Anda di halaman 1dari 3

8.

1 Penatalaksanaan Konsevatif (Non-operatif)

Penatalaksanaan konservatif adalah dengan pemberian obat-obatan tanpa


operasi. Penatalaksanaan konsevatif bermanfaat ketika operasi apendektomi tidak
dapat dilakukan atau sangat berisiko tinggi untuk dilakukan. Menurut Surgical
Infection Society and the Infectious Society of America tahun 2009,
penatalaksanaan non-operatif pada pasien apendisitis akut nonperforasi dapat
dipertimbangkan jika ditemukan perbaikan gejala yang bermakna sebelum operasi
(level of evidence B-II). Apendisitis sederhana pada dewasa bisa berhasil diobati
dengan antibiotik, tetapi angka kejadian peritonitis dalam 30 hari lebih tinggi
daripada pasien yang dilakukan operasi apendektomi, serta dijumpai angka
kekambuhan 15 % dalam 1 tahun (level 1 [likely reliable] evidence).1

Namun, penatalaksanaan konservatif dengan antibiotik pada anak dengan


apendisitis akut masih merupakan hal yang baru dan perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut sebelum direkomendasikan untuk praktik rutin. Namun, menurut
sebuah penelitian meta-analisis menyimpulkan bahwa walaupun antibiotik dapat
digunakan sebagai terapi primer pada apendisitis sederhana, operasi apendektomi
masih menjadi terapi definitif untuk apendisitis akut.1

Namun, bila setelah tiga hari pemberian antibiotik intravena, tidak ada
perbaikan yang bermakna, penatalaksanaan konservatif dianggap gagal. Risiko
kegagalan terapi konservatif meningkat pada pasien anak dengan apendisitis
perforasi yang ditemukan apendikolit (41,7 %) dibandingan dengan yang tidak
ditemukan apendikolit (13 %), tetapi lokasi apendikolit tidak menjadi prediktor
terjadinya kegagalan.1

CT scan dapat memprediksi kegegalan penatalaksanaan konservatif pada


anak dengan apendisitis perforasi (level 2 [mid level] evidence).1

8.2 Penatalaksanaan Operatif (Apendektomi)

Apendektomi merupakan terapi definitif pada apendisitis karena dapat


dicapai perbaikan spontan setelah apendektomi dan angka kekambuhan setelah
terapi konservatif dengan antibiotik cukup besar (14 – 35 %).1
Indikasi apendektomi adalah:1

 Pasien dengan gejala klasik apendisitis, pemeriksaan fisik dan


laboratorium yang mendukung apendisitis.
 Pasien dengan gejala atipikal dan temuan radiografi konsisten dengan
apendisitis.
 Pasien dengan gejala atipikal yang mengalami perburukan (nyeri menetap
dan suhu meningkat, pemeriksaan klinis memburuk, leukosit meningkat)

Tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan operasi apendektomi. Akan tetapi,


pasien dengan abses periapendiks yang berbatas tegas, operasi apendektomi
biasanya ditunda. Abses dilakukan drainase terlebih dahulu, baik secara per kutan
maupun operasi (level of evidence A-II).1

Operasi apendektomi dapat dilakukan dengan prosedur laparoscopic


appendectomy maupun dengan open appendectomy. Prosedur mana yang harus
dipilih, ditentukan oleh tingkat kemahiran ahli bedah dalam melakukan prosedur
tersebut. Perbandingan laparoscopic appendectomy dan open appendectomy
dipaparkan pada tabel 8.1.1

Tabel 8.1 Perbandingan laparoscopic apendectomy dan open appendectomy


Gambar 8.1 A. Teknik laparoscopic appendectomy, B. Sayatan Mc-Burney untuk open
appendectomy

Pada penelitian Groves dilaporkan bahwa pada pasien anak dengan


apendisitis, infeksi luka operasi lebih sedikit dan lama perawatan di rumah sakit
lebih singkat pada laparoscopic appendectomy dibandingkan dengan open
appendectomy.1

Pada penelitian Schietroma tahun 2012 dilaporkan bahwa pada pasien


dengan apendisitis perforasi dengan peritonitis, stress response setelah open
appendectomy lebih tinggi secara bermakna daripada laparoscopic appendectomy.
Pada kelompok open appendectomy ditemukan peningkatan insidensi bakteremia,
endotoksemia, dan inflamasi sitemik.1

REFERENSI

1. Satria RE. Keakuratan pediatric appendicitis score dalam menegakkan diagnosis


apendisitis akut pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
[Hasil Penelitian]. Medan: Fakutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2015

Anda mungkin juga menyukai