Makalah Kelompok 14 Fisiologis Bayi Baru Lahir
Makalah Kelompok 14 Fisiologis Bayi Baru Lahir
BARU LAHIR
DISUSUN OLEH :
Yusraini Hasibuan
Nilam Marpaung
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan Yang Mah Esa atas segala rahmat nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Adaptasi Fisiologis Pada Bayi Baru Lahir
dan Asuhan Pada Bayi Baru Lahir”. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik fikiran
maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bias
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Penulis
LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menegaskan bahwa seorang anak berhak untuk
hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal, terhindar dari kekerasan dan diskriminasi. Selain
itu, Undang Undang Perlindungan Anak juga mengamanahkan bahwa pemerintah, masyarakat,
keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak; Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya
kesehatan yang komprehensif bagi anak agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang
optimal sejak dalam kandungan.
Ibu dan anak terutama bayi baru lahir merupakan kelompok masyarakat yang rentan dan
perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, karena masih tingginya
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia dimana Angka
Kematian Bayi Baru Lahir mencapai 2/3 dari total Angka Kematian Bayi.
Selain itu masalah kesehatan anak di Indonesia masih didominasi oleh tingginya angka kematian
bayi dan balita serta prevalensi balita gizi kurang. Oleh karena itu, telah ditetapkan indikator
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010 – 2014 sekaligus disesuaikan
dengan target pencapaian MDGs, yaitu menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dari
34/1000 menjadi 23/1000 Kelahiran Hidup dan menurunkan prevalensi gizi kurang balita
menjadi 15 % pada tahun 2015, termasuk tidak terjadi lagi kasus penculikan dan perdagangan
bayi baru lahir ( zero toleran ) di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Selain itu, kita juga menghadapi permasalahan lain yaitu: meningkatnya ibu dengan HIV / AIDS,
pembunuhan bayi/anak sendiri (infanticide), rendahnya kondisi sosio-ekonomi yang memicu
terjadinya kekerasan dan penelantaran anak termasuk perdagangan atau penculikan bayi/ anak,
menjadi tantangan yang harus kita hadapi dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang
komprehensif bagi anak.
Gambaran situasi tersebut diatas menunjukkan bahwa masalah kesehatan ibu dan anak sangat
kompleks. Selama ini pelayanan kesehatan yang dilakukan lebih terfokus pada upaya agar bayi
dapat lahir dengan selamat dan kelangsungan hidup anak (child survival), tetapi belum
terintegrasi secara penuh untuk mencapai tumbuh kembang anak secara optimal, termasuk
perlindungan dari penculikan dan perdagangan bayi.
Kasus penculikan bayi menujukkan peningkatan dari 72 kasus di tahun 2008 menjadi 102 di
tahun 2009, diantaranya 25% terjadi di rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas.(komnas
perlindungan anak, 2009).
Maraknya kejadian penculikan bayi yang terjadi di Puskesmas dan Rumah Sakit,
merupakan hal yang sangat memprihatinkan dan perlu diatasi oleh pemerintah dan masyarakat
untuk melindungi anak terhadap hak-haknya sesuai UU tersebut di atas. Walaupun pada tahun
2007, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO) yang isinya antara lain adanya sanksi pidana bagi pelaku, tetapi
belum disosialisasikan secara luas, sehingga sebagian besar tenaga kesehatan dan masyarakat
belum memahaminya.
TUJUAN
Tujuan Umum:
Mampu memahami konsep adaptasi Fisiologis pada bayi baru lahir dan mampu memahami
asuhan segera pada bayi baru lahir.
Tujuan Khusus :
Adaptasi Fisik Bayi baru Lahir adalah proses penyesuaian fungsional neonatus dari
kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus.
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa, 50% kematian bayi terjadi dalam periode
neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan sehingga bayi baru lahir memerlukan
penanganan yang adekuat, karena penanganan yang kurang baik pada bayi baru lahir yang
sehat dapat mengakibatkan kelainan-kelainan / kecacatan seumur hidup, bahkan kematian.
Pencegahan merupakan hal yang terbaik yang harus dilakukan agar bayi baru lahir dapat
menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan extra uterin sehingga neonatus
dapat melewati periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Pengerutan pembuluh darah ini berarti tidak ada pembuluh darah yang
berguna menerima oksigen yang berada dalam alveol, sehingga terjadi
penurunan oksigenasi ke jaringan,yang memperburuk hipoksia
Peningkatan aliran darah paru akan memperlancar pertukaran gas dalam
alveoli dan menyingkirkan cairan paru, dan merangsang perubahan
sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar rahim.
Kedua kejadian ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit mengalir ke paru utk
menjalani proses oksigenasi ulang.
Pernapasan pertama menurunkan resistensi pembuluh paru dan
meningkatkan tekanan atrium kanan .
Oksigen pada pernapasan pertama menimbulkan relaksasi dan terbukanya
sistem pembuluh paru (menurunkan resistensi pembuluh paru), ini akan
meningkatkan sirkulasi ke paru sehingga terjadi peningkatan volume darah
pada atrium kanan.
Dengan peningkatan tekanan pada atrium kanan ini dan penurunan tekanan pada atrium kiri,
foramen ovale secara fungsi akan menutup.
Dengan pernapasan kadar oksigen darah akan meningkat, sehinggamengakibatkan duktus
arteriosus mengalami konstriksi dan menutup.
Vena umbilikus, duktus arteriosus dan arteri hipogastrika tali pusat menutup
secara fungsi dalam beberapa menit setelah lahir dan tali pusat diklem.
Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung dalam 2-3 bulan
SISTEM THERMOREGULASI
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu , sehingga akan mengalami stress dengan
adanya perubahan lingkungan.
Saat bayi masuk ruang bersalin masuk lingkungan lebih dingin.
Suhu dingin menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit, sehingga mendinginkan
darah bayi.
Pada lingkungan yang dingin, terjadi pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil
merupakan jalan utama bayi yang kedinginan untuk mendapatkan panas tubuh.
Timbunan lemak coklat terdapat pada seluruh tubuh, mampu meningkatkan panas
sebesar 100%.
Untuk membakar lemak coklat bayi membutuhkan glukosa guna mendapatkan energi
yang mengubah lemak menjadi panas.
Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir.
Cadangan lemak coklat akan habis dalam waktu singkat karena stress dingin. Semakin
lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan lemak coklat pada bayi. Bayi yang
kedinginan akan mengalami hipoglikemi, hipoksia dan asidosis. Pencegahan kehilangan
panas menjadi prioritas utama dan bidan wajib meminimalkan kehilangan panas pada bayi
baru lahir.
Sebelum lahir janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan
Reflek gumoh dan batuk yang matang sudah mulai terbentuk. Dengan baik
pada saat lahir.
Kemampuan bayi cukup bulan menerima dan menelan makanan terbatas, hubungan esofagus
bawah dan lambung belum sempurna sehingga mudah gumoh terutama bayi baru lahir dan
bayi muda. Kapasitas lambung terbatas kurang dari 30 cc untuk bayi cukup bulan. Kapasitas
lambung akan bertambah bersamaan dengan tambah umur.Usus bayi masih belum matang
sehingga tidak mampu melindungi diri dari zat berbahaya, kolon bayi baru lahir kurang
efisien dalam mempertahankan air dibanding dewasa sehingga bahaya diare menjadi serius
pada bayi baru lahir.
Dalam 24 jam setelah lahir, sistem ginjal, gastrointestinal, hematologi, metabolik, dan
sistem neurologi bayi baru lahir harus berfungsi secara memadai untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungan ektra uteri, dan mempertahankan kehidupan ekstrauterin.
Periode adaptasi sering disebut sebagai periode transisi, yaitu transisi dari kehidupan
dalam rahim ke kehidupan di luar rahim. Periode ini berlangsung sampai 1 bulan atau lebih.
Periode transisi ini terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
a.Periode tidak stabil / fase tidak stabil selama 6 sampai 8 jam pertama kehidupan, yang akan
dialami oleh seluruh bayi, dengan mengabaikan usia gestasi atau sifat persalinan dan
melahirkan. Baik bayi baru lahir prematur maupun aterm akan melewati fase ini.
b. Pada periode pertama reaktifitas (segera setelah lahir), pernafasan cepat dapat mencapai 80
kali permenit, dan pernafasan cuping hidung sementara, retraksi, dan suara seperti mendengkur
dapat terjadi. Denyut jantung dapat mencapai 180 kali permenit selama beberapa menit
pertama kehidupan.
c. Setelah respon awal ini, bayi baru lahir menjadi tenang, rileks, dan tertidur. Tidur pertama
ini dikenal sebagai fase tidur dalam 2 jam setelah kelahiran dan berlangsung beberapa menit
sampai beberapa jam.
d. Periode kedua reaktifitas, dimulai waktu bayi bangun, ditandai dengan respons berlebihan
terhadap stimulus, perubahan warna kulit dari merah muda menjadi agak sianosi, dan denyut
jantung cepat.
e. Lendir pada mulut dapat menyebabkan masalah besar bagi bayi baru lahir, misal- nya
tersedak, tercekik dan batuk.
Tabel tersebut di atas menjelaskan tentang perubahan –perubahan yang terjadi setelah
bayi baru lahir. salah satu contoh perubahan yang terjadi adalah berfungsinya paru-paru bayi,
hal ini terjadi setelah tali pusat bayi dipotong, maka secara fisiologis paru-paru bayi akan
berfungsi, dimana sebelumnya fungsi paru-paru dilakukan oleh placenta selama dalam
kandungan, Alveoli yang sebelumnya kolaps setelah lahir menjadi berkembang.
1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi Bayi Baru Lahir
a. Riwayat antepartum ibu dan bayi baru lahir misalnya terpapar zat toksik, sikap ibu terhadap
kehamilannya dan pengalaman pengasuhan bayi. Contoh dari faktor ini misalnya pada ibu
hamil dengan riwayat antepartum atau riwayat saat hamil dengan status gizi yang kurang dapat
melahirkan bayi prematur, bila bayi lahir prematur tentu organ-organ tubuhnya belum bisa
berfungsi secara sempurna, misal produksi surfactan yang belum terbentuk sempurna dapat
mengganngu kerja dari sistem pernafasan, dimana hal tersebut bisa berpengaruh pada
kemampuan bayi untuk beradaptasi dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm. Begitu juga
dengan riwayat ibu yang terpapar zat toxic dapat menyebabkan gangguan pada bayi yang
berlanjut pada gangguan pada proses adaptasi.
b. Riwayat intrapartum ibu dan bayi baru lahir, misalnya lama persalinan, tipe analgesik atau
anestesi intrapartum. contoh dari faktor ini misalnya bayi lahir dengan lama persalinan dalam
kategori lama akan perpengaruh pada fungsi vital bayi.
c. Kapasitas fisiologis bayi baru lahir untuk melakukan transisi dari kehidupan intra- uterin ke
kehidupan ekstrauterin. Kemampuan adaptasi bayi baru lahir juga dipengaruhi oleh
kematangan dari masing-masing organ tubuh bayi baru lahir. Contoh ini hampir sama dengan
contoh riwayat antepartum ibu, misal bayi prematur dimana fungsi organ vital masih belum
sepurna, seperti produksi surfactan yang belum sempurna, maka hal ini bisa berdampak pada
kemampuan alveoli untuk berkembang dengan sempurna, yang berakibat pada terjadinya
asfiksia bayi baru lahir.
d. Kemampuan petugas kesehatan dalam mengkaji dan merespon masalah dengan tepat pada
saat terjadi. Kemampuan petugas dalam hal ini bidan juga sangat berkon- tribusi pada
keberhasilan neonatus dalam melewati masa transisinya. Bila bidan kurang memahami tentang
perubahan-perubahan yang terjadi pada bayi baru lahir maka bayi akan muda jatuh dalam
kondisi yang tidak diinginkan. Misalnya pada bayi baru lahir akan terjadi proses penyesuaian
suhu tubuh, dari kondisi suhu intra uterin yang hangat ke kondisi ektrauterin yang tergantung
suhu lingkungan, bila bidan tidak memahami hal tersebut maka bayi bisa jatuh dalam kondisi
hipotermi. Misalnya saat menolong bayi baru lahir, bidan tidak segera
membersihkan/mengeringkan tubuh bayi dari air ketuban, maka bayi mudah jatuh dalam
kondisi hipotermia yaitu kondisi suhu tubuh bayi rendah <36,5°C.
BAB II
Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan komprehensif bagi bayi baru lahir
dimulai sejak janin dalam kandungan sampai dengan bayi berumur 28 hari, maka setiap tenaga
kesehatan harus mematuhi standar pelayanan yang sudah ditetapkan. Standar yang dijadikan
acuan antara lain : Standar Pelayanan Kebidanan (SPK), Pedoman Asuhan Persalinan Normal
(APN), dan Pelayanan Neonatal Esensial Dasar.
Pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi bayi baru lahir, diselenggarakan dengan
mengikuti hal-hal sebagai berikut :
a. Selama kehamilan Ibu hamil harus memeriksakan kehamilan minimal empat kali di
fasilitas pelayanan kesehatan, agar pertumbuhan dan perkembangan janin dapat
terpantau dan bayi lahir selamat dan sehat.
Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada bayi
baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi. Pada saat penanganan bayi
baru lahir, pastikan penolong untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi.
Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan melindungi bayi, ibu dan
pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu juga akan membantu mencegah penyebaran
infeksi :
Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan.
Memastikan semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang tali pusat
telah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril. Jika menggunakan bola karet
penghisap, pakai yang bersih dan baru. Jangan pernah menggunakan bola
karet penghisap untuk lebih dari satu bayi.
Memastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang
digunakan untuk bayi, telah dalam keadaan bersih.
Beberapa cara yang diketahui dapat mencegah terjadi infeksi pada kulit bayi baru lahir
atau penyakit infeksi lain adalah meletakkan bayi di dada ibu agar terjadi kontak kulit
langsung ibu dan bayi, sehingga menyebabkan terjadinya kolonisasi mikroorganisme ibu
yang cenderung bersifat nonpatogen, serta adanya zat antibodi bayi yang sudah terbentuk dan
terkandung dalam air susu ibu.
Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir
Cara mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir adalah merawat mata bayi baru lahir
dengan mencuci tangan terlebih dahulu, membersihkan kedua mata bayi segera setelah lahir
dengan kapas atau sapu tangan halus dan bersih yang telah dibersihkan dengan air hangat.
Dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir, berikan salep/obat tetes mata untuk mencegah oftalmia
neonatorum (Tetrasiklin 1%, Eritromisin 0.5% atau Nitrasn, Argensi 1%), biarkan obat tetap
pada mata bayi dan obat yang ada di sekitar mata jangan dibersihkan. Setelah selesai merawat
mata bayi, cuci tangan kembali. Keterlambatan memberikan salep mata, misalnya bayi baru
lahir diberi salep mata setelah lewat 1 jam setelah lahir, merupakan sebab tersering
kegagalan upaya pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir.
Imunisasi
Pada daerah risiko tinggi infeksi tuberkulosis, imunisasi BCG harus diberikan pada bayi
segera setelah lahir. Pemberian dosis pertama tetesan polio dianjurkan pada bayi segera setelah
lahir atau pada umur 2 minggu. Maksud pemberian imunisasi polio secara dini adalah untuk
meningkatkan perlindungan awal. Imunisasi Hepatitis B sudah merupakan program nasional,
meskipun pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Pada daerah risiko tinggi, pemberian
imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi segera setelah lahir.
BAB III
3.1. JENIS PELAYANAN KESEHATAN BAYI BARU LAHIR
1. Asuhan bayi baru lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan Persalinan Normal.
pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat.
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau
rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu selama
24 jam).
Asuhan bayi baru lahir meliputi:
Pencegahan infeksi (PI)
Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
Pemotongan dan perawatan tali pusat
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu
serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri
Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan
Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal
Pemeriksaan bayi baru lahir
Pemberian ASI eksklusif
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi
kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan):
1. Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin
2. Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix, kemudian
tali pusat diikat.
3. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan KULIT
bayi MELEKAT pada KULIT ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu. Keduanya
diselimuti dan bayi diberi topi.
4. Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari puting
susu ibu.
5. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali prilaku bayi sebelum menyusu
6. Biarkan KULIT bayi bersentuhan dengan KULIT ibu minimal selama SATU JAM; bila
menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam
7. Jika bayi belum mendapatkan puting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih dekat
dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30 MENIT
atau 1 JAM berikutnya
Setelah selesai proses IMD bayi ditimbang, diukur, dicap/diberi tanda identitas, diberi salep mata
dan penyuntikan vitamin K1 pada paha kiri. Satu jam kemudian diberikan imunisasi hepatitis B
(Hb 0) pada paha kanan.
• Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata (Oxytetrasiklin 1%).
• Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan Vitamin K1 yang
bertujuan untuk mencegah penularan hepatitis b melalui jalur ibu ke bayi yang dapat
menimbulkan kerusakan hati.
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Risiko
terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas
kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya, oleh dokter/
bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi
tenaga kesehatan yang memeriksa.
Baru lahir sebelum usia 6 jam. Baru lahir sebelum usia 6 jam.
Hitung pernapasan dan lihat tarikan dinding tidak ada tarikan dinding dada yang dalam
dada bawah ketika bayi sedang tidak menangis
Hitung denyut jantung dengan meletakkan stetoskop denyut jantung normal 120-160 kali/menit
di dada kiri setinggi apeks kordis.
Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer Suhu normal adalah 36,5 - 37,5º C
Pemulangan Bayi:
1. Carpenito (1997), L.J Nursing Diagnosis, Lippincott , New York Fakultas Kedokteran
UI, 2000, Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid 2, Jakarta: Medica Aesculapius.
2. Marino (1991), ICU Book, Lea & Febiger, London Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak,
EGC, Jakarta
3. Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC
4. Suparman (1988), Ilmu Penyakit Dalam , Universitas Indonesia, Jakarta
5. Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak, Jakarta: CV. Sagung
6. Seto Wong and Whaley (1996) Peiatric Nursing ; Clinical Manual, Morsby, Philadelpia