Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH TRADISI FENOMOLOGI

A. Pengertian fenomenologi
Fenomenologi berasal darei Bahasa Yunani, phaenesthai, berarti menunjukan dirinya sendiri,
menampilkan. Fenomenologi juga berasal dari Bahasa Yunani, pahainomenon, yang secara
harfiah berarti “gejala” atau apa yang telah menampakan diri” sehingga nyata bagi si pengamat.
Fenomenologi, sesuai dengan Namanya, adalah ilmu (logos) mengenai sesuatu yang tampak
(phenomenon). Dengan demikian, setiap penelitian atau setiap karya yang membahas cara
penampakan dari apa saja merupakan fenomenologi (bertens, 1987:3). Dalam hal ini
fenomenologi merupakan sebuah pendekatan filsafat yang berpusat analisis terhadap gejala
yang membanjiri kesadaran manusia (Bagus, 2002:234). Fenomenologi adalah studi tentang
pengetahuan yang berasal dari kesadaran, atau cara memahami suatu objek atau peristiwa
dengan mengalaminya secara sadar (Littlejohn, 2003:184).
Fenomenologi juga berupaya mengungkapkan tentang makna dari pengalaman seseorang,
makna tentang sesuatu yang dialami seseorang akan sangat tergantung bagaimana orang
berhubungan dengan sesuatu itu (Lihat edgar dan Sedgwick, 1999:273).
B. Fenomena
Fenomena adalah suatu tampilah objek, peristiwa dalam persepsi. Sesuatu yang tampil dalam
kesadaran. Bisa berupa hasil rekaan atau kenyataan. Dimana fenomena adalah realtas yang
tampak, tanpa selubung, atau tirai antara manusia dengan realitas itu. Fenomena adalah realitas
yang menampakan dirinya sendiri kepada manusia.
Perlu dipahami bahwa fenomena, bukanlah sesuatu benda, bukan suatu objek diluar diri kita,
dan lepas dari kita sendiri. Ia adalah sebuah aktivitas, bila saya melihat sebuah rumah, mka
terdapat aktivitas akomodasi, konvergensi, dan cerapan dari mata saya, sehingga rumah itu
tampak terlhat, sehingga ia muncul sebagai fenomena. (menurut Brouwer)
C. TRADISI FENOMENOLOGIS
Fenomenologis berasumsi bahwa pengalaman sadar orang terhadap sebuah fenomena
merupakan sesuatu yang secara aktif dapat dipahami dan dapat digali lebih sehingga
mempunyai kemampuan untuk digunakan menjadi landasan teoritis (Littlejhon, 2009:57).
Tradisi fenomenologis memiliki asumsi teoritis bahwa benda, kejadian, atau kondisi yang hadir
dalam lingkup pengalaman langsungnya dapat digunakan untuk memahami gejolak yang terjadi
disekitarnya.
Stanley Deetz dalam Littlejhon (2009:57) mengemukakan tiga gagasan utama fenomenologi. (1)
pengetahuan ditemukan secara lansung dalam pengalaman sadar kita yang akan mempengaruhi
pandangan kita terhadap dunia ketika berkaitan dengannya. (2) arti yang melakat pada benda
terdiri atas pengalaman manusia terhadap hubungannya dengan benda tersebut dengan kata
lain, hubungan manusia dengan benda tertentu akan dapat menentukan arti dari benda
tersebut baginya. (3) bahwa dalam memberkan arti pada sebuah benda diperlukan sebuah alat
sehingga defenisi dan ekspresi terhadap benda tersebut dapat berlaku umum dan alat tersebut
disebut bahasa. Dari ketiga prinsip fenomenologi diatas yang dikemukakan Stanley Deetz ini
dapat diketahui bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang diperoleh dari pengalaman
yang telah dialami dan Bahasa merupakan alat komunikasi untuk memaknai sesuatu. Proses
pemaknaan tersebut dapat disebut interpretasi, interpretasi merupakan hal yang sangat penting
dan sentral dalam teori fenomenologi.
Dimana Intepretasi merupakan langkah kerja otak manusia dan tindakannya dalam
mendeskripsikan pengalaman pribadi.
Penelitian fenomenologis membuat intepretasi sebuah kejadian atau pengalaman serta
kemudian menguji intepretasi tersebut dan sekali lagi melihat dengan cermat pada detail
kejadian pada proses berkelanjutan dalam memperbaiki makna kita. Littlejhon dalam bukunya
menghadirkan keragaman dalam tradisi ini yaitu: 1) fenomenologi klasik; 2) fenomenologi
persepsi, 3) fenomenologi hermeneutik. Fenomenologi klasik adalah karya Edmund Husserl
dimana metode yang dikembangkan betolak pada kebenaran melalui kesadaran yang terfokus.
Sehingga Husserl meyakini bahwa kebenaran dapat diperoleh dari pengalaman langsung dan
catatan atas fenomena yang menerpa pengalaman manusia tersebut (Littlejhon, 2009:58).
Baginya untuk melihat kebenaran tersebut haruslah dengan perhatian sadar yang diperoleh
dengan cara mengesampingkan atau mengurungkan segala bentuk kebiasan dalam melihat
fenomena agar kategori-kategori dalam memilah dan melihat fenomena tersebut dapat
dihilangkan dan peneliti benar-benar harus dalam kondisi “kosong” tanpa kebiasan-kebiasannya
sehingga dapat mengalami segala sesuatunya dengan sebenar-benarnya. Pendekatan Husserl ini
sangat objektif dimana dunia dapat dialami tanpa harus membawa ketegori pribadi seseorang
agar terpusat pada proses (Littlejhon, 2009:58)
Selanjutnya, epoche (pengurungan) dalam konsep Husserl menjadi nilai wajib yang harus dianut
dalam tradisi ini agar dapat memperoleh perspektif yang segar (baru) terhadap fenomena yang
sedang dipelajari sehingga segala sesuatu dipahami secara baru seolah-olah untuk pertama
kalinya (Creswell, 2014:110). Bertentangan dengan fenomenologi klasik, fenomenologi persepsi
menentang objektivitas sempit pada klasik dimana fenomenologi persepi memandang manusia
merupakan sosok gabungan antara fisik dan mental yang menciptakan makna di dunia. Melihat
hubungan pribadi manusia dengan benda tersebut adalah cara manusia mempengaruhi dunia
dan hubungan tersebut dengan nyata juga dipengaruhi dunia dengan bagaimana ia
mengalaminya.
Sehingga bagi fenomenologi persepsi segala sesuatu tidak terjadi begitu saja dan keluar dari
pakem sehingga dalam memberikan makna pada benda, manusia bergantung pada pengalaman
subjektifnyasehingga terjadi percakapan antara manusia dan sesuatu makna yang melekat pada
benda yang ia maknai. Cabang lain dari fenomenologi adalah fenomenologi hermeneutic yang
memiliki kemiripan dengan fenomenologi persepsi tetapi tradisinya lebih luas dalam bentuk
penerapan yang lengkap pada komunikasi (Littlejhon, 2009:59). Martin Heidegger adalah sosok
yang dihubungkan dengan cabang ini dimana hal utama baginya adalah pengalaman alami yang
diperoleh manusia merupakan hasil dari penggunaan Bahasa dalam kehidupan sehari-hari dalam
konteksnya sehingga realitas yang hadir dapat dicermati dalam lingkup bahasanya.
“kata-kata dan bahasa bukanlah bungkusan yang di dalamnya segala sesuatu dimasukkan demi
keuntungan bagi yang menulis dan berbicara Akan tetapi dalam kata dan Bahasa, segala
sesuatunya ada” (Martin Heidegger dalam Littlejhon, 2009:59)
Menurut Heidegger dalam Littlejhon (2009:59), Komunikasi adalah kendaraan yang menentukan
makna berdasarkan pengalaman, ketika berkomunikasi manusia akan mencari cara-cara baru
dalam melihat dunia dimana aktifitas komunikasi manusia dipengaruhi oleh pikirannya dan
nantinya akan tercipta makna baru pada pikiran itu, sehingga Bahasa digabung dengan arti atau
makna dan secara terus menerus memengaruhi pengalaman akan fenomena. Konsekuensi dari
tradisi fenomenologi hermeneutik ini adalah menyatukan pengalaman dengan interaksi Bahasa
dan sosial yang menjadi sesuai dengan kajian komunikasi (Littlejhon, 2009:59).
SUMBER : H. Setiawan. Memilih diantara 7 tradsi komunikasi
https://core.ac.uk/download/pdf/230913666.pdf. (Online). Diakses pada tanggal 5 maret 2021
D. SEKILAS LATAR BELAKANG HISTORIS FENOMENOLOGI
file:///C:/Users/Komputer/Downloads/1146-2360-1-PB.pdf
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/download/1146/714 oleh O
Hasbiansyah 2008
A. tradisi semiotik :
1. Semantik adalah kajian semiotik yang mempelajari hubungan tanda dengan objek yang
diacunya.
2. Sintaktik adalah kajian semiotik yang berupaya menghadirkan formalitas hubungan
diantara tanda yang terkait.
3. Paragmatik merupakan kajian semiotik yang mempelajari aspek-aspek komunikasi yang
memiliki fungsi situasional yang melatari tuturan yang berhubungan dengan tanda yang
dintepretasikan

B. Tradisi Fenomenologi
1. Hermenetik adalah pengalaman alami yang diperoleh manusia merupakan
hasil dalam penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari melalui cara ini, sehingga berbagai
objek didunia dapat hadir dalam kesadaran kita.
2. Persepsi adalah proses yang digunakan oleh invidu untuk memilih,
mengorganisasi, dan menginterprestasi masukan-masukan informasi guna menciptakan
gambaran dunia yang memiliki arti.
3. Klasik adalah sebuah metode yang dikembangkan bertolak pada kebenaran
melalui kesadaran yang terfokus, sehingga kebenaran dapat diperoleh dari pengalaman
langsung dan catatan atas fenomena yang menerpa pengalaman manusia tersebut.
c. Tradisi Sosiopsikologis
1. teori atribusi sosial adalah bagaimana setiap individu dalam menafsirkan berbagai kejadian
dan bagaimana hal tersebut
berkaitan pada pemikiran dan perilaku individu tersebut.
2. teori sifat adalah teori yang berpendapat bahwa orang cenderung menunjukkan gaya
komunikasi tertentu dan memprediksi bahwa ciri-ciri bawaan ini akan membuat orang
berkomunikasi dengan cara-cara tertentu.
3. teori penilaian sosial adalah dalam sebuah momen persepsi, orang membandingkan
pesan-pesan dengan sikap atau sudut pandangnya pada saat itu.

d. Tradisi Sosiokultural
1. Enografi adalah komunikasi adalah suatu kajian mengenai pola-pola komunikasi sebuah
komunitas budaya
2. Interaksi Simbiolis adalah teori yang dibangun sebagai respon terhadap teori-teori psikologi
aliran behaviorisme, etnologi, serta struktural-fungsionalis.
3. Sosiolinguistik adalah Sosiolinguistik merupakan cabang dari ilmu linguistik yang mempelajari
hubungan dan pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial.

simbolis, konstruksionisme, sosiolinguistk, filosofi Bahasa, etnografi, dan etnometodologi

e. Tradisi Sibernetika
1. teori nilai ekspetasi adalah teori yang mendasarkan diri pada orientasi khalayak sendiri sesuai
dengan kepercayaan dan penilaian atau evaluasinya.
2. Teori disonansi kognitif adalah Teori disonansi kognitif adalah teori yang sangat berpengaruh
dalam sejarah psikologi sosial. Teori ini merupakan teori yang hadir ketika teori penguatan atau
reinforcement theory tengah mendominasi jagad penelitian psikologi sosial pada pertengahan
tahun
1950an.
3. teori tindakan adalah bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan
mempertimbangkan segala informasi yang tersedia.

f. Tradisi Retorika
1. teorii identifikasi adalah salah satu teori produksi pesan sekaligus contoh teori komunikasi
dalam tradisi retorika yang menekankan pada pesan.
2. Teori Critical Rhetoric adala teori yang mengkritisi praktek retorika tradisional utamanya
kewenangan untuk mengawasi siapa yang dapat berbicara dan waktu yang tepat untuk
berbicara.
3. Teori Invitational Rhetoric adalah sebuah invitasi untuk memahami perspektif orang lain
sebagai cara untuk menciptakan sebuah hubungan yang didasarkan atas persamaan, nilai-nilai,
dan penentuan nasib sendiri.

Anda mungkin juga menyukai