Asuhan Keperawatan Osteoporosis Dikonversi
Asuhan Keperawatan Osteoporosis Dikonversi
OSTEOPOROSIS
Disusun oleh
NIM. PO.71.20.1.14.011
Tingkat 1 A
Segala puji syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT, dimana atas segala
rahmat dan izin-nya, saya dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Osteoporosis. Asuhan Keperawatan ini saya buat dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini
terutama kepada bapak Ns, Lukman, S.Kep., MM., M.Kep selaku dosen
pembimbing penyusunan asuhan keperawatan ini.
Semoga asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
memerlukan khususnya saya sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam asuhan
keperawatan ini. Untuk itu saya berharap adanya kritik dan saran yang
membangun guna keberhasilan penulisan yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…...........................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan….....................................................................................1
1.3 Tujuan…..................................................................................................2
Bab IV Penutup…..........................................................................................36
4.1 Kesimpulan…..........................................................................................36
4.2 Saran…....................................................................................................36
Daftar Pustaka................................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
1
hubunga antara perempuan osteoporosis karena menaupose akibat penurunan
hormone esterogen , (Siswono, 2003).
Dengan mengetahui faktor resiko osteoporosis, kita dapat memperkirakan
penyebab atau suatu hal yang dapat mempermudah terjadinya osteoporosis.
Konsep ini sangat bermanfaat dalam upaya mengurangi angka kecacatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Klasifikasi
2.3 Etiologi
a. Faktor genetik
b. Faktor mekanis
a. Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak
ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap
individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban
mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar,
kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan
dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang
lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang
sama.
b. Faktor mekanis
c. Kalsium
d. Protein
e. Estrogen
g. Alkohol
1. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak dan
lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada usia 30-35
tahun.
2. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai turun
(osteopenia).
3. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan
sentuhan atau benturan ringan.
4. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan timbul
akibat patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak , bahkan mengalami stres
dan depresi (Waluyo, 2009).
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi
suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu
proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan
dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar dari pada
proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan
keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun
pria akan mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5%
setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa
pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut
pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause,
proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause
massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita
penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini
berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.
Manifestasi osteoporosis :
6. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas atau karena suatu pergerakan yang salah
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan
atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang
panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi karena adalah patah tulang lengan di
daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles,
Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami secara perlahan.
2. Densitometri US (ultrasound)
Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat didiagnosis dengan
pengukuran ultrsound, yaitu dengan mengunakan alat quantitative
ultrasound (QUS). Hasil pemeriksaan ini ditentukan dengan gelombang suara,
karena cepat atau tidaknya gelombang suara yang bergerak pada tulang dapat
terdeteksi dengan alat QUS. Jika suara terasa lambat, berarti tulang yang dimiliki
padat. Akan tetapi, jika suara cepat, maka tulang kortikal luar dan trabekular
interior tipis.Pada beberapa penelitian,menyatakan bahwa dengan QUS dapat
mengetahui kualitas tulang, akan tetapi QUS dan DXA sama-sama dapat
memperkirakan patah tulang . (Lane, 2003).
Dengan alat ini, seseorang tidak akan terpapar radiasi karena
tidak menggunakan sinar X. Kelemahan alat ini, yaitu tidak memiliki
ketelitian yang baik (saat dilakukan pengukuran ulang sering terjadi kesalahan),
tidak baik dalam mengawasi pengobatan (perubahan massa tulang) (Cosman,
2009).
1. Radiologic
2. Radioisotope
2.10 Penatalaksanaan
2.11 Komplikasi
2.12 Pencegahan
Studi lintas budaya telah menemukan hubungan yang kuat antara asupan
protein hewani dan risiko patah tulang pinggul. Tingginya asupan daging (lima
atau lebih porsi per minggu) secara signifikan meningkatkan risiko retak tulang
lengan bawah pada perempuan, dibandingkan dengan makan daging kurang dari
sekali per minggu. Wanita lansia yang mengkonsumsi sejumlah besar daging
kehilangan tulang lebih cepat dan risiko lebih besar terkena retak tulang
pinggul.Risiko masalah tulang tampaknya berkurang ketika protein hewani diganti
dengan protein dari sumber nabati, terutama kedelai. Dalam studi klinis dengan
wanita menopause, makanan kedelai telah ditemukan mencegah keropos tulang.
Penelitian telah menunjukkan hubungan positif antara protein kedelai dan
kepadatan mineral tulang pada wanita menopause. Hal ini mungkin karena
konsentrasi senyawa yang relatif tinggi yang disebut isoflavon dalam protein
nabati.
Studi telah menemukan bahwa asupan lemak yang lebih tinggi dikaitkan
dengan kehilangan tulang yang lebih besar dan risiko patah tulang lebih besar.
Mekanisme yang mungkin meliputi kecenderungan asupan lemak yang berlebihan
mengurangi penyerapan kalsium dan mempengaruhi produksi hormon. Secara
khusus, asam lemak omega-6 dapat menyebabkan hilangnya tulang dengan
mengorbankan pembentukan tulang baru.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Anamnese
a) Identitas
a. Identitas klien
b) Riwayat Kesehatan
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
b. B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan
pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien
dapat mengeluh pusing dan gelisah.
d. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone)
3. Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks
dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
b) CT-Scan
Definisi:
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti
(International Association for the study of pain), awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Batasan karakteristik:
Kriteria Hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal
Hasil NOC:
Ambulasi; kemampuan untuk berjalan dari satu tempat ketempat lain secara
mandiri atau dengan alat bantu
Ambulasi: kursi roda; kemampuan untuk berjalan dari satu tempat ketempat
lain dengan kursi roda
Keseimbangan; kemampuan untuk mempertahankan keseimbangkan postur
tubuh
Performa mekanika tubuh; tindakan individu untuk mempertahankan
kesejajaran tubuh yang sesuai dan untuk mencegah peregangan otot skeletal
Gerakan terkoordinasi; kemampuan otot untuk bekerjasama secara volunteer
dalam menghasilkan suatu gerakan yang terarah
Pergerakan sendi: aktif (sebutkan sendinya); rentang pergerakan sendi………
aktif dengan gerakan atas inisiatif sendiri
Mobilitas; kemampuan untuk bergerak secara terarah dalam lingkungan
sendiri dengan atau tanpa alat bantu
Fungsi skeletal; kemampuan tulang untuk menyokong tubuh dan
memdasilitasi pergerakan
Performa berpindah; kemmapuan untuk mengubah letak tubuh secara mandiri
atau dengan alat bantu.
Indikator 1 2 3 4 5
Keseimbangan
Koordinasi
Performa posisi tubuh
Pergerakan sendi dan otot
berjalan
Bergerak dengan mudah
Pasien akan:
memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
meminta bantuan untuk aktivitas mobilitas jika perlu
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat
bantu menyangga berat badan
berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar
berpindah dari dank e kursi atau dari kursi
menggunakan kursi roda secara efektif
Definisi:
Suatu kondisi individu yang berisiko untuk mengalami cedera sebagai akibat dari
kondisi lingkungan yang berhubungan dengan sumber-sumber adaptif dan
pertahanan.
Faktor-fakto resiko:
Faktor Risiko :
1. Eksternal :
· Biologis ( tingkat imunisasi komunitas, mikroorganisme)
· Kimia (misalnya, racun,polutan, obat-obatan, agen farmasi, alkohol,
nikotin, pengawet,kosmetik, pewarna)
· Orang (agen nosokomial, pola pemupukan, pola-pola kognitif, afektif dan
psikomotor)
· Jenis transportasi
· Nutrisi (vitamin, jenis makanan)
· Fisik (desain, struktur, dan penataan komunitas, bangunan, dan /perlengkapan)
2. Internal :
· Profil darah yang abnormal (leukositosis atau leukopenia, perubahan faktor
penggumpalan darah, trombosiopenia, menurunnya kadar hemoglobin)
· Disfungsi biokimia
· Usia perkembangan (psikologis,psikososial)
· Disfungsi efektor
· Penyakit imun/ autoimun
· Disfungsi integratif
· Malnutrisi
· Fisik (kulit terkelupas, perubahan mobilitas)
· Psikologis (orientasi afektif)
· Disfungsi sensori
· Hipoksia jaringan
Tujuan (Nursing Outcome Classification/NOC)
- Risk Control
Kriteria Hasil :
· Kontrol Risiko
· Perilaku Keamanan : Pencegahan Jatuh
· Perilaku Keamanan : Lingkungan Fisik Rumah
· Perilaku Keamanan : Pribadi
· Status Kemanan : Kejadian Jatuh
· Status Keamanan : Cedera Fisik
· Kontrol Gejala
Manajemen Lingkungan
Definisi : monitor dan kondisikan lingkungan fisik untuk keamanan
Aktifitas
· indentifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan level fisik dan fungsi
koognitif serta riwayat kebiasaan sebelumnya.
· Indentifikasi benda-benda beresiko di lingkungan.
· Pindahkan benda-benda berbahaya dari lingkungan pasien
· Modifikasi lingkungan meminimalisir bahaya dan resiko
· Siapkan pasien dengan telfon emergency
· Beritahu pasien terhadap resiko individual dan kelompok mengenai bahaya
dan resiko
· Kolaborasikan dengan petugas lain untuk meningkatakan keamanan
Lingkungan.
Batasan karakteristik:
memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku
yang tidak sesuai.
3.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi :
Nyeri berkurang
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Sain, Iwan S.Kep. ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang :
OSTEOPOROSIS(41_2.pdf).
(www.stikeskusumahusada.ac.id/images/file/ 41.pdf) diakses tanggal 19
Maret 2016.
http://titinrestantikaharu.blogspot.co.id/2014/06/askep-osteoporosis.html diakses
tanggal 19 Maret 2016.
http://dwihardiyanti25.blogspot.co.id/2012/06/asuhan-keperawatan-pada-
klien.html diakses tanggal 19 Maret 2016.
https://www.academia.edu/9249133/Asuhan_keperawatan_Osteoporosis diakses
tanggal 19 Maret 2016.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22611/4/Chapter%20II.pdf diakses
tanggal 19 Maret 2016.
http://nursingawesome.blogspot.co.id/2014/03/laporan-pendahuluan-
osteoporosis.html diakses tanggal 19 Maret 2016.
http://notekedokteran.blogspot.com/2012/12/osteoporosis-pagets-desease-dan-
rickets.html diakses tanggal 19 Maret 2016.