HUBUNGAN KERJA SISTEM SARAF, HORMON, DAN INDERA SAAT SEORANG PEREMPUAN AKAN
MELAHIRKAN
Persalinan merupakan peristiwa alami sebagai kelangsungan dari suatu kehamilan.
Persalinan berhubungan erat dengan nyeri, tingkat nyeri yang dirasakan pada tiap persalinan dapat berbeda. Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal. Rasa nyeri pada ibu melahirkan berbeda dengan rasa nyeri yang biasa terjadi pada tubuh saat sakit. Rasa nyeri tak tertahankan menjelang persalinan menandakan bahwa tubuh sedang bekerja kera membuka mulut rahim agar bayi bergerak turun melewati jalan lahir, kontraksi rahim sehingga otot-otot dinding rahim mengerut dan menjepit pembuluh darah, rasa takut, cemas, dan tegang memicu produksi hormon prostaglandin sehingga timbul stres. Rasa nyeri saat bersalin dapat memproduksi hormon yang mendorong perasaan cemas. Kecemasan pada saat persalinan akan memicu pembentukan katekolamin atau hormon stres. Kecemasan akan menurunkan aliran darah ke rahim. Kondisi stres dapat mengurangi kemampuan tubuh menahan rasa nyeri. Nyeri disebabkan karena penekanan pada ujung-ujung saraf antara serabut otot dari korpus fundus uterus, adanya iskemik miomerium dan serviks karena kontraksi sebagai konsekuensi dari pengeluaran darah dari uterus atau karena adanya vasokontriksi akibat aktivitas berlebihan dari saraf simpatis, adanya proses peradangan pada otot uterus, kontraksi pada serviks dan segmen bawah rahim menyebabkan rasa takut yang memacu aktivitas berlebih dari sistem saraf simpatis, adanya dilatasi dari serviks dan segmen bawah rahim. Impuls nyeri dibawa dan akan naik ke otak. Mekanisme pertahanan yang sama terjadi dalam serabut saraf hipotalamus dan serebral korteks, yang mengatur pikiran orang dan emosi dan dapat mempengaruhi apakah jangkauan impuls nyeri berada pada level kesadaran. Nyeri paling hebat dirasakan pada fase akhir persalinan ketika pembukaan mulut rahim dan kekuatan kontraksi rahim mencapai maksimal. Rangsang nyeri persalinan disalurkan melalui dua jalur utama. Serabut saraf sensorik rahim dan mulut rahim berjalan bersama saraf simpatis rahim memasuki sumsum tulang belakang melalui saraf torakal 10 –11–12. Karena itu nyeri rahim terutama dirasakan pada dermatom torokal 10, 11 dan 12. Rasa nyeri pada alat-alat tubuh didaerah pelvis, terutama pada daerah traktus genitalia interna disalurkan melalui susunan saraf simpatik menyebabkan kontraksi dan vasokonstriksi. Sebaliknya saraf parasimpatik mencegah kontraksi dan menyebabkan vasodilatasi. Oleh karena itu efeknya terhadap uterus yaitu bahwa simpatik menjaga tonus uterus, sedangkan saraf parasimpatik mencegah kontraksi uterus, jadi menghambat tonus uterus. Pengaruh dari kedua jenis persarafan ini menyebabkan terjadinya kontraksi uterus yang intermitten. Rangkaian susunan saraf simpatik daerah pelvik terdiri dari tiga rangkaian, yaitu rantai sakralis, pleksus haemorhoidalis superior, dan pleksus hipogast rika superior. Lonjakan hormon seks perempuan selama kehamilan bisa memengaruhi perkembangan bagian penting di sistem saraf pusat. Lonjakan hormon estrogen selama kehamilan, yang tingkatnya dapat melambung beberapa ratus kali dari tingkat normal, dapat mengubah neuroplastisitas atau pertumbuhan kembali sel-sel saraf di bagian otak, yang disebut hippocampus. Menjelang persalinan, tubuh wanita akan menghasilkan hormon oksitosin untuk merangsang kontraksi rahim. Hormon ini juga meningkatkan produksi prostaglandin, sehingga kontraksi semakin intens dan memengaruhi proses pembukaan. Karena efek ini, dokter atau bidan terkadang memberikan oksitosin sintetis (pitocin) untuk induksi persalinan. Oksitosin juga mungkin disuntikkan untuk membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan. Seusai persalinan, tubuh wanita akan terus memproduksi oksitosin hingga ukuran rahimnya kembali seperti ukuran semula sebelum hamil. Hormon oksitosin juga berperan penting dalam produksi ASI dan proses menyusui. Selain untuk merangsang produksi ASI, hormon oksitosin ini juga dapat meredakan stres dan mengurangi rasa cemas pada ibu. Homeostasis selalu dipertahankan tubuh dan dijaga melalui sistem kontrol dan komunikasi oleh saraf dan hormon. Fungsi otak dalam memelihara homeostasis adalah mengadakan reaksi terhadap adanya stresor lingkungan, penyakit dan trauma. Jika berbagai perubahan saat persalinan dianggap sebagai stresor, maka hal ini akan mengganggu tercapainya homeostasis. Tingginya stresor mengakibatkan sekresi katekolamin yang dapat menghambat kontraksi uterus dan aliran darah placenta meningkat sehingga partus tak maju. Makin lama persalinan makin tinggi konsentrasi katekolamin dalam darah. Tanpa adanya peredaan, hal tersebut dapat menimbulkan gangguan kontraksi uterus, partus lama, peningkatan kadar kortisol ibu. Persalinan lama dapat mengakibatkan infeksi intrapartum, ruptur uteri, pembentukan cincin retraksi patologis, pembentukan fistula, atau cedera otot-otot dasar panggul. Hormon yang produksinya meningkat karena persalinan adalah adrenalin, nonadrenalin dan kortisol. Kadar katekolamin dan kortisol yang tinggi saat partus berkorelasi dengan kecemasan serta nyeri ibu. Kontraksi uterus menimbulkan nyeri, ditambah rasa takut dan cemas akibat perubahan tersebut, tonus simpatis menjadi meningkat. Peningkatan tonus simpatis yang berlebihan mengakibatkan kegagalan kontraksi uterus sehingga partus tak maju dan suplai oksigen yang mengalir ke fetus terganggu. Selain itu, proses persalinan juga menghasilkan hormon beta-endorphin yang merupakan salah satu bentuk dari hormon endorphin yang dikeluarkan otak saat Anda merasakan sakit atau stres. Beta-endorphins merupakan hormon penghilang rasa sakit alami dalam tubuh, jadi ia membantu Anda untuk mengatasi rasa sakit pada persalinan. Selain itu juga ada hormon prolaktin atau hormon ibu yang berfungsi untuk menyiapkan payudara agar siap untuk menyusui. Perempuan saat melahirkan juga memproduksi hormon Catecholamines (CAs), yakni hormon yang dikenal dengan hormon flight-or-fight ini terdiri atas hormon adrenaline dan noradrenaline (epinephrine dan norepinephrine). Catecholamines merupakan hormon yang keluar dari kelenjar adrenal di atas ginjal Anda yang merupakan reaksi tubuh terhadap rasa takut, cemas, lapar, atau kedinginan. Saat hormon ini aktif, aliran darah Anda akan dialihkan ke otot-otot utama tubuh Anda dan organ-organ utama. Namun bila hormon keluar dalam jumlah besar dan di waktu yang tepat dikarenakan perasaan takut dan cemas, kemungkinan ia akan menyebabkan persalinan lebih lama dan fetal distress. Namun, jika dalam momen yang tepat dan persalinan yang minim intervensi, hormon akan bekerja dengan cara berbeda. Hormon bisa menyebabkan ibu merasa ada aliran energi tiba-tiba dengan diiringi kontraksi kuat, sehingga membuat persalinan mudah dan cepat. Perubahan hormon dapat menyebabkan ibu hamil dan melahirkan tidak mampu merasakan, mencium atau melihat dan mendengar dengan baik karena indera bekerja dengan tidak baik. Perubahan hormon dan peningkatan plasma menyebabkan aliran darah semakin banyak menuju otak dan memicu peningkatan kemampuan penciuman.