Anda di halaman 1dari 13

WAYANG KULIT PALEMBANG

Disusun Oleh:
Nama: Elok Azizah
Kelas: X IPA 3
Guru Pembimbing: Ibu Erpadellah, S.Pd.

TAHUN AJARAN 2020/2021


SMA NEGERI SUMATERA SELATAN
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Wayang Kulit Palembang
ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas siswa pada Mata
pelajaran Dance . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang salah satu kebudayaan Kota Palembang bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Erpadellah , selaku guru mata pelajaran Dance di
SMA Negeri Sumatera Selatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan akan kebudayaan-kebudayaan daerah setempat, khususnya
Wayang Kulit Palembang ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatu.

Palembang,6 Maret 2021

Elok Azizah

i
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................................iii
I.1 Latar Belakang....................................................................................
I.2 Rumusan Masalah......................................................................................
I.3 Tujuan...........................................................................................................
I.4 Metode dan Teknik Penelitian......................................................................
I.5 Manfaat Penulisan.......................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN...............................................................................................
2.1 Pengertian wayang kulit.......................................................................
2.2 Sejarah Wayang Kulit Palembang......................................................
2.3 Pembuatan serta Dalang wayang kulit................................................
2.4 Nilai yang terkandung dalam Wayang Kulit.......................................
2.5 Perkembangan Wayang Kulit dari Masa ke masa..............................
2.6 Penyebab Menurunnya minat Masyarakat terhadap Wayang Kulit..............
BAB III. PENUTUP.......................................................................................................
3.1 Dokumentasi..........................................................................................
3.2 Kesimpulan.........................................................................................
3.3 Saran...................................................................................................
Daftar Pustaka................................................................................................
ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara besar yang memiliki begitu banyak keanekaragaman budaya yang
tidak dapat dihitung satu-persatu jumlahnya. Salah satunya yang tak asing ditelinga kita ialah
Wayang Kulit. Wayang Kulit, merupakan warisan nenek moyang kita dari berabad-abad
lamanya yang masih ada hingga saat ini. Mungkin, wayang kulit yang banyak diketahui
berasal dari pulau Jawa. Tetapi, di Provinsi Sumatera Selatan, khususnya kota Palembang,
terdapat salah satu jenis Wayang Kulit yang telah lama sekali keberadaannya dan jarang
diketahui banyak orang.
Keberadaannya yang jarang diketahui inilah yang menjadikan wayang kulit Palembang
perlahan mulai menghilang dari pesatnya perkembangan kebudayaan sekitar. Peminat dari
kesenian ini mulai menurun dengan mengikuti cepat lajunya perkembangan teknologi dari
generasi muda saat ini di Kota Palembang. Bahkan pada titik tumpu tahun 2019, dalang dan
sanggar yang tersisa di seluruh Sumatera Selatan hanya tersisa satu orang dalang dan satu
buah sanggar, yaitu dalang Kiagus Wirawan dengan sanggarnya yang bernama sanggar Sri
Palembang. Berdasarkan wawancara dengan Kiagus Wirawan di Kelurahan 36 Ilir,
Kecamatan Ilir Barat 2, Desa Tangga Buntung, Kota Madya Palembang pada 21 Agustus
2018 disebutkan bahwa Wayang Palembang muncul sejak masa transisi kerajaan Sriwijaya
menuju era kesultanan Palembang Darussalam sekitar abad Ke-17M dan mengalami kejayaan
sekitar abad ke-20M hingga akhirnya berangsur melemah hingga tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah adalah suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui
pengumpulan data untuk mendukung pemecahan suatu masalah. Rumusan masalah dituliskan
dalam bentuk pertanyaan dan harus sesuai dengan topik atau penelitian yang ingin dibahas.
Berdasarkan Latar Belakang yang telah penulis paparkan diatas, penulis merumuskan
beberapa masalah, yaitu:
1) Bagaimana Sejarah wayang kulit di Palembang!
2) Apa penyebab dari menurunnya minat masyarakat (khususnya kota Palembang) terhadap
Wayang Kulit?
3) Nilai-nilai yang terkandung dalam Wayang Kulit dalam kehidupan sehari-hari.
4) Bagaimana perkembangan Wayang Kulit Palembang dari dulu hingga sekarang ini?
1.3 Tujuan
Tujuan yang diperoleh melalui penulisan ini antara lain :
Memberikan solusi atas masalah moral yang dialami oleh bangsa Indonesia melalui sarana
pertunjukan wayang salah satunya yaitu pertunjukan wayang kulit. Memunculkan kembali
trend pewayangan, khususnya di kota Palembang ini yang merupakan salah satu Khasanah
budaya Indonesia yang kaya akan falsafah hidup. Banyak memperoleh ilmu pengetahuan
mengenai budaya daerah sendiri, khususnya wayang kulit Palembang yang keberadaannya
telah berabad-abad lamanya. Dan yang terpenting ialah menyelesaikan tugas makalah ini
sesuai dengan apa yang dituliskan pada judul makalah ini.

1.4 Metode dan Teknik Penelitian


Metode dan Teknik Penelitian yang digunakan dalam makalah ini ialah pengumpulan data
dan observasi langsung ke lapangan. Data-data yang didapat lalu dikumpulkan dan di
gabungkan, sehingga menjadi data-data yang relevan dan jelas. Sedangkan observasi yang
dilakukan secara langsung ialah melakukan wawancara kepada pihak yang jelas mengetahui
segala aspek mengenai Wayang Kulit Palembang.
Pengambilan gambar secara langsung dengan menggunakan kamera sendiri menjamin bahwa
penelitian ini dilakukan secara langsung dan valid. Data-data lain yang didapat juga berasal
dari sumber-sumber website resmi.

1.5 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diperoleh melalui penulisan ini antara lain :
Melatih penulis dalam memutuskan solusi dari suatu permasalahan yang terjadi di
Indonesia dengan memanfaatkan seni dalam bentuk karya tulis. Menjaga kelestarian
pertunjukan wayang kulit sebagai salah satu budaya daerah yang menopang
kebudayaan nasional yang terancam punah. Mengeksplorasi potensi diri tentang
berbagai jenis budaya di daerah setempat khususnya Wayang Kulit Palembang.
iii

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wayang Kulit


Wayang kulit (Hanacaraka:ꦮꦪꦁꦏꦸꦭꦶꦠ꧀) adalah seni tradisional Indonesia yang terutama
berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata “Ma Hyang” yang artinya menuju kepada roh
spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah
istilah bahasa Jawa yang bermakna “bayangan”, hal ini disebabkan karena penonton juga bisa
menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan
oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi
oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh
para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari
kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong),
sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang
yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki
pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabarata dan Ramayana, tetapi tak
dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon
carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita panji.

2.2 Sejarah Wayang Kulit Palembang


Palembang dapat dikatakan sebagai pewaris dari kesenian-kesenian yang ada di pesisir utara
pulau Jawa, seperti kesenian musik dan drama, hal itu menurut RMH Nato Dirajo yang masih
keturunan bangsawan Palembang terjadi dikarenakan kerajaan Palembang menjadi bawahan
dari kerajaan Majapahit sejak tahun 1365, setelah Ki Gede Ing Temayan (pejabat dari Jawa)
datang ke Palembang pada abad ke 16, bahasa dari pulau Jawa tersebut kemudian menjadi
bahasa pergaulan di kalangan komunitas keraton Palembang. Pada masa selanjutnya, istilah
yang biasa digunakan di pulau Jawa seperti negara agung (wilayah utama kerajaan) dan
mancanagara (wilayah provinsi) mulai dikenal dan dipakai secara umum, para pangeran
biasanya menguasai wilayah wilayah mancanagara kerajaan Palembang di hulu dan hilir,
pada masa itu wilayah mancanegara kerajaan Palembang meliputi wilayah-wilayah yang juga
dihuni oleh suku Besemah.
Sultan Demak (diperkirakan Arya Penangsang) pada masa Palembang dipimpin oleh Kemas
Anom Jamaluddin suka membantu penguasa Palembang menghadapi musuh-musuhnya dan
hubungan keduanya kemudian diperkuat dengan saling mengirimkan kapal dengan barang
muatan yang berharga, misalnya saja barang yang dikirim dari Demak untuk penguasa
Palembang berisikan gamelan Slendro, Pelog dan satu set wayang kulit Purwa yang sekarang
dikenal dengan nama wayang Kulit Palembang, dikemudian hari juga terdapat kunjungan dari
para seniman Demak ke Palembang untuk mengajarkan bagaimana caranya menggunakan
gamelan dan memainkannya dalam bentuk sebuah pentas kesenian, cara yang diajarkan para
seniman Demak ini kemudian diadaptasikan ke dalam gaya keseharian masyarakat
Palembang yang melayu selama berabad-abad.

2.3 Pembuat serta Dalang yang Memainkan


Perajin Wayang Palembang, Karmo Rejo, membuat wayang kulit di kediamannya di Air
Batu, Kabupaten Banyuasin, Sumsel, Rabu (5/4). Karmo pembuat wayang Palembang dan
wayang kulit, menurutnya saat ini semakin sulit mencari penerus keahlian membuat wayang
di Sumsel.
Pagelaran Wayang Kulit Palembang pada tahun 1970 oleh dalang Ki Agus (Kgs) Rusdi
Rasyid dengan lakon Pandito Cakromayo yang digelar di sanggar Sri Palembang. Kayon
Wayang Kulit Palembang yang asli dengan tinggi sekitar 70 cm sedang dipegang oleh
tetangga Ki Agus Rusdi Rasyid (sanggar Sri Palembang).
Rumah panggung nomor 234 di Lorong Cek Latah RT 10, Kelurahan 13 Ilir, Kecamatan
Gandus Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), Merupakan tempat tinggal generasi terakhir
dalang Wayang Palembang. Kiagus Wirawan Rusdi, atau sering disapa Wira (46), merupakan
satu-satunya dalang wayang Palembang yang masih tersisa di Sumsel. Anak pertama dari
sembilan bersaudara ini, merupakan generasi ketiga yang dipercaya meneruskan tradisi
Wayang Palembang. Menurut Wira, sejak ayahnya meninggal dunia pada tahun 2004, dia
diwariskan ratusan wayang kulit khas Palembang. Koleksi Wayang Kulit yang dipunyanya,
berasal dari berbagai masa.
Pada 2004, Wira mendapat bantuan dari UNESCO sebanyak 50 unit wayang Palembang dan
6 unit gamelan untuk pagelaran. Bantuan itu diserahkan oleh Kementrian Kebudayaan. Selain
menjadi dalang Wayang Palembang, dia juga meneruskan Sanggar Kesenian Sri Wayang
Kulit Palembang, yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Dalam setiap pagelaran Wayang
Palembang, dia dibantu 14 orang pemain yaitu 10 orang penabuh gamelan dan 4 orang
teknisi. Karena kesibukan masing-masing pemain, biasanya yang bisa ikut pagelaran Wayang
Palembang hanya 7-8 orang saja.
Ciri khas Wayang Palembang lainnya yaitu, menabuh gamelan dari urutan kiri ke kanan.
Ternyata cara menabuh ini juga berasal dari tradisi orang terdahulu, yang lebih bisa membaca
tulisan arab dibandingkan bahasa Indonesia. Sehingga kebiasaan membaca huruf arab dari
kanan ke kini, juga menular saat memainkan gamelan hingga saat ini. Karakter wayang juga
sudah banyak dikoleksinya, mulai dari tokoh Kurawa dan saudaranya sebanyak 99 wayang,
Gunungan, Semar, Pendito Budi Sedjati, Arjuno dan lainnya. Wirawan juga sangat hapal
nama-nama wayang tersebut.

2.4 Nilai-nilai yang terkandung dalam Wayang Kulit


Empati (caring) , Kejujuran (Trustworthiness), Keadilan (Fairness) , Saling Menghargai
(Respect), Tanggung Jawab (Responsibility) dan Loyal Terhadap Negara (Citizenship).
Semua itu merupakan nilai-nilai yang tak luput dari pergelaran wayang kulit yang selalu
ditampilkan. Setiap dari nilai-nilai tersebut memiliki banyak makna dan pelajaran yang luar
biasa.
“Biasanya cerita wayang kulit yang ditampilkan di pergelaran ialah mengenai cerita
Mahabarata dengan kisah Lima Pandawa, tetapi unsur-unsur yang ditampilkan sesuai dengan
kehidupan sehari-hari” ujar Wira. Wayang kulit di Palembang merupakan salah satu bentuk
hiburan sekaligus sebagai bentuk dari ajaran-ajaran kehidupan yang terjadi di dalam
lingkungan masyarakat.

2.5 Perkembangan Wayang Kulit dari Masa ke Masa


Wayang Palembang. Keberadaan kesenian wayang ini diyakini merupakan dampak dari
perkembangan kesenian Wayang Jawa. Ketika dilihat dari gaya wayang putren serta rupa
ornament, wayang di Palembang cenderung bergaya Gagrag Yogyakarta. Ada sebuah
perkiraan yang menyebutkan bahwa kedatangan wayang dari Jawa dimulai pada abad XVII
melalui seorang yang bermigrasi ke Palembang. Selanjutnya dikembangkan secara terbatas di
lingkungan keluarga oleh nenek moyang dari Dalang Ki Agus Rusdi Rasyid. Setelah
kedatangannya di Palembang, keahlian dalang diwariskan turun temurun pada jalur keluarga
yang sangat terbatas.
Seiring perkembangannya, pewayangan di Palembang bersentuhan dengan budaya setempat.
Mengadopsi unsur-unsur lokal, terlebih pada bahasa dalam narasi ataupun dialog. Meski
lakonnya tetap berkisar pada Mahabharata dan Ramayana, namun yang khas adalah terjadi
pengolahan cerita berupa Sanggit sebagai lakon carangan. Sebagai misal adalah lakon Arjuno
Duo (Arjuna Kembar) yang terkesan telah jauh dari sumber aslinya. Hanya saja ketika
dirunut, lakon-lakon cerita tetap saja motif-motifnya sama dengan Wayang Purwa Jawa.
Seperti terlihat pada lakon Prabu Indrapura yang motifnya mirip dengan lakon Petruk Dadi
Ratu.
Dalam pagelarannya, wayang di Palembang biasanya diiringi oleh seperangkat gamelan
berlaras pelog. Menggunakan caturan atau gendhing yang memiliki bentuk dan harmoni yang
telah diolah sedemikian rupa. H. Ahmad Sukri Ahkab seorang asli Palembang kelahiran 1947
yang bekerja di RRI Stasiun Palembang sebagai penyiar. Ia tertarik belajar mendalang pada
Ki Agus Abdul Rasyid. H Ahmad Sukri Ahkab mulai berani tampil di RRI Palembang tahun
1978. Pada saat itu setiap sebulan sekali diadakan pagelaran wayang melalui RRI Palembang.
Kesempatan tampil kembali di pentas nasional adalah pada Pekan Wayang Nasional IV tahun
1983. Ketika itu dalang sepuh sudah meninggal, dan yang menjadi dalang kali ini adalah
putera dari Ki Agus Abdul Rasyid yaitu Ki Agus Rusdi Rasyid. Pada era 1983 sampai dengan
1987 nyaris tidak ada lagi kegiatan seni pedalangan di Palembang. Pada tahun 1988 wayang
Palembang tampil lagi dalam rangka promosi wisata daerah Sumatera Selatan.

2.6 Penyebab Menurunnya minat Masyarakat terhadap Wayang Kulit


Palembang
Di masa sekarang ataupun masa yang akan datang tanggung jawab untuk mengembangkan
dan melestarikan warisan leluhur tersebut bukan lagi ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah,
tetapi oleh masyarakat, dalam hal ini mereka para pelaku seni, pecinta seni, pekerja seni dan
pemerhati seni serta lainnya agar kesenian dan budaya tersebut tidak hilang atau musnah di
telan zaman.
Terlebih lagi saat ini, budaya barat dan modernisasi merupakan konsumsi sehari-hari anak-
anak muda. Akibatnya kesenian dan budaya sendiri dianggap tidak nge-trend dan terkesan
kuno, sehingga generasi penerus tidak mau menggelutinya bahkan mereka sudah tidak lagi
mengenal budaya sendiri. Hal lainnya yang menjadi masalah ialah kemasan yang ditampilkan
tidak berkembang mengikuti perkembangan zaman dan bahasa yang digunakan juga
merupakan bahasa lama yang jarang diketahui banyak orang. Pendanaan yang sedikit juga
termasuk salah satu faktor yang menyebabkan susahnya melakukan pergelaran untuk
menunjukkan lebih luas lagi kebudayaan mengenai Wayang Kulit Palembang ini.
Iv

BAB III
PENUTUP
3.1 Dokumentasi

Beberapa gambar-gambar Wayang Kulit Palembang yang sangat lama


dari warisan zaman sebelumnya.
Beberapa gambar-gambar Wayang Kulit Palembang dari bantuan
UNESCO dan Dalang yang menjadi penerus salah satu peninggalan
kebudayaan kota Palembang.
https://drive.google.com/file/d/1Gt9yM91oTBRb5-
IK_nsEle1E_lkGSyn4/view?usp=drivesdk
Video langsung bersama sang Dalang
3.2 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan diatas ialah:

Salah satu kebudayaan Kota Palembang yang sangat jarang diketahui banyak orang di
sekitar, khususnya masyarakat kota Palembang, Sumatera Selatan, merupakan hal
yang sangat eksotis dan bernilai jual mahal akan kebudayaan pergelaran seni yang
ditampilkan. Jenis-jenis wayang di kota Palembang hanyalah wayang kulit yang
terbuat dari kulit kerbau dengan warna keemasan agar saat pertunjukan wayang
tersebut lebih mencolok dan terang.
Sungguh sangat takjub dengan peninggalan budaya yang dari zaman nenek moyang
masih tersimpan dengan rapi dan tetap utuh. Kebudayaan yang sangat luar biasa ini
sampai menarik mata dengan hanya melihat secara langsung bentuk dari wayang kulit
itu sendiri. Nilai-nilai yang terkandung dalam Wayang Kulit Palembang sendiri tidak
luput dari kehidupan sehari-hari masyarakat-Nya. Pemerintah harus mendukung
penuh akan kelestarian dari Wayang Kulit ini, agar masyarakat dan generasi muda
dapat belajar banyak dan mengetahui lebih jauh mengenai Wayang Kulit Palembang
ini.

3.3 Saran
Terkait dengan hal tersebut, saya menyarankan beberapa hal untuk diperhatikan
seperti berikut ini :
1. Perlu adanya metode penelitian lebih lanjut akan upaya peningkatan
diskusi terhadap pemuda, sebagai salah satu cara mengetahui lebih jauh
minat mereka akan kebudayaan ini.
2. Dorongan dari dinas kebudayaan untuk lebih mengenalkan pada
masyarakat akan kebudayaan yang sangat jarang diketahui, bahkan sama
sekali tidak ada yang tahu.
3. Penyimpanan wayang kulit yang telah lama dari zaman ke zaman
seharusnya ditempatkan di tempat yang layak dan dapat dilihat oleh setiap
mata dari berbagai daerah di kota Palembang.
DAFTAR PUSTAKA

https://tribunsumselwiki.tribunnews.com/amp/202...

https://www.google.com/search?q=Wayang+kulit+Palembang

https://www.google.com/search?
q=perkembangan+Wayang+Kulit+Palembang+dari+masa+ke+masa

Anda mungkin juga menyukai