Anda di halaman 1dari 17

RANGKUMAN

MODEL PEMBELAJARAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Kurikulum dan Desain Pembelajaran Fisika

yang diampu oleh Dr. Endang Purwaningsih, M.Si

Oleh:

Regin Salsabilah Hidayat (180321614568)

Ria Rohmawati (180321614541)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN FISIKA

MARET 2021
1. Inquiry
a. Sejarah
Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang
menitikberatkan kepada aktifitas siswa dalam proses belajar. Pembelajaran dengan
model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richard Suchman tahun 1962 (Joyce,
2000). Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan
menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional (Bruce
& Bruce, 1992).
b. Karakteristik
Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama
strategi pembelajaran inkuiri. 
1) Strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai
subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan
untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. 
2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan
sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat
menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pendekatan inkuiri
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator
dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui
proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam
menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. 
3) Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam
pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan
tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
c. Jenis-Jenis Model Pembelajaran Inkuiri
1) Inkuiri Terbimbing
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan
mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan
permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini
digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan
inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan
dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran.
Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk
diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar
mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh
pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak
memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan
tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara
mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan
diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep
pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui
lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru
harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan
memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.
2) Inkuiri Bebas
Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah
berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan
inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang
ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki,
menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur
atau langkah-langkah yang diperlukan.
d. Alur Kegiatan
Pembelajaran dengan model inkuiri memiliki lima tahapan sesuai dengan apa
yang dinyatakan Joyce, B.et.al (2000) yaitu:

Tahap Alur Kegiatan


Tahap 1: Penyajian Guru menyatakan situasi masalah dan menjelaskan
masalah (Orientasi) prosedur inkuiri kepada siswa
Tahap 2: Pengumpulan Siswa mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang
dan verifikasi informasi mereka lihat atau alami, dan membuktikannya.
(penyajian informasi dan
perumusan hipotesis)
Tahap 3: Eksperimen dan Siswa melakukan eksperimen yang mempunyai dua
pengumpulan data fungsi yakni eksplorasi yang mengetes secara langsung,
melihat apakah yang akan terjadi, tidak memerlukan
suatu teori atau hipotesis, tetapi boleh menggunakan
ide-ide untuk terjadinya suatu teori. Sedangkan tes
langsung berlaku apabila siswa-siswa mencoba suatu
teori atau hipotesis.
Tahap 4: Perumusan Guru mengajak siswa merumuskan penjelasan.
pembahasan Beberapa diantara siswa akan menemui kesulitan dalam
mengemukakan informasi yang mereka peroleh, untuk
memberikan uraian yang jelas. Mereka dapat
memberikan penjelasan yang tidak mendetail
Tahap 5: Analisis proses Siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan
inkuiri (Kesimpulan) mereka. Mereka boleh menentukan pertanyaan yang
lebih efektif, pertanyaan yang produktif dan yang tidak,
atau tipe informasi yang mereka butuhkan dan yang
tidak diperoleh.

e. Kelebihan dan Kekurangan


Menurut Al-Tabani (2014: 82), sebagai sebuah model pembelajaran, model
pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut,
Kelebihan:
1) Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui pembelajaran ini dianggap jauh lebih bermakna.
2) Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai
dengan gaya mereka.
3) Pembelajaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan
perkembangan psikologi belajar moderen yang menganggap belajar adalah
proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4) Keuntungan lain yaitu dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki
kemampuan di ata rata-raa. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar
bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Kekurangan
1) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa
2) Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan
4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka startegi ini tampaknya akan slit di
implementasikan.
2. Problem Based Learning (PBL)
a. Sejarah

Belajar melalui memecahkan masalah sebenarnya sudah digagas sejak ribuan


tahun yang lalu. Peserta didik dapat belajar melalui serangkaian aktivitas atau proses
pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam menemukan
jawabannya sendiri. Socrates (470 SM – 399 SM) membelajarkan murid-murinya
dengan pertanyaan-pertanyaan yang mampu mengaktifkan pengetahuan tersembunyi
(Graff & Kolmos, A., 2007). Selanjutnya tahun 1889 T.C. Chamberlin
mengembangkan metode yang dikenal dengan “the methode of multiple working
hypotheses” yang dapat digunakan sebagai cara untuk memecahkan masalah. Tahun
1916 John Dewey menggunakan situasi nyata (real life) sebagai upaya agar peserta
didik mendapatkan dan mengolah informasi untuk belajar memecahkan masalah
(Herman, 2016). Selanjutnya belajar melalui pemecahan masalah dikenal di dunia
pendidikan. Diantara berbagai metode pemecahan masalah yang berkembang saat itu,
pembelajaran berbasis masalah yang berlabelkan Problem Based Learning (PBL)
menjadi sangat terkenal di dunia pendidikan. Istilah PBL pertama kali dikenalkan oleh
Don Woods berdasarkan penelitiannya dengan para mahasiswa kimia di Universitas
Mc Master di Kanada pada tahun 1960an. Selanjutnya, PBL populer digunakan di
seluruh dunia dan dikenal sebagai metode pembelajaran dari sekolah kesehatan
Universitas Mc Master yang memiliki filosofi dasar dengan tiga visi utama. Menurut
Spaulding (1969), ketiga visi tersebut antara lain: visi pada manusia dan masyarakat,
visi pada dunia medis dan perannya dalam masyarakat, serta visi pada pendidikan.

b. Karakteristik
1) Siswa harus peka terhadap lingkungan belajarnya,
2) Simulasi problem yang digunakan hendaknya berbentuk ill-structured, dan
memancing penemuan bebas (free for inquiry)
3) Pembelajaran diintegrasikan dalam berbagai subjek,
4) Pentingnya kolaborasi,
5) Pembelajaran hendaknya menumbuhkan ke mandirian siswa dalam memecahkan
masalah,
6) Aktivitas pemecahan masalah hendaknya mewakili pada situasi nyata,
7) Penilaian hendaknya mengungkap kemajuan siswa dalam mencapai tujuan dalam
pemecahan masalah,
8) PBL hendaknya merupakan dasar dari kurikulum bukan hanya pembelajaran.
c. Langkah-Langkah
Secara operasional pembelajaran masalah dapat dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
(1) problem diberikan di dalam urutan belajar, sebelum persiapan atau
berlangsungnya kegiatan,
(2) situasi masalah diberikan kepada siswa dalam cara yang sama seperti masalah itu
terjadi di dunia nyata,
(3) siswa bekerja menyelesaikan masalah yang dapat memberi peluang dirinya
berpikir dan menggunakan pengetahuannya, sesuai dengan level belajarnya,
(4) lingkup belajar pemecahan masalah ditetapkan dan digunakan sebagai pemandu
belajar individual,
(5) pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk belajar ini, diterapkan
kembali pada masalah, untuk mengevaluasi keefektifan belajar dan memberi
penghargaan belajar, dan
(6) belajar yang terjadi di dalam kerja dengan masalah dan dalam belajar individual,
diringkas dan diintegrasikan ke dalam pengetahuan dan keterampilan siswa yang
sudah dimiliki (Muslimin & Moh. Nur, 2000, p. 13).
d. Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Menerapkan Model Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL)
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) menurut Rusman (2014, h.240) yaitu:
1) Memperhatikan kesiapan siswa, meliputi dasar pengetahuan, kedewasaan
berpikir dan kekuatan motivasinya.
2) Mempersiapkan siswa dalam hal cara berpikir dan kemampuan dalam rangka
melakukan pekerjaan secara kelompok, membaca, mengatur waktu, dan
menggali informasi.
3) Merencanakan proses dalam bentuk langkah-langkah cycle problem based
learning.
4) Menyediakan sumber bimbingan yang tepat, menjamin bahwa ada akhir yang
merupakan hasil akhir.
e. Alur Kegiatan

Tahapan Tingkah Laku Guru


Tahap 1 Orientasi siswa kepada Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
masalah menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya
Tahap 2. Mengorganisasi siswa Guru membantu siswa mendefinisikan dan
untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3. Membimbing Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
penyelidikan individual dan informasi yang sesuai, melaksankan eksperimen,
kelompok untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah
Tahap 4. Mengembangkan dan Guru membantu siswa merencanakan dan
menyajikan hasil karya menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
video, dan model serta membantu mereka berbagi
tugas dengan temannya
Tahap 5. Menganalisis dan Guru membantu melakukan refleksi atau evaluasi
mengevaluasi proses pemecahan terhadap penyelidikan dan proses-proses yang
masalah mereka gunakan.

f. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) mempunyai banyak
keunggulan atau kelebihan seperti yang dikemukakan oleh Imas Kurniasih dan Berlin
Sani (2015, h. 49) yaitu:
1) Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif siswa.
2) Dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah para siswa dengan
sendirinya.
3) Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.
4) Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi yang
serba baru.
5) Dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.
6) Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang
telah ia lakukan.
7) Dengan model pembelajaran ini akan terjadi pembelajaran yang bermakna.
8) Model ini siswa mengintegrasikan kemampuan dan keterampilan secara stimultan
dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
9) Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis,
menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal dalam belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Meskipun model pembelajaran ini terlihat begitu baik dan sempurna dalam
meningkatkan kemampuan serta kreativitas siswa, tetapi tetap saja memiliki
kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2015,
h.50) diantaranya:

1) Model ini butuh pembiasaan, karena model ini cukup rumit dalam teknisnya, serta
siswa harus dituntut untuk konsentrasi dan daya kreasi yang tinggi.
2) Dengan menggunakan model ini, berarti proses pembelajaran harus dipersiapkan
dalam waktu yang cukup panjang. Karena sedapat mungkin setiap persoalan yang
akan dipecahkan harus tuntas, agar maknanya tidak terpotong.
3) Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk
belajar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya.
4) Sering juga ditemukan kesulitan terletak pada guru, karena guru kesulitan dalam
menjadi fasilitator dan mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat
daripada menyerahkan merek solusi.

3. Project Based Learning (PjBL)


a. Sejarah

Project Based Learning (PjBL) diawali pada tahun 1970an. Project Based
Learning pada Higher Education berasal dari bidang teknik di universitas Aalborg
and Roskilde, Denmark. Menurut Morgan (1983, 68) project based learning bukan
hanya sekedar metode pembelajaran tentang teknik, tetapi merupakan desain
kurikulum yang dapat menimbulkan pertanyaan mendasar tentang hakekat dari
higher education. Teori psikologi Pendidikan yang mendasari berkembangnya
project based learning antara lain John Dewey (pentingnya pembelajaran yang
berasal dari pengalaman), Jerome Bruner (belajar sebagai proses aktif dimana siswa
mentransformasi informasi sehingga menimbulkan motivasi, retensi, dan
pengembangan pribadi), Carl Rogers (teori belajar humanistik), Lewin
(pembelajaran yang dalam kelompok), (Morgan, 1983; Anreasen & Nielsen, J. L. ,
2013; Harmer, 2014) .

b. Prinsip prinsip

Menurut Fathurrohman (2016: 121-122) prinsip yang mendasari pembelajaran


berbasis proyek adalah sebagai berikut:

1) Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas tugas pada
kehidupan nyata untuk memperkaya pelajaran
2) Tugas proyek menakankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema
atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
3) Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara autentik dengan menghasilkan
produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema atatu
topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan tatu hasil karya)
4) Kurikulum. PJBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena memerlukan
strategi sasaran dimana proyek sebagai pusat
5) Responbility. PJBL menekankan responbility dan answerbility para peserta
didik ke diri panutannya
6) Realisme. Kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa
dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas autentik
dan menghasilkan sikap profesional
7) Active learning. Menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan
keinginan peserta didik untuk menentukan jawaban yang relevan sehingga
terjadi proses pembelajaran yang mandiri
8) Umpan balik. Diskusi. Presentasi dan evaluasi terhadap peserta didik
menghasilkan umpan balik yang berharga. Hal ini mendorong ke arah
pembelajaran berdasarkan pengalaman.
9) Keterampilan umum. PJBL dilkembangkan tidak hanya pada keterampilan
pokok dan pengerahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar terhadap
keterampilan mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self
menegement
10) Driving question. PJBL difokuskan pada pertanyaan atau permsalahan yang
memicu peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan dengan konsep,
prinsip, dan ilmu pengetahuan yang sesuai
11) Constructive investigation. PJBL sebagai titk pusat, proyek harus disesuaikan
dengan pengetahuan peserta didik.
12) Autonomy. Proyek menjadikan aktivitas peserta didik yang penting.
Blumenfeld mendeskripsikan model pembelajaran berbasis proyek berpusat
pada prose relatif berjangka waktu, unit pembelajaran bermakna.
c. Karakteristik

Menurut Daryanto dan Raharjo (2012: 162), Model pembelajaran Project Based
Learning mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.


2) Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik
3) Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau
tantangan yang diajukan.
4) Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.
5) Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu.
6) Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan.
7) Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif.
8) Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
d. Alur Kegiatan pembelajaran
1) Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek.

Tahap ini sebagai langkah awal agar siswa mengamati lebih dalam terhadap
pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.

2) Mendesain perencanaan proyek.


Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada, disusunlah suatu
perencanaan proyek bisa melalui percobaan.

3) Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek.

Penjadwalan sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu
yang

tersedia dan sesuai dengan target.

4) Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek.

Guru melakukan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek.


Siswa mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.

5) Menguji hasil.

Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan berbagai data lain
dari berbagai sumber.

6) Mengevaluasi kegiatan/pengalaman.

Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai acuan perbaikan


untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain.

e. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran PJBL (Project Based Learning)

Menurut Daryanto dan Raharjo (2012: 162),

Kelebihan:

1) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong


kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk
dihargai.
2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
3) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-
problem kompleks.
4) Meningkatkan kolaborasi.
5) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
6) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
7) Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber- sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
8) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dengan dunia nyata.
9) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran

Kekurangan

1) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.


2) Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
3) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana
instruktur memegang peran utama dikelas.
4) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
5) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
6) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam bekerja kelompok.
7) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
f. Persamaan dan Perbedaan PBL dengan PjBL
Problem based learning dan project based learning memiliki banyak
kesamaan. Persamaan antara PBL dan PjBL antara lain:
a) Kedua model pembelajaran menekankan pada partisipasi aktif peserta didik
(student centered learning) (Kolmos, 1996).
b) Keduanya menggunakan pendekatan konstruktivisme. Spronken-Smith dan
Kingham (2009) menggunakan istilah “inquiry-based learning” karena
merekasama dalam konstruktivisme, belajar dengan melakukan (learning by
doing), dan melakukan penyelidikan pada permasalahan dunia nyata sebagai
aktivitas utama peserta didik. Mereka menyampaikan bahwa pembelajaran
inkuiri merupakan payung yang menyelimuti kedua model PBL dan PjBL
(Spronken- Smith & Kingham, 2009).
c) Permasalahan dalam kehidupan sehari-hari digunakan oleh kedua metode ini
sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Situasi kehidupan
nyata memberikan contoh nyata kepada peserta didik bahwa terdapat lebih dari
satu solusi atau jawaban untuk setiap permasalahan yang diangkat oleh peserta
didik. Hal ini dapat diadopsi dalam proyek atau problem setting (Hong, 2007).
d) Kedua model sama-sama menggunakan metode pemecahan masalah (problem-
solving) (Hong, 2007).
e) Peserta didik sama-sama bekerja dalam sebuah tim dan bekerjasama untuk
mengexplore informasi dari berbagai sumber

Untuk membahas perbedaan antara PBL dan PjBL, terdapat dua kategori
pembeda yaitu, dilihat dari produk akhir dan setting masalah

1) Produk akhir:
a) problem based learning ~ hasil akhir dari model ini sederhana dengan
beberapa tambahan. Misalnya, presentasi dari kelompok peneliti discovery.
Seluruh diskusi dan proses penelitian adalah focus utama dari proses
pembelajaran model ini.
b) project based learning~ hasil akhir dari proyek antara lain desain yang khusus
dan proses yang baik. Misalnya proyek kincir angin, proyek ini membutuhkan
perencanaan yang matang dan kerja untuk dapat mewujudkannya. Hasil akhir
dari proyek adalah perencanaan, produksi dan proses.
2) Setting masalah:
a) problem based learning ~masalah telah ditetapkan dengan jelas peserta didik
harus memberikan jawaban yang lengkap dan kesimpulan yang cermat.
Peserta didik mendapatkan umpan balik langsung yang mengarahkan mereka
pada pemecahan masalah, dalam hal ini setting masalah merupakan inti dari
pembelajaran,
b) project based learning~ peserta didik bekerja pada tema proyek yang telah
disepakati, kemudian mereka menemukan berbagai permasalahan pada tema
tersebut dan selanjutnya mencari solusi dari permasalahan melalui diskusi.
Barron, et al. (1998) membedakan antara PBL dan PjBL, PBL menghasilkan
rencana atau strategi, sedangkan PjBL melakukan tindakan dalam
melaksanakan rencana tersebut.
4. Discovery Learning
a. Sejarah
Ide pembelajaran penemuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan
untuk memberi rasa senang kepada anak dalam menemukan sesuatu oleh mereka
sendiri dengan mengikuti jejak para ilmuwan (Nur, 2000). Pembelajaran dengan
penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif
mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam
pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan
keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan
memanipulasi informasi (Slavin, 1994).
Pembelajaran discovery dibedakan menjadi dua, yaitu pembelajaran
penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended
discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning)
(UT,1997). Dalam pelaksanaannya, pembelajaran penernuan terbimbing (Guided
Discovery Learning) lebih banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa
akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus dikuti tetapi hanya
merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.
Belajar penemuan (Discovery learning) dari Jerome Brunner adalah model
pengajaran yang dikembangkan berdasarkan kepada pandangan kognitif tentang
pembelajaran dan konstruktivisme. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan
pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan
konsep dan prinsip untuk diri mereka sendiri.
b. Karakteristik
Karakteristik utama pembelajaran discovery, yaitu
1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan
2) berpusat pada siswa
3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada.
c. Jenis-Jenis Pembelajaran Discovery
Menurut Jerome Bruner, model pembelajaran discovery terdiri dari tiga jenis, yaitu
1) Discovery Murni
Pada pembelajaran dengan discovery murni, pembelajaran terpusat
pada siswa dan tidak terpusat pada guru. Siswalah yang menentukan tujuan
dan pengalaman belajar yang diinginkan, guru hanya memberi masalah dan
situasi belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta atau relasi yang terdapat
pada masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa
temukan. Kegiatan discovery ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru.
Discovery murni biasanya dilakukan pada kelas yang pandai.
2) Discovery Terbimbing
Pada pengajaran dengan discovery terbimbing guru mengarahkan tentang
materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang diberikan guru dapat berupa
petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa dapat
menyimpulkan (menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru.
Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus
dirancang secara jelas oleh guru. Pada pengajaran dengan metode penemuan,
siswa harus benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang
dipelajarinya.
3) Discovery Laboratory
Discovery laboratory adalah penemuan yang menggunakan objek langsung
(media konkrit) dengan cara mengkaji, menganalisis, dan menemukan secara
induktif, merumuskan dan membuat kesimpulan. Discovery laboratory dapat
diberikan kepada siswa secara individual atau kelompok. Discovery laboratory
dapat meningkatkan keinginan belajar siswa, karena belajar melalui berbuat
menyenangkan bagi siswa yang masih berada pada usia senang bermain.
d. Alur Kegiatan
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020) pada laman
resmi Kemendikbud, langkah kerja pembelajaran discovery terdiri dari 6 tahap,
yaitu

Tahapan Kegiatan
Tahap 1: Pemberian Guru menyajikan permasalahan, fenomena atau
rangsangan (stimulation) pertanyaan relevan dengan bahasan pada
pembelajaran
Tahap 2: Siswa mengidentifikasi masalah yang ditemukan
Pernyataan/identifikasi untuk kemudian melakukan perumusan hipotesis
masalah (problem statement)
Tahap 3: Pengumpulan data Siswa mengumpulkan informasi relevan melalui
(data collection) pengamatan objek, studi literatur, wawancara,
maupun melakukan uji coba
Tahap 4: Pengolahan data Siswa melakukan analisis terhadap data yang
(data processing) telah dikumpulkan dalam rangka pembentukan
konsep dan generalisasi
Tahap 5: Pembuktian Siswa melakukan pembuktian hasil pengolahan
(verification) data dengan hipotesis yang telah dibuat dengan
menemukan konsep, teori aturan maupun
pemahaman melalui contoh di kehidupan sehari-
hari.
Tahap 6: Menarik Siswa melakukan penarikan kesimpulan
simpulan/generalisasi berdasar proses yang telah dilalui
(generalization)

e. Kelebihan dan Kekurangan


Menurut Margono (1989: 53), pembelajaran discovery memili kelebihan
diantaranya,
1) Dapat membentuk dan mengembangkan ”self concept” pada diri siswa secara
bebas, sehingga siswa dapat memahami konsep dasar dan ide-ide yang leih
banyak.
2) Memperpanjang ingatan dan transfer pada situasi-situasi proses belajar baru.
3) Menumbuhkan semangat kreatifitas pada siswa
4) Memungkinkan kerjasama antar siswa dan dengan guru

Sedangkan kelemahan pembelajaran discovery dinyatakan oleh Dahlan (1990:


177) berupa,

1) Pelaksanaan discovery-inquiry memerlukan waktu yang lama dan usaha yang


tinggi dari siswa.
2) Siswa yang tidak memiliki kesadaran dan usaha yang tinggi cenderung gagal
dalam menyelesaikan tugasnya.
3) Pengetahuan diperoleh dalam proses dan waktu yang lama, padahal siswa
menginginkan pengetahuan yang diperoleh dengan cepat.

Daftar Pustaka

Al-Tabani, T., & Badar, I. 2014. Designing Innovative, Progressive, and Contextual
Learning Models. Jakarta. Prenamedia Group.

Daryanto, dan Mulyo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava
Media.
Fathurrohman, Muhammad. 2016. Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogyayakarta: Ar-
ruzz Media

Joyce, B, Weil, M. & C. 2000. Model of Teaching. 6th Edition. New Jerseey: Prentice-Hall
Inc.

Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran

untuk Peningkatan Profesionalitas Guru. Yogyakarta: Kata Pena.

Mayasari.T, dkk. 2016. Apakah Model Pembelajaran Problem Based Learning Dan Project
Based Learning Mampu Melatihkan Keterampilan Abad 21?. Jurnal Online. http://e-
journal.ikippgrimadiun.ac.id/index.php/JPFK. Diakses: 21 Maret 2021.

PG DIKDAS. 2020. Mengenal Model Pembelajaran Discovery Learning. Online.


http://pgdikdas.kemdikbud.go.id/read-news/mengenal-model-pembelajaran-
discovery-learning. Diakses pada 21 Maret 2021.

Anda mungkin juga menyukai