Anda di halaman 1dari 12

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 02 JULI 2022

UNIV. AL-KHAIRAAT PALU

REFLEKSI KASUS
ANXIETAS

Disusun Oleh:

Moh Vikri Chaikal Yunus


18 21 777 14 490

Pembimbing:

dr. Andi Soraya, M.kes, Sp.KJ

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN KEDOKTERAN JIWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Moh Vikri Chaikal Yunus


Stambuk : 18 21 777 14 490
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat Palu
Judul Refka : Gangguan Cemas Menyeluruh
Bagian : Ilmu Kesehatan Jiwa

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa

RS Anutapura Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 02 Juli 2022

Pembimbing

dr. Andi Soraya, M.kes, Sp.KJ


REFLESI KASUS PIKIATRI

Nama pasien : Tn. H


Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Alamat : Ujuna
Suku : Kaili
Pendidikan terakhir : SMA
Status pernikahan : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 3 Juli 2022
Tempat pemeriksaan : RS Anutapura Palu
A. Deksripsi
Seorang laki-laki (Tn.H) berusia 41 tahun datang ke rumah sakit umum
anutapura palu diantar oleh keluarganya dengan keluhan merasa mual, pusing dan
dialami sejak 1 Minggu yang lalu, pasien juga sulit sulit tidur karna rasa pusing,
kecemasan dirasakan oleh pasien semenjak 4 hari yang lalu dan semakin memberat
sejak di rawat di RS, pasien juga mengatakan jika kepalnya terasa semakin sakit bila
mengonsumsi obat dari dokter, sehingga pasien menolak untuk mengonsumsi obat,
pada awalnya pasien mengatakan sebelum masuk ke rumah pasien berobat ke
puskemas karena magh, dan setelah mengonsumsi obat dari puskesmas punggung
pasien terasa sakit, dan pasien di bawa keluarganya ke rumah sakit Anutapura, dan
setelah di rawat di rumah sakit pasien mulai merasakan sakit kepala yang hebat,
sehingga pasien merasa cemas dan gelisah akibat rasa sakit kepala tersebut dan juga
pasien tidak tidur lelap pada malam hari, pasien juga pernah mengalami sakit TBC 1
tahun yang lalu dan putus obat, tetapi sekarang pasien kembali malanjutkan
pengobatan. Pasien mengatakan bahwa dia tidak pernah mengonsumsi shabu-shabu,
pasien juga telah berhenti meroko sejak 4 tahun yang lalu,
Saat ini pasien tinggal bersama istri dan empat orang anaknya. pasien juga
memiliki riwayat merokok dan meminum alkohol. Pasien mengaku tidak pernah
mendengar suara bisikan ataupun melihat bayangan. pasien juga mengalami
penurunan berat badan sejak 1 tahun terakhir.
Emosi terkait
Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien kooperatif sehingga perlu
digali lebih lanjut mengenai kehidupan pasien.
1. Bagaimana kriteria diagnosis pada kasus ini
2. Bagaimana evaluasi multiaksial pada pasien ini
3. Bagaimana pemberian terapi pada kasus ini
B. Evaluasi
- Pengalaman baik : Pasien kooperatif selama dilakukannya anamnesis, sehingga
data yang diharapkan dapat tergali dengan cukup baik. Selain itu, pasien terlihat
nyaman saat dilakukan anamnesis dan berespon baik.
- Pengalaman buruk : Tidak ada.
C. Analisis
Gangguan ansietas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling sering
ditemukan. National comorbidity study melaporkan bahwa satu di antara empat orang
memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan ansietas.2 Ansietas dapat terjadi pada
semua umur dengan stresor yang berbeda-beda.1
Ansietas merupakan kebingungan atau kekwatiran pada sesuatu yang terjadi
dengan penyebab tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan
ketidakberdayaan sebagai hasil penilaian terhadap suatu obyek (Stuart, 2013). Ansietas
merupakan keadaan emosi yang dirasakan secara subyektif dengan obyek tidak jelas dan
terlihat dalam hubungan interpersonal (Asmadi, 2008).2
Kecemasan merupakan respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan
merupakan hal normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru
atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.
Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan,
apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam
kehidupannya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan menurut Adler dan Rodman
adalah4:

1. Pengalaman negatif pada masa lalu


Sebab utama dari timbulnya rasa cemas kembali pada masa kanak-kanak, yaitu
timbulnya rasa tidak menyenangkan mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi
pada masa mendatang, apabila individu menghadapi situasi yang sama dan juga
menimbulkan ketidaknyamanan, seperti pengalaman pernah gagal dalam mengikuti
tes
2. Pikiran yang tidak rasional
Pikiran yang tidak rasional terbagi dalam empat bentuk, yaitu:
a. Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu bahwa sesuatu yang
buruk akan terjadi pada dirinya. Individu mengalami kecemasan serta perasaan
ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam mengatasi permasalahannya.
b. Kesempurnaan, individu mengharapkan kepada dirinya untuk berperilaku
sempurna dan tidak memiliki cacat. Individu menjadikan ukuran kesempurnaan
sebagai sebuah target dan sumber yang dapat memberikan inspirasi.
c. Persetujuan
d. Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan, ini terjadi pada
orang yang memilik sedikit pengalaman

Kecemasan merupakan respon dari persepsi terancam yang diterima oleh Sistem
Saraf Pusat (SSP) akibat adanya rangsangan berupa pengalaman masa lalu dan faktor
genetik. Rangsang tersebut kemudian akan dipersepsikan oleh panca indra, diteruskan,
dan direspon oleh cortex cerebri menuju ke system limbik ke reticular activating system
kemudian ke hipotalamus yang memberikan impuls ke kelenjar adrenal yang akan
memacu sistem saraf otonom melalui mediator yang lain. Kecemasan menyeluruh
menunjukkan adanya gangguan pada reseptor serotonin, 5 HT-1A. Sistem limbik
terletak di diensefalon yang merupakan sentrum integrasi emosi (Mudjadid,2007).5

Kriteria diagnostic untuk Gangguan Kecemasan Umum menurut dari DSM-IV adalah6:
A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan),
yang lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama sekurangnya 6 bulan,
tentang sejumlah kejadian atau aktivitas (seperti pekerjaan, prestasi sekolah).
B. Orang merasa sulit mengendalikan ketakutan.
C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah disertai oleh tiga (atau lebih) dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan
tidak terjadi selama 6 bulan terakhir).
- Kegelisahan atau perasaan bersemangat atau gelisah
- Merasa mudah lelah
- Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
- Iritabilitas
- Ketegangan otot
- Gangguan tidur (sulit tidur atau tetap tidur, atau tidur yang gelisah dan tidak
memuaskan).
D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak terbatas padan gangguan aksis I,
misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu
serangan panic, merasa malu didepan public, terkontaminasi, merasa jauh dari
rumah atau sanak saudara dekat,penambahan berat badan, menderita keluhan fisik
berganda, atau menderita penyakit serius, serta kecemasan dan kekhawatiran tidak
terjadi semata-mata selama gangguan stress pascatraumatik.
E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi social, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.
F. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya,
hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood,
gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
Kriteria diagnosis gangguan cemas umum berdasarkan PPDGJ –III
1. Penderita harus menunjukkan satu anxietas sebagai gejala primeryang berlangsung
hampir setiap hari dalam beberapa minggu sapai beberapa bulan, yang tidak terbatas
atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut
- Kecemasan (khawatir nasib buruk, sulit konsentrasi, dll)
- Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran,dll)
- Overaktivitas otonomik (berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, sakit
kepala, dll)
3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta
keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol
4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara khususnya depresi, tidak
membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas menyeluruh, selama hal tersebut
tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan anxietas fobik,
gangguan panik, atau gangguan obsesif kompulsif.
Pada pasien tersebut ditemukan gejala-gejala gangguan cemas menyeluruh,
maka diagnosis pasien menurut PPDGJ III digolongkan sebagai Gangguan Cemas
Menyeluruh.
Terapi yang diberikan pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh
dapat berupa farmakoterapi dan psikoterapi. Untuk farmakoterapi dapat diberikan
golongan Benzodiazepin yang merupakan pilihan obat pertama. Pemberian
Benzodiazepin dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon
terapi. Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat
mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6
minggu, dilanjutkan dengan masa taperingoff selama 1-2 minggu.
Diazepam, alprazolam, klordiazepoksid dan klobazam memiliki aksi kerja
lambat. Golongan yang memiliki masa kerja yang lebih pendek seperti lorazepam dan
oksazepam dapat digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati, tetapi memiliki
risiko yang besar terhadap munculnya gejala putus obat.8,10
Selain golongan benzodiazepine, buspiron juga efektif pada 60- 80% penderita
GAD. Buspiron lebih efektif dalam emperbaiki gejala kognitif disbanding gejala
somatik pada GAD. Kekurangannya adalah efeknya baru terasa setelah 2-3 minggu.
Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepine dengan buspiron kemudian
dilakukan tapering benzodiazepine setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron sudah
mencapai maksimal. Dapat pula ditambahkan golongan SSRI (selective serotonin re-
uptake inhibitor) seperti setralin dan paroxetine yang dianggap pilihan lebih baik
dibandingkan dengan fluoxetine. Pemberian fluoxetine dapat meningkatkan axietas
sesaat. SSRI selektif terutama pada pasien dengan riwayat depresi.8

Beberapa penelitian juga membuktikan efektivitas terapi kognitif perilaku untuk


mengatasi gangguan kecemasan seperti gangguan obsesif kompulsif (Abramowitz,
Taylor, & McKay, 2005; Whittal & O’Neill, 2003), hipokondriasis (Greeven, Balkom,
Visser, Merkelbach, Rood, Dyck, et al., 2007), somatisasi (Allen, Woolfok, Escobar,
Gara, & Hamer, 2006), serangan panik (McClanahan & Antonuccio, 2002), gangguan
kecemasan menyeluruh (Anderson, 2004), bahkan untuk remaja dengan gangguan
diabetes dan depresi (Rosello & Chavey, 2006). Juga terapi untuk mengatasi gangguan
stres pasca trauma (Sijbrandi, Olff, Reitsma, Carlier, Devries, & Gersons, 2007). Terapi
Kognitif Perilaku digunakan karena dari berbagai temuan yang ada terbukti adanya
komponen kognitif yang kuat dalam fobia sosial. Umumnya, individu yang menderita
fobia sosial mempersepsikan ketidakmampuan diri mereka secara lebih negatif daripada
orang lain (Beidel, Turner, & Dancu; Hartman; Rapee, dalam Feeney, 2004). Dari sisi
behavioral, keberadaan situasi yang ditakuti menjadi suatu reinforcement negative pada
fobia sosial. Beberapa teknik terapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
restrukturisasi kognitif, relaksasi, dan exposure. Hal ini sesuai dengan apa yang
disampaikan oleh Antony dan Swinson (2000) yang menyatakan bahwa strategi utama
dalam pemberian Terapi Kognitif Perilaku adalah mengubah pemikiran dan keyakinan
irrasionalnya dengan pemikiran dan keyakinan rasional yang lebih sehat dan positif.
Selanjutnya dihadapkan langsung ada situasi yang membuatnya tidak nyaman
(exposure), dan terakhir menambahkan dengan ketrampilan-ketrampilan sosial.6

Gangguan anxietas suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsung seumur


hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan perkembangan
komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Karena tingginya insidensi gangguan mental
komorbid pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan
prognosis gangguan cemas sukar untuk ditentukan. Namun demikian, beberapa data
menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset gangguan
kecemasan umum. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas
meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut
definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin
seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga
dapat mengalami gangguan depresi mayor.6
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas, perlu diingat bahwa banyak
segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika terjadinya
gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks. Keadaan penderita, lingkungan
penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan
prognosis gangguan cemas menyeluruh.6

Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah


menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi
sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak
menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat
tergantung pada orang lain. Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan
seseorang dalam menanggapi kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam memadukan
keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan-tuntutan masyarakat, integrasi perasaan
dengan perbuatan, kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan lain
sebagainya. Semakin matang kepribadian premorbidnya, maka prognosis gangguan
cemas menyeluruh juga semakin baik.6
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi maka
prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan situasi tempat pengobatan,
semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih
baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum
gejala-gejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan
misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung
jawabnya. Jika gejala-gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-
keuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis
akan menjadi lebih jelek.6
Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas. Jika stres
yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas relatif ringan, maka prognosis akan
lebih baik karena penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari
lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap
prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang
membangun akan meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang
menimpa penderita misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau,
kemunduran finansial yang besar akan memperjelek prognosisnya.6
EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan pada
pasien ini ditemukan adanya gejala klinis berupa merasa cemas, gelisah, sulit tidur
sehingga menyebabkan timbulnya distress dan disabilitas maka pasien dikatakan
menderita Gangguan jiwa.
Dari pemeriksaan status mental tidak didapatkan hendaya berat dalam menilai realita
sehingga dapat dikategorikan Gangguan Jiwa Non Psikotik.
Pada autoanamnesis didapatkan tidak ada riwayat penggunaan NAPZA, tetapi
terdapat Riwayat merokok dan meminum alcohol yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi otak dang gangguan jiwa sehingga di diagnosa Gangguan Jiwa Non Psikotik
Organik
Dari autoanamnesis didapatkan bahwa pasien merasa cemas, gelisah, khawatir,
berkeringat, pusing, jantung berdebar-debar, sesak napas selama 2 minggu sehingga
menururt PPDGJ III memenuhi untuk menegakkan kasus diagnosis Gangguan Anxietas
Menyeluruh (F41.1)
Aksis II
Ciri kepribadian tidak ditemukan.
Aksis III
TB On Treatment
Aksis IV
Tidak Ada
Aksis V
GAF scale 50-41: Gejala Berat (Serious), disabilitas berat

Rencana Pengobatan Lengkap


1. Farmakologi
- Anti Anxietas : Diazepam Tab 2 mg (2 x 1)
Diazepam adalah obat golongan Benzodiazepine yang mekanisme kerjanya yang
bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepine receptors) akan mengreinforce “the
inhibitory action of GABA-ergic neuron” (GABA Re uptake inhibitor) sehingga
hiperaktivitas tersebut mereda. Cara kerja obat ini menimbulkan efek kantuk,
tenang, sehingga digunakan untuk antianxietas, antikonvulsan, dan muscle
relaxan.
2. Non psikofarmaka
a. Psikoterapi Suportif
-Ventilasi : Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaan dan keinginan serta masalahnya sehingga pasien merasa lega dan
keluhannya berkurang
- Persuasi : membujuk pasien agar memastikan dirinya rutin minum obat
- Sugesti : membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa pasien dapat
sembuh (penyakit terkontrol)
b. Edukasi pada keluarga
- Edukasi tentang keadaan pasien dan kondisi pasien,
- Memberikan perhatian, dukungan, serta semangat penuh terhadap pasien.
KESIMPULAN
1. Berdasarkan kasus di atas dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan
Cemas Menyeluruh yang sesuai diagnosis dari PPDGJ-III
DAFTAR PUSTAKA

1. Diniari S & Widyartini W. 2016. Tingkat Anxietas Siswa Yang Akan Menghadapi
Ujian Nasional Tahun 2016 di SMA Negeri 3 Denpasar. Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. E-Jurnal Medika, Vol 5 No. 6;
1-5.
2. Putri E, Keliat H, & PH Livana. 2016. Penurunan Tingkat Ansietas Klien Penyakit
Fisik Dengan Terapi Generalis Ansietas di rumah Sakit Umum Bogor. Fakultan
Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal. Jurnal Keperawatan,
Vol 8 No. 2; 64-73.
3. Komarudin U, Kurniawati E, Ningsih C, & Humaida R. 2016. Diagnosis Dan
Terapi Pada Pasien Gangguan Ansietas Menyeluruh Pria Usia 60 Tahun. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Jurnal Medula Unila, Vol 6 No. 1; 149-153.
4. Ifdil & Annisa F. 2016. Konsep Kecemasan Pada Lanjut Usia. Universitas Negeri
Padang. Diakses dari http://ejournal.unp.ac.id/index/php/konselor.
5. Hapsari D. 2012. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Ansietas Pada Penderita Asma
Bronkhiale. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Diakses dari
perpustakaan.uns.ac.id.
6. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed. Lippincott
Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2010.

7. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III dan


DSM V. PT Nuh Jaya. Jakarta, 2013.

8. Elvira D. Sylvia, Hadisukanto.G .2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta:
FKUI.
9. Asrori A. 2015. Terapi Kognitif Perilaku Untuk Mengatasi Gangguan Kecemasan
Sosial. Head of Child Development Center, PT. ABDI (Hearing Solution Group).
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol 3 No, 1; 90-94.

Anda mungkin juga menyukai