REFLEKSI KASUS
ANXIETAS
Disusun Oleh:
Pembimbing:
RS Anutapura Palu
Pembimbing
Kecemasan merupakan respon dari persepsi terancam yang diterima oleh Sistem
Saraf Pusat (SSP) akibat adanya rangsangan berupa pengalaman masa lalu dan faktor
genetik. Rangsang tersebut kemudian akan dipersepsikan oleh panca indra, diteruskan,
dan direspon oleh cortex cerebri menuju ke system limbik ke reticular activating system
kemudian ke hipotalamus yang memberikan impuls ke kelenjar adrenal yang akan
memacu sistem saraf otonom melalui mediator yang lain. Kecemasan menyeluruh
menunjukkan adanya gangguan pada reseptor serotonin, 5 HT-1A. Sistem limbik
terletak di diensefalon yang merupakan sentrum integrasi emosi (Mudjadid,2007).5
Kriteria diagnostic untuk Gangguan Kecemasan Umum menurut dari DSM-IV adalah6:
A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan),
yang lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama sekurangnya 6 bulan,
tentang sejumlah kejadian atau aktivitas (seperti pekerjaan, prestasi sekolah).
B. Orang merasa sulit mengendalikan ketakutan.
C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah disertai oleh tiga (atau lebih) dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan
tidak terjadi selama 6 bulan terakhir).
- Kegelisahan atau perasaan bersemangat atau gelisah
- Merasa mudah lelah
- Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
- Iritabilitas
- Ketegangan otot
- Gangguan tidur (sulit tidur atau tetap tidur, atau tidur yang gelisah dan tidak
memuaskan).
D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak terbatas padan gangguan aksis I,
misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu
serangan panic, merasa malu didepan public, terkontaminasi, merasa jauh dari
rumah atau sanak saudara dekat,penambahan berat badan, menderita keluhan fisik
berganda, atau menderita penyakit serius, serta kecemasan dan kekhawatiran tidak
terjadi semata-mata selama gangguan stress pascatraumatik.
E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi social, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.
F. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya,
hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood,
gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
Kriteria diagnosis gangguan cemas umum berdasarkan PPDGJ –III
1. Penderita harus menunjukkan satu anxietas sebagai gejala primeryang berlangsung
hampir setiap hari dalam beberapa minggu sapai beberapa bulan, yang tidak terbatas
atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut
- Kecemasan (khawatir nasib buruk, sulit konsentrasi, dll)
- Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran,dll)
- Overaktivitas otonomik (berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, sakit
kepala, dll)
3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta
keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol
4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara khususnya depresi, tidak
membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas menyeluruh, selama hal tersebut
tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan anxietas fobik,
gangguan panik, atau gangguan obsesif kompulsif.
Pada pasien tersebut ditemukan gejala-gejala gangguan cemas menyeluruh,
maka diagnosis pasien menurut PPDGJ III digolongkan sebagai Gangguan Cemas
Menyeluruh.
Terapi yang diberikan pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh
dapat berupa farmakoterapi dan psikoterapi. Untuk farmakoterapi dapat diberikan
golongan Benzodiazepin yang merupakan pilihan obat pertama. Pemberian
Benzodiazepin dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon
terapi. Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat
mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6
minggu, dilanjutkan dengan masa taperingoff selama 1-2 minggu.
Diazepam, alprazolam, klordiazepoksid dan klobazam memiliki aksi kerja
lambat. Golongan yang memiliki masa kerja yang lebih pendek seperti lorazepam dan
oksazepam dapat digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati, tetapi memiliki
risiko yang besar terhadap munculnya gejala putus obat.8,10
Selain golongan benzodiazepine, buspiron juga efektif pada 60- 80% penderita
GAD. Buspiron lebih efektif dalam emperbaiki gejala kognitif disbanding gejala
somatik pada GAD. Kekurangannya adalah efeknya baru terasa setelah 2-3 minggu.
Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepine dengan buspiron kemudian
dilakukan tapering benzodiazepine setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron sudah
mencapai maksimal. Dapat pula ditambahkan golongan SSRI (selective serotonin re-
uptake inhibitor) seperti setralin dan paroxetine yang dianggap pilihan lebih baik
dibandingkan dengan fluoxetine. Pemberian fluoxetine dapat meningkatkan axietas
sesaat. SSRI selektif terutama pada pasien dengan riwayat depresi.8
1. Diniari S & Widyartini W. 2016. Tingkat Anxietas Siswa Yang Akan Menghadapi
Ujian Nasional Tahun 2016 di SMA Negeri 3 Denpasar. Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. E-Jurnal Medika, Vol 5 No. 6;
1-5.
2. Putri E, Keliat H, & PH Livana. 2016. Penurunan Tingkat Ansietas Klien Penyakit
Fisik Dengan Terapi Generalis Ansietas di rumah Sakit Umum Bogor. Fakultan
Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal. Jurnal Keperawatan,
Vol 8 No. 2; 64-73.
3. Komarudin U, Kurniawati E, Ningsih C, & Humaida R. 2016. Diagnosis Dan
Terapi Pada Pasien Gangguan Ansietas Menyeluruh Pria Usia 60 Tahun. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Jurnal Medula Unila, Vol 6 No. 1; 149-153.
4. Ifdil & Annisa F. 2016. Konsep Kecemasan Pada Lanjut Usia. Universitas Negeri
Padang. Diakses dari http://ejournal.unp.ac.id/index/php/konselor.
5. Hapsari D. 2012. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Ansietas Pada Penderita Asma
Bronkhiale. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Diakses dari
perpustakaan.uns.ac.id.
6. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed. Lippincott
Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2010.
8. Elvira D. Sylvia, Hadisukanto.G .2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta:
FKUI.
9. Asrori A. 2015. Terapi Kognitif Perilaku Untuk Mengatasi Gangguan Kecemasan
Sosial. Head of Child Development Center, PT. ABDI (Hearing Solution Group).
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol 3 No, 1; 90-94.