktor yang berpengaruh pada enzim atau protein adalah keasaman
atau pH. Enzim mempunyai aktifitas paling besar pada pH optimumnya. Perubahan pH
dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun atau hilang sama sekali. Hal ini disebabkan
karena terjadinya perubahan konformasi akibat pecahnya ikatan ion dari gugus tertentu
(Rauf, 2005).
Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan dalam aktivitas biologis.
Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan sifatnya sangat khas. Dalam jumlah
yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal
tidak terjadi penyimpangan hasil reaksinya. Enzim akan kehilangan aktivitasnya karena
panas, asam dan basa kuat, pelarut organik atau apa saja yang bisa menyebabkan apakah
protein itu. Enzim dinyatakan mempunyai sifat yang sangat khas karena hanya bekerja
pada substrat tertentu (Girinda, 1990)

Menurut Campbell (2006) bahwa enzim memiliki sifat-sifat sebagai berikut :


a) Enzim merupakan biokatalisator
Enzim dapat mempercepat reaksi tapi tidak ikut bereaksi. Hal ini berarti
enzim tidak diperlukan jumlah banyak. Dalam jumlah sedikit saja enzim telah
dapat menyelenggarakan suatu perubahan yang beribu-ribu kali lebih berat dari
melekulnya sendiri.
b) Enzim bekerja secara spesifik
c) Enzim berupa koloid
d) Enzim dapat bereaksi dengan subtract asam maupun basa.
e) Enzim bersifat termolabil atau tidak  panas.
f) Enzim bekerja bersifat bolak-balik(irreversible)

Selama enzim memiliki sifat-sifat di atas, enzim juga di pengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
a) Suhu(tempratur) yaitu semakin tinggi suhu semakin besar aktifitas enzim.
b) pH derajat keasaman) yaitu pH optimum enzim dapat bersifat basa atau asam.
c) Konsentrasi enzim dan subtract yaitu berbanding lurus dengan kecepatan
reaksi.
d) Zat-zat penggiat (aktifator) yaitu garam-garam yang mengandung taksa (Hg)
dan sianida (Cn) dapat menghambat kerja enzim.

Menurut Meyes(1987), setiap enzim mengakatalisis sedikit reaksi (sering terjadi dalam
suatu reaksi kimia saja). Jadi, enzim merupakan biokatalisator untuk setiap reaksi
spesifik. Enzim dalam fungsi biologisnya sebagai katalisator dapat dibedakan menjadi :
a) Biokatalisator yang hanya terdiri dari protein sederhana
b) Biokatalisator yang bekerja sama dengan pendampingnya.
c) Bioktalisator yang terdiri dari protein majemuk, yaitu suatu protein yang
berkaitan erat dengan senyawa sederhana dan merupakan suatu kesatuan yang
utuh. Bagian non protein ini disebut gugus prostestik.

Menurut Sugiti (1996), pengaruh pH terhadap aktiviitas enzim adalah akan menyebabkan
hal-hal berikut :
a) Perubahan posisi kesetimbangan reaksi.
b) Perubahan keadaan ionisasi rantai samping asam amino dalam enzim.

Menurut Sasmitamiharja(1996), komponen enzim ada tiga yaitu:


a) Kafaktor
b) Koenzim
c) Prostestik

Menurut Poedjiadi (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim:


a) Konsentrasi enzimPada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi
bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
b) Konsentrasi substrat. Dengan konsentrasi enzim yang tetap, perubahan
substrat akan menambah kecepatan reaksi.
c) Suhu. Kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi, sehingga bagian
aktifnya terganggu, akibatnya konsentrasi spesifik enzim berkurang dan
kecepatan reaksinya turun.
d) Penagruh pH. Struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya, enzim
dapat terbentuk ion(+) atau (-) atau bermuatan ganda (switter ion). pH dapat
menyebabkan proses denaturasi yang dapat mengakibatkan menurunnya
aktivitas enzim.
Pengaruh inhibitor. Dapat berupa hambatan inversibelyang disebabkan oleh terjadinya
estruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih, yang terdapat pada molekul enzim.
Hambatan reversibel dapat berupa hambatan bersaing dan tak bersaing.
C. Alat Dan Bahan
Alat
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Pipet tetes
 Thermometer
 Kaki Tiga
 Bunsen
 Kawat Kasa
 Plat tetes
 Penjepit tabung
 Gelas ukur 10 ml
 Kertas label
Bahan
 Larutan Pati (amilum) 1%
 Enzim amylase
 Iodine 0.01 M
 Akuades
 Es Batu
 Pereaksi Benedict

D. Prosedur Percobaan
Langkah - Langkah Percobaan
 Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan m,asing masing diisi dengan 2.5
ml larutan pati 1%
 Kemudian siapkan pulan 4 tabung reaksi lain dan masing masing diisi dengan
1 ,l saliva encer (1:9)
 Tabung pertama yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer
dimasukan dalam air es (0oC)
 Tabung kedua yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer
ditempatkan pada suhu kamar (25oC)
 Tabung ketiga yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer
dimasukan dalam incubator (38oC)
 Tabung keempat yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer
dimasukan dalam penangas air (100oC)
 Semua tabung dibiarkan selama 5 menit dan kemudian pada masing masing
tabung berisi larutan pati dan saliva pada suhu yang sama dicampurkan.
 Biarkan masing masing tabung pada tempatnya selama 30 menit, pada setiap
interval 5 menit, diambi contoh dari masing masing larutan dan diteteskan
pada plat tetes kemudian ditetesi iodine 0.01 M sebanyak 1 tetes.
 Tabung yang terlebih dahulu mencapai titik akromik (berwarna kuning bening)
diuji dengan uji benedict.

E. Hasil Percobaan
Data Pengamatan
Pengaruh Suhu pada aktifitas enzim amilase
Warna
Waktu
Tabung 1 Tabung II Tabung III Tabung IV
(Menit)
0OC 25OC 38 OC 100OC
5 - - - +++
10 - - - ++++
15 - - - ++++
20 - - - ++++
25 - - - ++++
30 - - - ++++

Keterangan
++++ : BiruTua
+++ : Biru
++ : Biru muda

Uji Benedict
Saliva suhu 0°C Saliva suhu 25°C Saliva suhu 38°C
Reaksi - - -
Pembahasan
Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan
sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme.
Katalisator adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi,
substansi tersebut tidak berubah.
Enzim mempunyai cirri dimana kerjanya dipengaruhi oleh lingkungan.
Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap kerja enzim adalah pH. pH
optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam
atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi (Gaman & Sherrington, 1994).
Faktor yang mempengaruhi kerja enzim selain pH adalah suhu. Pada
percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
amilase. Semakin tinggi suhu, maka laju reaksinya akan semakin naik karena
proses inaktivasi enzim meningkat karena terjadi denaturasi. Proses denaturasi
terjadi karena enzim juga merupakan protein. Tetapi, aktivitas enzim akan
menurun drastis apabila telah mencapai batas suhu maksimumnya. Waktu
pemanasan mempunyai pengaruh terhadap aktivitas dan intensitas warna enzim.
Semakin lama waktu pemanasan,maka intensitas warnanya akan semakin gelap
karena aktivitas enzim akan semakin turun dan enzim akan memecah sehingga
aktivitas enzim akan berhenti ditandai dengan warna larutan yang semakin gelap .
Dalam uji benedict ini digunakan benedict untuk mengetahui ada tidaknya
gula pereaksi dalam suatu larutan dengan indicator, yaitu perubahan warna
menjadi merah bata. Prinsip uji benedict adalah adanya gugus aldehid atau keton
bebas gula akan mereduksi kuprioksida dalam pereaksi benedict menjadi
kuprioksida yang berwarna merah bata. Reaksi dariuji benedict adalah gula reduksi
mempunyai kemampuan mereduksi ion Cu++ yang mengendap jadi CuO, endapan
yang diperoleh berupa endapan merah bata. Selain itu menurut poediijadi (2009)
endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah. Warna endapan
tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa.
Pada praktikum ini, pengamatan sampel menggunakan saliva lalu
ditambahkan indicator benedict setelah itu dipanaskan, tetapi tidak menunjukan
adanya endapan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
poediijadi (2009) bahwa seharusnya pada saat saliva ditetesi dengan indicator
benedict akan terbentuk endapan merah bata. Selain itu kurangnya ketelitian
praktikum dalam membaca skala yang ada pada alat juga mempengaruhi
berjalannya reaksi. Saliva direaksikan dengan asam asetat dan menghasilkan
endapan putih. Penambahan asam asetat berfungsi untuk mengendapkan musin
yang terdapat dalam saliva dan CH3COOH dapat mengubah struktur dariprotein
pada saliva, sehingga terjadi denaturasi yang menyebabkan pengggumpalan
protein. Kemudian dilakukan pemisahan endapan yang terbentuk dengan larutan,
lalu dilakukan proses penyaringan dan filtrate dibagi menjadi 2 bagian untuk
dilakukan pengujian benedict dan molish. Fungsi dariuji benedict adalah untuk
mengetahui adanya gula pereduksi dalam saliva sedangkan untuk uji molish untuk
mengetahui adanya kandungan karbohidrat dalam saliva. Pada uji benedict
menghasilkan larutan berwarna biru yang berarti saliva tidak mengandung gula
pereduksi.

Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari percobaan diatas yaitu aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu,
dimana aktifitas enzim akan menjadi cepat apabila terjadi pada suhu optimum, namun
apabila telah melewati suhu optimum, maka aktifitas enzim akan kembali menurun. Suhu
optimum untuk kerja enzim adalah 38oC dan pH kerja saliva 7.
Suhu yang tinggi akan menyebabkan percepatan pemecahan atau perusakan enzim, dan pada
sampel saliva yang diuji, saliva mengandung senyawa anorganik seperti ion Cl–dengan
adanya endapan putih AgCl3.

Pengaruh pH Terhadap Aktifitas Enzim Amilase

A. Tujuan dan Prinsip Percobaan


Tujuan Percobaan
Menentukan pH optimum dan enzim amilase yang terdapat dalam saliva.
Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini ialah menentukan keaktifan dari enzim amilase
berdasarkan waktu penguraian amilum menjadi glukosa pada berbagai pH dengan
penambahan iodin sebagai indikator yang memberi warna biru yang akan berubah
menjadi tidak berwarna.

B. Tinjauan Pustaka

Dasar Teori
Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia
didalam sistem biologi . Satu jenis enzim mengkatalisis satu jenis substrat saja, jadi
enzim adalah katalisator yang reaksi-spesifik. Enzim bekerja dengan mengurangi energi
aktivasi dari substrat tertentu. Mekanisme kerja enzim yaitu dengan terikat sementara
ke substrat untuk membentuk sebuah kompleks enzim-substrat yang lebih tidak stabil
dibanding substrat jika berdiri sendiri. Ini menyebabkan substrat mudah bereaksi.
Dengan demikian substrat tereksitasi ke tingkat energi lebih rendah dengan
membentuk produk reaksi yang baru. Selama berlangsungnya reaksi, enzim
dilepaskan dalam keadaan tidak berubah. Pelepasan enzim tetap utuh sehingga bisa
terus bereaksi dan menyebabkan enzim tetap efektif meski dalam jumlah yang sangat
kecil. Kegiatan enzim dapat berlangsung dengan baik jika kondisi lingkungannya
mendukung (Ompusunggu dkk, 2012).

Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama perubahan suhu dan
pH yang mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim
juga dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Pengaruh
aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan juga
merupakan faktor-faktor yang penting. Hasil reaksi enzim juga dapat menghambat
kecepatan reaksi (Ompusunggu dkk, 2012).
Enzim, saat ini merupakan unsur penting yang digunakan dalam industri tekstil, industri
kulit kertas dan sebagian besar produk makanan dan minuman. Penggunaan enzim pada
produk pangan dapat membatasi penggunaan bahan aditif kimia, terutama dalam
pembuatan roti dan produk fermentasi lainnya. Beberapa keuntungan penggunaan
enzim dalam pengolahan pangan adalah aman terhadap kesehatan karena bahan alami,
mengkatalisis reaksi yang sangat spesifik tanpa efek samping, aktif pada konsentrasi yang
rendah, dapat diinaktivasi, dan dapat digunakan sebagai indikator kesesuaian proses
pengolahan (Ompusunggu dkk, 2012).

Ada dua skenario mengenai penggunaan enzim, baik enzim yang digunakan untuk
mengubah bahan mentah menjadi produk utama, atau enzim yang digunakan sebagai
aditif untuk mengubah suatu karakteristik fungsional produk. Dalam kasus pertama,
proses enzimatik dilakukan dalam kondisi dioptimalkan dan dikendalikan untuk
meningkatkan potensi katalitik dari enzim, sedangkan pada situasi kedua lebih sulit
untuk menjamin kondisi optimal dan kontrol reaksi enzimatik. Sebuah contoh dari kasus
pertama adalah penggunaan glukosa isomerase untuk produksi high-fructose syrups
(HFS), dan contoh kedua adalah penggunaan protease jamur dalam membuat
adonan roti. Beberapa enzim yang digunakan dalam industri pengolahan pangan
seperti diastase atau amilase,AMP deaminase, bromelain, katalase, selulase, kimosin,
dekstranase, galaktosidase, glukanase, glukoamilase, protease, invertase, maltase,
zymase, pektinase dan laktase (Ompusunggu dkk, 2012).

Aktivitas enzim amilase dari ekstrak kecambah tertinggi diperoleh pada pH 9


dengan aktivitas 0,0207 detik-1. Aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya,
perubahan struktur akan menyebabkan perubahan aktivitas enzim. Pada pH optimum
konformasi enzim berada pada kondisi yang ideal. Hal ini menyebabkan interaksi
antara enzim dan substrat menjadi maksimal. Pada suasana yang terlalu asam atau basa,
kanformasinya berubah sehingga aktivitas enzim akan terganggu. Perubahan tingkat
keasaman akan meyebabkan terjadinya penurunan aktivitas (Bahri dkk, 2012).

Konsentrasi substrat adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas
enzim amilase. Penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan aktivitas enzim
sampai mencapai batas maksimum. Pada kondisi tersebut semua enzim telah jenuh
dengan substrat, sehingga penambahan substrat sudah tidak akan meningkatkan
aktivitas enzim amilase. Pada konsentrasi substrat yang rendah, sisi aktif tempat
terjadinya kontak antara enzim dan substrat hanya menampung substrat yang sedikit.
Dalam kondisi ini konsentrasi kompleks enzim-substrat sedikit dan menyebabkan
aktivitas enzim kecil. Bila konsentrasi substrat diperbesar, maka semakin banyak
substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada sisi aktif tersebut. Akibatnya
kompleks enzim-substrat semakin besar dan aktivitas enzim juga semakin besar (Bahri
dkk, 2012).

Enzim α–amilase adalah enzim yang berfungsi untuk memecah ikatan α – 1,4 glikosida
dari molekul pati menjadi maltosa. α–amilase merupakan salah satu enzim ekstraseluler
komersial yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, sehingga banyak digunakan
dalam berbagai bidang industri seperti industri pati, roti, alkohol, kertas, tekstil, gula, dan
industri detergen. Enzim α–amilase merupakan enzim ekstraseluler sehingga dalam
proses isolasinya tidak memerlukan pemecahan sel (Sebayang, 2005).

PH optimum enzim amilase bekerja adalah 6,0. pH berhubungan dengan struktur enzim
yang terdiri dari asam-asam amino. Perubahan pH dalam suatu larutan menunjukkan
perubahan-perubahan jumlah ion H+ yang ada dalam larutan. Jumlah ion yang ada akan
mempengaruhi struktur enzim yang terdiri dari asam-asam amino, terutama pada ikatan
hidrogennya karena aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya maka perubahan
struktur akan menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas enzim. Sedangkan pada pH
optimum jumlah ion H+ tidak mempengaruhi konformasi enzim sehingga konformasi
substrat sama dengan konformasi enzim. Hal ini menyebabkan interaksi antara enzim dan
substrat meningkat, sedangkan pada pH optimum aktivitas enzim paling tinggi
(Sebayang, 2005).

Suhu optimum enzim α-amilase adalah 60ºC, kenaikan suhu menyebabkan aktivitas
enzim meningkat sampai mencapai suhu optimum. Setelah mencapai kondisi optimum
terlihat bahwa aktivitas enzim menurun. Terjadinya penurunan aktivitas ini diperkirakan
karena pada suhu tinggi struktur tertier enzim yang terdiri dari ikatan bukan kovalen atau
elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan disulfida dan ikatan hidrofobik bila menyerap energi
tinggi akan terjadi pemutusan dan mengakibatkan terjadinya pembukaan struktur tersier
dan kuartener yang menyebabkan konformasi enzim berubah dan menyebabkan
aktivitasnya menurun (Sebayang, 2005).

Pati tidak larut dalam air dan dalam analisis pati, memberikan warna biru dengan
iodium. Hasil hidrolisis pati/amilum adalah glukosa. Hidrolisis pati akan terjadi pada
pemanasan dengan asam encer dimana berturut-turut akan dibentuk amilosa yang
memberi warna biru dengan iodium, amilopektin yang memberi warna merah
dengan iodium. Pati sagu disebut juga poliglukosa, karena unit monomernya glukosa.
Kadar pati merupakan banyaknya pati yang terkandung dalam bahan kering yang
dinyatakan dalam persen. (Manatar dkk, 2012).

Penambahan iodium akan terbentuk kompleks pati dan iodium kompleks ini dapat
mengendap yang kemudian dapat ditentukan dengan mengukur konsentrasi warna
biru yang terbentuk dengan menggunakan spektrofotometer.Metode ini digunakan
untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung dalam larutan tersebut. Reaksi
positifnya ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Warna biru yang
dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum dengan iodin.
Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodin kemudian dipanaskan, warna yang
dihasilkan sebagai hasil dari reaksi yang positif akan menghilang.Sewaktu
didinginkan warna biru akan muncul kembali (Manatar dkk, 2012).

Keadaan pohon dari suatu sampel sangat berhubungan dengan kandungan pati yang
dihasilkan sampel karena faktor pohon yang masih berproduksi dapat menghasilkan
pati di dalam batang pohon, sedangkan untuk pohon yang sudah tidak berproduksi,
produktivitas kandungan pati pada pohon akan menurun (Manatar dkk, 2012).

Alat Dan Bahan


Alat
 Larutan Kanji 1% (amilum)
 Saliva Encer (1:9)
 NaCl 0,1 M
 Asam Asetat
 Larutan Buffer Fosfat ( pH 8,0; 7,4; 6,8; 6,0 dan 5,7 )
 Iodin 0,01 M
 Aquadest
Bahan
 Tabung reaksi (5)
 Pipet tetes
 Gelas ukur 10 mL
 Gelas ukur 25 mL
 Inkubator

Prosedur Percobaan
Langkah - Langkah Percobaan
 Siapkan 5 buah tabung reaksi.
 Masing-masing tabung reaksi diisi dengan larutan buffer fosfat dengan masing-
masing pH yang tersedia.
 Kemudian ke dalam larutan buffer tersebut ditambahkan 1 mL NaCl dan 1 mL
amilum.
 Kemudian semua tabung ditambahkan dengan 5 tetes iodin 0,01 M, kecuali
larutan dengan pH 8 dan 7,4 diasamkan dengan 1 mL asam asetat sebelum
penambahan iodin.
 Semua tabung ditempatkan dalam inkubator dengan suhu 38oC selama 5 menit.
 Setelah 5 menit, ditambahkan saliva encer sebanyak 2 mL.
 Kemudian dimasukkan kembali kedalam inkubator dan diamati selama 30
menit.
 Perubahan warna pada tabung reaksi diperhatikan tiap interval 5 menit. Dicatat
perubahan dan waktu yang dibutuhkan.
Hasil Percobaan
Data Pengamatan
Tabel pengaruh pH terhadap aktifitas enzim amilase

Waktu Warna
pH 8,0 pH 7,4 pH 6,8 pH 6,0 pH 5,7
(menit)
5 ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
10 +++ ++++ ++++ ++++ ++++
15 +++ ++++ ++++ ++++ +++
20 +++ ++++ ++++ ++++ +++
25 +++ ++++ +++ ++++ +++
30 +++ ++++ +++ ++++ +++

Keterangan :
++++ : Biru tua
+++ : Biru
++ : Biru muda

Pembahasan
Dari hasil percobaan yang dilakukan didapatkan hasil perubahan warna
pada tabung dengan pH 8,0 mengalami perubahan warna yang cepat yaitu pada
menit ke-10 yang mengalami perubahan warna dari biru tua menjadi biru. Pada
tabung dengan pH 8,0 dan 7,4 ini diasamkan dengan 1 mL asam asetat untuk
menurunkan pH pada larutan basa tersebut.

Pada tabung dengan pH 5,7 mengalami perubahan warna dari warna biru
tua menjadi biru pada menit ke-15 kemudian disusul perubahan warna pada tabung
dengan pH 6,8 dari biru tua menjadi biru pada menit ke-25. Sedangkan larutan
yang tidak mengalami perubahan warna adalah larutan pada tabung dengan pH 7,4
dan 6,0.

Pada percobaan ini larutan yang bekerja pada pH optimum yaitu larutan
dengan pH 8,0 karena larutan ini mengalami perubahan warna yang cepat.
Sedangkan menurut teori, enzim beraktivitas optimal pada pH 5-7. hal yang
menyebabkan enzim pada bekerja tidak optimal pada percobaan ini mungkin
disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim salah satunya
yaitu saliva yang terlambat dimasukkan ke dalam inkubator, tidak stabilnya suhu
dalam inkubator dan kekurangan atau kelebihan pemberian reagen pada larutan.

Kesimpulan
Pada dasarnya enzim amilase akan memecah atau menghidrolisis amilum menjadi
glukosa. Dimana pada keadaan yang sedikit asam atau basa (tidak pada pH normal) akan
menurunkan aktivitas enzim, karena pada desarnya enzim amilase bekerja optimum pada
pH 7 (netral).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pH
berpengaruh terhadap aktivitas enzim Amilase, meskipun perubahan pH yang terjadi
tidak terlalu signifikan.

BAB III
PENENTUAN KADAR GLUKOSA

A. Tujuan dan Prinsip Percobaan

Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui kadar glukosa pada suatu sampel
Prinsip Percobaan
Berdasarkan reaksi pada titrasi iodimetri. Titrasi iodimetri adalah metode titrasi
yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi

B. Tinjauan Pustaka

Dasar Teori
Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin
sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari
sistem iodin-iodida di mana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam
suasana netral sedikit asam (pH 5-8) (Mei Zega, 17: 2009).
Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Larutan
iodin sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam kalium iodida pekat. Larutan
titer iodin dibuat dengan melarutkan iodin ke dalam larutan KI pekat. Larutan ini
dibakukan dengan arsen (III) oksida atau larutan baku natrium tiosulfat (Mei Zega,
18: 2009).
Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu
atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan
kloroform, dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik kahir
dari titrasi-titrasi. Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji
lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin kanji
bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin (Underwood, 296: 1998).

C. Alat Dan Bahan


Alat yang digunakan

a) Erlenmeyer
b) Gelas ukur
c) Buret
Bahan yang digunakan
a) Indikator larutan kanji
b) Larutan Natrium Karbonat 14,3%
c) Larutan yodium 0,1 N
d) Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N
e) Aquadest
f) Asam klorida encer

D. Prosedur Percobaan
Langkah - Langkah Percobaan
1. Timbang sampel padat yang mengandung 100mg glukosa.
2. Larutkan dalam 50 ml air suling idalam erlenmeyer bertutup.
3. Tambahkan 25ml yodium 0,1 N dan 10ml larutan Natruim Karbonat 14,3% dan
tutup. Lalu biakan selama 10 menit di tempat gelap.
4. Lalu tambahkan 15ml asam klorida encer.
5. Lalu titrasi dengan natrium tiosulfat 0,1N sampai terjadi perubahan warna
kuning lemah.
6. Lalu tambahkan indikator kanji 1% sebanyak 1 ml dan lanjutkan titrasi sampai
warna biru hilang.
7. Lakukan titrasi 3 kali
8. Dan hitung kadar glukosa.

E. Hasil Percobaan
Data Pengamatan
Perhitungan

Pengujian Volume Natrium Volume sampel (+ yodium Volume setelah


ke- tiosulfat 0,1N ( mL ) + natrium karbonat)(mL) ditambahkan larutan
kanji 1% 1mL (mL)
1 0 mL 5,6 mL 5 mL 0,6 mL
2 5,6 mL 11,7 mL 5,3 mL 0,8 mL
3 11,7 mL 17,5 mL 5, 3 mL 0,5 mL
Volume Rata-rata 5,2 mL 0,63 mL

Penentuan kadar glukosa


V 1 N 1=V 2 N 2
25 mL x 0,1 N =0,63 mL x N 2
25 mL x 0,1 N
N 2=
0,63 mL
N 2=3,968 N

Pembahasan
Praktikum penentuan kadar glukosa ini berdasarkan pengujian titrasi
iodimetri.yang menentukan kadar glukosa pada suatu sampel. Setelah melakukan
praktikum,kadar glukosa pada sampel adalah 3,968 N.

Untuk karbohidrat kompleks terdiri atas (Almatsier, 2010):

1. Polisakarida yang terdiri atas lebih dari dua ikatan monosakarida.


2. Serat yang dinamakan juga polisakarida nonpati.

Polisakarida tersusun dari banyak unit monosakarida yang terikat antara satu
dengan yang lain melalui ikatan glikosida. Hidrolisis total dari polisakarida
menghasilkan monosakarida (Tim Dosen, 2010).

Polisakarida dapat dihidrolisis oleh asam atau enzim tertentu yang kerjanya
spesifik. Hidrolisis sebagian polisakarida menghasilkan oligosakarida dan dapat
digunakan untuk menentukan struktur molekul polisakarida (Sirajuddin dan Najamuddin,
2011).
Karbohidrat kompleks ini dapat mengandung sampai tiga ribu unit gula sederhana
yang tersusun dalam bentuk rantai panjang lurus atau bercaban. Gula sederhana ini
terutama adalah glukosa. Jenis polisakarida yang penting dalam ilmu gizi adalah pati,
dekstrin, glikogen, dan polisakarida nonpati (Almatsier, 2010).

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari serangkaian percobaan penentuan kadar glukosa
diatas yaitu, Penambahan 25 mL yodium 0,1 N dan 10 mL larutan natrium karbonat
14,3% bertujuan sebagai indikator yang saling mengikat antar molekul, sehingga ketika
penambahan asam klorida encer, dan ketika di titrasi maka akan mudah melihat titik
ekuivalen dari titrasi tersebut.

Selanjutnya, pada penyimpanan dalam wadah tertutup dan tempat gelap bertujuan
untuk mencegah cahaya mempengaruhi yodium. Dikarenakan jika yodium terkena
cahaya meskipun hanya sedikit makan yodium akan teroksidasi.

Penambahan HCl encer sebanyak 15 mL, bertujuan untuk menghidrolisis atau


menguraikan polisakadira menjadi monosakarida.

DAFAR PUSTAKA

Hanifah, Hesty Nur. 2017. Modul Praktikum Biokimia. Bandung : Universitas Al-Ghifari.
https://id.wikipedia.org/wiki/Amilase
Martoharsono, S. (1994). Biokimiajilid 1. GadjahMada University Press. Yogyakarta.
Tranggono,B.S. (1989). Petunjuk Laboratorium Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangandan Gizi. Yogyakarta.
Tranggono&Sutardi. (1990). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Gajah Mada university
Press. Yogyakarta.
Sadikin, Mohamad. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta : Widya Medika.
Nusantara Caraka.2014. Takukah anda apa itu enzim. http://www.akacn.ac.id/artikel/tahukah-
anda-apa-itu-enzim. diakses pada tanggal 24 juli 2019. pukul 22.13 WIB.

Masitoh Siti. Titrasi iodimetri penentuan kadar vitamin c.


https://id.scribd.com/doc/219832190/TITRASI-IODIMETRI. diakses pada tanggal 28 juli 2019.
pukul 19.50 WIB

Rezaharsamto.2019. praktikum analisis kadar gula.


https://www.academia.edu/32882942/PRAKTIKUM_ANALISIS_KADAR_GULA. diakses
pada tanggal 31juli 2019 pukul 19.05 WIB.

LAMPIRAN

Foto Praktikum

Anda mungkin juga menyukai