Macam-Macam Model Pembelajaran Dan Sintaksnya
Macam-Macam Model Pembelajaran Dan Sintaksnya
MODEL PEMBELAJARAN
Oleh:
JURUSAN FISIKA
MARET 2021
1. Inquiry
a. Sejarah
Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang
menitikberatkan kepada aktifitas siswa dalam proses belajar. Pembelajaran dengan
model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richard Suchman tahun 1962 (Joyce,
2000). Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan
menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional (Bruce
& Bruce, 1992).
b. Karakteristik
Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama
strategi pembelajaran inkuiri.
1) Strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai
subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan
untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan
sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat
menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pendekatan inkuiri
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator
dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui
proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam
menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
3) Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam
pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan
tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
c. Jenis-Jenis Model Pembelajaran Inkuiri
1) Inkuiri Terbimbing
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan
mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan
permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini
digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan
inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan
dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran.
Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk
diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar
mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh
pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak
memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan
tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara
mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan
diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep
pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui
lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru
harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan
memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.
2) Inkuiri Bebas
Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah
berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan
inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang
ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki,
menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur
atau langkah-langkah yang diperlukan.
d. Alur Kegiatan
Pembelajaran dengan model inkuiri memiliki lima tahapan sesuai dengan apa
yang dinyatakan Joyce, B.et.al (2000) yaitu:
Kekurangan
1) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa
2) Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan
4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka startegi ini tampaknya akan slit di
implementasikan.
2. Problem Based Learning (PBL)
a. Sejarah
b. Karakteristik
1) Siswa harus peka terhadap lingkungan belajarnya,
2) Simulasi problem yang digunakan hendaknya berbentuk ill-structured, dan
memancing penemuan bebas (free for inquiry)
3) Pembelajaran diintegrasikan dalam berbagai subjek,
4) Pentingnya kolaborasi,
5) Pembelajaran hendaknya menumbuhkan ke mandirian siswa dalam memecahkan
masalah,
6) Aktivitas pemecahan masalah hendaknya mewakili pada situasi nyata,
7) Penilaian hendaknya mengungkap kemajuan siswa dalam mencapai tujuan dalam
pemecahan masalah,
8) PBL hendaknya merupakan dasar dari kurikulum bukan hanya pembelajaran.
c. Langkah-Langkah
Secara operasional pembelajaran masalah dapat dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
(1) problem diberikan di dalam urutan belajar, sebelum persiapan atau
berlangsungnya kegiatan,
(2) situasi masalah diberikan kepada siswa dalam cara yang sama seperti masalah itu
terjadi di dunia nyata,
(3) siswa bekerja menyelesaikan masalah yang dapat memberi peluang dirinya
berpikir dan menggunakan pengetahuannya, sesuai dengan level belajarnya,
(4) lingkup belajar pemecahan masalah ditetapkan dan digunakan sebagai pemandu
belajar individual,
(5) pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk belajar ini, diterapkan
kembali pada masalah, untuk mengevaluasi keefektifan belajar dan memberi
penghargaan belajar, dan
(6) belajar yang terjadi di dalam kerja dengan masalah dan dalam belajar individual,
diringkas dan diintegrasikan ke dalam pengetahuan dan keterampilan siswa yang
sudah dimiliki (Muslimin & Moh. Nur, 2000, p. 13).
d. Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Menerapkan Model Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) menurut Rusman (2014, h.240) yaitu:
1) Memperhatikan kesiapan siswa, meliputi dasar pengetahuan, kedewasaan
berpikir dan kekuatan motivasinya.
2) Mempersiapkan siswa dalam hal cara berpikir dan kemampuan dalam rangka
melakukan pekerjaan secara kelompok, membaca, mengatur waktu, dan
menggali informasi.
3) Merencanakan proses dalam bentuk langkah-langkah cycle problem based
learning.
4) Menyediakan sumber bimbingan yang tepat, menjamin bahwa ada akhir yang
merupakan hasil akhir.
e. Alur Kegiatan
Meskipun model pembelajaran ini terlihat begitu baik dan sempurna dalam
meningkatkan kemampuan serta kreativitas siswa, tetapi tetap saja memiliki
kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2015,
h.50) diantaranya:
1) Model ini butuh pembiasaan, karena model ini cukup rumit dalam teknisnya, serta
siswa harus dituntut untuk konsentrasi dan daya kreasi yang tinggi.
2) Dengan menggunakan model ini, berarti proses pembelajaran harus dipersiapkan
dalam waktu yang cukup panjang. Karena sedapat mungkin setiap persoalan yang
akan dipecahkan harus tuntas, agar maknanya tidak terpotong.
3) Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk
belajar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya.
4) Sering juga ditemukan kesulitan terletak pada guru, karena guru kesulitan dalam
menjadi fasilitator dan mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat
daripada menyerahkan merek solusi.
Project Based Learning (PjBL) diawali pada tahun 1970an. Project Based
Learning pada Higher Education berasal dari bidang teknik di universitas Aalborg
and Roskilde, Denmark. Menurut Morgan (1983, 68) project based learning bukan
hanya sekedar metode pembelajaran tentang teknik, tetapi merupakan desain
kurikulum yang dapat menimbulkan pertanyaan mendasar tentang hakekat dari
higher education. Teori psikologi Pendidikan yang mendasari berkembangnya
project based learning antara lain John Dewey (pentingnya pembelajaran yang
berasal dari pengalaman), Jerome Bruner (belajar sebagai proses aktif dimana siswa
mentransformasi informasi sehingga menimbulkan motivasi, retensi, dan
pengembangan pribadi), Carl Rogers (teori belajar humanistik), Lewin
(pembelajaran yang dalam kelompok), (Morgan, 1983; Anreasen & Nielsen, J. L. ,
2013; Harmer, 2014) .
b. Prinsip prinsip
1) Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas tugas pada
kehidupan nyata untuk memperkaya pelajaran
2) Tugas proyek menakankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema
atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
3) Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara autentik dengan menghasilkan
produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema atatu
topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan tatu hasil karya)
4) Kurikulum. PJBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena memerlukan
strategi sasaran dimana proyek sebagai pusat
5) Responbility. PJBL menekankan responbility dan answerbility para peserta
didik ke diri panutannya
6) Realisme. Kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa
dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas autentik
dan menghasilkan sikap profesional
7) Active learning. Menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan
keinginan peserta didik untuk menentukan jawaban yang relevan sehingga
terjadi proses pembelajaran yang mandiri
8) Umpan balik. Diskusi. Presentasi dan evaluasi terhadap peserta didik
menghasilkan umpan balik yang berharga. Hal ini mendorong ke arah
pembelajaran berdasarkan pengalaman.
9) Keterampilan umum. PJBL dilkembangkan tidak hanya pada keterampilan
pokok dan pengerahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar terhadap
keterampilan mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self
menegement
10) Driving question. PJBL difokuskan pada pertanyaan atau permsalahan yang
memicu peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan dengan konsep,
prinsip, dan ilmu pengetahuan yang sesuai
11) Constructive investigation. PJBL sebagai titk pusat, proyek harus disesuaikan
dengan pengetahuan peserta didik.
12) Autonomy. Proyek menjadikan aktivitas peserta didik yang penting.
Blumenfeld mendeskripsikan model pembelajaran berbasis proyek berpusat
pada prose relatif berjangka waktu, unit pembelajaran bermakna.
c. Karakteristik
Menurut Daryanto dan Raharjo (2012: 162), Model pembelajaran Project Based
Learning mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Tahap ini sebagai langkah awal agar siswa mengamati lebih dalam terhadap
pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
Penjadwalan sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu
yang
5) Menguji hasil.
Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan berbagai data lain
dari berbagai sumber.
6) Mengevaluasi kegiatan/pengalaman.
Kelebihan:
Kekurangan
Untuk membahas perbedaan antara PBL dan PjBL, terdapat dua kategori
pembeda yaitu, dilihat dari produk akhir dan setting masalah
1) Produk akhir:
a) problem based learning ~ hasil akhir dari model ini sederhana dengan
beberapa tambahan. Misalnya, presentasi dari kelompok peneliti discovery.
Seluruh diskusi dan proses penelitian adalah focus utama dari proses
pembelajaran model ini.
b) project based learning~ hasil akhir dari proyek antara lain desain yang khusus
dan proses yang baik. Misalnya proyek kincir angin, proyek ini membutuhkan
perencanaan yang matang dan kerja untuk dapat mewujudkannya. Hasil akhir
dari proyek adalah perencanaan, produksi dan proses.
2) Setting masalah:
a) problem based learning ~masalah telah ditetapkan dengan jelas peserta didik
harus memberikan jawaban yang lengkap dan kesimpulan yang cermat.
Peserta didik mendapatkan umpan balik langsung yang mengarahkan mereka
pada pemecahan masalah, dalam hal ini setting masalah merupakan inti dari
pembelajaran,
b) project based learning~ peserta didik bekerja pada tema proyek yang telah
disepakati, kemudian mereka menemukan berbagai permasalahan pada tema
tersebut dan selanjutnya mencari solusi dari permasalahan melalui diskusi.
Barron, et al. (1998) membedakan antara PBL dan PjBL, PBL menghasilkan
rencana atau strategi, sedangkan PjBL melakukan tindakan dalam
melaksanakan rencana tersebut.
4. Discovery Learning
a. Sejarah
Ide pembelajaran penemuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan
untuk memberi rasa senang kepada anak dalam menemukan sesuatu oleh mereka
sendiri dengan mengikuti jejak para ilmuwan (Nur, 2000). Pembelajaran dengan
penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif
mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam
pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan
keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan
memanipulasi informasi (Slavin, 1994).
Pembelajaran discovery dibedakan menjadi dua, yaitu pembelajaran
penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended
discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning)
(UT,1997). Dalam pelaksanaannya, pembelajaran penernuan terbimbing (Guided
Discovery Learning) lebih banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa
akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus dikuti tetapi hanya
merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.
Belajar penemuan (Discovery learning) dari Jerome Brunner adalah model
pengajaran yang dikembangkan berdasarkan kepada pandangan kognitif tentang
pembelajaran dan konstruktivisme. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan
pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan
konsep dan prinsip untuk diri mereka sendiri.
b. Karakteristik
Karakteristik utama pembelajaran discovery, yaitu
1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan
2) berpusat pada siswa
3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada.
c. Jenis-Jenis Pembelajaran Discovery
Menurut Jerome Bruner, model pembelajaran discovery terdiri dari tiga jenis, yaitu
1) Discovery Murni
Pada pembelajaran dengan discovery murni, pembelajaran terpusat
pada siswa dan tidak terpusat pada guru. Siswalah yang menentukan tujuan
dan pengalaman belajar yang diinginkan, guru hanya memberi masalah dan
situasi belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta atau relasi yang terdapat
pada masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa
temukan. Kegiatan discovery ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru.
Discovery murni biasanya dilakukan pada kelas yang pandai.
2) Discovery Terbimbing
Pada pengajaran dengan discovery terbimbing guru mengarahkan tentang
materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang diberikan guru dapat berupa
petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa dapat
menyimpulkan (menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru.
Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus
dirancang secara jelas oleh guru. Pada pengajaran dengan metode penemuan,
siswa harus benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang
dipelajarinya.
3) Discovery Laboratory
Discovery laboratory adalah penemuan yang menggunakan objek langsung
(media konkrit) dengan cara mengkaji, menganalisis, dan menemukan secara
induktif, merumuskan dan membuat kesimpulan. Discovery laboratory dapat
diberikan kepada siswa secara individual atau kelompok. Discovery laboratory
dapat meningkatkan keinginan belajar siswa, karena belajar melalui berbuat
menyenangkan bagi siswa yang masih berada pada usia senang bermain.
d. Alur Kegiatan
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020) pada laman
resmi Kemendikbud, langkah kerja pembelajaran discovery terdiri dari 6 tahap,
yaitu
Tahapan Kegiatan
Tahap 1: Pemberian Guru menyajikan permasalahan, fenomena atau
rangsangan (stimulation) pertanyaan relevan dengan bahasan pada
pembelajaran
Tahap 2: Siswa mengidentifikasi masalah yang ditemukan
Pernyataan/identifikasi untuk kemudian melakukan perumusan hipotesis
masalah (problem statement)
Tahap 3: Pengumpulan data Siswa mengumpulkan informasi relevan melalui
(data collection) pengamatan objek, studi literatur, wawancara,
maupun melakukan uji coba
Tahap 4: Pengolahan data Siswa melakukan analisis terhadap data yang
(data processing) telah dikumpulkan dalam rangka pembentukan
konsep dan generalisasi
Tahap 5: Pembuktian Siswa melakukan pembuktian hasil pengolahan
(verification) data dengan hipotesis yang telah dibuat dengan
menemukan konsep, teori aturan maupun
pemahaman melalui contoh di kehidupan sehari-
hari.
Tahap 6: Menarik Siswa melakukan penarikan kesimpulan
simpulan/generalisasi berdasar proses yang telah dilalui
(generalization)
Daftar Pustaka
Al-Tabani, T., & Badar, I. 2014. Designing Innovative, Progressive, and Contextual
Learning Models. Jakarta. Prenamedia Group.
Daryanto, dan Mulyo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava
Media.
Fathurrohman, Muhammad. 2016. Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogyayakarta: Ar-
ruzz Media
Joyce, B, Weil, M. & C. 2000. Model of Teaching. 6th Edition. New Jerseey: Prentice-Hall
Inc.
Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran
Mayasari.T, dkk. 2016. Apakah Model Pembelajaran Problem Based Learning Dan Project
Based Learning Mampu Melatihkan Keterampilan Abad 21?. Jurnal Online. http://e-
journal.ikippgrimadiun.ac.id/index.php/JPFK. Diakses: 21 Maret 2021.