Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FISIOLOGI PRODUKSI

PROTEKSI ASAM AMINO CYSTEINE DAN THYROSINE

Oleh:

Kelas: A

Kelompok: 8

Achmad Yusuf A 200110180042

Muhammad Triviana K K 200110180194

Muhammad Fajri Prasetyo 200110180203

Ambar Prihasti 200110180211

Agung Juliansyah 200110180219

LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK DAN BIOKIMIA

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan

laporan akhir praktikum fisiologi produksi. Laporan ini berisi pembahasan

pengertian protein, peptida, dan asam amino, struktur dan fungsi asam amino

cysteine dan thyrosine, proses pencernaan asam amino cysteine dan thyrosine, dan

upaya proteksi asam amino cysteine dan thyrosine.

Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Novi Mayasari, S.pt.,

M.Sc, Ph.D. selaku dosen mata kuliah Fisiologi Produksi yang telah

memberikan dukungan dan bimbingan kepada kami melalui perkuliahan. Tak

lupa kami ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada asisten yang telah

membimbing kami pada saat melakukan atau mengerjakan soal praktikum.

Kami mengetahui bahwa laporan yang kami susun belum sempurna dan

masih terdapat kekurangan. Besar harapan kami agar laporan akhir ini dapat

diberi kritik yang membangun kami untuk dapat menyusun laporan akhir di

kemudian hari dengan sangat baik.

Sumedang, Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB Hal

KATA PENGANTAR...................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................... iii

I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan..................................................................... 2
1.2.1 Maksud............................................................................... 2
1.2.2 Tujuan................................................................................. 2

II PEMBAHASAN................................................................................ 3
2.1 Pengertian Protein, Peptida, dan Asam Amino........................... 3
2.1.1 Protein................................................................................. 3
2.1.2 Peptida................................................................................ 4
2.1.3 Asam Amino....................................................................... 4
2.2 Struktur dan Fungsi Cysteine dan Thyrosine dalam Ternak....... 5
2.2.1 Struktur cysteine................................................................. 5
2.2.2 Fungsi cysteine................................................................... 6
2.2.3 Struktur tyrosin................................................................... 7
2.2.4 Fungsi tyrosin..................................................................... 7
2.3 Proses Pencernaan Cysteine dan Thyrosine dalam Ternak......... 8
2.3.1 Metabolisme cysteine......................................................... 8
2.3.2 Metabolisme thyrosine....................................................... 11

2.4 Upaya Proteksi Cysteine dan Thyrosine...................................... 14


2.4.1 Upaya Proteksi Cysteine..................................................... 14
2.4.2 Upaya Proteksi Tyrosine.................................................... 15

III KESIMPULAN................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 19

iii
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan hal yang sangat penting dalam usaha peternakan, bahkan

dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu usaha peternakan tergantung pada

manajemen pakan. Kebutuhan pakan dari tiap-tiap ternak berbeda-beda sesuai dengan

jenis, umur, bobot badan, keadaan lingkungan dan kondisi fisiologis ternak. Pakan

harus mengandung semua nutrient yang dibutuhkan oleh tubuh ternak, namun tetap

dalam jumlah yang seimbang. Nutrien yang. dibutuhkan oleh ternak antara lain

karbohidrat, lemak, protein, vitamin, air dan unsur anorganik, serta mineral.

Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang

merupakan polimer dari monomermonomer asam amino yang dihubungkan satu sama

lain dengan ikatan peptida. Protein dapat kita bagi menjadi 2 kelas utama, yaitu

Protein Kasar (Crude Protein) dan Protein Sejati (True Protein). Sekian persen

dari protein kasar yang terdapat di dalam bahan pakan yang di konsumsi oleh sapi

(disebut juga Intake Protein) di uraikan oleh mikroba di dalam rumen sapi. Pada

saat protein sedang diuraikan di dalam rumen, sisa bakan pakan (feed residue)

juga mengalir keluar dari rumen menuju omasum, abomasum untuk selanjutnya

tiba di usus kecil. Hasil akhir dari penguraian protein di usus kecil adalah asam

amino. Asam amino ini kemudian diserap oleh aliran darah dan digunakan oleh

sapi untuk pertumbuhan, perawatan jaringan dan produksi susu.

Asam amino merupakan substansi dasar penyusun protein dan bisa diproduksi

sendiri oleh tubuh untuk keperluan metabolisme dan ditemukan pada semua makanan

yang mengandung protein. Pemberian tambahan asam amino di dalam pakan

membuktikan bahwa mikroorganisme rumen, terutama bakteri dapat tumbuh pesat

dan meningkatkan produktivitas hewan. Berdasarkan kepentingannya dalam pakan


2

asam amino terbagi 2 yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam

amino cysteine dan thyrosin termasuk kedalam asam amino non esensial.

Meskipun cysteine dan thyrosin termasuk asam amino non esensial keberadaan

asam amino ini berperan penting bagi ternak.

Sedikitnya informasi tentang asam amino dan upaya proteksi asam amino

bagi ternak, membuat kita tertarik untuk mengkaji dan menjadikan pembahasan

dalam laporan akhir praktikum kali ini.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Maksud dari praktikum “upaya proteksi asam amino” ini adalah untuk

mengetahui dan mengkaji peran asam amino dalam ternak. Peningkatan teknologi

peternakan memaksa kita untuk mengkaji lebih luas terkait pemberian asam

amino pada ternak sebagai peningkatan produktivitas ternak. Asam amino yang

diberikan ada yang perlu diproteksi dan ada yang tidak, agar dimanfaatkan dengan

baik di dalam tubuh ternak.

1.2.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam praktikum ini yaitu:

1. Mengetahui pengertian dari protein, peptida, dan asam amino

2. Mengetahui struktur dan fungsi asam amino cysteine dan thyrosine

3. Mengetahui proses pencernaan asam amino cysteine dan thyrosine

dalam ternak

4. Mengetahui upaya proteksi asam amino cysteine dan thyrosine


3

II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Protein, Peptida, dan Asam Amino

2.1.1 Protein

Menurut Soerodikoesoemo & Hari, (1989), protein adalah makromolekul

yang tersusun dari bahan dasar asam amino. Ada kurang lebih 20 macam asam

amino yang menyusun protein. Protein terkandung dalam sistem hidup semua

organisme baik yang berada pada tingkat rendah maupun organisme tingkat

tinggi. Protein memiliki peran yang kompleks di dalam semua proses biologi.

Protein berfungsi sebagai katalisator, sebagai pengangkut dan penyimpan molekul

lain seperti oksigen, mendukung secara mekanis sistem imun tubuh, menghasilkan

pergerakan tubuh, sebagai transmitor gerakan syaraf, dan juga mengendalikan

pertumbuhan dan perkembangan. Analisa elementer protein menghasilkan unsur-

unsur C, H, N dan O dan juga S. Disamping itu beberapa protein juga

mengandung unsur-unsur lain, terutama P, Fe, Zi dan Cu.

Menurut pendapat Stryer (1995), peran dan aktivitas protein dalam proses

biologis antara lain sebagai katalis enzimatik, bahwa hampir semua reaksi kimia

dalam sistem biologi dikatalis oleh makromolekul yang disebut enzim yang

merupakan satu jenis protein. Sebagian reaksi seperti hidrasi karbondioksida

bersifat sederhana, sedangkan reaksi lainnya seperti replikasi kromosom sangat

rumit. Enzim mempunyai daya katalitik yang besar, urnumya meningkatkan

kecepatan reaksi sampai jutaan kali. Peran lainnya dari protein dalam sistem

biologi adalah sebagai transport dan penyimpanan. Contohnya transport oksigen


4

dalam eritrosit oleh hemoglobin dan rnioglobin yakni sejenis protein yang

mentransport oksigen dalam otot.


5

2.1.2 Peptida

Sanchez & Vasquez (2017) berpendapat bahwa Peptida merupakan

senyawa alami yang tersusun dari beberapa monomer asam amino yang tergabung

dan saling berikatan melalui ikatan peptida atau amida. Beberapa peptida secara

biologi aktif dan berguna untuk meningkatkan status kesehatan manusia dan

hewan yang biasa disebut sebagai peptida bioaktif. Peptida terdapat dalam bentuk

alami atau sintetik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan

produktivitas ternak. Meskipun beberapa peptida bebas sudah tersedia secara

alamiah, kebanyakan peptida bioaktif masih terikat dalam protein asal dan

dilepaskan melalui proses enzimatik atau hidrolisis.

Menurut pendapat Fosgerau & Hoffmann (2015), peptida memiliki sifat

yang selektif, efektif, lebih aman, dan dapat ditoleransi oleh tubuh karena berasal

dari protein sehingga tidak dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Peptida

dapat dimetabolisme lebih cepat daripada senyawa organik sehingga mampu

meminimalisir risiko kontaminasi residu pada produk peternakan seperti susu,

telur dan daging. Pada ternak yang diberikan pengobatan kimia lebih berisiko

meninggalkan residu pada produknya yang disebabkan oleh senyawa obat yang

sulit didegradasi oleh tubuh. Karena pesatnya perkembangan teknologi dan

metode analisis yang ada, hal ini mampu memfasilitasi penemuan dan identifikasi

peptida baru yang berpotensi untuk keperluan medis. Teknologi dan metode

tersebut memungkinkan modifikasi peptida yang telah ada secara alamiah atau

membuat varian peptida yang sepenuhnya tiruan atau sintetis dengan aktivitas

yang dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.

2.1.3 Asam Amino

Menurut Mandila dan Hidajati (2013), Asam amino adalah komponen

utama penyusun protein yang memiliki fungsi metabolisme dalam tubuh dan
6

dibagi dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino

non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh disebut juga asam

amino endogen, sedangkan asam amino esen-sial merupakan asam amino yang

tidak dapat dibuat dalam tubuh dan hanya bisa diperoleh dengan mengkonsumsi

makanan yang mengandung protein. Menurut pendapat Nelson dan Cox (2004),

masing-masing asam amino berikatan melalui ikatan kovalen. Protein dapat

dipecah menjadi unit yang lebih sederhana (asam amino) melalaui proses

hidrolisis.

Winarno (2008) berpendapat bahwa struktur asam amino secara umum

adalah satu atom C yang mengikat empat gugus, yaitu gugus amina (NH2), gugus

karboksil (COOH), atom hidrogen H) dan satu gugus sisa (R atau residue) atau

disebut juga gugus rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan

asam amino lainnya. Asam amino pada umumnya larut dalam air dan tidak larut

dalam pelarut organik non polar, yaitu eter, aseton, dan kloroform. Lehninger

(1982) berpendapat bahwa asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan

rantai samping tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat membuat

asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik

jika non polar.

2.2 Struktur dan Fungsi Cysteine dan Thyrosine dalam Ternak

2.2.1 Struktur cysteine

Sistein adalah asam amino yang mengandung sulfur non-esensial pada

manusia, terkait dengan sistin, Sistein penting untuk sintesis protein, detoksifikasi,

dan fungsi metabolisme yang beragam. Ditemukan dalam beta-keratin, protein

utama pada kuku, kulit, dan rambut, Sistein penting dalam produksi kolagen, serta

elastisitas dan tekstur kulit. Juga dibutuhkan dalam pembuatan asam amino taurin,
7

Sistein merupakan komponen dari antioksidan glutathione, dan berperan dalam

metabolisme biokimia esensial seperti koenzim A, heparin, dan biotin. (NCI04)

Pembentukan ikatan disulfida yang dapat dibalik dengan oksidasi antara

molekul sistein, ikatan disulfida ditunjukkan dengan warna abu-abu di sistein.

2.2.2 Fungsi cysteine

Sistein membangun jembatan disulfida yang berkontribusi stabilitas

protein sehingga memungkinkan pembentukan untaian serat yang kuat seperti

rambut, wol dan bulu, seperti serta tanduk, kuku dan paku karena mengandung

besar jumlah sistein (Renneberg, 2008).

Selanjutnya, sistin (dua molekul sistein terbentuk cysteine) digunakan

dalam perawatan kuku karena mempromosikan dengan benar pertumbuhan kuku,


8

kekerasan dan fungsionalitas (Iorizzo, 2007). Itu asetil sistein (N-asetilsistein)

digunakan dalam formulasi produk yang aman dan efektif untuk produk

perawatan kulit antiaging dan anti atrofi (Hillebrand dkk, 1997).

Sebagai pakan ternak, sistin dianggap berkhasiat dalam sebagian

memenuhi persyaratan asam amino yang mengandung belerang di semua spesies

hewan (EFSA, 2013). L-sistein juga telah terbukti memiliki profilaksis potensi

melawan keracunan nitrat pada spesies ruminansia (Takahashi, 1991)

Asam amino metionin sistein merupakan asam amino yang mengandung

sulfur sebagai precursor gluthathion (glutamycysteinglycine), yang berperan

penting dalam eliminasi toksin melalui reaksi konjugasi yang berlangsung di hati

dan diubah menjadi bentuk non-toksik yang dapat disekresikan

2.2.3 Struktur tyrosin

L-Tirosin adalah isomer levorotatori dari tirosin asam amino aromatik. L-

tirosin adalah tirosin alami dan disintesis secara in vivo dari L-fenilalanin. Ini

dianggap sebagai asam amino non-esensial; Namun, pada pasien dengan

fenilketonuria yang kekurangan fenilalanin hidroksilase dan tidak dapat

mengubah fenilalanin menjadi tirosin, ini dianggap sebagai nutrisi penting. In

vivo, tirosin berperan dalam sintesis protein dan berfungsi sebagai prekursor

untuk sintesis katekolamin, tiroksin, dan melanin.


9

2.2.4 Fungsi tyrosin

Menurut Morales dan Lianos (1996), protein tyrosin kinase merupakan

salah satu molekul protein yang terdapat pada membran plasma spermatozoa dan

berfungsi untuk pengenalan dengan ZP3 serta berperan dalam signal transduksi

yang akan menghasilkan autofosforilasi.

Tyrosin kinase merupakan enzim yang mengatur hubungan antar sel,

diferensiasi, adhesi serta pergerakan sel. Aktivitas tyrosin kinase sangat

dipengaruhi oleh pH, temperatur dan waktu inkubasi (Tesarik dkk., 1993).

Aktivitas tirosin kinase penting dalam proses autofosforilasi spermatozoa dan

aktivitasnya akan maksimum apabila bekerja pada kondisi optimum.

2.3 Proses Pencernaan Cysteine dan Thyrosine dalam Ternak

2.3.1 Metabolisme cysteine

Sistein adalah asam amino semi-esensial bergizi dan hadir terutama dalam

bentuk L - sistin di ruang ekstraseluler. Dengan bantuan sistem transportasi

ekstraseluler L - sistin melintasi membran plasma dan tereduksi menjadi L -

sistein dalam sel oleh thioredoxin dan pengurangan glutathione (GSH).

Intraseluler L - sistein memainkan peran penting dalam rumah selulerostasis

sebagai prekursor untuk sintesis protein, dan untuk produksi GSH, hidrogen sulfi

de (H2S), dan taurin. L - Sintesis GSH yang bergantung pada sistein telah diteliti

di banyak patologi kondisi ical, sedangkan jalur untuk L - metabolisme sistein


10

untuk membentuk H2S hanya mendapat sedikit perhatian terkait dengan

pencegahan dan pengobatan penyakit pada manusia. Sistein adalah asam amino

semi-esensial bergizi. Tiga sumber berkontribusi L - sistein dalam tubuh:

penyerapan dari makanan, jalur transsulfuration dari L - degradasi metionin, dan

pemecahan protein endogen. Dalam protein makanan dan jaringan dan dalam

darah, L - sistein ada terutama dalam bentuk L - sistin karena L - sistein dengan

cepat teroksidasi menjadi L - sistin dalam kondisi normoksik.

Meskipun L -sistein dan L - metabolisme sistin melalui berbagai cara

belum sepenuhnya dieksplorasi di semua jaringan, hasil penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa keseimbangan antara ekstraseluler dan intraseluler L - sistein

/ L - sistin sebagian besar diatur oleh transportasi. Saat ini, L - sistein dan L -

transpor sistin telah terbukti terkait dengan sistem A, ASC, L, X - , B o, + , dan X.

Efuks dari L - sistein dari sel dan serapan L - sistin oleh sel meningkatkan

rasio intraseluler L - sistin untuk L - sistein. Sebaliknya, penyerapan L - sistein

oleh sel dan oksidasinya menjadi L - sistin, dan efek dari L - sistin oleh sel

meningkatkan rasio ekstraseluler L - sistin untuk L - sistein (Gbr. 1). Sedangkan

untuk memenuhi kebutuhan seluler, L - sistin diangkut secara luas ke dalam sel.

Konversi intraseluler dari L - sistin menjadi L - sistein telah dianggap sebagai


11

proses kunci untuk menengahi ekstraseluler L - sistein / L - cystine redox, serta

sintesis protein dan glutathione (GSH) Park, Y, dkk (2010). Namun, sistem redoks

spesifik atau enzim yang bertanggung jawab untuk reduksi ini belum sepenuhnya

teridentifikasi. Berdasarkan literatur saat ini, setidaknya dua sistem terkait

diketahui mengkatalisasi pengurangan L - sistin menjadi L - sistein: thioredoxin-1

/ thioredoxin reduktase 1 (Trx1 / TR1) dan glutaredoxin-1 / GSH / GSH disulfide

reduktase (Grx1 / GSH / GR) , Lagu, JY, Roe, JH (2008). Jones dkk (2004) telah

memodelkan tereduksi (Trx atau GSH) atau teroksidasi (oksigen reaktif

tampaknya, O 2 atau CySS) reaksi terkait redoks: PrSH + Cystine → PrSS-sistein

+ L - sistein (aktivitas "on" atau "off") dan Pr-SS-sistein + Trx / GSH → PrSH +

CySSG (kebalikan dari reaksi di atas).

Jaringan tersebut menunjukkan bahwa Trx dan GSH berkontribusi pada

konversi intraseluler L - sistin untuk L - sistein dan status reduksi intraseluler,

yang selanjutnya diperkuat oleh bukti-bukti lain. Keadaan redoks dari kedua Trx1

dan GSH / GSH teroksidasi lebih banyak mereduksi daripada intraseluler L -

sistein / L - redoks sistin (-160 sampai - 125 mV), dengan Trx1 dipertahankan

dalam kisaran –280 hingga –270 mV dan GSH / GSH teroksidasi difluktuasi dari -

250 mV dalam sel yang berkembang biak dengan cepat hingga -200 mV dalam sel

yang berdiferensiasi. Data ini mengungkapkan kapasitas tinggi dari Trx dan GSH

untuk L - pengurangan sistin. Tingkat konversi intraseluler L - sistin untuk L -

sistein diperkirakan sekitar 2 M / menit dalam sel dengan 3 mM GSH dan 30 M. L

- sistin, sedangkan nilainya dapat dicapai secara katalitik sekitar 7 M / menit

dengan bantuan Grx atau Trx Jones dkk (2004).


12

Jalur metabolisme intraseluler L - sistein termasuk sintesis protein, serta

generasi GSH (-glutamil-sisteinil-glisin), hidrogen sul fi de (H. 2 S), sisteinulin,

taurin, piruvat, dan belerang anorganik (Gbr. 2) Cresenzi (2003).

L - Sistein dapat mengatur metabolisme nutrisi, stres oksidatif, jalur

pensinyalan fisiologis, dan penyakit terkait melalui produksi GSH, H. 2 S, dan

taurin. Ulasan ini menyoroti jalur metabolisme L - katabolisme sistein untuk

GSH, H 2 S, dan taurin, dengan penekanan khusus pada penggunaan terapeutik

dan nutrisi L - sistein untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ternak.

2.3.2 Metabolisme thyrosine


13

Sebagian besar pengetahuan tentang langkah-langkah kimia yang terlibat

dalam oksidasi tyrosin pada enzim hingga kadar polimer tinggi yang tidak dapat

larut. reaksi dalam gambar 1 menunjukkan bahwa, dalam kehadiran tirosinase dan

oksigen molekuler, tirosine dioksiasi menjadi dopa dan dopa ke dopa quinone.

Tahap lebih lanjut dalam reaksi.

Oksigen molekuler bereaksi dengan kompleks ini, dan tirosine dioksidasi

untuk dopa, yang tidak terikat dengan enzim. Pada titik ini enzim masih dalam

bentuk dikurangi. Oksigen molekuler kemudian dapat mengoksida kembali enzim

yang diperkecil itu ke bentuk semula tidak aktif. Hendaknya ditunjukkan bahwa
14

reaksi mekanis dari proses enzim (gambar, 2 dan 3) didukung oleh banyak

penyelidik

Tapi digugat oleh orang lain. Dalam periode 25 tahun setelah 1895,

sewaktu tirosinase pertama kali ditemukan dalam jamur, banyak publikasi

memperlihatkan bahwa enzim ini hadir. Tirosin juga dilaporkan hadir dalam kuda

dan juga dalam uvea babi, jaringan kulit kutan hitam kuda, dan kulit kelinci.

Selama periode itu, secara umum dianggap bahwa tirosinase berperan dalam

pembentukan normal melanin pada mamalia. Akan tetapi, pandangan ini mulai

kehilangan para penganutnya ketika tirosinase tidak dapat dipertontonkan dengan

cacat dalam kulit berpigmen normal. Ditemukannya tirosinase dalam malanomas

dan pada kulit binatang dilupakan atau dianggap keliru.

Apa yang tampaknya menjadi pukulan terakhir adalah hipotesis tirosinase

ketika bloch memperlihatkan bahwa dopa, tetapi bukan tirosin, dapat dioksidasi
15

untuk melanin dalam eytoplasm melanosit pada potongan-potongan kulit manusia

yang normal

Kebanyakan peneliti saat ini tertarik pada masalah ini adalah beberapa

pendapat dimasukan kedalam poin-poin berikut :

1. Aktivasi Tyrosinase Mammalia oleh L-DOPA adalah proses yang spesifik.

DL-DOPA kurang efektif daripada L-DOPA, dan senyawa dihidroxyphenyl

lainnya, seperti katekol dan adrenalin, bahkan kurang aktif, tidak dapat

disimpulkan bahwa dopa oxidase hadir yang hanya bertindak di L-dopa untuk

mengubah setengah dari DOPA asli ke DOPA Quinone, yang dapat saya tolak

reak. Dengan tirosin. Meskipun senyawa dihidroxypheny selain DOPA tidak

efektif dalam mengkatalisis oksidik enzimasi tirosin, dalam sistem dimana

dopa teroksidasi enzim secara resin-nya teroksidasi oleh produk oxydation

DOPA.

2. dl-Tyrosine-Tyrosinase hanya mengkonsumsi satu setengah dari jumlah

oksigen sebagai campuran L-Tyrosine-Tyrosinase serupa. Oleh karena itu,

oksidasi L-tirosin di hadapan tirosin mamalia adalah spesifik, d-tirosin tidak

teroksidasi. Jika oksidasi tirosin tidak nonenim sertifikat sehingga DL-DOPA


16

adalah AAS yang efektif seperti L-DOPA, akan diharapkan begitu Dopa

Quinone membentuknya dapat bertindak baik pada D-atau L-Tyrosine tanpa

perbedaan dalam oxydation DL-Tyrosine. Hal ini ditanggung secara

eksperimental.

3. 3- asetil - dan N-Formiltyrosina adalah penghambat kompetitif untuk oksidasi

enzim tirosin dan dopa. Dengan demikian tampak bahwa tirosin dan DOPA

dapat dilampirkan ke situs yang sama pada molekul enzim pada waktu yang

berbeda. Dalam proses nononzim semacam itu lampiran tirosin tidak akan

diharapkan.

4. Studi Detail Dawson dan Nelson, dan Doskocil menunjukkan bahwa senyawa

dihidroxypheny yang berkurang, dalam hal ini DOPA, dan bukan bentuk

quinone yang aktif.

5. Mempelajari oksidasi tirosin non-gimiten di hadapan ion Euprie dan

kreinastrasi dowa. Dia mengusulkan bahwa tirosin bisa dioksida oleh Dopa

Quinone seperti yang ditunjukkan pada gambar.

2.4 Upaya Proteksi Cysteine dan Thyrosine

2.4.1 Upaya Proteksi Cysteine


17

Upaya memproteksi kandungan asam amino Cystein didalam rumen

domba dilakukan dengan menggunakan kandungan tannin kental. Hal tersebut

dijelaskan dalam jurnal penelitian Wang et.al. (1996) yang membahas mengenai

efek pemberian tannin kental dari tanaman Lotus corniculatus pada usus kecil

domba. Pada percobaan tersebut diketahui tannin kental menekan daya cerna

tanaman yang sebenarnya metionin dan sistein di usus kecil domba dan mengubah

situs pencernaan, mengurangi proporsi yang dicerna di bagian proksimal usus

kecil dan meningkatkan proporsinya dicerna di sepertiga terakhir usus kecil.

Dengan demikian dapat dikatakan tannin kental memperlambat laju pencernaan

adam amino dalam usus kecil domba.

Tannin kental tidak mempengaruhi kecernaan total digesta metionin tetapi

tertekan kecernaan yang jelas dari total digesta cysteine memasuki usus kecil dan

meningkatkan fluks abomasal keduanya asam amino. Terjadi peningkatan

substansial pada jumlah total metionin tetapi tidak total sistein ternyata diserap

dari usus kecil. Ini menunjukkan itu efek tannin kental pada pencernaan total

metionin dan total sistein terjadi terutama melalui pengurangan degradasi rumen

dari kedua asam amino dan reduksi kecernaan sistein. penyerapan sistein dalam

penelitian Wang et.al. (1996) lebih tinggi daripada penelitian McNabb et al.

(1993). Perbedaan tersebut dimungkinkan terjadi karena adanya perbedaan

konsentrasi, struktur molekul, dan berat molekul tannin kental yang berbeda pada

kedua penelitian tersebut.

2.4.2 Upaya Proteksi Tyrosine

Tyrosine merupakan salah satu dari 20 asam amino pembentuk protein.

Tyrosine memiliki satu gugus fenol ( Fenil dengan satu tambahan gugus
18

Hidroksil). Pembentukan tirosina menggunakan bahan baku fenilalanina oleh

enzim fenilalanin hidroksilase. Enzim ini hanya membuat para-tyrosine. Dua

isomer yang lain yaitu meta-tyrosine dan orto-tyrosine terbentuk apabila terjadi

"serangan" dari radikal bebas pada kondisi oksidatif tinggi (keadaan stress).

Upaya proteksi terhadap asam amino tyrosine pada ternak ruminansia

besar adalah dengan menambahkan tyrosine dalam bentuk RP-AA (Ruminally

Protected –Amino Acid). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Swanepoel et.al. (2018) dimana pengujian dilakukan untuk melihat respon

sapi perah laktasi terhadap suplementasi fenilalanin yang ditingkatkan dengan

penambahan tyrosine. Dalam penelitian tersebut Swanepoel et.al. (2018)

menggunakan RP-AA tyrosine yang berisi 600 g/Kg tyrosine dengan 400 g/Kg

matriks lemak.
19

III

KESIMPULAN

1. Protein adalah makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam amino.

Peptida merupakan senyawa alami yang tersusun dari beberapa monomer

asam amino yang tergabung dan saling berikatan melalui ikatan peptida

atau amida. Asam amino adalah komponen utama penyusun protein yang

memiliki fungsi metabolisme dalam tubuh dan dibagi dua kelompok yaitu

asam amino esensial dan non-esensial.

2. Sistein adalah asam amino yang mengandung sulfur non-esensial pada

manusia, terkait dengan sistin. Sebagai pakan ternak, sistin dianggap

berkhasiat dalam sebagian memenuhi persyaratan asam amino yang

mengandung belerang di semua spesies hewan. Sistine berperan penting

dalam eliminasi toksin melalui reaksi konjugasi yang berlangsung di hati

dan diubah menjadi bentuk non-toksik yang dapat disekresikan. Tirosin

adalah isomer levorotatori dari tirosin asam amino aromatik. L-tirosin

adalah tirosin alami dan disintesis secara in vivo dari L-fenilalanin. Protein

tyrosin kinase merupakan salah satu molekul protein yang terdapat pada

membran plasma spermatozoa. Aktivitas tirosin kinase penting dalam

proses autofosforilasi spermatozoa.

3. Tiga sumber berkontribusi L - sistein dalam tubuh: penyerapan dari

makanan, jalur transsulfuration dari L - degradasi metionin, dan

pemecahan protein endogen. Dalam protein makanan dan jaringan dan


20

dalam darah, L - sistein ada terutama dalam bentuk L - sistin karena L -

sistein dengan cepat teroksidasi menjadi L - sistin dalam kondisi

normoksik. Dalam metabolisme thyrosine Aktivasi Tyrosinase Mammalia

oleh L-DOPA adalah proses yang spesifik. dl-Tyrosine-Tyrosinase hanya

mengkonsumsi satu setengah dari jumlah oksigen sebagai campuran L-

Tyrosine-Tyrosinase serupa. 3- asetil - dan N-Formiltyrosina adalah

penghambat kompetitif untuk oksidasi enzim tirosin dan dopa.

4. Upaya memproteksi kandungan asam amino Cystein didalam rumen

domba dilakukan dengan menggunakan kandungan tannin kental. Upaya

proteksi terhadap asam amino tyrosine pada ternak ruminansia besar

adalah dengan menambahkan tyrosine dalam bentuk RP-AA (Ruminally

Protected –Amino Acid).

5.
21

DAFTAR PUSTAKA

Alton, Meister. 1953. Advances in Enzymology and Related Areas of Molecular


Biology, Volume 181. Interscience Publisher
Cresenzi, CL, Lee, JI, Stipanuk, MH, Sistein adalah sinyal metabolik yang
bertanggung jawab untuk pengaturan makanan dari sistein dioksigenase
hati dan ligase sistein glutamat pada tikus utuh. J. Nutr. 2003, 133, 2697
2702.
European Food Safety Authority (EFSA). Scientific Opinion on the safety and
efficacy of L-cystine for all animal species. EFSA Panel on Additives and
Products or Substances used in Animal Feed (FEEDAP), Parma, Italy
EFSA Journal 2013; 11(4): 3173
Fosgerau K, Hoffmann T. 2015. Peptide therapeutics: Current status and future
directions. Drug Discov Today. 20:122-128.
Hillebrand G, Bush RD. Use of N-acatyl-L-cysteine and derivatives for regulating
skin wrinkles and/or skin atrophy. Great Britain Patent EP 0 734 718 A2.
1992.
Iorizzo M, Piraccini BM, Tosti A. Nail cosmetics in nail disorders. J Cosmet
Dermatol 2007; 6: 53-8.
http://dx.doi.org/10.1111/j.14732165.2007.00290.x
Jones, DP, Go, YM, Anderson, CL, Ziegler, TR dkk., Pasangan sistein / sistin
adalah simpul yang baru dikenali di sirkuit untuk pensinyalan dan kendali
redoks biologis. FASEB J. 2004, 18, 1246–1248.
Lagu, JY, Roe, JH, Peran dan regulasi trx1, sebuah cytosolic thioredoxin di
Schizosaccharomyces pombe. J. Microbiol. 2008, 46, 408–414.
Lehninger AJ. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Mandila, S.P. dan N. Hidajati. 2013. Identifikasi asam amino pada cacing sutra
(Tubifex sp.) yang diekstrak dengan pelarut asam asetat dan asam
laktat. UNESA J. of Chemistry, 2(1):103 109.
MCNABB, W. C, WAGHORN, G. C, BARRY, T. N. & SHELTON, I. D. (1993).
The effect of condensed tannins in Lotus pedunculatus on the digestion
and metabolism of methionine, cystine and inorganic sulphur in sheep.
British Journal of Nutrition 70, 647-661.
National Center for Biotechnology Information (2021). PubChem Compound
Summary for CID 5862, L-Cysteine. Retrieved March 8, 2021
from https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/L-Cysteine.\
National Center for Biotechnology Information (2021). PubChem Compound
Summary for CID 6057, Tyrosine. Retrieved March 8, 2021
from https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Tyrosine.
22

Nelson DL dan Cox MM. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry. New York:
W. H. Freeman.
Renneberg R. 2008. High grade cysteine no longer has to be extraxted from hair.
In Demain, AL, eds. Biotechnology for beginners. Academic Press:
Amsterdam, pp.106.
Sanchez A, Vasquez A. 2017. Bioactive peptides: A review. Food Qual Saf. 1:29
46.
Soerodikoesoemo dan Hari. 1989. Struktur Dan Fungsi. Protein Kolagen. Jurnal
Pelangi Ilmu: 2(5).
Stryer, Lubert. 1995. Biochemistry. New York: W.H. Freeman and Company.

Swanepoel, N., Robinson, P.H., Erasmus, L.J. 2015. Effects of ruminally


protected methionine and/or phenylalanine on performance of high
producing Holstein cows fed rations with very high levels of canola meal.
Anim. Feed Sci. Technol. 205, 10–22.

Swanepoel, N., Robinson, P.H., Erasmus, L.J. 2018. Production responses of high
producing Holstein cows to ruminally protected phenylalanine and
tyrosine supplemented to diets containing high levels of canola meal.
Anim. Feed Sci. Technol. 243, 90–101.
Takahashi, J, Young, BA. Prophylactic effect of L-cysteine on nitrate-induced
alterations in respiratory exchange and metabolic rate in sheep. Anim Feed
Sci and Tech 1991; 35: 105–13. http://dx.doi.org/10.1016/0377
8401(91)90103-Y.
Tesarik J, Moon J, and Mendoza C. 1993. Stimulation of protein tyrosin
phosphorylation by a progesterone receptor on surface of human sperm.
Endocrinology. 133: 328 – 335.
Tesarik J, Moon J, and Mendoza C. 1993. Stimulation of protein tyrosin
phosphorylation by a progesterone receptor on surface of human sperm.
Endocrinology. 133: 328 – 335.
WANG, Y., WAGHORN, G., McNABB, W.,C., BARRY, T.,N., HEDLEY, M.,J.,
And SHELTON, I., D. (1996) Effect of condensed tannins in Lotus
corniculatus upon the digestion of methionine and cysteine in the small
intestine of sheep. Journal of Agricultural Science, Cambridge , 127, 413-
421.
Winarno, F.G. 2008. Kimia pangan dan gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai