Percobaan VII
Ekstraksi Minyak Ikan Patin
Asisten :
Boby Muharmansyah
Dosen Pengampu:
Pekanbaru
2020
i
Praktikum Kimia Organik/ S.Ganjil/2020-2021
LEMBAR KENDALI
NIM 1907110101
KELAS S1 A
KIMIA ORGANIK
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum Ekstraksi Minyak Ikan Patin dari
praktikum kimia organik yang disetujui oleh Dosen Pengampu/Asisten Praktikum.
Catatan tambahan:
Dosen Pengampu
ABSTRAK
Hasil tangkapan ikan para nelayan sebelum dijual dan dikirim ke luar kota biasanya
dikumpulkan di tangkahan dan ditempatkan di pelelangan ikan untuk dipilah. Pemilahan
ikan tersebut menghasilkan limbah ikan yang umumnya berupa ikan ikan dengan kondisi
fisiknya tidak layak jual, ikan-ikan kecil yang nilai ekonominya rendah serta ikan-ikan
yang tidak layak untuk dikonsumsi (unedible portion). Pengolahan limbah ikan patin
dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Salah satu cara ekstraksi yang tepat adalah dry
rendering agar kadar asam minyak bebas akibat hidrolisa dengan air dapat dihindari
seminimal mungkin. Tujuan dari percobaan ini adalah memahami proses ekstraksi
minyak ikan dari limbah ikan patin, menentukan rendemen, kadar asam lemak bebas,
densitas, viskositas, serta laju pembentukan asam lemak bebas dalam minyak limbah
ikan. Ekstraksi minyak ikan dilakukan dengan metode dry rendering. Limbah ikan dicuci,
dibersihkan, dioven, kemudian diperas agar minyaknya keluar. Berat minyak hasil dry
rendering adalah 335 gr dengan rendemen sebesar 83,75%. Kemudian dilakukan proses
winterisasi minyak ikan. Berat minyak hasil winterisasi adalah 234 gr dengan rendemen
sebesar 58,5%. Minyak hasil ekstraksi limbah ikan patin kemudian diambil sebanyak 20
mL dan dilarutkan dengan 20 mL alkohol lalu dipanaskan selama ± 5 menit pada water
batch. 3 tetes indikator PP diteteskan pada campuran minyak dan alkohol lalu dititrasi
menggunakan NaOH yang telah distandarisasi dengan asam oksalat. Kadar asam lemak
yang terdapat pada minyak hasil percobaan ini adalah 0,0189% dengan laju pembentukan
asam lemak sebesar 0,2083 gr/jam. Uji densitas dilakukan pada minyak ikan
menggunakan piknometer dan didapat densitas minyak ikan patin yaitu 0,755 gr/mL.
Kata Kunci: Asam lemak bebas, Dry rendering, Ikan patin, Winterisasi.
ABSTRACT
The fish catches of fishermen before being sold and sent out of town are usually collected
in bunder and placed in a fish auction to be sorted. This sorting of fish activity produces
fish waste which is generally in the form of fish with a physical condition that is not
suitable for sale, small fish with low economic value and fish that are not suitable for
consumption (unedible portion). Swai fish waste processing can be done by extraction.
One of the right extraction methods is dry rendering so that the free acid content due to
hydrolysis with water can be avoided to a minimum. The purpose of this experiment is to
understand the process of extracting fish oil from swai fish waste, determining the yield,
free fatty acid content, density, viscosity, and the rate of free fatty acids formation in swai
fish waste oil. The extraction of fish oil was carried out using the dry rendering method.
Fish waste is washed, cleaned, ovenized, then squeezed out so that the oil comes out. The
weight of dry rendering oil was 335 grams with a yield of 83.75%. Then, the fish oil
winterization process is carried out. The weight of the winterized oil was 234 grams with
a yield of 58.5%. The oil from the extraction of swai fish waste is then taken as much as
20 mL and dissolved with 20 mL of alcohol and then heated for ± 5 minutes in a water
batch. 3 drops of PP indicator are dropped to the mixture of oil and alcohol and then
titrated using NaOH which has been standardized with oxalic acid. The fatty acid content
contained in the oil from this experiment was 0.0189% with a fatty acid formation rate
0.2083 gr / hour. Density test was carried out on fish oil using a pycnometer and the
density of swai fish oil that obtained was 0.755 gr / mL.
Keywords: Free fatty acids, Dry rendering, Swai fish, Winterization.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
Pengolahan limbah ikan patin dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Salah satu
cara ekstraksi yang tepat adalah dry rendering. Dry rendering dijadikan cara yang tepat
karena mudah dilakukan dan alat yang digunakan mudah didapatkan. Selain itu,
pengolahan limbah ikan patin dengan dry rendering dilakukan agar kadar asam minyak
bebas akibat hidrolisa dengan air dapat dihindari seminimal mungkin. Oleh karena itulah
cara ekstraksi limbah ikan patin yang digunakan adalah dry rendering (Eka, 2016).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan patin (Pangasius Sp.) merupakan salah satu ikan asli perairan Indonesia
yang telah berhasil didomestikasi. Jenis–jenis ikan patin di Indonesia sangat banyak,
antara lain Pangasius pangasius, Pangasius djambal Bleeker atau patin jambal,
Pangasius hypophthalmus atau patin sian, Pangasius humeralis, Pangasius lithostoma,
Pangasius nasutus, pangasius polyuranodon, dan Pangasius niewenhuisii (Kordi, 2005).
Mulut ikan patin agak lebar dan terletak diujung kepala agak ke bawah (sub-
terminal). Pada sudut mulutnya, terdapat dua pasang sungut/kumis yang berfungsi
sebagai alat peraba pada saat berenang ataupun mencari makan. Keberadaan kumis
menjadi ciri khas dari ikan golongan catfish. Tubuh ikan patin terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Bagian kepala mulai dari ujung mulut sampai akhir
tutup insang. Bagian badan mulai dari akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal.
Sementara bagian ekor dimulai dari sirip anal sampai ujung ekor. Sirip ekor ikan patin
bentuknya seperti gunting (bercagak) dan simetris (Kordi, 2005).
Ikan patin memiliki 5 sirip, yaitu sepasang sirip dada (pectoral fin), sepasang
sirip perut (ventral fin), sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah sirip dubur (anal fin),
dan sebuah ekor (caudal fin). Selain lima sirip tersebut, patin juga memiliki sirip yang
tidak dimiliki ikan lain, yaitu sirip tambahan (adipose fin) yang terletak di antara sirip
punggung dan sirip ekor. Pada sirip punggung terdapat 1 jari-jari keras (patil) dan 6–7
buah jari-jari lunak. Sirip dubur patin cukup panjang, yakni mulai dari belakang dubur
hingga pangkal sirip ekor serta mempunyai 30–33 jari-jari lunak. Pada sirip perut terdapat
6 jari-jari lunak. Sedangkan pada sirip dada terdapat 1 jari-jari keras (patil) dan 12–13
jari-jari lunak (Kordi, 2005).
Dilansir dari FishBase, kedudukan taksonomi ikan patin (Pangasius
pangasius) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Taksonomi Ikan Patin
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Actinopterygii
Ordo Siluriformes
Famili Pangasiidae
Genus Pangasius
Spesies P. pangasius
(Sumber: Froese, 2012)
Ikan patin merupakan salah satu spesies ikan budidaya air tawar yang saat ini
menjadi primadona komoditas ekspor. Perkembangan budidaya ikan patin di Indonesia
semakin pesat, terutama di daerah Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Bengkulu,
Lampung, dan Kalimantan. Perkembangan budidaya yang cukup pesat tersebut terutama
dipicu oleh peluang pasar yang masih terbuka terutama untuk ekspor Permintaan daging
ikan patin yang berwarna putih sangat besar dan terus meningkat. Salah satu jenis spesies
ikan patin asli Indonesia yang telah berhasil dibudidayakan dan berdaging putih adalah
patin jambal (Pangasius djambal Bleeker). Namun karena fekunditas dan daya tetas
telurnya rendah, maka produksi massal benih ikan patin jambal ini sulit dilakukan
(Tahapari, 2007).
Oleh karena itu, Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air
Tawar (LRPTBPAT) Sukamandi telah membuat hibrid ikan patin jenis Pasopati. Ikan
patin ini merupakan hasil silangan antara ikan patin siam (Pangasius hypothalamus)
yang mempunyai daging berwarna kekuning-kuningan, diintroduksi dari Thailand dan
telah berkembang di Indonesia, dengan ikan patin jambal yang mempunyai daging yang
berwarna putih. Ikan patin pasopati mempunyai keragaan yang baik dengan daging
berwarna putih, pertumbuhan yang cepat, daya toleransi kualitas air yang baik, resistensi
patologis, serta memungkinkan untuk diproduksi secara besar-besaran
sehingga potensial sebagai komoditas andalan baru perikanan budidaya (Tahapari,
2007).
Seperti ikan pada umumnya, ikan adalah sumber protein yang besar. Dilansir dari
USDA Food Composition Databases, 113 gram ikan patin mentah yang belum dimasak
mengandung nutrisi sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kandungan Nutrisi Ikan Patin
Kalori 70
Protein 15 g
Lemak 1,5 g
Lemak omega-3 11 g
Kolesterol 45 g
Karbohidrat 0g
Sodium 350 ng
Niacin 14% dari kebutuhan harian
Vitamin B12 19% dari kebutuhan harian
Selenium 26% dari kebutuhan harian
(Sumber: McCulloch, 2018)
ikan patin dapat diolah sebagai bahan pangan, tepung ikan, bahan untuk kebutuhan
farmasi, atau pupuk (Suryaningrum, 2008).
2.2. Alkohol
Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hidroksil (-OH) dengan 2
atom karbon (C). Spesies alkohol yang banyak digunakan adalah CH3OH yang disebut
metil alkohol (metanol), C2H5OH yang diberi nama etil alkohol (etanol), dan C3H7OH
yang disebut isopropil alkohol (IPA). Dalam dunia perdagangan yang disebut alkohol
adalah etanol atau etil alkohol atau metil karbinol dengan rumus kimia C2H5OH (Rama,
2008).
Dalam kimia, alkohol adalah senyawa organik yang membawa setidaknya satu
gugus fungsi hidroksil (−OH) yang terikat pada atom karbon jenuh. Istilah alkohol
awalnya mengacu pada etanol alkohol primer (etil alkohol), yang digunakan sebagai obat
dan merupakan alkohol utama yang ada dalam minuman beralkohol. Golongan alkohol
penting, di mana metanol dan etanol adalah anggota yang paling sederhana, mencakup
semua senyawa yang rumus umumnya adalah CnH2n + 1OH. Jenis alkohol lainnya
meliputi alkohol primer (RCH2OH), sekunder (R2CHOH) dan tersier (R3COH)
(McNaught, 2006).
Akhiran -ol muncul di nama kimia IUPAC dari semua zat di mana gugus
hidroksilnya adalah gugus fungsi dengan prioritas tertinggi. Jika ada grup dengan
prioritas yang lebih tinggi dalam senyawa tersebut, awalan hidroksi- digunakan dalam
nama IUPAC-nya. Akhiran -ol pada nama non-IUPAC (seperti parasetamol atau
kolesterol) juga biasanya menunjukkan bahwa zat tersebut adalah alkohol. Namun,
banyak zat yang mengandung gugus fungsi hidroksil (terutama gula, seperti glukosa dan
sukrosa) memiliki nama yang tidak menyertakan akhiran -ol, maupun awalan hidroksi-
(McNaught, 2006).
Gugus hidroksil (-OH), yang terdapat pada alkohol, bersifat polar dan hidrofilik
tetapi rantai karbonnya bersifat non-polar sehingga hidrofobik. Molekulnya secara umum
menjadi nonpolar dan semakin tak larut dalam air ketika rantai karbonnya menjadi
semakin panjang. Alkohol dipakai di industri sebagai pelarut atau reagen. Etanol
digunakan sebagai pelarut pada obat-obatan dan parfum karena sifatnya yang relatif tak
beracun dan dapat larut pada substansi non-polar. Dalam peristilahan umum, "alkohol"
biasanya adalah etanol atau grain alcohol (McNaught, 2006).
2.2.1 Etanol
Etanol, juga disebut etil alkohol dan grain alcohol adalah senyawa organik yang
umumnya disebut alkohol dengan rumus molekul C2H5OH. Etanol digunakan sebagai
pelarut, antiseptik, sintesis bahan kimia organik, dan sebagai aditif untuk bensin
(membentuk campuran yang dikenal sebagai gasohol). Etanol juga merupakan bahan dari
banyak minuman beralkohol seperti bir, anggur, dan minuman keras (Brown, 2006).
Rumus molekul etanol adalah CH3CH2OH, dengan notasi alternatif yaitu CH3 −
CH2 − OH, yang menunjukkan bahwa karbon dari gugus metil (CH3−) terikat pada
karbon dari gugus metilen (−CH2–) yang terikat pada oksigen dari gugus hidroksil (-
OH). Etanol mudah menguap, tidak berwarna, dan memiliki sedikit bau. Gugus hidroksil
etanol dapat berpartisipasi dalam ikatan hidrogen, menjadikannya lebih kental dan kurang
mudah menguap dibandingkan senyawa organik yang kurang polar dengan berat molekul
serupa, seperti propana (Lange, 1967).
Tabel 2.3 Sifat Fisika Etanol
Parameter Keterangan
Bentuk Cair
Warna Tidak berwarna
Titik didih 78,3°C
Titik lebur -114,1°C
Berat molekul 46,07 g/mol
Densitas 0,7893 g/cm
(Sumber: Haynes, 2010-2011)
Gambar 2.2 Struktur Etanol (National Center for Biotechnology Information, 2004)
Jika ditampilkan dengan model ball and stick 3 dimensi, maka struktur etanol
akan terlihat seperti berikut:
Gambar 2.3 Struktur 3D Etanol (National Center for Biotechnology Information, 2004)
2.3. NaOH
Natrium hidroksida juga dikenal sebagai sodium hidroksida dan soda kaostik,
adalah senyawa organik yang mempunyai kation Na+ dan anion OH-. Penggunaan NaOH
dapat dengan mudah dijumpai dimana saja. Banyak industri yang menggunakan NaOH
sebagai bahan bakunya seperti industri kertas, tekstil, minuman dan makanan, cat,
disinfektan, sabun, dan deterjen. NaOH juga digunakan untuk memurnikan bauksit dan
menghilangkan pengotor pada minyak mentah. Pada tahun 2004, permintaan dan
kebutuhan atas produksi NaOH mencapai 60 juta ton (Kurt, 2016).
Natrium hidroksida murni adalah padatan kristal tak bewarna yang meleleh pada
suhu 318 °C tanpa dekomposisi, dan memiliki titik didih 1388 °C. NaOH sangat larut
dalam air, dan tidak larut dalam pelarut eter dan pelarut non-polar lainnya. Pelarutan
natrium hidroksida padat dalam air merupakan reaksi yang sangat eksotermis dimana
sejumlah besar panas dilepaskan, dan dapat merusak kulit juga terkena percikannya.
Larutan yang dihasilkan biasanya tidak berwarna dan tidak berbau (Siemens, 1969).
Tabel 2.4 Sifat Fisika NaOH
Karakteristik Nilai
Berat molekul 40 g/mol
Titik leleh 323 °C
Titik didih 1390 °C
Titik kritis 2546,85 °C
Tekanan kritis 249,998 atm
Kapasitas panas -36,56 Kkal/kg. °C
Densitas 1090,41 kg/m3
2.4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa dengan melihat perbedaan
kelarutannya. Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik dalam suatu larutan (biasanya
dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada
dasarnya tidak saling bercampur dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat
terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-
ngocok larutan dalam sebuah corong pemisah selama beberapa menit (Shevla, 1985).
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk mengambil
komponen berkhasiat ini, diantaranya dengan melakukan perendaman, mengaliri
simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang lebih umum dengan melakukan perebusan
dengan tidak melakukan proses pendidihan (Shevla, 1985).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan lebih
mudah tarut dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dimulai ketika pelarut
organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga set yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif
di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar
sel, dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat
aktif di dalam dan di luar sel (Tobo, 2001).
lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun, contohnya
pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid (Ditjen POM,
1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan
pada komponen kimia sangat minimal. Adapun kerugian cara maserasi ini adalah
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Ditjen POM, 1986).
b) Metode Sokletasi
Sokletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi
molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam
selongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati
pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna yang ditandai
dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa sifon atau jika diidentifikasi
dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan noda lagi. (Ditjen POM, 1986).
Metode sokletasi bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas, karena
pelarut atau cairan penyarinya dipanaskan agar dapat menguap melalui pipa samping
dan masuk ke dalam kondensor, walaupun pemanasan yang dilakukan tidak langsung
tapi hanya menggunakan suatu alat yang bersifat konduktor sebagai penghantar
panas. Namun, proses ekstraksinya secara dingin karena pelarut yang masuk ke
dalam kondensor didinginkan terlebih dahulu sebelum turun ke dalam tabung yang
berisi simplisia yang akan dibasahi atau disari. Hal tersebutlah yang mendasari
sehingga metode soklet digolongkan dalam cara dingin. Pendinginan pelarut atau
cairan penyari sebelum turun ke dalam tabung yang berisi simplisia dilakukan karena
simplisia yang disari tidak tahan terhadap pemanasan. (Ditjen POM, 1986).
Adapun keuntungan dari proses sokletasi ini adalah cara ini lebih
menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa
samping. Pelarut yang digunakan cenderung sedikit dan setelah proses ektraksi dapat
digunakan kembali. Pemanasan saat ekstraksi dapat diatur. Kerugiannya adalah
jumlah ekstrak yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan dengan metode maserasi
(Ditjen POM, 1986).
c) Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel
dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya
sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler
yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Ditjen POM, 1986).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena (Ditjen
POM, 1986) :
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat
perbedaan konsentrasi.
2. Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina yang mengadung
sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi
yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir (Ditjen
POM, 1986).
3. Pengepresan mekanik
Pengepresan mekanik merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,
terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk bahan dan
berkadar minyak tinggi yaitu 30-70%. Ada dua cara umum pengepresan mekanis, yaitu
pengepresan hidrolik dan pengepresan berulir. Pada cara pengepresan hidrolik bahan di
press dengan tekanan sekitar 2000 pound/inci2 (140, 6 kg/cm = 136 atmosfer). Banyaknya
minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan dan
tekanan yang digunakan serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan cara
pengepresan berulir terdiri dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan
berlangsung pada temperatur 2400 °F atau 115,50 °C dengan tekanan 15-20 ton/inci2
(Ketaren, 1986).
4. Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua
cara rendering, penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik yang bertujuan untuk
menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel
tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya.
Menurut pengerjaannya rendering dibagi dengan dua cara, yaitu (Ketaren, 1986) :
a) Wet rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air
selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka
atau tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai
60 pound tekanan uap (40-60 psi). Penggunaan temperature rendah pada wet
rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak (Ketaren,
1986).
b) Dry rendering
Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi
dengan steam jacket serta alat pengaduk. Bahan yang diperkirakan mengandung
minyak atau lemak dimasukkan kedalam ketel tanpa penambahan air. Bahan tadi
dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 220-230°F (105-110°C).
Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel.
Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan
pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel (Ketaren, 1986).
Minyak ikan umumnya mengandung asam lemak tak jenuh berantai panjang
yaitu asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap dua, misalkan eicosapentaenoatacid
(EPA) dan docosahecsaenoatacid (DHA). Asam lemak tak jenuh ini diketahui dapat
mencegah berbagai macam penyakit degeneratif seperti arterosklerosis (penyempitan dan
pengerasan pembeluh darah), jantung koroner, menurunkan kadar kolesterol darah,
kanker, trombosit melitus, penyakit tuang persendian, asma, dan mencegah proses
penuaan (Panagan, 2011).
Kebutuhan minyak ikan di Indonesia lebih banyak dipenuhi dari impor, oleh
karena itu pemanfaatan limbah ikan patin menjadi minyak ikan mempunyai celah usaha
yang prospektif. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, nilai impor
minyak ikan Indonesia pada tahun 2012 sebesar 4.666 ton, sedangkan nilai ekspornya
adalah sebesar 183 ton. Sedangkan pada tahun 2014, nilai impor 10.141 ton dan nilai
ekspor 253 ton (DKP, 2020).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
%Rendemen =
( ) ( )
ρminyak =
( )
VALB =
BAB IV
4.2. Pembahasan
4.2.1. Dry Rendering
Pada percobaan ekstraksi minyak ikan patin, metode ekstraksi yang digunakan
adalah metode dry rendering. Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan
air selama proses berlangsung (Ketaren, 1986). Pertama, limbah ikan sebanyak 400 gr
dicuci. Setelah dibersihkan, limbah ikan dikeringkan agar saat dioven sampel tidak terlalu
mengandung banyak air. Sampel kemudian diletakkan di atas kain yang telah diikat pada
mulut kaleng.
Limbah ikan kemudian dioven selama 3-4 jam. Pengovenan bertujuan untuk
menghilangkan kadar air yang terdapat dalam limbah ikan patin dan membuka pori pada
limbah ikan patin sehingga memudahkan minyak keluar pada proses pengepresan. Setelah
dioven, limbah minyak ikan patin dipress dengan cepat untuk mendapatkan minyaknya.
Minyak hasil pengepressan yang disebut minyak hasil dry rendering ini kemudian
ditimbang. Hasil penimbangan minyak hasil dry rendering adalah 335 gr dengan
rendemen sebesar 83,75%.
Minyak hasil pengepressan kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi es batu
dan tunggu beberapa menit. Proses ini dinamakan winterisasi. Proses ini bertujuan agar
minyak tidak membeku saat disimpan pada suhu rendah. Minyak kemudian dimasukkan
ke dalam corong pisah dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat dengan tujuan mengikat
air yang ada pada minyak. Berat minyak ikan patin hasil winterisasi ini adalah 234 gr
dengan rendemen sebesar 58,5%.
BAB V
5.1. Kesimpulan
1. Ekstraksi minyak ikan dari limbah ikan patin dapat dilakukan dengan metode dry
rendering yaitu ekstraksi tanpa penambahan air.
2. Cara menghitung rendemen dalam ekstraksi minyak ikan yaitu berat minyak hasil
ekstraksi dibagi dengan berat limbah ikan yang digunakan. Rendemen minyak
ikan patin hasil dry rendering adalah 83,75% sementara rendemen minyak ikan
patin hasil winterisasi adalah 58,5%.
3. Dari percobaan ekstraksi minyak ikan, kadar asam lemak bebas yang didapat
adalah 0,0189%, densitas yang dimiliki minyak ikan patin adalah 0,755 gr/mL
dan laju pembentukan asam lemak bebasnya adalah 0,2083 gr/jam.
5.2. Saran
1. Jangan lupa oleskan vaseline pada rangkaian alat agar mudah dilepas.
2. Teteskan NaOH dengan teliti saat melakukan titrasi agar tidak melewati titik
ekuivalen.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, D., F., Diharmi, A., Ali, A., 2019, Karakteristik Minyak Ikan dari Lemak Abdomen
aaaaaaHasil Samping Pengasapan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus), JPHPI 2019,
aaaaaa22(1).
Brown, W., H., 2006, Ethanol, http://www.britannica.com, 30 November 2020.
Ditjen POM, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur, 2020, Minyak Ikan dari Hasil Ekstraksi
aaaaaaLimbah Ikan Patin, https://dkp.jatimprov.go.id/index.php/2020/04/20/minyak-
aaaaaaikan-dari-hasil-ekstraksi-limbah-ikan-patin/, 30 November 2020.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), 2018, The State of
aaaaaaaWorld Fisheries and Aquaculture 2018, Food and Agriculture Organization
aaaaaaapublication, Roma.
Fessenden, R., J., dan Fessenden, J., S., 1997, Dasar-dasar Kimia Organik, Erlangga,
aaaaaaJakarta.
Froese, R., dan Pauly, D., 2012, Pangasius pangasius, www.fishbase.se, 30 November
aaaaaaa2020.
Haynes, W., M., (2010–2011), CRC Handbook of Chemistry and Physics, edisi ke 91,
aaaaaaaCRC Press Inc., Boca Raton.
Irianto, 2002, Diversifikasi Pengolahan Produk Perikanan, Kementrian Kelautan dan
aaaaaaaPerikanan, Jakarta.
Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI Press, Jakarta.
Kordi, M., G., H., 2005, Budidaya Ikan Patin: Biologi, Pembenihan dan Pembesaran,
aaaaaaaYayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Kurt, C., Bittner, J., 2016, Sodium Hydroxide, Ullmann's Encyclopedia of Industrial
aaaaaaChemistry, Wiley-VCH, Weinhem.
Lange, N., A., dan Dean, J., L., 1967, Lange’s Handbook of Chemistry, edisi ke 10,
aaaaaaaMcGraw-Hill, New York..
Maulana, I., T., 2014, Kandungan Asam Lemak dalam Minyak Ikan Indonesia, Jurnal
aaaaaaailmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 6(1), 121–130.
McCulloch, M., 2018, Swai Fish: Should You Eat or Avoid It?, https://www.
aaaaaaahealthline.com/nutrition/swai-fish, 30 November 2020.
McNaught, A., D., Wilkinson, A., Jenkins, A., D., 2006, IUPAC Compendium of
aaaaaaaChemical Terminology: The Gold Book, International Union of Pure and Applied
aaaaaaaChemistry, North Carolina.
Murniyati, A., S., dan Sunarman, 2000), Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan,
aaaaaaaKanisius, Yogyakarta.
National Center for Biotechnology Information 2004, Pubchem Compound Summary,
aaaaaaa30 November 2020.
Panagan, A., T., Yohandini, H., dan Gultom, J., U, 2011, Analisa Kualitatif dan
aaaaaaaKuantitatif Asam Lemak Tak Jenuh Omega-3 dari Minyak Ikan Patin (Pangasius
aaaaaaapangasius) dengan metoda kromatografi gas, Jurnal Penelitian Sains, 14(4),
aaaaaaa38–40.
Perry, R.H., dan Green, D.W., 1984, Perry’s Chemical Engineers Hand Book, edisi 6,
aaaaaaMc. Graw Hill Co., New York.
Rama, P., 2008, Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan, Agro Media, Jakarta.
Sengeti, A., P., 2017, Kota Karang Hasilkan 1.850 Ton Ikan Patin,
aaaaaaahttps://www.aksipost.com/2017/10/25/kota-karang-hasilkan-1-850-ton-ikan-patin
aaaaaaa, 30 November 2020.
Siemens, P., R., Giauque, W., F., 1969, Entropies of the hydrates of sodium hydroxide II
aaaaaaLow-temperature heat capacities and heats of fusion of NaOH·2H2O and
aaaaaaNaOH·3.5H2O, Journal of Physical Chemistry, 73(1), 149–157
Sihite, H., H., 2013, Studi Pemanfaatan Limbah Ikan dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
aaaaaaadan Pasar Tradisional Nauli Sibolga Menjadi Tepung Ikan Sebagai Bahan Baku
aaaaaaaPakan Ternak, Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 2(2), 43–54 .
Suryaningrum, D., 2008, Ikan Patin: Peluang Ekspor, Penanganan Pascapanen, dan
aaaaaaaDiversifikasi Produk Olahannya, Jurnal Squalen, Vol. 3 No. 1.
Sodhiq, A., 2020, Strategi Pemanfaatan Limbah Ikan, https://perikanan.sariagri.id/
aaaaaaa59110/strategi-pemanfaatan-limbah-ikan, 30 November 2020.
Shevla, 1985, Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro, Cetakan Pertama,
aaaPenerbit PT Kalman Media Pustaka, Jakarta
Tahapari, E., Sularto, dan Hadi, W., 2007, Hasil Riset Budidaya Ikan Patin, makalah
aaaaaaa disampaikan pada acara lokakarya hasil riset.
Tobo, F., 2001, Buku Pengangan Laboratorium Fitokimia I, Universitas Hasanuddin,
aaMakassar.
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA
Parameter Keterangan
Berat limbah ikan yang digunakan 400 gr
Berat kaleng kosong 130 gr
Berat minyak hasil penggorengan 335 gr
Berat minyak hasil pendinginan 234 gr
Asam oksalat 20 ml
Mol asam oksalat 0,1 N
Volume NaOH 7,3 ml
Volume minyak 20 ml
Volume alkohol 20 ml
Volume NaOH yang terpakai 1,3 ml
Berat minyak 530 gr
Berat minyak setelah 2 hari 520 gr
Berat piknometer kosong 15,8 gr
Berat piknometer + minyak 25,35 gr
Volume Piknometer 10 ml
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
NNaOH = 0,274 N
N=
0,274 =
gr = 0,274 x 52 = 14,248
Massa NaOH = 14,248 gr
1. C2H2O4
N=
0,1 =
gr = 0,1 x 900 = 90
Massa C2H2O4= 90 gr
( )
VALB =
VALB =
%Rendemen = x 100%
%Rendemen = 83,75%
2. Rendemen winterisasi
%Rendemen = x 100%
%Rendemen = 58,5%
ρminyak =
ρminyak = 0,755 gr/mL