Anda di halaman 1dari 6

Nama : Andini Riswanda Putri

NIM/ Kelas : F02719223 / Magister KPI A

Dosen : Dr. Sokhi Huda

Perihal : Jawaban UTS 2020/2021

Mata kuliah : Metodologi Penelitian Kualitatif

1. Judul Penelitian dan Rumusan Masalah

a. Judul Penelitian
Pola Komunikasi Pembinaan Rohani dan Mental Islam Dalam
Meningkatkan Pemahaman Dan Kesadaran Keagamaan Anggota Di Markas
Kepolisian Daerah Jawa Timur

b. Rumusan Masalah

1) Bagaimana Pola Komunikasi Pembinaan Rohani dan Mental Islam Polri


dalam Meningkatkan Pemahaman dan kesadaran keagamaan di Markas
Kepolisian Daerah Jawa Timur ?
2) Bagaimana bentuk Pembinaan Rohani dan Mental Polri dalam Meningkatkan
Pemahaman dan Kesadaran Keagamaan Anggota Di Markas Kepolisian
Daerah Jawa Timur ?
3) Apa Hasil yang didapat dari Pembinaan Rohani dan Mental Islam Polri dalam
meningkatakan pemahaman dan kesadaran keagamaan di Markas Kepolisian
Daerah Jawa Timur ?
c. Definisi Konsep

1. Pola Komunikasi
Pola dapat juga diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap. Komunikasi
merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan atau berita yang disampaikan
oleh komunikator kepada komunikan dengan maksud sama makna sehingga dapat
dipahami penyampaian yang diberikan tersebut. Pola Komunikasi adalah pola
hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan
dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.1
2. Pembinaan Rohani Mental Islam
Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa: “pembinaan berarti
membina, memperbaharui atau proses, perbuatan, cara membina, usaha, tindakan,
dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk
memperoleh hasil yang lebih baik”.2 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, pembinaan adalah “proses membina, membangun atau
menyempurnakan, upaya mendapat hasil yang lebih baik”. Kemudian menurut
3

Soetopo, H. dan Soemanto, W bahwa “pembinaan adalah suatu kegiatan


mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada”. 4 Dari beberapa definisi
di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembinaan adalah suatu kegiatan
membangun, mempertahankan dan menyempurnakan guna mendapatkan hasil yang
lebih baik.
Selanjutnya definisi kata rohani, Samudra Azhari Aziz dan Setia Budi
mengemukakan: “rohani adalah bagian yang halus dari susunan kehalusan manusia
yang memiliki kecenderungan kepada sifat-sifat Allah”.5 Selanjutnya pengertian
mental, menurut A F Jaelani bahwa: “mental yaitu sama dengan jiwa, sukma, roh dan
semangat”.6 Dari penjelasan di atas, dapat disimpulankan bahwa pembinaan rohani
mental Islam adalah usaha pemberian bantuan dan arahan mengenai keagamaan yang
diberikan oleh pembina mental kepada individu untuk memahami dan mengamalkan
ajaran agamanya. Dalam pembahasan ini ajaran agama yang akan diteliti adalah
agama Islam. Berarti bimbingan rohani dan mental yang diberikan berdasar Al-
Qur’an dan Hadits.

1
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta: PT. Renaka Cipta,
2004), h. 1
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1993), cet.ke-II, h. 117.
3
Salim Peter dan Salim Yenny, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991), h.
205
4
Soetopo H, Seoemanto W, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1988), cet.ke-2, h.
292
5
Samudra Azhari Aziz dan Setia Budi, Eksistensi Rohani Manusia, (Jakarta: Yayasan Majelis Ta’lim HDH, 2004),
bag. 2, h. 92
6
A F Jaelani, Pensucian Jiwa (Tazkiyat Al- Nafs) dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Amzah, 2000), h. 75.
3. Pemahaman Dan Kesadaran Keagamaan
Pemahaman dan kesadaran keagamaan terdiri dari tiga kata yaitu pemahaman,
kesadaran dan keagamaan. Pemahaman berkaitan dengan kognitif dan merupakan
tipe yang lebih tinggi dibandingkan pengetahuan. Menurut Anas Sudijono:

“Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti


atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan atau hafalan”.7

Kemudian kesadaran yaitu berasal dari kata sadar berkaitan dengan afektif,
dalam kamus ilmiah: “sadar adalah ingat akan dirinya, merasa dan insyaf akan
dirinya”.8 Jadi, kesadaran adalah ingat dan insyaf akan dirinya untuk melakukan
sesuatu yang lebih baik berdasarkan dorongan yang ada dari dalam jiwanya.
Sedangkan keagamaan berasal dari kata “agama” yang telah diberi awalan
“ke-” dan akhiran “an”. Menurut pendapat Harun Nasution yang dikutip oleh
Jalaluddin dalam bukunya yang berjudul Psikologi Agama, pengertian agama
berdasarkan asal kata yaitu:
“Al-Din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-Din (Semit) berarti undang-
undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata
religi (Latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian
religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri a = tidak; gam = pergi)
mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun- temurun”.
c. Urgensi Penelitian dengan Keilmuan KPI

Pemahaman dan kesadaran keagamaan yang penulis maksud dalam penelitian


ini yaitu ingin mengetahui sampai dimana kemampuan anggota Polres Gresik
untuk mengenali atau memahami nilai agama yang mengandung nilai-nilai
luhurnya serta mempraktikkan nilai-nilai tersebut dalam bersikap dan bertingkah
laku. Hal ini akan terlihat dari kemampuan Polres Gresik untuk memahami,

7
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), cet.ke-11, h. 50.
8
Adi Satrio, Kamus Ilmiah Populer, 2005. h. 524
menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam
kehidupan sehari-hari. Ia menganut agama karena menurut keyakinannya agama
yang dianut adalah yang terbaik karena itu ia berusaha menjadi penganut yang
baik, keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang
mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
2. Penelitian Kualitatif
a. Karakteristik penelitian kualitatif
Banyak diantarnya perbandingan karakteristik penelitian kualitatif dengan
kuantitatif. Berikut adalah karakteristik penelitian kualitatif :
1. Bogdan dan Taylor dalam penelitian kualitatif ini membagi karakteristiknya
menjado 5 yaitu naturalistic, descriptive, concern with process, inductive, dan
meaning. Didalam naturalistic, kualitatif memiliki setting alamiah sebagai sumber
data langsung. Kajian utama didalam penelitian ini juga merupakan peristiwa-
peristiwa yang terjadi didalam kondisi dan situasi sosial, sehingga peneliti dapat
secara langsung berinteraksi ditempat kejadian sembari melakukan pengamatan,
mencatat, mencaritahu, serta menggali sumber yang berkaitan dengan peristiwa
yang dikaji dalam penelitian.

Selain itu, penelitian kualitatif bersifat deskriptif, dengan


menggambarkan keadaan yang sesungguhnya di lapangan. Data yang diperoleh
disusun oleh peneliti dilokasi penelitian kedalam bentuk deskripsi kata-kata dan
bukan berupa angka. Peneliti juga melakukan analisis data dengan
memperbanyak informasi, mencari hubungannya, membandingkan, dan
menemukan hasil atas dasar data sebenarnya.

Concern with process. Penelitian kualitatif lebih memberikan perhatian


pada proses daripada hasil. Sehingga data yang dibutuhkan didalam penelitian
kualitatif ini sangat berkaitan dengan pertanyaan untuk mengungkap sebuah
proses dan bukan sebuah hasil dari suatu kegiatan. Penelitian ini cenderung
menganalisis data secara induktif dengan peneliti terjun secara langsung ke
lapangan. Temuan penelitian dalam kualitatif berupa sebuah konsep, prinsip,
teori dikembangkan dan bukan dari teori yang telah ada.
b. Pandangan Filosofis yang mendasari penelitian Kualitatif
Yang mendasari munculnya penelitian kualitatif adalah dengan adanya
gugatan dari Pospositivsm terhadap positivsm yang terjadi mulai tahun 1970-
1980’an. Tokoh penggugatnya adalah Karl R. Popper, Thomas Khun, serta para
filsuf mazhab Frankfurt (Feyerabend, Ricard Rorty).

Inti dari argumen-argumen gugatan yang merekan utarakan adalah tidak


mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu tentang manusia dengan ilmu alam, karena
tindakan manusia tidak dapar diprediksi dengan satu penjelasan yang mutlak
pasti, dikarenakan manusia yang selalu berubah.

c. Perspektif Filosofis Paradigma Penelitian Kualitatif 1)


Paradigma Interpretatif

Lahirnya paradigma interpretatif ini merupakan sebuah kritikan terhadap


paradigma pospositivsm karena dalam paradigma pospositivsm dipandang
terlalu umum, terlalu mekanis, dan tidak mampu untuk menangkap segala
keruwetan manusia serta kompleksitas dari interaksi manusia. didalam
paradigma ini, sebuah pemahaman dari kehidupan sosial harus
memperhitungkan subjektivitas dan makna pribadi dari individu. Paradigma
ini dibentuk oleh fenomenologi, hermeneutika, serta interaksi simbolik.

2) Paradigma Konstruktivisme
Pencetus pertama gagasan ini adalah Krl R.Popper. Paradigma ini
mengasumsikan bahwa objektivitas tidak dapat dicapai dalam dunia fisik.
Akan tetapi cukup dengan melalui pemikiran manusia. Gagasan dalam
paradigma ini lebih berfokus pada pengetahuan. Didalam paradigma
konstruktivisme, pengetahuan tidak merupakan gambaran dunia kenyataan
belaka, tetapi merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu
untuk pengetahuan. Kemudian, pengetahuan juga dibentuk dalam struktur
konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi
itu berlaku dlm berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang atau
realitas bergantung pada konstruksi pikiran.

Lebih jauh, paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana


kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan
kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme
ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi
dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik.
Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap
paradigma positivis. Menurut paradigm konstruktivisme realitas sosial
yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua
orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai
konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L.Berger
bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi
sosial bisa disebut berada diantara teori fakta social dan defenisi social.

3) Paradigma Kritis
Tidak asing lagi bahwa paradigma ini dikembangkan oleh Mazhab
Franfurt. Didalam paradigma ini, fenomena sosial didefinisikan sebagai suatu
proses yang secara kritis berusaha mengungkap the real structure dibalik ilusi,
yang ditampakkan oleh dunia materi. Paradigma kritis membantu membentuk
kesadaran sosial agar dapat memperbaiki dan mengubah kondisi kehidupan
manusia. paradigma ini bertujuan untuk kritik sosial, transformasi,
emansipasi, dan social empowerment.

Paradigma kritis mengkaji kandungan-kandungan makna ideologis


melalui pembongkaran terhadap isi teks, hal tersebut mendasarkan penelitian
pada penafsiran teks yang menjadi objek penelitian ini yaitu makna kritik
sosial dalam lirik lagu humaniora, perahu kota, dan insan loba karya
Innocenti. Dengan penafsiran tersebut, peneliti menyelami teks dan menyikap
makna yang terkandung di dalam teks karya sastra tersebut.

Anda mungkin juga menyukai