Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 26 Januari 2021


UNIV. AL-KHAIRAAT PALU

REFLEKSI KASUS
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Disusun Oleh:

Alfitrah Ramadhanty Jadjitala, S.Ked


16 20 777 14 405

Pembimbing:
dr. Dewi Suriany A., Sp.KJ

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN KEDOKTERAN JIWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Alfitrah Ramadhanty Jadjitala, S.Ked 162077714405


Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat Palu
Judul Refka : Gangguan Cemas Menyeluruh
Bagian : Ilmu Kesehatan Jiwa

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa

RSUD Undata Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 1 Februari 2021

Pembimbing

dr. Dewi Ariany A., Sp.KJ


REFLESI KASUS PIKIATRI

Nama pasien : Ny. A

Jenis kelamin : Wanita

Umur : 25 tahun

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Dosen

Suku : Bugis

Pendidikan terakhir : S1

Status pernikahan : Belum Menikah

Tanggal pemeriksaan : Senin, 25 Januari 2021

Tempat pemeriksaan : Poliklinik Jiwa RSUD Undata Palu

A. Deksripsi
Seorang Wanita umur 25 tahun masuk Poliklinik RSUD Undata Palu pada
tanggal 25 Januari 2021 dengan keluhan ceman yang dialami semenjak
Desember 2019 lalu setelah melakukan operasi benjolan pada payudara
sebelah kiri. Pasien juga mengeluh sering dingin pada tangan dan kaki,
kesulitan tidur nyenyak, jantung berdebar, tidak bersemangat. Pasien juga
mengeluh jika sedang berada di tempat yang ramai pasien mengalami
sakit kepala.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien
juga memiliki riwayat asam lambung.

B. Emosi terkait
Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien kooperatif sehingga
perlu digali lebih lanjut mengenai kehidupan pasien.
1. Apa yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh?
2. Apa hubungannya panik dengan cemas ?
3. Apa etiologi dari gangguan cemas menyeluruh ?
4. Bagaimana kriteria diagnosis dari kasus ini?
5. Apa saja diagnosis banding dari kasus ini?
6. Bagaimana pemberian terapi pada kasus ini?

C. Evaluasi
- Pengalaman baik : Pasien kooperatif selama dilakukannya anamnesis,
sehingga data yang diharapkan dapat tergali dengan cukup baik. Selain
itu, pasien terlihat nyaman saat dilakukan anamnesis dan berespon baik.
- Pengalaman buruk: Tidak ada.
D. Emosi Terkait
Kasus ini menarik karena keluhan yang dialami oleh pasien, sehingga perlu
digali lebih lanjut mengenai keluhan tersebut.
E. Analisis
Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi gangguan yang ditandai
dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan. Kondisi ini dialami
selama beberapa minggu sampai berbulan-bulan (6 bulan).

Hubungan panik dengan gangguan cemas :


Sistem neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin,
serotonin, dan GABA. Disfungsi serotonergik cukup terlihat pada
gangguan panik dan berbagai studi dengan obat campuran agonis-
antagonis serotonin menunjukan peningkatan angka ansietas.
Respon tersebut dapat disebabkan oleh hiperventilasi serotonin
pascasinaps pada gangguan panik. Terdapat bukti praklinis bahwa
melemahnya transmisi inhibisi lokal GABAnergik di amigdala
basolateral, otak tengah, dan hipothalamus dapat mencetuskan respons
fisiologis mirip ansietas.
Etiologi Gangguan Cemas Menyeluruh
1. Faktor biologis
Efektivitas terapeutik benzodiazepine dan azaspiron telah
memfokuskan upaya riset biologis pada asam aminobutirat dan system
neurotransmitter serotonin. Benzodiasepin diketahui mengurangi
ansietas sedangkan flumazenil dan beta karbolin diketahui
mencetuskan ansietas.walaupun tidak ada data yang meyakinkan yang
menunjukan bahwa reseptor benzodiazepine abnormal pada pasien
dengan gangguan ansietas menyeluruh, beberapa penilith telah
terfokus pada lobus oksipitalis yang memiliki konsentrasi reseptor
benzodiazepine paling banyak di otak.
Area otak lain yang didalilkan terlibat dalam gangguan ansietas
menyeluruh adalah ganglia basalis, system limbic, dan korteks
frontalis. Karena buspiron adalah agonis reseptor serotonin 5-HT₁A.,
terdaoat hipotesis bahwa pengaturan system serotonergik pada
gangguan ansietas menyeluruh adalah abnormal. System
neurotransmitter lain yang menjadi subjek penelitian gangguan
ansietas menyeluruh mencakup neurotransmitter norepinefrin,
glutamate, dan kolesistokinin.
2. Faktor psikososial
Dua kelompok pikiran utama mengenai faktor psikososial yang
menyebabkan timbulnya gangguan ansietas menyeluruh adalah
kelompok perilaku-kognitif dan kelompok psikoanalitik. Menurut
kelompok perilaku-kognitif, pasien dengan gangguan ansietas
menyeluruh memberikan respons pada hal-hal yang secara tidak benar
dan tidak akurat dianggap sebagai bahaya. Ketidakakuratan ini
ditimbulkan melalui perhatian selektif terhadap hal kecil di lingkukan
dengan distrosi pemprosesan informasi dan pandangan yang sangat
negatif terhadap kemampuan beradaptasi diri sendiri. Kelompok
psikoanalitik mendalilkan bahwa ansietas adalah gejala konflik yang
tidak disadari dan tidak terselesaikan.
Tingkat ansietas berkaitan dengan berbagai tingkat perkembangan.
Pada tingkat yang paling primitive, nsietas dapat berkaitan dengan
rasa takut dikalahkan atau bergabung dengan orang lain. Pada tingkay
yang lebih matur, ansietas dapat berkaitan dengan perpisahan dengan
objek yang dicintai. Pada tingkat yang lebih matur, ansietas
berhubungan dengan hilangnya cinta dari objek yang penting.
Ansietas kastrasi berkaitan dengan fase Oedipus pada perkembangan
dan pertimbangan sebagai salah satu tingkat ansietas yang paling
tinggi. Ansietas superego, rasa takut seseorang untuk mengecewakan
idelisme dan nilai-nilainya adalah bentuk ansietas yang paling matur.

Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh (Menurut PPDGJ


III)
Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan
situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”).
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
 Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
 Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai) dan
 Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering, dsb)
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan keluhan somatik berulang
yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa
hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama
gangguan cemas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi
kriteria lengkap dari episode depresif (F32-), gangguan anxietas fobik
(F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif
(F42.-)

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan ansietas


menyeluruh :

Ansietas dan kekhawatiran berlebihan (perkiraan yang menakutkan),


terjadi hampir setiap hari selama setidaknya 6 bulan, mengenai sejumlah
kejadian atau aktivitas (seperti bekerja atau bersekolah)
Orang tersebut merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.
Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau lebih) dari keenam
gejala berikut (dengan beberapa gejala setidaknya muncul hampir setiap
hari selama 6 bulan).
 Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok
 Mudah merasa bersalah
 Sulit berkonsentrasi atau fikiran menjadi kosong
 Mudah marah
 Otot tegang
 Gangguan tidur (sulit tidur atau tetap tidur, atau tidur yang gelisah dan
tidak puas)
Fokus dari ansietas dan kekhawatiran tidak terbatas hanya pada gambaran
gangguan Aksis 1, mis. Ansietas atau cemas bukan karena mengalami
serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu berada di
keramaian (seperti pada fobia sosial), merasa kotor (seperti pada gangguan
obsesi kompulsif), jauh dari rumah atau kerabat dekat (seperti pada
gangguan ansietas perpisahan), bertambah berat badan (seperti pada
anoreksia nervosa), mengalami keluhan fisik berganda (seperti pada
gangguan somatisasi), atau mengalami penyakit serius (seperti pada
hipokondriasis), juga ansietas dan kekhawatiran tidak hanya terjadi selama
gangguan stres pasca trauma.
Ansietas, kekhawatiran, atau gejala fisis menyebabkan distres yang secara
klinis bermakna atau hendaya sosial, pekerjaan, atau area penting fungsi
lainnya.
Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologs langsung dari suatu zat,
atau keadaan medis umum (mis. Hipotiroidisme) dan tidak terjadi hanya
selama gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan
pervasif

F. Evaluasi Multiaksial
1. Aksis I :
 Dari autoanamnesis ditemukan pada pasien memiliki gejala klinis
bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) berupa gejala
sering memiliki perasaan yang tidak enak atau merasakan cemas
sehingga sehingga menimbulkan (disabilitas) berupa hendaya waku
senggang, sosial dan pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pasien ini menderita Gangguan Jiwa.
 Pada pasien tidak terdapat hendaya dalam menilai realita dan tidak
ditemukan adanya waham, sehingga pasien digolongkan dalam
Gangguan Jiwa Non Psikotik.
 Riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna dan
neurologis tidak ditemukan kelainan, sehingga pasien didiagnosa
Gangguan Jiwa Non Psikotik Non Organik.
 Berdasarkan deskripsi kasus diatas, pasien sering memiliki perasaan
tidak enak atau merasakan cemas yang dialami lebih dari satu tahun
setelah melakukan operasi pada payudara sebelah kiri, pasien juga
mengeluh sulit berkonsentrasi. Dan gejala tersebut menimbulkan
penderitaan yang secara klinisi bermakna atau hendaya dalam area
fungsi sosial dan pekerjaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan DSM-IV-TR pasien memenuhi kriteria diagnosa
Gangguan Ansietas Menyeluruh (13.6)
2. Aksis II : Tidak ada gangguan kepribadian
3. Aksis III : Tidak ada
4. Aksis IV : Masalah berkaitan dengan riwayat operasi pada payudara
sebelah kiri
5. Aksis V : Skala GAF saat ini 90-81, gejala minimal, berfungsi baik,
cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa.

G. Rencana Terapi
1. Psikoterapi
Pendekatan psikoterapeutik utama gangguan ansietas menyeluruh
adalah terapi perilaku-kognitif, suprotif, dan psikoterapi berorientasi
tilikan. Data masih terbatas mengenai keuntungan relative pendekatan
tersebut walaupun studi yang paling canggih telah menguji teknik
perilaku-kognitif yang tampaknya memiliki efektivitas jangka pendek
maupun jangka panjang.
Pendekatan kognitif secara langsung ditunjukan pada distrosi
kognitif pasien yang didalilkan dan pendektan perilaku ditunjukan
pada gejala somatic secara langsung. Teknik utama yang digunakan
pada pendekatan perilaku adalah relaksasi dan biofeedback. Sejumlah
data awal menunjukan bahwa kombinasi pendekatan kognitif dan
perilaku lebih efektif daripada salah satu teknik digunakan secara
tersendiri.
Terapi suportif menawarkan pasien keamanan dan kenyamanan,
walaupun efektivitas jangka panjangnya diragukan. Psikoterapi
berorientasi pada tilikan berfokus pada membuka konflik yang tidak
disadari dan mengidentifikasik kekuatan ego. Efektifitas psikoteapi
berorientasi tilikan untuk gangguan ansietas menyeluruh dilaporkan
pada banyak laporan kasus yang tidak resmi tetapi sturdy terkontrol
yang besar hanya sedikit.
Sebagian besar pasien mengalami berkurangnya ansietas secara
nyata ketikan diberikan kesempatan untuk mendiskusikan kesulutan
mereka dengan dokter yang simpatik dan peduli. Jika klinisi
menemukan situasi eksternal yang mencetuskan ansietas, mereka
mungkin mampu sendiri atau dengan bantuan pasien maupun
keluarganya mengubah lingkungan sehingga mengurangi tekanan yang
menimbulkan stress. Perbaikan gejala sering memungkinkan pasien
berfungsi efektif di dalam pekerjaan dan hubungannya sehari-hari
sehingga mendapatkan hadiah dan kepuasan baru yang juga bersifat
terapeutik.
Dalam perspektif psikoanalitik, ansietas kadang-kadangan adalah
sinyal kekacauan yang tidak disadarai yang harus diselidiki. Ansietas
tersebut dapat norma., adaptif, maladaptif, terlalu instens, atau terlalu
ringan, bergantung keadaan. Ansietas muncul dalam sejumlah situasi
selama perjalanan siklus hidup, pada banyak kasus, perbaikan gejala
bukanlah perjalanan gangguan yang paling sesuai.
Untuk pasien yang berorientasi pada psikologis dan memiliki
motivasi untuk mengerti sumber ansietas mereka, psikologis dapat
menjadi terapi pilihan. Terapi psikodinamin berlangsung dengan
asumsi bahwa ansietas dapat meningkat dengan terapi yang efektif.
Tujuan pendekatan dinamik mungkin adalah meningkatkan toleransi
pasien terhadap ansietas, bukannya menghilanglam ansietas.
Pendekatan psikodinamik pada pasien dengan gangguan ansietas
menyeluruh meliputi pencarian rasa takut yang mendasari pada pasien.
2. Psikofarmaka
a. Benzodiazepine
Merupakan obat pilihan untuk gangguan ansietas menyeluruh.
Terapi untuk sebagian besar keadaan ansietas berlangsung 2
hingga 6 minggu diikuti 1 atau 2 minggu untuk keadaan
menurunkan dosis obat secara bertahap sebelum dihentikan.
Penggunaan benzodiazepine dengan waktu paruh intermediate (8
hingga 15 jam) cenderung menghindari sejumlah efek samping
penggunaan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang, serta
penggunaan dosis terbagi mencega timbulnya efek samping akibat
tingginya kadar plasma.
a. Buspiron
Efektif pada 60 hingga 80 % pasien dengan gangguan ansietas
menyeluruh. Data menunjukan bahwa buspiron lebih efektif
mengurangi gejala kognitif pada gangguan cemas menyeluruh
dibandingkan mengurangi gejala somatik. Efek buspiron
membutuhkan waktu 2 hingga 3 minggu untuk terlihat.
Dibandingkan dengan efek ansiolitik benzodiazepine yang hamper
segera didapatkan. Satu pendekatan adalah untuk memulai
benzodiazepine dan buspiron secara bersamaan kemudian
menurunkan dosis benzodiazepine setelah 2 sampai 3 minggu,
pada saat ini buspiron seharusnya sudah mencapai efek
maksimum. Sejumlah studi juga melaporkan bahwa terapi
kombinasi jangka panjang benzodiazepine dan buspiron dapat
lebih efektif daripada kedua obat tersebut secara tersendiri.
Buspiron bukanlah terapi yang efektif untuk putus
benzodiazepine.
b. Venlafaksin
Venlafaksin (Effexor) efektif untuk mengobati insomnia,
konsentrasi yang buruk, kegelisahan, iritabilitas, dan ketegangan
otot yang berlebihan akibat gangguan ansietas menyeluruh.
c. SSRI
SSRI dapat efektif terutaba untuk pasien dengan komorbid
depresi. Kerugian SSRI yang menonjol, terutama fluoxetine,
adalah bahwa obat ini meningkatkan ansietas secara sementara.
Oleh sebab itu, SSRI sertralin atau proksetin adalah pilihan yang
lebih baik. Sangat beralasan untuk memulai terapi dengan sertralin
atau paroksetin ditambah benzodiazepine kemudian menurunkan
benzodiazepine setelah 2 hingga 3 minggu.

H. Diagnosis Banding
Diagnosis gangguan ansietas menyeluruh mencakup semua ganggan
medis yang dapat menyebaban ansietas. Pemeriksaan medis harus
mencakuo uji kimia darah standar, elektrokardiogram, dan uji fungsi
tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein,
penyalahgunaan stimulan, putus alkohol, dan putus obat sedatif hipnotik
atau ansiolitik.

I. KESIMPULAN
1. Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi gangguan yang
ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan.
Kondisi ini dialami selama beberap minggu hingga sampai berbulan-
bulan (6 bulan).
2. Menurut PPDGJ :
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
b. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
c. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai) dan
d. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering, dsb)
3. Menurut DSM-IV-TR :
Ansietas dan kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau lebih) dari
keenam gejala berikut (dengan beberapa gejala setidaknya muncul
hampir setiap hari selama 6 bulan).
a. Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok
b. Mudah merasa bersalah
c. Sulit berkonsentrasi atau fikiran menjadi kosong
d. Mudah marah
e. Otot tegang
f. Gangguan tidur (sulit tidur atau tetap tidur, atau tidur yang
gelisah dan tidak puas)
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira, SD dan Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Ed. 2. Badan Penerbit


FKUI : Jakarta. 2013
2. Rusdi M. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ- III dan DSM-5. Hal.74. penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK
Unika Atma Jaya : Jakarta. 2013
3. Benjamin JS dan Virginia AS. Buku Ajar Psikiatris Klinis. Hal. 259-263. Ed.
2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2010
4. Benjamin JS dan Virginia AS. Buku Ajar Psikiatris Klinis. Hal. 233-234. Ed.
2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2010

Anda mungkin juga menyukai