Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA BBL


DI PUSKESMAS BAKI SUKOHARJO

Disusun oleh:
Linda Lestari
P27224020067
Kelas B D4 Aljeng Semester 3

PROGRAM STUDI DIPLOMA-IV JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2021
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BBL


DI PUSKESMAS BANGKALAN
Disusun guna Memenuhi Persyaratan Kelulusan
Stase Asuham Kebidanan Pada BBL

Program Studi Pendidikan D4 Bidan

Disusun oleh:
Linda Lestari
P27224020067
Kelas B D4 Aljeng Semester 3

PROGRAM STUDI DIPLOMA-IV JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2021
HALAMAN PEERSETUJUAN

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA BBL
DI PUSKESMAS BANGKALAN

Disusun Oleh :

Nama : Linda Lestari


NIM : P27224020067
Kelas : B
Tanggal Pemberian Asuhan 25 Maret 2021

Disetujui:

Pembimbing Lapangan

Tanggal: ________________

Di: ________________ Titik Susilowati, S.ST


NIP. 19811105 200801 2 004

Dosen Pembimbing Lahan

Tanggal: ________________

Di: ________________ Rosalina, S.Si.T., M.Keb


NIP. 19770515 200812 2 002
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan (Rudolph,
2015). Dalam masa tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
yang awalnya di dalam rahim serba bergantung pada ibu menjadi di luar rahim
yang harus hidup secara mandiri. Pada masa ini terjadi pematangan organ
hampir pada semua sistem.
Neonatus memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi, berbagai
masalah kesehatan dapat muncul sehingga tanpa adanya penanganan yang tepat,
bisa berakibat fatal. Kunjungan neonatus lengkap sebaiknya diberikan kepada
setiap bayi baru lahir yang meliputi KN 1, KN 2, KN 3, yang dilakukan pada
saat bayi berumur 6-48 jam, 3-7 hari dan 28 hari (Riskesdas, 2013).
Masa bayi merupakan masa emas atau golden age karena pada masa ini
berlangsung sangat cepat dan tidak dapat terulang kembali. Selain itu juga
disebut masa kritis karena bayi sangat peka terhadap lingkungan sekitar,
membutuhkan asupan nutrisi yang cukup, serta stimulasi yang baik untuk
mendukung proses pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini
perkembangan otak bayi yang mempunyai sifat plastisitas akan berlangsung
(Kemenkes, 2009; Zero to Three, 2012).
Pada usia 3 bulan ke atas, bayi mampu menerima rangsangan dan sentuhan.
Selain itu pada usia bayi 4-6 bulan merupakan saat dimana perkembangan
motoriknya akan lebih cepat berkembang (Kemenkes, 2010). Kekuatan otot bayi
akan semakin meningkat seiring berjalannya usia bayi. Pada usia ini,
perkembangan sel-sel otak sangat pesat, serta imunitas bayi sangat rentan
sehingga diperlukan imunisasi dan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang (SDIDTK).
Menurut WHO (2019) Imunisasi adalah proses di mana seseorang dibuat
kebal terhadap penyakit menular, biasanya dengan pemberian vaksin. Vaksin
merangsang sistem kekebalan tubuh sendiri untuk melindungi orang tersebut

4
dari infeksi atau penyakit selanjutnya.Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk
mengendalikan dan menghilangkan penyakit menular yang mengancam jiwa dan
diperkirakan mencegah antara 2 dan 3 juta kematian setiap tahun. Imunisasi
adalah salah satu investasi kesehatan yang paling hemat biaya, dengan strategi
terbukti yang membuatnya dapat diakses bahkan oleh populasi yang paling sulit
dijangkau dan rentan. Imunisasi memiliki kelompok sasaran yang jelas; itu dapat
disampaikan secara efektif melalui kegiatan penjangkauan; dan vaksinasi tidak
memerlukan perubahan gaya hidup utama. Di Indonesia terdapat imunisasi yang
diwajibkan oleh pemerintah sebagaimana juga yang di wajibkan WHO seperti
imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, Campakdan polio.
Selain imunisasi SDIDTK juga sangat diperlukan oleh bayi. Stimulasi
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) adalah suatu upaya
pemantauan, penjaringan melalui kegiatan pemeriksaan untuk menentukan
secara dini adanya penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan pada balita
dan anak prasekolah yang dilaksanakan secara komprehensif.Melalui kegiatan
SDIDTK, yaitu suatu kegiatan yang mencakup berbagai upaya seperti upaya
pencegahan, tindakan intervensi, stimulasi dan upaya pemulihan dapat diberikan
sedini mungkin dengan benar dan tepat sesuai dengan indikasinya sehingga
orangtua dapat melihatperkembanganpadabayinya, yaitu pada perkembangan
gerak tubuh yang meliputi motorik kasar (gross motoric) dan motorik halus (fine
motoric) (Kemenkes, 2010).
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk memberikan Asuhan
Kebidanan Pada Neonatus Bayi Balita dan Prasekolah.

B. RumusanMasalah
Berdasarkan dari uraian masalah di atas maka penulis membuat rumusan
masalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Bayi Balita dan
Prasekolah?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Bayi Balita dan
Prasekolah
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian data subjektif pada Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus Bayi Balitadan Anak Prasekolah
b. Menginterpretasi data dasar dengan berfikir kritis pada Asuhan
Kebidanan Pada Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah
c. Mengidentifikasi diagnosis/masalah potensial dan antisipasi pada
Asuhan Kebidanan Pada Neonatus BayiBalitadan Anak Prasekolah
d. Mengidentifikasi tindakan segera pada Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus BayiBalitadan Anak Prasekolah
e. Merumuskan perencanaan pada Asuhan Kebidanan Pada Neonatus
BayiBalitadan Anak Prasekolah
f. Melakukan Implementasi pada Asuhan Kebidanan Pada Neonatus
BayiBalitadan Anak Prasekolah berdasarkan evidance based practice
g. Melakukan Evaluasi pada Asuhan Kebidanan Pada Neonatus
BayiBalitadan Anak Prasekolah.

D. Manfaat
Asuhan kebidanan ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti kepada:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai tambahan
pengetahuan informasi, dan sebagai bahan masukan institusi pendidikan
dalam penerapan asuhan kebidanan pada Neonatus Bayi Balita dan Anak
Prasekolah
2. Bagi Penulis
Penulis dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
secara langsung sekaligus bisa menerapkan ilmu yang diperoleh selama
mengikuti perkuliahan, serta bisa membedakan kesenjangan antara lahan
praktik dan teori dalam penerapan asuhan kebidanan pada Neonatus Bayi
Balita dan Anak Prasekolah
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan studi banding dalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada Neonatus Bayi Balita dan Anak
Prasekolah
4. Bagi Keluarga Pasien
Sebagai penyuluhan keterampilan serta informasi agar keluarga lebih
mengerti dalam melakukan Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Bayi Balita
dan Anak Prasekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Asuhan Kebidanan


1. Pengertian Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
a. Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari
(Kementerian kesehatan RI, 2010)
b. Neonatus adalah fase awal ketika seorang manusia lahir ke bumi.
Neonates adalah organism pada periode adaptasi kehidupan
intrauterine ke kehidupan ekstrauterine. Pertumbuhan dan
perkembangan normal masa neonatal adalah 28 hari. (Elisabeth, 2015)
c. Bayi adalah manusia yang berusia 28 hari sampai usia 24 bulan.
d. Balita adalah singkatan dari bawah lima tahun. Manusia dalam masa
balita berumur 2 sampai 5 tahun. Pada masa-masa balita balita
biasanya sudah dapat berjalan atau berlar menggunakan banyak energi
untuk melakukan aktivitas.
e. Anak pra sekolah yaitu anak yang berusia aniara 3-6 tahun (Biechler
dan Snowman,1993; Noorlaila, 2010). 
2. Bayi Baru Lahir
a. Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010 bayi baru lahir
mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-4000 gram, umur
kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit
kemerahan, menghisap asi dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan.
Ciri-ciri Umum Bayi Baru Lahir Normal :
Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-
4000 gram, umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis,
bergerak aktif, kulit kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan
tidak ada cacat bawaan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2010). Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm,
lingkar dada 30-38 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut
jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak
terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan
lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik
(rooting, sucking, morro, grasping), organ genitalia pada bayi lakilaki
testis sudah berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi
perempuan vagina dan uretra berlubang serta adanya labia minora dan
mayora, mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna
hitam kecoklatan (Dewi, 2010).

b. Masa Adaptasi Bayi Baru Lahir


Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi usia 0 – 28 hari, selama
periode ini bayi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan ekstra
uteri, yang terbagi dalam dua masa antara lain :
1) Masa Portunate : Masa portunate pada bayi berlangsung antara 15 -
30 menit pertama sejak bayi lahir sampai tali pusatnya dipotong.
2) Masa Neonate: Masa neonate berlangsung dari pemotongan dan
pengikatan tali pusar sampai akhir mingggu kedua dari kehidupan
pascamatur. Ada empat penyesuaian utama yang harus dilakukan
sebelum anak dapat memperoleh kemajuan perkembangan tingkah
laku, yaitu :
a) Perubahan suhu dalam rahim ibu dengan suhu lingkungan.
b) Perubahan pernafasan, sebelum lahir bayi bernafas dengan
plasenta dan setelah lahir bernafas dengan paru-paru.
c) Dan menelan sebagai cara untuk memperoleh makanan yang
semula dari plasenta melalui tali pusat.
d) Cara pembuangan melalui organ-organ sekresi yang mana
sebelum lahir melalui plasenta dan tali pusat.
Pada masa neonatus, bayi akan lebih banyak tidur dan untuk
mempertahankan hidupnya dengan beberapa kemampuan antara lain : 
1) Insting
Insting adalah kemampuan yang ada sejak lahir, bersifat
psikofisis yang bertujuan untuk memberikan reaksi terhadap
lingkungan dengan rangsangan yang khas dan terjadi tanpa belajar.
Misalnya : reaksi menyusui, kebutuhan akan rasa aman, insting
sosial yang memungkinkan anak berkomunikasi dengan
lingkungan misalnya senyum bila ibu mengajak bayi bicara.
2) Reflek
Beberapa reflex yang terdapat pada bayi baru lahir normal menurut
(Elisabeth, 2015)
a) Refleks kedipan, merupakan respon terhadap cahaya terang
yang mengindikasikannya normal saraf optic.
b) Refleks menghisap (rooting reflex) reflek bayi mencari putting
susu dan membuka mulut. Apabila diberi rangsangan pada
ujung mulut kepala akan menoleh kearah rangsangan, bibir
bawah dan lidah akan bergerak kea rah rangsangan serta bila
dimasukan sesuatu kedalam mulutnya akan segera menghisap.
c) Tonick neck reflex, letakan bayi dalam posisi terlentang, putar
kepala dengan satu sisi dengan badan ditahan, ekstremitas
terekstensi pada sisi kepala yang diputar tetapi ekstremitas
yang lain fleksi. Pada keadaan normal, bayi akan berusaha
untuk mengembalikan kepala ketika diputar ke sisi pengujian
syaraf sensori.
d) Reflek menggenggam (graspring reflex), dengan perlakuan bila
telapak tangan dirangsang akan member reaksi seperti
menggenggam.
e) Refleks morro, dengan perlakuan bila diberi rangsangan yang
mengejutkan atau spontan akan terjadi reflex lengan dan tangan
terbuka serta dikudian diakhiri dengan adduksi lengan.
f) Reflek berjalan (walking reflex) dengan perlakuan apabila bayi
diangkat tegak den kakinya ditekan pada satu bidang datar
maka bayi akan melakukan gerakan melangkah seolah-oleh
berjalan.
g) Babinsky reflex, apabila diberi rangsangan atau digores pada
sisi lateral telapak kaki kearah atas kemudian akan ada gerakan
jari sepanjang telapak tangan.
h) Sucking reflex, yang dilihat pada saat bayi menyusu.
Pada bayi prematur dan postmatur mengalami gangguan pada
reflex bayi dikarenakan reflex menghisap, menelan, batuk dan
nafas belum teratur sering apnoe, freuensi nafas bervariasi karena
belum sempurna kematangan organ pada bayi premature dan
terjadi penurunan fungsi plasenta pada bayi postmatur yang dapat
mengakibatkan gangguan sistem oksigenasi.
c. Perubahan Fisiologis Bayi Baru Lahir
Adaptasi neonatal (bayi baru lahir) adalah proses penyesuaian
fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus.
1) Sistem pernapasan
Selama didalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran
gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir pertukaran gas harus
melalui paru-paru bayi. Rangsangan untuk gerakan pernapasan
pertama :
a) Tekanan mekanik torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi
mekanik).
b) Penurunan O2 dan kenaikan CO2 merangsang kemoreseptor
yang terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi).
c) Rangsangan dingin di daerah muka dan penurunan suhu
didalam uterus (stimulasi sensorik).
Pernapasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi
dalam waktu 30 detik pertama sesudah lahir. (Indrayani &
Moudy, 2013).
2) Sirkulasi darah
Pada masa fetus darah dari plasenta melalui vena umbilikalis
sebagian ke hati, sebagian langsung ke serambi kiri jantung,
kemudian ke bilik kiri jantung. Dari bilik kiri darah dipompa
melalui aorta ke seluruh tubuh. Dari bilik kanan darah di pompa
sebagian ke paru dan sebagian melalui duktus arteriosus ke aorta.
Setelah bayi lahir, paru akan berkembang mengakibatkan tekanan
arteriol dalam paru menurun. Tekanan darah pada waktu lahir
dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui transfusi plasenta dan
pada jam-jam pertama sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi
dan menjadi konstan kira-kira-kira 85/40 mmHg (Indrayani &
Moudy, 2013).
3) Perlindungan termal (termoregulasi)
Menurut Walsh (2007), bayi baru lahir terutama rentan pada
kehilangan panas dan terbatas kemampuannya untuk berespon
pada stres hangat. Suhu aksila normal adalah 36,50 sampai 37,50 C.
Suhu kulit abdomen adalah 360C sampai 36,50C. Mekanisme
kemungkinan hilangnya panas tubuh dari bayi ke lingkungan
meliputi:
a) Konduksi
Kehilangan panas dari permukaan tubuh ke permukaan yang
lebih hangat melalui kontak langsung satu sama lain. Contoh:
menimbang bayi tanpa alastimbangan.
b) Konveksi
Aliranpanasdaripermukaantubuhkeudarayanglebih
hangat.Contoh: menempatkan bayi baru lahir dekat jendela,
dan membiarkannya terbuka.
c) Radiasi
Kehilangan panas dari permukaan tubuh ke permukaan padat
lain yang lebih hangat tanpa kontak langsung satu sama lain,
tetapi dalam kontak yang relatif dekat. Contoh: bayi baru lahir
dibiarkan dalam keadaan telanjang.
d) Evaporasi
Kehilangan panas yang terjadi ketika cairan berubah menjadi
gas. Contoh: bayi baru lahir dibiarkan dalam suhu kamar25 C.
4) Metabolisme
Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari tubuh
orang dewasa sehingga metabolisme basal per KgBB akan lebih
besar, sehingga BBL harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru sehingga energi diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan
lemak.
1) Keseimbangan air dan fungsi ginjal
Fungsi ginjal belum sempurna karena :
a) Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa.
b) Ketidak seimbangan luas permukaan glomerulus dan volume
tubulus proksimal.
c) Renal blood flow relatif kurang bila dibanding dengan orang
dewasa (Indrayani & Moudy, 2013).
2) Immunoglobulin
a) Pada neonatus tidak terdapat sel plasma pada sumsum tulang
belakang dan lamina propia ilium dan apendiks.
b) Plasenta merupakan sawar sehingga fetus bebas dari antigen
dan stress imunologis.
c) Pada BBL hanya terdapat gama globulin G, sehingga
imunologi dari ibu dapat melalui plasenta karena berat
molekulnya kecil.
d) Tetapi bila ada infeksi yang dapat melalui plasenta (Lues,
toksoplasma, herpes simpleks) reaksi imunologis dapat terjadi
dengan pembentukan sel plasma dan antiboti gama A, G dan M
(Indrayani & Moudy, 2013).
3) Traktus digestivus
Traktus digestivus mengandung zat yang berwarna hitam
kehijauan yang disebut mekonium. Pengeluaran mekonium
biasanya dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinjanya
sudah berbentuk dan berwarna biasa. Gumoh sering terjadi akibat
dari hubungan esophagus bawah dengan lambung belum sempurna,
dan kapasitas dari lambung juga terbatas yaitu + 30 cc (Indrayani
& Moudy, 2013).
4) Hati
Segera setelah lahir, terjadi kenaikan kadar protein dan penurunan
kadar lemak dan glikogen.
5) Keseimbangan asam basa
PH darah pada waktu lahir rendah karena glikolisis anaerobik.
(Indrayani & Moudy, 2013).
Menurut jurnal Psysiology of Transition from Intrauterine to
Extrauterine Life tahun 2012 menyatakan bahwa Transisi dari janin
ke bayi baru lahir merupakan adaptasi paling kompleks yang
terjadi dalam pengalaman manusia. Adaptasi paru-paru
membutuhkan pembersihan cairan paru janin yang terkoordinasi,
sekresi surfaktan, dan timbulnya pernapasan yang konsisten.
Dengan pengangkatan plasenta, tekanan rendah, respons
kardiovaskular membutuhkan perubahan mencolok dalam aliran
darah, tekanan, dan vasodilatasi paru. Bayi baru lahir juga harus
dengan cepat mengontrol metabolisme energinya dan
termoregulasi. Mediator utama yang mempersiapkan janin untuk
lahir dan mendukung transisi multi-organ adalah kortisol dan
katekolamin. Abnormalitas dalam adaptasi sering ditemukan
setelah kelahiran prematur atau persalinan dengan operasi caesar
saat aterm, dan banyak dari bayi ini akan membutuhkan resusitasi
ruang bersalin untuk membantu dalam transisi ini.
d. Pemeriksaan Pada BBL
Hari pertama kelahiran bayi sangat penting. Banyak perubahan
yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di
dalam rahim ke kehidupan di luar rahim. Pemeriksaan BBL bertujuan
untuk mengetahui sedini mungkin jika terdapat kelainan pada bayi.
Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan,
sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk
tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. (Kemenkes
RI, 2010)
1) Waktu pemeriksaan BBL:
a) Setelah lahir saat bayi stabil (sebelum 6 jam)
b) Pada usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1)
c) Pada usia 3-7 hari (kunjungan neonatal 2)
d) Pada usia 8-28 hari (kunjungan neonatal 3)

2) Langkah - Langkah Pemeriksaan


Berdasarkan Kementerian Kesehatan, 2010 Pemeriksaan fisik BBL
meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisis. Catat seluruh hasil
pemeriksaan. Lakukan rujukan sesuai pedoman MTBS.
a) Anamnesis:
Tanyakan pada ibu dan atau keluarga tentang masalah
kesehatan pada ibu :
1) Keluhan tentang bayinya
2) Penyakit ibu yang mungkin berdampak pada bayi (TBC,
demam saat persalinan, KPD > 18 jam, hepatitis B atau C,
siphilis, HIV/AIDS, penggunaan obat).
3) Cara, waktu, tempat bersalin, kondisi bayi saat lahir
(langsung menangis/tidak) & tindakan yang diberikan pada
bayi jika ada.
4) Warna air ketuban
5) Riwayat bayi buang air kecil dan besar
6) Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan menghisap
b) Pemeriksaan Fisis
Prinsip:
1. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang (tidak
menangis)
2. Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai
pernapasan dan tarikan dinding dada kedalam, denyut
jantung serta perut.
(Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Sedangakan menurut Suwanti, 2007 pengkajian setelah lahir terjadi
dalam tiga tahapan yaitu :
1) Tahap I
Segera selama menit-menit pertama kelahiran menggunakan
system scoring APGAR untuk fisik dan skrining GRAY untuk
interaksi bayi dengan orang tua.
Klasifikasi klinik :
a) Nilai 7-10 : bayi normal
b) Nilai 4-6 : bayi asfiksia ringan-sedang
c) Nilai 0-3 : bayi asfiksia berat
Skor
Tanda
0 1 2
A : Apperance colon Biru Badan merah, Seluruh tubuh
(warna kulit) pucat ekstermitas biru kemerahan
P : Pulse (frekuensi Tidak <100 >100
jantung) ada
G : Grimage Tidak Sedikit gerakan, Menangis,
(rangsangan) ada minim batuk, bersin
Lumpuh Ekstermitas Gerakan aktif
A : Activity (aktivitas
dalam sedikit
tonus otot)
fleksi
R : Respiration Tidak Lemah, tidak Menangis kuat
(pernafasan) ada teratur

2) Tahap II: Transisional selama aktivitas yaitu pengkajian selama 24


jam pertama juga penting.
3) Tahap III
Periodic, pengkajian, setelah 24 jam pertama yaitu masing-masing
sistem tubuh diperiksa.
a) Penilaian APGAR dilakukan pada :
1’ : menentukan pelaksanaan resusitasi aktif (untuk mengetahui
apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.
5’ : menentukan kemungkinan adanya gangguan neurologi di
kemudian hari untuk menghindari APGAR <7 maka
penanganan sebagai berikut :
a) Dilakukan pemeriksaan lendir serta cairan pada mulut,
hidung, dan mata dengan kassa.
b) Posisi badan dibuat kepala lebih rendah agar cairan atau
lender keluar dari trachea dan faring, kemudian lendir
dihisap dengan penghisap lendir.
b) Keadaan umum : Bayi tampak sehat, aktif, tonus otot baik,
menangis kuat.
c) Vital sign
Berat Badan, BAK ± 3-8x/hari, BAB 1x/hari
Kemampuan menghisap
Warna kulit
Tidur 18-20 jam/hari
d) Pemeriksaan Reflek
Anak yang dilahirkan mempunyai sejumlah reflek, ini
merupakan dasar bayi untuk mengadakan reaksi dan tindakan
aktif.
(1).Reflek Permanen
Reflek urat achialis (kontraksi otot/bisa urat daging dipukul)
Reflek urat patelair (kontraksi bawah lutut bila dipukul)
Reflek pupil (pupil mengecil bila ada sinar)
(2).Reflek sementara
Reflek morro/reflek peluk (reflek berkejut).
Reflek tonic neck (reflek otot leher) : anak akan
mengangkat leher dan menoleh jika ditelungkupkan
(3).Reflek rooting : timbul karena stimulasi taktil pada pipi dan
daerah mulut anak bereaksi dengan memutar kepala seakan-
akan mencari putting susu.
(4).Reflek sucking : timbul bersama rangsangan pipi untuk
menghisap putting susu dan menelan ASI.
(5).Reflek babinsky : bila ada rangsangan pada telapak kaki,
ibu jari akan bergerak ke atas.
(6).Reflek staping : jika bayi dibuat posisi berdiri, maka akan
ada gerakan seperti kaki melangkah ke depan walaupun
belum dapat berjalan.
e. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
Suhu tubuh, nadi, pernafasan bayi baru lahir bervariasi dalam
berespon terhadap lingkungan.
1) Suhu bayi
Suhu bayi dalam keadaan normal berkisar antara 36,5-37,50 C pada
pengukuran diaxila.
2) Nadi
Denyut nadi bayi yang normal berkisar 120-140 kali permenit.
3) Pernafasan
Pernafasan pada bayi baru lahir tidak teratur kedalaman, kecepatan,
iramanya. Pernafasannya bervariasi dari 30 sampai 60 kali
permenit.
4) Tekanan darah
Tekanan darah bayi baru lahir rendah dan sulit untuk di ukur secara
akurat. Rata-rata tekanan darah pada waktu lahir adalah 80/64
mmHg.
f. Penatalaksanaan Awal Pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI, 2010 penatalaksanaan awal
bayi baru lahir dimulai dengan penilaian awal. Untuk semua BBL,
lakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan sebelum bayi
lahir:
Kementerian Kesehatan RI, 2010
Dalam Bagan Alur Manajemen BBL di atas dapat dilihat alur penatalaksanaan
BBL mulai dari persiapan, penilaian dan keputusan serta alternatif tindakan yang
sesuai dengan hasil penilaian keadaan BBL. Untuk BBL cukup bulan dengan air
ketuban jernih yang langsung menangis atau bernapas spontan dan bergerak aktif
cukup dilakukan manajemen BBL normal.
Jika bayi kurang bulan (< 37 minggu/259 hari) atau bayi lebih bulan (≥ 42
minggu/283 hari) dan atau air ketuban bercampur mekonium dan atau tidak
bernapas atau megap-megap dan atau tonus otot tidak baik lakukan manajemen
BBL dengan Asfiksia.
K
ementerian Kesehatan RI, 2010
Kementerian Kesehatan RI, 2010
1) Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Bila
bayi baru lahir segera menangis spontan atau segera menangis,
hindari melakukan penghisapan secara rutin pada jalan nafasnya
karena penghisapan pada jalan nafas yang tidak dilakukan secara
hati-hati dapat menyebabkan perlukaan pada jalan nafas hingga
terjadi infeksi, serta dapat merangsang terjadinya gangguan denyut
jantung dan spasme (gerakan involuter dan tidak terkendali pada
otot, gerakan tersebut diluar kontrol otak). Pada laring dan
tenggorokan bayi. Bayi normal akan segera menangis segera
setelah lahir. Apabila tidak langsung menangis maka lakukan :
a) Letakkan bayi pada posisi telentang di tempat yang keras dan
hangat.
b) Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
c) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan
jari tangan yang dibungkus kassa steril.
d) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2 – 3 kali atau gosok
kulit bayi dengan kain kering dan kasar agar bayi segera
menangis.
2) Memotong dan merawat tali pusat
Setelah bayi lahir, tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut
bayi dengan gunting steril dan diikat dengan pengikat steril. Luka
tali pusat dibersihkan dan dirawat dengan perawatan terbuka tanpa
dibubuhi apapun.
3) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Cegah terjadinya kehilangan panas dengan mengeringkan tubuh
bayi dengan handuk atau kain bersih kemudian selimuti tubuh bayi
dengan selimut atau kain yang hangat, kering, dan bersih. Tutupi
bagian kepala bayi dengan topi dan anjurkan ibu untuk memeluk
dan menyusui bayinya serta jangan segera menimbang atau
memandikan bayi baru lahir karena bayi baru lahir mudah
kehilangan panas tubuhnya.
4) Pemberian vitamin K
Kejadian perdarahan karena defisiensi Vitamin K pada bayi
baru lahir dilaporkan cukup tinggi, sekitar 0,25 – 0,5 %. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan tersebut, semua bayi baru lahir
normal dan cukup bulan perlu diberi Vitamin K peroral 1 mg/hari
selama 3 hari, sedangkan bayi resiko tinggi diberi Vitamin K
perenteral dengan dosis 0,5-1 mg IM.
5) Upaya profilaksis terhadap gangguan mata.
Pemberian obat tetes mata Eritromisin 0,5% atau Tetrasiklin
1% dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia
(penyakit menular seksual). (Abdul Bari Saifuddin, 2009). Tetes
mata / salep antibiotik tersebut harus diberikan dalam waktu 1 jam
pertama setelah kelahiran. Upaya profilaksis untuk gangguan pada
mata tidak akan efektif jika tidak diberikan dalam 1 jam pertama
kehidupannya. Teknik pemberian profilaksis mata :
a) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir.
b) Jelaskan pada keluarganya tentang apa yang anda lakukan,
yakinkan mereka bahwa obat tersebut akan sangat
menguntungkan bayi.
c) Berikan salep / teki mata dalam satu garis lurus, mulai dari
bagian mata yang paling dekat dengan hidung bayi menuju ke
bagian luar mata.
d) Jangan biarkan ujung mulut tabung / salep atau tabung penetes
menyentuh mata bayi.
e) Jangan menghapus salep / tetes mata bayi dan minta agar
keluarganya tidak menghapus obat tersebut.
6) Identifikasi
Apabila bayi dilahirkan di tempat bersalin yang persalinannya
mungkin lebih dari satu persalinan, maka sebuah alat pengenal
yang efektif harus diberikan kepada setiap bayi baru lahir dan
harus tetap di tempatnya sampai waktu bayi dipulangkan. Peralatan
identifikasi bayi baru lahir harus selalu tersedia di tempat
penerimaan pasien, di kamar bersalin, dan di ruang rawat bayi.
Alat yang digunakan hendaknya kebal air, dengan tepi yang halus
dan tidak mudah melukai, tidak mudah sobek dan tidak mudah
lepas. Pada alat identifikasi harus tercantum: nama (bayi, nyonya),
tanggal lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap ibu.
Di setiap tempat tidur harus di beri tanda dengan mencantumkan
nama, tanggal lahir dan nomor identifikasi. Sidik telapak kaki bayi
dan sidik jari ibu harus dicetak di catatan yang tidak mudah hilang.
Sidik telapak kaki bayi harus dibuat oleh personil yang
berpengalaman menerapkan cara ini, dan dibuat dalam catatan
bayi. Bantalan sidik jari harus disimpan dalam ruangan bersuhu
kamar. Ukurlah berat lahir, panjang bayi, lingkar kepala, lingkar
perut dan catat dalam rekam medik.
7) Mulai Pemberian ASI
Pastikan bahwa pemberian ASI dimulai dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir. Jika mungkin, anjurkan ibu untuk memeluk dan
mencoba untuk menyusukan bayinya segera setelah tali pusat
diklem dan dipotong berdukungan dan bantu ibu untuk
menyusukan bayinya. Keuntungan pemberian ASI :
a) Merangsang produksi air susu ibu
b) Memperkuat reflek menghisab bayi
c) Mempromosikan keterikatan antara ibu dan bayinya
d) Memberikan kekebalan pasif segera kepada bayi melalui
kolostrum
e) Merangsang kontraksi uterus
Posisi untuk menyusui :
a) Ibu memeluk kepala dan tubuh bayi secara lurus agar muka
bayi menghadap payudara ibu dengan hidung di depan puting
susu ibu.
b) Perut bayi menghadap ke perut ibu dan ibu harus menopang
seluruh tubuh bayi tidak hanya leher dan bahunya.
c) Dekatkan bayi ke payudara jika ia tampak siap untuk
menghisap puting susu, karena dapat :
(1) Membantu bayinya untuk menempelkan mulut bayi pada
puting susu di payudaranya.
(2) Dagu menyentuh payudara ibu.
(3) Mulut terbuka lebar.
(4) Mulut bayi menutupi sampai ke areola.
(5) Bibir bayi bagian bawah melengkung keluar.
(6) Bayi menghisap dengan perlahan dan dalam, serta kadang-
kadang berhenti.
g. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir
1) Sebelum bayi lahir, segera di periksakan di ruang VK. Alat-alat
yang dibutuhkan :
a) Alat penghisap lendir (aseptor aspirator).
b) Tabung oksigen dan alat untuk membantu pernafasan bayi.
c) Alat resusitasi untuk pemasaran seperti laringaskop kecil,
kanula trachea, masker ventilaton kecil.
d) Obat-obatan lain seperti glukosa 40%, larutan bikarbonat 75%,
kalorfin sebagai antidotum morfin dan bethidin.
e) Alat pemotong tali pusat, alat pengikat tali pusat, obat
antiseptic, kain kassa steril untuk merawat tali pusat.
f) Tanda pengenal bayi (identifikasi) sesuai dengan ibunya.
g) Tempat tidur berserta kain katon/selimut, dan incubator
h) Kapas, baju steril yang dipakai penolong.
i) Stopwatch dan thermometer.
j) Ruang yang sesuai dengan bayi, suhu 30⁰C
2) Pertolongan Pada Waktu Bayi Baru Lahir
a) Mulai melakukan pembersihan lendir. Pada saat keluar dengan
membersihkan mulut, hidung, dan mata dengan kassa steril.
b) Jam lahir dicatat dengan stopwatch.
c) Lendir dihisap sebersih mungkin sambil bayi ditidurkan dengan
kepala lebih rendah dari kaki dan kaki dalam posisi sedikit
ekstensi, supaya lendir mudah keluar.
d) Tali pusat diikat dengan baik dan bekas luka diberi antiseptic
kemudian dijepit dengan klem jepit plastic atau ikat dengan
benang tali pusat.
e) Segera setelah lahir, bayi sehat akan menangis kuat, bernafas,
serta menggerakkan tangan dan kakinya, kulit berwarna
kemerahan.
f) Bayi dibersihkan dari lumuran darah, air ketuban, mekonium,
vernik kaseosa.
g) Menilai APGAR score.
h) Bayi ditimbang berat badannya dan diukur panjang badannya
saat setelah lahir kemudian catat hasilnya,
i) Perawatan mata bayi, dibersihkan kemudian beri salep/obat.
(1) Metode crase : dengan tetesan nitras 1-2% sebanyak 2 tetes
pada masing-masing mata.
(2) Penicillin salep atau geramicin salep mata.
j) Pemeriksaan anus, alat genetalia eksterna dan jenis kelamin
bayi. Pada bayi laki-laki, periksa apakah ada atau didapatkan
fimosis desconsus testis krilorum telah lengkap atau belum. Di
beberapa Negara barat pada bayi laki-laki segera lakukan,
apalagi bila terjadi femosis.
k) Bayi akhirnya diperlihatkan kepada ibu, ayah, dan keluarga
yang mendampingi. (Mochtar, 1998)
3. Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah
a. SDIDTK
1) Pengertian
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar
anak umur 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara
optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini
mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi
tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah - yang
merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti ibu/pengasuh
anak, anggota keluarga lain dan kelompok masyarakat di
lingkungan rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan
sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan
penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang
menetap. Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan
stimulasi terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan
gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan
sosialisasi dan kemandirian.Dalam melakukan stimulasi tumbuh
kembang anak ada prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih
sayang.
2. Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak
akan meniru tingkah laku orang-orang yang terdekat
dengannya.
3. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
4. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain,
bemyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan
tidak ada hukuman.
5. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai
umur anak, terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak.
6. Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada
di sekitar anak.
7. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan
perempuan.
8. Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas
keberhasilannya.Pada bagian sebelumnya sudah dijelaskan
bahwa perkembangan kemampuan dasar anak anak
berkorelasi dengan pertumbuhan. Perkembangan kemampuan
dasar anak mempunyai pola yang tetap danberlangsung
secara berurutan. Dengan demikian stimulasi yang diberikan
kepada anak dalam rangka merangsang pertumbuhan dan
perkembangan anak dapat diberikan oleh orang tua/keluarga
sesuai dengan pembaian kelompok umur stimulasi anak
berikut ini:

Menurut jurnal The Role of Nutrition on Chidren's


Neurocognitive Development from Pregnancy Through Childhood
sehubungan dengan hubungan antara asupan gizi (termasuk zat gizi
mikrodan diet lengkap) dan perkembangan neurokognitif dimasa
kanak - kanak. Bukti terkuat menyatakan bahwa zat gizi mikro
dapat memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif
anak - anak. Ada bukti bahwa kekurangan gizi dapat mengganggu
perkembangan kognitif, sementara menyusui bermanfaat untuk
kognisi. Makan sarapan juga bermanfaat untuk kognisi. Ada bukti
yang tidak meyakinkan tentang hubungan antara obesitas dan
kognisi.
b. Kebutuhan Imunisasi
1) Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan
aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan
vaksin ke dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi dasar adalah
pemberian imunisasi untuk mencapai kadar kekebalan diatas
ambang perlindungan (Depkes, 2005). Yang dimaksud dengan
imunisasi dasar lengkap menurut Ranuh dkk (2001), adalah
pemberian imunisasi BCG 1x, hepatitis B 3x DPT 3x, polio 4x,
dan campak 1x sebelum bayi berusia 1 tahun.
2) Tujuan Pemberian Imunisasi
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang
dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia
seperti pada imunisasi cacar (Ranuh dkk, 2000). Memberikan
kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
yaitu polio, campak, difteri, pertusis, tetanus, TBC, dan hepatitis B
(Depkes, 2000).
3) Syarat Imunisasi
Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi ada
syarat yang harus diperhatikan yaitu : diberikan pada bayi atau
anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik, disimpan pada
lemari es dan belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi
dengan teknik yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan
melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diterima, meneliti
jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang akan
diberikan, mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu
imunisasi serta memberikan informed concent kepada orang tua
atau keluarga sebelum melakukan imunisasi yang sebelumnya
telah dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek
samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang timbul
setelah pemberian imunisasi.
4) Macam-macam Imunisasi Dasar Menurut WHO
a) Bacillus Calmette-Guérin (BCG)
Di negara-negara dengan beban TB yang tinggi, satu dosis
vaksin BCG harus diberikan kepada semua bayi sesegera
mungkin setelah lahir. Karena efek samping yang parah dari
vaksinasi BCG sangat jarang bahkan pada bayi yang tidak
menunjukkan gejala dan HIV-positif, semua neonatus yang
sehat harus divaksinasi BCG, bahkan daerah endemis HIV.
Namun, apabila sumber daya mengizinkan, tindak lanjut jangka
panjang dari bayi yang divaksinasi BCG dari ibu yang
diketahui positif HIV diinginkan untuk pengobatan dini, harus
disebarluaskan penyakit BCG terjadi pada anak-anak dengan
perkembangan defisiensi imun yang cepat. Bayi dan anak
dengan simptomatik human immunodeficiency virus (HIV)
atau yang diketahui memiliki status defisiensi imun lainnya
tidak boleh divaksin BCG. Dalam kasus di mana bayi terpapar
TB paru BTA-positif segera setelah lahir, vaksinasi BCG harus
ditunda sampai selesai 6 bulan pengobatan profilaksis
isoniazid. Negara-negara dengan beban TB yang rendah dapat
memilih untuk membatasi vaksinasi BCG untuk neonatus dan
bayi dari kelompok risiko tinggi yang diakui untuk penyakit ini
atau untuk tes kulit anak-anak yang lebih tua dan negatif.
Dalam beberapa populasi dengan beban rendah, vaksinasi BCG
telah banyak digantikan oleh deteksi kasus intensif dan diawasi
perawatan dini.
b) Difteri
Seri utama vaksin yang mengandung DTwP (seluruh sel) - atau
DTaP (aselular) harus diberikan dalam 3 dosis, mulai sedini
usia 6 minggu, dan diberikan dengan interval minimum 4
minggu. Bila sumber daya mengizinkan, dosis tambahan dapat
diberikan setelah seri utama selesai.
c) Haemophilus influenzae type B (HiB)
WHO merekomendasikan dimasukkannya vaksin Hib
konjugat dalam semua program imunisasi bayi. Penggunaan
vaksin Hib harus menjadi bagian dari strategi komprehensif
untuk mengendalikan pneumonia termasuk pemberian ASI
eksklusif selama enam bulan, cuci tangan dengan sabun,
peningkatan pasokan air dan sanitasi, pengurangan polusi udara
rumah tangga, dan peningkatan manajemen kasus di tingkat
masyarakat dan fasilitas kesehatan .
WHO merekomendasikan agar salah satu dari jadwal
imunisasi Hib berikut dapat diikuti:
1. 3 dosis primer tanpa booster (3p)
2. 2 dosis primer ditambah booster (2p + 1)
3. 3 dosis primer dengan booster (3p + 1).
Di negara-negara di mana beban puncak penyakit Hib parah
terjadi pada bayi muda, memberikan 3 dosis vaksin di awal
kehidupan dapat memberi manfaat yang lebih besar.
Dosis penguat: Dalam beberapa pengaturan (misalnya di
mana morbiditas dan mortalitas penyakit terbesar terjadi
kemudian, atau dimana penurunan tingkat penyakit tidak
sepenuhnya dipertahankan setelah penggunaan rutin vaksin
Hib), mungkin menguntungkan untuk memberikan dosis
penguat dengan mengikuti salah satu Jadwal 2p + 1 atau 3p +
1. Usia pada dosis pertama: Karena penyakit Hib serius
terjadi paling sering pada anak-anak berusia antara 4 bulan dan
18 bulan, imunisasi harus dimulai dari usia 6 minggu, atau
sedini mungkin sesudahnya. Interval antara dosis: Interval
antara dosis harus minimal 4 minggu jika 3 dosis primer
diberikan, dan setidaknya 8 minggu jika 2 dosis primer
diberikan. Dosis penguat harus diberikan setidaknya enam
bulan setelah menyelesaikan seri primer.
Jadwal terputus / keterlambatan dimulai: Jika jadwal
telah terputus, vaksinasi harus dilanjutkan tanpa mengulangi
dosis sebelumnya. Anak-anak yang terlambat memulai
vaksinasi, tetapi berusia di bawah 12 bulan, harus
menyelesaikan jadwal vaksinasi (mis. Memiliki 3 dosis primer
atau 2 dosis primer plus penambah). Ketika dosis pertama
diberikan kepada anak yang berusia lebih dari 12 bulan, hanya
satu dosis yang direkomendasikan. Vaksin Hib tidak diperlukan
untuk anak-anak yang sehat setelah berusia 5 tahun.
d) Hepatitis B
Semua bayi harus menerima dosis pertama vaksin hepatitis B
mereka sesegera mungkin setelah lahir, dalam waktu 24 jam.
Untuk menyelesaikan seri primer, dosis kelahiran harus diikuti
oleh dua dosis, mis. pada saat dosis pertama dan ketiga vaksin
DTP, atau, jika secara program lebih mudah, dengan tiga dosis
bertepatan dengan DTP atau vaksinasi bayi rutin lainnya.
Interval minimum antara dosis adalah empat minggu.
e) Campak
Vaksin campak direkomendasikan untuk semua anak dan orang
dewasa yang rentan, dimana vaksinasi campak tidak
dikontraindikasikan. Pemberian yang tepat waktu dosis
pertama tetap menjadi prioritas program tertinggi, tetapi
menjangkau semua anak dengan 2 dosis vaksin campak yang
tercatat dengan baik harus menjadi standar untuk semua
program imunisasi nasional. Dosis kedua dapat diberikan
melalui layanan rutin atau diberikan secara berkala melalui
kampanye massal kepada kelompok umur yang telah
ditentukan. Penghapusan campak membutuhkan ≥ 95%
cakupan nasional dengan kedua dosis. Untuk mencapai
pengurangan kematian akibat campak imunisasi campak harus
≥ 90% di tingkat nasional dan ≥ 80% di setiap kabupaten. Di
mana penularan campak tinggi, dosis pertama vaksin yang
mengandung campak (MCV1) harus diberikan pada usia 9
bulan, tetapi juga untuk semua anak yang tidak divaksinasi di
atas usia ini. Di mana penularannya rendah, administrasi
MCV1 pada usia 12 bulan lebih dipilih. MCV2 dapat
ditambahkan ke jadwal imunisasi rutin di negara-negara yang
secara teratur mencapai > 80% cakupan MCV1 nasional.
Negara-negara yang tidak memenuhi kriteria ini harus lebih
memprioritaskan peningkatan cakupan MCV1 dan melakukan
kampanye tindak lanjut berkualitas tinggi. Jika MCV1
diberikan pada usia 9 bulan, MCV2 rutin harus diberikan pada
usia 15-18 bulan. Di negara-negara dengan transmisi campak
yang sangat rendah dan MCV1 diberikan pada 12 bulan, waktu
optimal untuk MCV2 rutin (mis. Antara usia 15-18 bulan -
masuk sekolah) tergantung pada pertimbangan programatik. Di
negara-negara dengan sistem kesehatan sedang hingga lemah,
kampanye imunisasi campak teratur dapat melindungi anak-
anak yang tidak memiliki akses ke layanan kesehatan rutin.
Vaksinasi campak harus diberikan secara rutin kepada anak-
anak dan orang dewasa yang berpotensi terinfeksi, tanpa gejala.
Untuk membatasi dampak wabah campak, WHO mendorong
pengawasan menyeluruh dan penilaian risiko dan respons
cepat, termasuk perluasan penggunaan vaksinasi. Pengawasan
keselamatan yang cermat terhadap kemungkinan kejadian
buruk harus tetap menjadi komponen utama dari semua
program imunisasi.
f) Pertusis
Semua anak di seluruh dunia, termasuk orang yang HIV-
positif, harus diimunisasi terhadap pertusis. Perlindungan dapat
diperoleh setelah serangkaian vaksinasi primer dengan vaksin
whole cell pertussis (wP) atau Accelular pertussis (aP).
Meskipun reaktogenisitas lokal dan sistemik lebih sering
dikaitkan dengan vaksin yang mengandung wP, kedua vaksin
memiliki catatan keamanan yang sangat baik. Peralihan dari
vaksin wP ke aP untuk jadwal utama hanya harus
dipertimbangkan jika penguat berkala tambahan atau imunisasi
ibu dapat dipastikan dan dipertahankan.
Program nasional yang saat ini memberikan vaksinasi wP
harus terus menggunakan vaksin wP untuk seri vaksinasi
primer. Program nasional yang saat ini menggunakan vaksin aP
dapat terus menggunakan vaksin ini tetapi harus
mempertimbangkan perlunya tambahan dosis penguat dan
strategi tambahan seperti imunisasi ibu jika terjadi
pertusis.Jadwal pemberian dosis dan usia pemberian vaksin
berikut ini dianjurkan:
 Merekomendasikan seri primer 3 dosis, dengan dosis
pertama diberikan sedini 6 minggu, dosis berikutnya harus
diberikan 4-8 minggu terpisah, pada usia 10-14 minggu dan
14–18 minggu
 Dosis terakhir dari seri primer yang direkomendasikan
idealnya harus diselesaikan dalam 6 bulan
 Bagi mereka yang belum menyelesaikan jadwal primer,
vaksin dapat diberikan setelah usia 6 bulan, pada usia
berapa pun dan pada kesempatan paling awal
 Program nasional yang menggunakan jadwal vaksinasi
primer alternatif dengan pengawasan yang memadai harus
terus menggunakan jadwal ini dan terus memantau tren
penyakit
Jadwal ini harus memberikan perlindungan setidaknya 6 tahun
untuk negara-negara yang menggunakan vaksin wP. Untuk
negara-negara yang menggunakan vaksin aP, perlindungan
dapat menurun secara berarti sebelum usia 6 tahun. Hanya
vaksin yang mengandung aP yang harus digunakan untuk
vaksinasi orang berusia ≥ 7 tahun.
g) Polio
WHO merekomendasikan bahwa semua anak di seluruh
dunia harus divaksinasi penuh terhadap polio, dan setiap negara
harus berusaha untuk mencapai dan mempertahankan cakupan
tinggi dengan vaksin polio dalam mendukung komitmen global
untuk memberantas polio.
WHO tidak lagi merekomendasikan jadwal vaksinasi
khusus OPV saja. Untuk semua negara yang saat ini hanya
menggunakan OPV, setidaknya 1 dosis IPV harus ditambahkan
ke jadwal. Di negara-negara endemik polio dan di negara-
negara yang berisiko tinggi untuk impor dan penyebaran
selanjutnya, WHO merekomendasikan dosis kelahiran OPV
bivalen (bOPV) (dosis nol) diikuti dengan serangkaian utama 3
dosis BOPV dan setidaknya 1 dosis IPV. Seri primer yang
terdiri dari 3 dosis bOPV ditambah 1 dosis IPV dapat dimulai
dari usia 6 minggu dengan interval minimum 4 minggu antara
dosis bOPV. Jika 1 dosis IPV digunakan, itu harus diberikan
sejak usia 14 minggu (ketika antibodi ibu berkurang dan
imunogenisitas secara signifikan lebih tinggi) dan dapat
diberikan bersamaan dengan dosis BOPV.
Seri utama dapat diberikan sesuai dengan jadwal reguler
program imunisasi nasional, misalnya pada 6, 10, dan 14
minggu (bOPV1, bOPV2, bOPV3 + IPV), atau pada 2, 4, dan 6
bulan (bOPV1, bOPV2 + IPV , bOPV3 atau bOPV1, bOPV2,
bOPV3 + IPV). OPV dan IPV dapat diberikan bersamaan
dengan vaksin bayi lainnya. Untuk bayi yang memulai jadwal
imunisasi rutin terlambat (usia> 3 bulan), dosis IPV harus
diberikan pada kontak imunisasi pertama bersama dengan
BOPV dan vaksin lain yang direkomendasikan secara rutin. Di
negara-negara dengan cakupan vaksinasi yang tinggi (misalnya
90% -95%) dan risiko impor yang rendah (negara-negara
tetangga dan pergerakan populasi besar semuanya memiliki
cakupan yang sama tingginya) jadwal berurutan IPV-bOPV
dapat digunakan ketika poliomielitis paralitik terkait vaksin
(VAPP) terkait perhatian yang signifikan.
Di mana jadwal IPV-bOPV berurutan digunakan,
pemberian awal 1 atau 2 dosis IPV harus diikuti oleh ≥2 dosis
BOPV untuk memastikan kedua tingkat perlindungan yang
cukup dalam mukosa usus dan penurunan beban VAPP. Untuk
jadwal IPV-bOPV berurutan, WHO merekomendasikan IPV
diberikan pada usia 2 bulan (misalnya jadwal IPV-bOPV-
bOPV 3-dosis), atau pada usia 2 bulan dan 3-4 bulan (misalnya
IPV 4-dosis –IPV – bOPV – jadwal BOPV) diikuti oleh
setidaknya 2 dosis BOPV. Jadwal IPV saja dapat
dipertimbangkan di negara-negara dengan cakupan imunisasi
tinggi yang berkelanjutan dan risiko terendah dari impor dan
penularan virus wildstrain polio (WPV). Serangkaian 3 dosis
IPV primer harus diberikan mulai usia 2 bulan. Jika rangkaian
primer dimulai lebih awal (mis. Dengan jadwal 6, 10 dan 14
minggu) maka dosis booster harus diberikan setelah selang
waktu ≥6 bulan (untuk jadwal 4 dosis). Untuk mengurangi
risiko penularan yang tidak terdeteksi, WHO
merekomendasikan bahwa negara-negara endemik dan negara-
negara dengan risiko tinggi impor WPV tidak boleh beralih ke
jadwal IPV-saja atau berurutan IPV-bOPV pada saat ini.
Jadwal 3 bOPV + 1 IPV seperti yang direkomendasikan saat ini
harus diadopsi dan kegiatan imunisasi tambahan harus terus
mendukung upaya intensif untuk menghilangkan penularan
virus polio. Jadwal IPV-bOPV berurutan atau jadwal khusus-
IPV dapat dipertimbangkan untuk meminimalkan risiko VAPP,
tetapi hanya setelah tinjauan menyeluruh epidemiologi lokal.
Vaksin polio (IPV atau bOPV) dapat diberikan secara aman
kepada bayi yang terinfeksi HIV tanpa gejala. Tes HIV
bukanlah prasyarat untuk vaksinasi. bOPV dikontraindikasikan
pada pasien dengan immunocompromised yang parah. Populasi
ini dapat dengan aman menerima IPV.
Berdasarkan jurnal yang berjudul Immunogenicity and
safety of a combined DTPa-IPV/Hib vaccine administered as a
three-dose primary vaccination course in healthy Korean
infants: phase III, randomized study pada tahun 2019
menyatakan bahwa bahwa imunogenisitas vaksin DTPaIPV /
Hib pentavalent tidak kalah dengan vaksin DTPa-IPV dan Hib
yang diberikan secara terpisah. DTPa-IPV / Hib menginduksi
tingkat perlindungan dari antibodi terhadap D, T, poliovirus
tipe 1, 2 dan 3, dan antigen PRP, dan kadar seropositif terhadap
antigen pertusis. Vaksin DTPa-IPV / Hib memiliki profil
keamanan yang dapat diterima secara klinis pada bayi Korea
yang sehat.
h) Rubella
Vaksin yang mengandung rubella diberikan secara
subkutan atau intramuskular, biasanya pada usia 12-15 bulan,
tetapi dapat diberikan kepada anak-anak berusia 9-11 bulan dan
untuk anak-anak yang lebih besar, remaja dan orang dewasa.
Meskipun satu dosis vaksin rubella mungkin menginduksi
perlindungan seumur hidup, di sebagian besar negara
menggunakan vaksin campak-rubella atau campak-gondong-
rubella, dosis kedua ditawarkan pada 15-18 bulan atau 4-6
tahun, sebagaimana diindikasikan untuk perlindungan terhadap
campak. dan gondong.
i) Tetanus
WHO merekomendasikan seri primer 3 dosis, dengan dosis
pertama TTCV diberikan pada usia 6 minggu. Dosis
selanjutnya harus diberikan dengan interval minimal 4 minggu
antara dosis. Dosis ketiga dari seri primer idealnya harus
diselesaikan pada usia 6 bulan. WHO merekomendasikan agar
program imunisasi memastikan diberikan 3 dosis penguat
TTCV. Ini harus diberikan pada: usia 12-23 bulan; 4–7 tahun;
dan usia 9–15 tahun. Idealnya, harus ada setidaknya 4 tahun
antara dosis penguat.
Menurut jurnal Safety and Efficacy of Neonatal Vaccination
sehubungan dengan kekebalan tubuh bayi baru lahir yang
belum matang membuat berisiko tinggi terhadap infeksi
sementara secara bersamaan mengurangi respons terhadap
sebagian besar vaksin. Bukti terkuat mengatakan, vaksin
tertentu seperti Bacillus Calmette Guerin (BCG) danvaksin
Hepatitis B (HBV), benar-benar menunjukkan keamanan dan
kemanjuran saat lahir. Memberikan bukti bahwa kombinasi
antigen-ajuvan tertentu dapat memperoleh respons
perlindungan neonatal.
c. Jadwal Imunisasi
1) Imunisasi Dasar
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
DPT-Hb-Hib 3, Polio 4 dan
4 bulan
IPV
9 bulan Campak

2) Imunisasi lanjutan pada anak <3 tahun (imunisasi booster)


Umur Jenis
18 bulan DPT-HB-Hib
24 bulan Campak

3) Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar


Sasaran Imunisasi Waktu Pelaksanaan
Campak Agustus
Kelas 1 SD
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November

B. Implikasi Untuk Praktek dan Strategi Pengajaran


Evidence based health care merupakan penerapan berfikir kritis
berdasarkan metode ilmiah yang digunakan dalam pengambilan keputusan
bidang kesehatan. Salah satu tujuan penerapan evidence based health care
adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Dalam
pelaksanaannya keputusan akhir dalam memberikan pelayanan kesehatan juga
menggabungkan dengan tingkat pengetahuan/pendidikan, pengalaman klinis
dan kebijakan yang berlaku. Perawatan kesehatan berbasis bukti (evidence
based health care), meliputi evidence based clinical practice/ evidence based
practice dan evidence based medicine. Evidence based practice (praktek klinis
berbasis bukti) adalah sebuah pendekatan yang digunakan dalam pengambilan
keputusan di mana tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan) menggunakan
bukti terbaik yang tersedia, dengan persetujuan klien/pasien, untuk
memutuskan pilihan yang sesuai dan terbaik bagi klien/ pasien.
1. Bayi Baru Lahir
Menurut Rekomendasi WHO Pada Kesehatan Bayi Baru Lahir (2017)
a. Perawatan Bayi Baru Lahir Segera Setelah Kelahiran
1) Hisap pada bayi baru lahir yang mulai bernapas sendiri
a) Hisap rutin hidung atau oral tidak boleh dilakukan untuk bayi
yang lahir melalui cairan ketuban bening yang mulai bernapas
sendiri setelah lahir. (Rekomendasi kuat, bukti kualitas tinggi)
b) Pengisapan mulut dan hidung secara intrapartum saat kelahiran
kepala pada neonatus yang dilahirkan melalui meconium tidak
direkomendasikan. (Rekomendasi kuat, bukti kualitas rendah)
c) Penyedotan trakea tidak boleh dilakukan pada bayi yang baru
lahir yang lahir melalui meconium yang mulai bernapas
sendiri. (Rekomendasi kuat, bukti kualitas sedang hingga
rendah).
2) Menjepit tali pusat
a) Penjepitan tali pusat yang terlambat (dilakukan setelah 1
hingga 3 menit setelah kelahiran) direkomendasikan untuk
semua kelahiran sambil memulai perawatan bayi baru lahir
yang penting secara simultan. (Rekomendasi kuat, bukti
kualitas sedang).
b) Menjepit tali pusat dini (<1 menit setelah lahir) tidak
dianjurkan kecuali neonatus mengalami sesak napasdan perlu
segera dipindahkan untuk resusitasi. (Rekomendasi kuat, bukti
kualitas sedang).
3) Kontak kulit ke kulit pada jam pertama kehidupan
Bayi baru lahir tanpa komplikasi harus dilakukan kontak kulit
dengan ibunya selama jam pertama setelah kelahiran untuk
mencegah hipotermia dan mempromosikan pemberian ASI.
(Rekomendasi kuat, bukti kualitas rendah).
4) Inisiasi menyusui
Semua bayi baru lahir, termasuk bayi dengan berat badan lahir
rendah yang dapat menyusui, harus segera disusui setelah lahir
ketika mereka stabil secara klinis, serta ibu dan bayi siap.
(Rekomendasi kuat, bukti kualitas rendah).
5) Profilaksis vitamin K
a) Semua bayi baru lahir harus diberikan 1 mg vitamin K
intramuskular (IM) setelah lahir (setelah jam pertama selama
bayi harus melakukan kontak kulit dengan ibu dan menyusui
harus dimulai). (Rekomendasi kuat, bukti kualitas sedang).
b) Neonatus yang membutuhkan prosedur bedah, trauma lahir,
bayi baru lahir prematur, dan mereka yang terpapar oleh obat
ibu sejak dalam kandungan yang diketahui mengganggu
vitamin K berisiko sangat tinggi mengalami perdarahan dan
harus diberi vitamin K (1 mg IM). (Rekomendasi kuat, bukti
kualitas sedang).
b. Perawatan Postnatal
1) Pengaturan waktu dan jumlah kontak postnatal
Jika kelahiran ada di fasilitas kesehatan, ibu dan bayi baru lahir
harus menerima perawatan postnatal selama 24 jam pertama
setelah lahir sebelum dipulangkan. Jika kelahiran di rumah, kontak
postnatal pertama harus sedini mungkin dalam waktu 24 jam
setelah kelahiran. Setidaknya tiga kontak postnatal tambahan
direkomendasikan untuk semua ibu dan bayi baru lahir, yaitu:
a) Pada hari ke 3 (48-72 jam),
b) Antara hari 7-14, dan
c) 6 minggu setelah kelahiran. (Rekomendasi kuat, bukti kualitas
sedang untuk hasil bayi baru lahir dan bukti kualitas rendah
untuk hasil ibu).
2) Kunjungan rumah di minggu pertama kehidupan
Kunjungan ke rumah pada minggu pertama setelah kelahiran
direkomendasikan untuk perawatan ibu dan bayi baru lahir.
(Rekomendasi kuat, bukti kualitas sedang untuk hasil bayi baru
lahir dan bukti kualitas rendah untuk hasil ibu).
3) Penilaian bayi baru lahir
Tanda-tanda berikut harus dinilai selama setiap kontak perawatan
pasca kelahiran dan bayi baru lahir harus dirujuk untuk evaluasi
lebih lanjut jika ada tanda-tanda:
a) Malas menyusu (stopped feeding well Riwayat kejang (history
of convulsions).
b) Pernapasan cepat (fast breathing)
c) Terdapat stridor (severe chest in-drawing)
d) Letargi (no spontaneous)
e) Suhu >37,5 °c (temperature >37,5 °c).
f) Suhu <35,5 °c (temperature <35,5 °c).
g) Penyakit kuning dalam 24 jam pertama kehidupan, atau telapak
tangan dan kaki kuning pada usia berapa pun (any jaundice in
first 24 hours of life, or yellow palms and soles at any age).
Keluarga harus didorong untuk mencari perawatan kesehatan lebih
awal jika mereka mengidentifikasi salah satu tanda bahaya
tersebutselama kunjungan perawatan pasca kelahiran.
(Rekomendasi kuat, bukti kualitas rendah).
4) Menyusui eksklusif
Semua bayi harus diberi ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 6
bulan. Ibu harus dikonseling dan diberikan dukungan untuk
pemberian ASI eksklusif pada setiap kontak pascakelahiran.
(Rekomendasi kuat, bukti kualitas sedang untuk hasil neonatal;
durasi 6 bulan berdasarkan rekomendasi WHO sebelumnya dan
ulasan Cochrane yang diperbarui).
5) Perawatan tali pusat
Aplikasi chlorhexidine (4%) harian untuk puntung tali pusat
selama minggu pertama kehidupan direkomendasikan untuk bayi
baru lahir yang lahir di rumah dalam pengaturan dengan kematian
neonatal yang tinggi (angka kematian neonatal> 30 per 1.000).
Perawatan tali pusat yang bersih dan kering direkomendasikan
untuk bayi baru lahir yang lahir di fasilitas kesehatan, dan di rumah
dalam pengaturan kematian neonatal yang rendah. Penggunaan
chlorhexidine dalam situasi ini dapat dianggap hanya untuk
menggantikan aplikasi zat tradisional yang berbahaya seperti
kotoran sapi pada puntung tali pusat. (Rekomendasi situasional
yang kuat, bukti kualitas sedang).
6) Menjaga agar bayi yang baru lahir tetap hangat
Mandi harus ditunda setelah 24 jam kelahiran. Jika ini tidak
mungkin sama sekali karena alasan budaya, mandi harus ditunda
setidaknya selama 6 jam. Pakaian yang sesuai dari bayi untuk suhu
sekitar dianjurkan, yaitu harus 1-2 lapis lebih dari orang dewasa
dan topi. Ibu dan bayi tidak boleh dipisahkan dan harus tinggal di
kamar yang sama selama 24 jam sehari. (Rekomendasi situasional
yang kuat, berdasarkan konsensus Kelompok Pengembangan
Pedoman).
c. Imunisasi Bayi Baru Lahir
1) Semua bayi harus menerima dosis pertama vaksin hepatitis B
mereka sesegera mungkin setelah lahir, lebih disukai dalam waktu
24 jam. Ini penting di daerah endemisitas hepatitis B tinggi, tetapi
penting bahkan di daerah endemisitas menengah dan rendah.
(Rekomendasi kuat, bukti kualitas sedang).
2) Vaksin polio oral, termasuk dosis kelahiran (dikenal sebagai dosis
nol karena tidak dihitung terhadap seri primer), direkomendasikan
di semua negara endemik polio dan di negara-negara yang berisiko
tinggi untuk impor dan penyebaran selanjutnya. Dosis kelahiran
harus diberikan saat lahir, atau sesegera mungkin setelah lahir.
(Rekomendasi kuat, bukti kualitas tinggi).
3) Di tempat-tempat dimana tuberkulosis sangat endemik atau di
tempat di mana ada risiko tinggi terpajantuberkulosis, satu dosis
vaksin BCG harus diberikan kepada semua bayi. (Rekomendasi
kuat, buktiberkualitas tinggi) Pedoman untuk program TB nasional
tentang pengelolaan TB pada anak-anak, Edisi 2, 2012.
4) Komunikasi dan peran harus didorong.
5) Bayi prematur dan berat badan rendah harus diidentifikasi segera
setelah lahir dan harus diberikan perawatankhusus sesuai pedoman
WHO yang ada.
6) Suplementasi vitamin A neonatal. Saat ini, suplementasi vitamin A
neonatal (yaitu suplementasi dalam 28 hari pertama setelah
kelahiran) tidak direkomendasikan sebagai intervensi kesehatan
masyarakat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas bayi.
(rekomendasi kuat, bukti moderat untuk hasil terkait mortalitas).
2. Bayi Dan Anak Pra Sekolah
Menurut rekomendasi WHO Tentang Kesehatan Anak tahun 2017:
a. Imunisasi
1) Bacillus Calmette-Guerin (BCG)
Pada negara dengan angka kejadian TB yang tinggi, dosis tunggal
dari vaksin BCG harus diberikan kepada bayi segera setelah
lahir. Dikarenakan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) sangat
jarang ditemukan bahkan asimptomatik, sehingga bayi dengan
positif HIV dan semua neonatus sehat harus mendapatkan vaksin
BCG, bahkan pada daerah endemic HIV.
2) Difteri
Seri utama dari DTwP (whole cell) atau DTaP (acellular) harus
diberikan dalam 3 dosis, di mulai sejak umur 6 minggu, dan dosis
selanjutnya diberikan dengan interval minimal 4 minggu.
3) Haemophilus Influenza Type B (HiB)
WHO merekomendasikan untuk menyertakan vaksin HiB dalam
program imunisasi bayi. Penggunaan vaksin HiB harus menjadi
bagian dari strategi komprehensif untuk mengontrol pneumonia
termasuk ASI Eksklusif, mencuci tangan menggunakan sabun,
meningkatkan pasokan air dan sanitasi, mengurangi polusi udara
rumah tangga, dan meningkatkan manajemen kasus pada level
komunitas dan fasilitas kesehatan. Berikut jadwal imunisasi HiB
yang direkomendasikan oleh WHO:
a) 3 dosis utama tanpa booster;
b) 2 dosis utama dengan booster;
c) 3 dosis utama dengan booster. Pada negara yang memiliki
beban tinggi dalam kejadian penyakit HiB yang terjadi pada
bayi.
4) Hepatitis B
Semua bayi harus menerima dosis pertama vaksin Hepatitis B
segera setelah lahir, disarankan dalam 24 jam pertama. Untuk
melengkapi seri utama pada dosis lahir harus diikuti dengan 2
dosis tambahan, contoh pada pemberian pertama dan ketiga
vaksin DTP, atau untuk memudahkan program pemerintah maka
dapat diberikan 3 dosis bersamaan dengan DTP.
5) Campak
Vaksin campak direkomendasikan pada semua anak dan dewasa
yang tidak memiliki kontra indikasi pada vaksin campak.
Pemberian tepat waktu pada dosis pertama adalah prioritas utama
dari program, tetapi agar tercapainya pemberian 2 dosis pada
semua anak maka vaksin campak harus menjadi bagian dari
program imunisasi nasional. Dosis kedua dapat diberikan pada
saat pelayanan rutin atau dapat diberikan secara periodik melalui
kampanye massal sesuai dengan kelompok usia yang telah
ditentukan.
6) Pertusis
Semua anak di seluruh dunia, termasuk anak dengan positif HIV,
harus mendapatkan vaksin pertusis. Perlindungan didapatkan
setelah pemberian dari seri utama vaksinasi dengan vaksin whole
cell pertussis (wP) ataupun Acellular pertussis (aP). Berikut ini
jadwal dan usia pemberian vaksin yang direkomendasikan:
a) Direkomendasikan 3 dosis pada seri utama, dengan dosis
pertama diberikan pada usia 6 minggu;
b) Dosis lanjutan diberikan dengan interval 4-8 minggu, pada
usia 10-14 minggu dan 14-18 minggu;
c) Dosis terakhir pada seri utama idealnya selesai pada usia 6
bulan;
d) Bagi yang tidak dapat menyelesaikan seri utama pada usia 6
bulan, maka dapat diberikan setelahnya pada usia berapapun
dan pada peluang dini.
e) Program nasional yang melakukan jadwal vaksinasi primer
secara bergilir dengan pengawasan yang memadai harus
melanjutkan menggunakan jadwal pemberian tersebut dan
terus memonitor tren penyakit.
7) Polio
WHO merekomendasikan bahwa seluruh anak di dunia harus
mendapatkan vaksin polio, dan setiap negara harus mencapai dan
mempertahankan level tinggi untuk mencakup pemberian vaksin
polio sebagai dukungan pada komitmen global untuk
memberantas polio. WHO tidak lagi merekomendasikan
pemberian vaksin polio hanya melalui oral (OPV). Pada negara
yang pada saat ini menggunakan OPV, harus menambahkan 1
dosis IPV dalam jadwal pemberian imunisasi.
b. Menyusui
1) ASI Eksklusif
a) Semua bayi harus diberikan ASI Eksklusif sampai usia 6
bulan.
b) Para ibu harus dikonseling dan memberikan dukungan untuk
ASI Eksklusif pada kunjungan setiap nifas.
c) Perkembangan menyusui harus dinilai pada setiap kunjungan
nifas.
2) Sepuluh Langkah Sukses Menyusui
Setiap fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan maternitas
dan bayi baru lahir harus:
a) Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui yang secara
rutin dikomunikasikan pada semua staf pelayanan kesehatan.
b) Melatih tenaga kesehatan yang diperlukan skill untuk
mengimplementasi kebijakan tersebut.
c) Menginformasikan kepada ibu tentang keuntungan dan
manajemen menyusui.
d) Menolong ibu untuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini
(IMD) dalam setengah jam pertama kelahiran.
e) Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar, dan bagaimana
mempertahankan laktasi meskipun ibu tidak bersama
bayinya.
f) Tidak memberikan bayi baru lahir makanan atau minuman
selain ASI kecuali ada indikasi medis.
g) Melakukan rawat gabung antara ibu dan bayi.
h) Menganjurkan menyusui secara on demand.
i) Tidak menggunakan dot atau puting palsu untuk menyusui
bayi.
j) Membentuk kelompok pendukung dalam menyusui dan
megarahkan ibu pada mereka setelah keluar dari rumah sakit
atau klinik.
c. Mikronutrien (Vitamin dan Mineral)
1) Pemberian Vitamin A pada Neonatus
Pada saat ini, WHO tidak merekomendasikan pemberian Vitamin
A pada neonatus sebagai intervensi pada kesehatan masyarakat
dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas bayi.
2) Pemberian Vitamin A pada Bayi Usia 1-5 bulan
WHO tidak merekomendasikan pemberian Vitamin A pada bayi
usia 1-5 bulan sebagai intervensi pada kesehatan masyarakat
dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas bayi
3) Pemberian Vitamin A pada Bayi dan anak Usia 6-59 bulan
Pada daerah di mana defisiensi Vitamin A merupakan masalah
kesehatan masyarakat, WHO merekomendasikan pemberian
Vitamin A pada bayi dan anak usia 6-59 bulan sebagai intervensi
pada kesehatan masyarakat dalam mengurangi morbiditas dan
mortalitas anak.
4) Pemberian Harian Zat Besi pada Bayi dan Anak
a) Pemberian harian zat besi direkomendasikan sebagai
intervensi dalam kesehatan masyarakat untuk bayi dan anak
usia 6-23 bulan yang tinggal di daerah di mana memiliki
angka kejadian anemia yang tinggi untuk mencegah
defisiensi zat besi dan anemia. Pemberian yang dianjurkan
adalah 10-12,5 mg zat besi setiap hari selama 3 bulan
berturut-turut dalam setahun.
b) Pemberian harian zat besi direkomendasikan sebagai
intervensi dalam kesehatan masyarakat untuk bayi dan anak
usia 24-59 bulan yang tinggal di daerah di mana memiliki
angka kejadian anemia yang tinggi untuk meningkatkan
konsentrasi hemoglobin dan memperbaiki status zat besi.
Pemberian yang dianjurkan adalah 30 mg zat besi setiap hari
selama 3 bulan berturut-turut dalam setahun.
c) Pemberian harian zat besi direkomendasikan sebagai
intervensi dalam kesehatan masyarakat untuk anak usia 60
bulan keatas yang tinggal di daerah di mana memiliki angka
kejadian anemia yang tinggi untuk mencegah defisiensi zat
besi dan anemia. Pemberian yang dianjurkan adalah 30-60
mg zat besi setiap hari selama 3 bulan berturut-turut dalam
setahun.
d) Pada daerah endemic malaria, ketentuan pemberian zat besi
pada bayi dan anak harus diikut sertakan dalam rangkaian
aksi kesehatan masyarakat untuk mencegah, mendiagnosis
dan mengobati malaria.
5) Penggunaan Bubuk Tabur Gizi pada Daerah yang Menggunakan
Fortifikasi Makanan pada Bayi, Balita Usia 6-23 Bulan dan Anak
Usia 2-12 Tahun.
a) Direkomendasikan pada populasi di mana anemia merupakan
masalah kesehatan masyarakat, penggunaan fortikasi pada
makanan pengganti yang mengandung zat besi pada bayi dan
balita usia 6-23 bulan untuk memperbaiki status zat besi dan
menurunkan angka kejadian anemia.
b) Direkomendasikan pada populasi di mana anemia merupakan
masalah kesehatan masyarakat, penggunaan fortikasi pada
makanan pengganti yang mengandung zat besi pada anak
usia 2-12 tahun untuk memperbaiki status zat besi dan
menurunkan angka kejadian anemia.
Berdasarkan rekomendasi di atas, yang dilakukan bidan adalah:
a. Memberikan perawatan bayi baru lahir sesuai dengan kewenangannya.
Hal tersebut diatur dalam PMK RI No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan dan UU RI No. 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan.
b. Memberikan perawatan bayi baru lahir sesuai dengan standar
pelayanan minimal, yang diatur dalam PMK RI No. 43 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan dan Perpres No.
2 Tahun 2018.
c. Melakukan penilaian awal, pemantauan tanda bahaya, serta
manajemen rujukan sesuai kewenangannya yang diatur dalam PMK RI
No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
dan PMK RI No. 53 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Neonatal Esensial
d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bayi baru lahir dengan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
pendidikan dan pelatihan. Hal ini sesuai dengan PMK RI No. 28
Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
e. Melakukan kontak pasca kelahiran sesuai yang diatur dalam PMK RI
No. 53 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
dan PMK RI No. 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak.
f. Memberikan edukasi tentang ASI eksklusif yang diatur dalam PP No.
33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI eksklusif.
g. Memberikan pelayanan dan edukasi tentang imunisasi pada bayi baru
lahir, bayi, dan balita sesuai dengan PMK RI No. 12 tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Imunisasi dan Kepmenkes RI
No.1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Imunisasi.
h. Memberikan pelayanan dan edukasi tentang pemberian Vitamin A
pada bayi dan balita sesuai dengan PMK RI No. 21 Tahun 2015
tentang Standar Pemberian Kapsul Vitamin A pada Bayi, Anak Balita
dan Ibu Nifas.
i. Memberikan pelayanan dan edukasi tentang pemberian makanan
tambahan (bubuk tabur gizi) pada bayi, balita, dan anak yang memiliki
gizi kurang sesuai dengan PMK No. 51 Tahun 2016 Tentang Standar
Produk Suplementasi Gizi.
j. Melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat dan lembaga terkait
sehubungan dengan edukasi dan pemberdayaan masyarakat dalam
pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Yang harus dilakukan pemerintah untuk memfasilitasi rekomendasi WHO
tersebut, yaitu:
a. Menetapkan kebijakan dan payung hukum sebagai penunjang
penyelenggaran pelayanan kesehatan bayi baru lahir sesuai dengan
yang direkomendasikan.
b. Mengalokasikan anggaran dana dan menjamin ketersediaan,
pemerataan serta keterjangkauan obat dan perbekalan dalam pelayanan
kesehatan bayi baru lahir sesuai dengan standar pelayanan minimal.
c. Memfasilitasi pemerataan dan peningkatan kualitas SDM kesehatan
sebagai upaya untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bayi
baru lahir.
d. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelayanan
kesehatan bayi baru lahir terkait dengan evaluasi dan perencanaan
terhadap penurunan angka morbiditas dan mortalitas bayi.
e. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelayanan dan
cakupan imunisasi terkait dengan evaluasi dan perencanaan terhadap
penurunan angka morbiditas dan mortalitas pada bayi, balita, dan anak.
f. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap cakupan pemberian
Vitamin A terkait dengan evaluasi dan perencanaan terhadap
penurunan angka morbiditas dan mortalitas pada bayi, balita, dan anak.
g. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pemberian Makanan
Tambahan (Taburia) pada bayi, balita, dan anak yang terindikasi gizi
kurang terkait dengan evaluasi dan perencanaan terhadap penurunan
angka morbiditas dan mortalitas bayi, balita, dan anak.
h. Melibatkan dan bekerja sama antar lembaga lintas sektor terkait
dengan pemberdayaan masyarakat yang diatur dalam PMK RI No. 97
tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa
Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
Sementara itu, yang harus dilakukan oleh masyarakat, antara lain:
a. Ikut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan program gerakan
masyarakat terkait pelayanan kesehatan bayi, balita, dan anak.
b. Melaksanakan anjuran dari tenaga kesehatan sebagai wujud partisipasi
aktif dalam keberhasilan pelayanan kesehatan bayi, balita, dan anak.

C. Implikasi Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa implikasi yang dapat
digunakan untuk pedoman peningkatan dalam asuhan kebidanan khususnya
pelayanan neonatus, bayi, balita dan anak pra-sekolah. Kelanjutan penelitian dari
pedoman WHO terkait kesehatan bayi baru lahir, kesehatan anak, serta
peningkatan perkembangan pada anak usia dini ini diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan secara menyeluruh pada kemungkinan dampak yang
dipertimbangkan dalam penyusunan rekomendasi. Semakin tinggi kualitas bukti
diseluruh hasil penelitian yang relevan dengan pengambilan keputusan, maka
semakin tinggi kemungkinan rekomendasi positif yang jelas.
Pada pedoman kesehatan bayi baru lahir perlu diteliti lagi terkait
perawatan bayi baru lahir segera setelah lahir, perawatan postnatal, pemberian
vaksin hepatitis B, pemberian vitamin A pada BBL, resusitasi BBL, pemberian
VTP pada BBL, pemberian antibiotik profilaksis untuk pencegahan sepsis,
pencegahan hipotermia segera setelah lahir, ASI untuk BBLR, diagnosis HIV
pada BBL, kejang neonatal, ikterus neonatal, antibiotik untuk pengobatan
necrotizing enterocolitis, sifilis bawaan, serta infeksi mata pada BBL.
Rekomendasi WHO terkait pedoman kesehatan anak masih banyak yang
harus diteliti lebih lanjut diantaranya vaksinasi untuk bayi dan anak yang terpajan
HIV, ASI eksklusif, pemberian suplemen zat besi harian pada bayi dan anak-anak,
penggunaan beberapa serbuk mikronutrien untuk fortifikasi makanan yang
dikonsumsi anak-anak berusia 2-12 tahun, pencegahan TB pada anak, pencegahan
HIV pada anak-anak, asupan gula, pengobatan pneumonia, pengobatan diduga
malaria pada perawatan pra-rujukan, penanganan gangguan pada telinga,
antibiotik untuk pengobatan otitis media akut, meningitis bakterial akut, demam
tifoid, malnutrisi, antibiotik untuk pengobatan disentri, diagnosis TB pada anak-
anak, manajemen TB pada anak yang hidup dengan HIV, dermatitis seboroik,
Infeksi Tinea, herpes zoster, kudis ringan / sedang, kudis parah / berkrusta,
moluskum kontagiosum, kandidiasis Orofaring, sindrom Stevens-Johnson &
nekrolisis epidermal toksik , perawatan gizi anak-anak yang terinfeksi HIV,
gangguan perkembangan, epilepsi, serta pemberian terapi oksigen pada hipoksia.
Selain itu, pedoman terkait peningkatan perkembangan anak usia dini juga
perlu dilakukan penelitian lebih dalam, diantaranya yaitu pengasuhan responsive,
dukungan pembelajaran dini, intervensi gerakan dan integrasi pemenuhan gizi,
serta dukungan kesehatan mental maternal.
Setelah kualitas penelitian terbukti terdapat manfaat maupun efek bahaya
telah dinilai, kelompok ahli merumuskan rekomendasi menggunakan bukti
terstruktur untuk kerangka kerja keputusan. Ketika menentukan apakah akan
merekomendasikan suatu intervensi/tidak, kelompok ahli dengan hati-hati
mempertimbangkan keseimbangan manfaat dan bahaya dari suatu intervensi, dan
faktor-faktor lain seperti nilai-nilai dan preferensi orang-orang yang dipengaruhi
oleh rekomendasi, persepsi pemangku kepentingan tentang penerimaan dan
kelayakan dari suatu intervensi. Pilihan dan intervensi, implikasi sumber daya,
pentingnya masalah, dan pertimbangan keadilan dan hak asasi manusia.
Kelompok ahli kemudian memutuskan kekuatan rekomendasi, kuat atau bersyarat.
Sebuah rekomendasi yang kuat adalah di mana efek yang diinginkan dari
mengikuti rekomendasi lebih besar daripada efek yang tidak diinginkan.
Rekomendasi yang kondisional atau lemah dibuat ketika kelompok pakar kurang
yakin tentang keseimbangan antara manfaat dan bahaya atau kerugian dari
penerapan rekomendasi. Rekomendasi bersyarat secara umum termasuk deskripsi
kondisi di mana pengguna akhir harus atau tidak harus mengimplementasikan
rekomendasi.

D. Manajemen Kebidanan Bayi Baru Lahir


1. Manajemen Kebidanan
Menurut Hallen Varney ada 7 langkah dalam manajemen kebidanan yaitu:
a. Langkah I : Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan
semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.
Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi
yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien.
(Ambarwati, 2010), meliputi :
1) Data Subjektif
Yaitu informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan
yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien atau
klien (anamnesis) atau dari keluarga (Hidayat, 2008).

a) Biodata Pasien :
(1) Nama bayi : Digunakan untuk membedakan antar bayi yang
satu dengan yang lain. (Marmi, 2012)
(2) Umur: Untuk menginterprestasi apakah data pemeriksaan
klinis bayi tersebut normal sesuai dengan umurnya.
(Matondang, 2013)
(3) Tanggal/jam lahir: Untuk mengetahui kapan bayi lahir.
(Kosim, 2004)
(4) Berat badan/panjang badan: Untuk mengetahui berat badan
bayi, mengidentifikasi dan mengantisipasi masalah yang
berhubungan dengan berat lebih rendah dan untuk
mengukur panjang badan bayi. Normal berat badan bayi
adalah 2500-4000 gram dan panjang badan bayi 48-52 cm.
(Putra, 2012)
(5) Jenis kelamin: Untuk penilaian data pemeriksaan klinis,
misalnya nilai-nilai baku, insiden seks, penyakit-penyakit
seks. (Matondang, 2013)
(6) Nama ibu/ayah: Nama jelas dan lengkap, agar tidak keliru
dengan orang lain. (Matondang, 2013)
(7) Umur: Untuk menambah keakuratan data. (Matondang,
2013)
(8) Pekerjaan: Guna untuk mengetahui dan mengukur tingkat
social ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam
gizi pasien tersebut. (Ambarwati, 2010)
(9) Agama dan suku bangsa: Untuk memantapkan identitas
serta untuk mengetahui perilaku seseorang tentang
kesehatan dan penyakit yang sering berhubungan dengan
agama dan suku bangsa. (Matondang, 2013)
(10) Pendidikan: Berperan dalam pendekatan selanjutnya
sesuai tingkat pengetahuannya. (Matondang,2013)
(11) Alamat: Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan
rumah bila diperlukan. (Matondang, 2013)
b) Data Ibu
Data ibu yang meliputi :
Riwayat obstetri, frekuensi ANC, Imunisasi TT, Obat/jamu
yang dikonsumsi, kenaikan BB, riwayat penyakit penyerta,
komplikasi selama hamil, serta riwayat persalinan terakhir.
c) Keadaan BBL
2) Data Objektif
Pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan
khusus kebidanan, data penunjang. (Hidayat, 2008).
a) Pemeriksaan Khusus
Dilakukan dengan pemeriksaan apgar score pada menit
pertama, kelima, dan kesepuluh untuk mengetahui gejala sisa,
meliputi : Appearance (warna kulit), Pulse rate (frekuensi
nadi), Grimace (reaksi rangsang), Activity (tonus otot),
Respiration (pernafasan). (Kosim, 2015)
b) Pemeriksaan Umum
(1) Keadaan umum: Untuk mengetahui keadaan umum baik,
sedang, lemah dari pasien (Saifuddin, 2013).
(2) Kesadaran: Untuk mengetahui kesadaran bayi meliputi
tingkat kesadaran (sadar penuh yaitu memberikan respon
yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis yaitu
acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya, gelisah yaitu
tidak responsive terhadap rangsangan ringan dan masih
memberikan respon terhadap rangsangan yang kuat, koma
yaitu tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau
rangsangan apapun) gerakan yang ekstrem dan ketegangan
otot. (Hidayat, 2009)
(3) Tanda-tanda Vital, meliputi :
(a) Nadi: Untuk mengetahui jumlah denyut nadi bayi dalam
satu menit, sehingga diketahui normal atau tidaknya
nadi bayi tersebut. Normalnya yaitu 120-160
kali/menit. (Putra, 2012)
(b) Pernafasan BBL normal 30-60 kali/menit, tanpa retraksi
dada dan tanpa suara merintih pada fase ekspirasi.
(Sudarti, 2013)
(c) Suhu: Untuk mengetahui bayi hipotermi atau tidak.
Suhu bayi normalnya adalah 36,5-37,7⁰C. (Sudarti,
2013)
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala: Periksa sutura, molase, caput succedaneum, cephal
hematoma, hidrosefalus, ubun-ubun kecil. (Sudarti, 2013)
(2) Keluar nanah, bengkak pada kelopak mata, perdarahan
subkonjungtiva dan kesimetrisan. (Sudarti, 2013)
(3) Hidung: Periksa kebersihannya. (Sudarti, 2013)
(4) Telinga: Untuk memeriksa posisi telinga, apakah bayi
terkejut/menangis dalam reaksi terhadap bunyi yang keras.
(Varney, 2007)
(5) Mulut: Adakah kemungkinan adanya kelainan kongenital
labio-palatoskisis, trush, sianosis, mukosa kering/basah.
(Sudarti, 2013).
(6) Leher: Adakah pembesaran kelenjar tiroid, adakah
keretakan pada clavikula (normal, rata atau tanpa gumpalan
di sepanjang tulang simetris). (Varney,2007)
(7) Dada: Periksa bentuk dada, putting susu, bunyi jantung, dan
pernafasan. (Sudarti, 2013)
(8) Abdomen: Penonjolan sekitar tali pusat saat menangis,
bentuk, perdarahan tali pusat, dinding perut, adanya
benjolan, gastroskisis, omfalokel. (Sudarti, 2013)
(9) Kulit: Memeriksa adanya laserasi, tanda lahir, ruam,
mongolian, memar, dan setiap trauma kelahiran. (Chapman,
2006)
(10) Genetalia
Kelamin laki-laki : testis berada dalam penis berlubang
dan ada di ujung penis. Kelamin perempuan : vagina,
uretra berlubang, labia mayora, dan labia minora. (Sudarti,
2013)
(11) Ekstermitas: Adakah kelainan seperti polidaktili atau
sinidaktili, adakah tulang yang retak misalnya clavikula.
(Varney, 2007)
(12) Tulang Punggung Adakah kerusakan yang terlihat
misalnya masa, lekuk atau tonjolan. (Varney, 2007)
(13) Anus: Berlubang atau tidak, fungsi spingter ani. (Sudarti,
2013)
d) Pemeriksaan Reflek
(1) Reflek morro: Tangan pemeriksa menyangga pada
punggung dengan posisi 45 derajat, dalam keadaan rileks
kepala dijatuhkan 10 derajat, normalnya akan terjadi
abduksi sendi bahu dan ekstensi lengan. (Dewi, 2012)
(2) Reflek rooting Yaitu mencari putting susu dengan
rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut. (Dewi, 2012)
(3) Reflek walking Yaitu bayi akan menunjukkan respon
berupa gerakan berjalan dan kaki akan bergantian dari
fleksi ke ekstensi. (Dewi, 2012)
(4) Reflek grasping: Bayi akan menggenggam dengan kuat saat
pemeriksa meletakkan jari telunjuk pada palmar yang
ditekan dengan kuat. (Dewi, 2012)
(5) Reflek sucking: Reflek menghisap dan menelan yaitu
dilihat pada waktu bayi menyusu. (Dewi, 2012)
(6) Reflek tonic neck: Letakkan bayi dalam posisi terlentang,
putar kepala ke satu sisi dengan badan ditahan, ekstermitas
terekstensi pada sisi kepala yang diputar, tetapi ekstermitas
padda ssi lain fleksi. Pada keadaan normal, bayi akan
berusaha untuk mengembalikan kepala ketika diputar ke
sisi pengujian saraf asesori. (Dewi, 2012)
e) Pemeriksaan Antropometri
(1) Lingkar kepala: Pengukuran ini dilakukan dengan
meletakkan pita melingkar pada lingkar oksipito-frontal.
Pengukuran yang dicatat adalah rata-rata dari tiga kali
pengukuran, normlanya pada bayi 32-37 cm. (Chapman,
2006)
(2) Lingkar dada: Deteksi dini bayi berat lahir rendah,
normalnya adalah 30-38 cm. (Putra, 2012)
(3) Berat badan: Menimbang berat badan tujuannya untuk
mengetahui pertumbuhan bayi sehingga diketahui normal
atau tidaknya pertumbuhannya. Berat badan normal bayi
adalah 2500-4000 gram. (Putra, 2012)
(4) Panjang badan: Bervariasi antara 48-52 cm. (Dewi, 2012)
f) Pola Eliminasi
Bayi baru lahir normal biasanya BAK lebih dari 6 kali per
hari. Dicurigai diare apabila frekuensi meningkat, tinja hijau
atau mengandung lender atau darah. (Sudarti, 2013).
g) Data Penunjang
Data yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium
(Sulistyawati, 2009)
b. Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini melakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosis, masalah, dan kebutuhan bayi berdasarkan data-data yang
telah dikumpulkan. (Sudarti, 2013)
1) Diagnose kebidanan
Menurut Hani dkk (2010), diagnose kebidanan adalah diagnose
yang tegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan
memenuhi standart nomenklatur diagnosis kebidanan.
a) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang menggambarkan
pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui
anamnesis tanda gejala subjektif yang diperoleh dari bertanya
dari pasien dan atau keluarga. (Rukiyah dkk, 2009)
b) Data Objektif
Data objektif adalah data yang menggambarkan
pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, yang
dirumuskan dalam data focus. (Rukiyah dkk, 2009).
2) Masalah
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis.
(Hani dkk, 2010)
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan
belum teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang
didapatkan dengan melakukan analisis data. (Hani dkk, 2010)
c. Langkah III : Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi memungkinkan dilakukan
pencegahan dan kolaborasi dengan dokter dapat dilakukan, menunggu
sambil menunggu pasien, bidan bersiap-siap bila masalah potensial ini
benar-benar terjadi (Varney, 2007).
d. Langkah IV : Antisipasi
Pada langkah ini perlunya tindakan segera bidan atau dokter dan
atau ada hal yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi bayi. (Sudarti, 2013)
e. Langkah V : Perencanaan
Langkah-langkah ini ditemukan oleh langkah-langkah sebelumnya
yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah
teridentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh
tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau
dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan
kerangka pedoman antisipasi bagi pasien tersebut yaitu apa yang akan
terjadi berikutnya (Ambarwati, 2010)
f. Langkah VI : Implementasi
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan dilaksanakan secara efisien dan aman (Sulistyawati, 2009).
g. Langkah VII : Evaluasi
Merupakan tahap akhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang
dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan
secara terus-menerus untuk meningkatkan pelayanan secara
komprehensif dan selalu berubah sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan klien. (Hidayat, 2008)
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir


1. Judul Kasus
Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Pada By. Ny. W Bayi Lahir Normal
1. Pelaksanaan Asuhan
Hari/Tanggal : Kamis, 25 Maret 2021
Jam : 07.40 WIB
Tempat : Bangsal Poned Puskesmas Baki
Pemberi Asuhan : Evita Priyastuti dan Bidan Puskesmas Baki
2. IDENTITAS PASIEN
Bayi
a. Nama : By. Ny. W
b. Tanggal/ Jam Lahir : 25 Maret 2021 , 07.40 WIB
c. Jenis Kelamin : laki-laki
Orang Tua
Ayah Ibu
a. Nama : Tn.I Ny. W
b. Umur : 24 tahun 30 tahun
c. Agama : Islam Islam
d. Pekerjaan : Swasta Swasta
e. Alamat : Kudu 3/1 Baki

3. Manajemen Asuhan Kebidanan


a. Pengumpulan Data Dasar
1) Data Subyektif
 Riwayat Kehamilan Ibu
a. Riwayat Obstetri : G2P1A0

64
b. Usia Kehamilan 37 minggu
c. Frekuensi ANC 5 x di PKM Baki dan dokter Obgyn
d. Imunisasi TT2
e. Obat-obatan/Jamu yang diminum hanya multivitamin dari
bidan
f. Kenaikan BB ± 9 kg
g. Riwayat Penyakit Penyerta tidak ada
h. Komplikasi selama hamil tidak ada
 Riwayat Persalinan
Jenis persalinan spontan, penolong bidan, lama kala I 4 jam,
lama kala II 10 menit, lama kala III 5 menit air ketuban jernih,
tidak ada penyulit dan komplikasi
2) Data Obyektif
a) Pemeriksaan Selintas
(1) Keadaan Umum : Baik
(2) Kesadaran : Composmentis
(3) Vital Sign
Suhu : 36,50C
Pernapasan : 44 kali/menit
Denyut Jantung : 110 kali/menit
(4) Bayi menangis kuat
(5) Bayi bergerak aktif
(6) Warna kulit bayi kemerahan
(7) Apgar Score : 8/9/10
Tanda Menit ke-1 Menit ke-5 Menit ke-10
Appearance (Warna Kulit) 2 2 2
Pulse (Denyut Jantung) 2 2 2
Grimace (Refleks) 1 1 2
Activity (Tonus Otot) 1 2 2
Respiration (Pernapasan) 2 2 2
Jumlah 8 9 10
b. Interpretasi Data Dasar
1) Diagnosa Kebidanan
By. Ny. W neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan umur 0
jam normal
2) Masalah
Tidak ada
3) Kebutuhan
Tidak ada
c. Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial dan Antisipasi
Tidak ada
d. Identifikasi Tindakan Segera
Tidak ada
e. Rencana Tindakan
1) Keringkan tubuh bayi dengan handuk bersih
2) Lakukan pemotongan dan perawatan tali pusat menggunakan
kassa steril
3) Lakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
4) Jaga kehangatan bayti dengan kain hangat dan pasang topi
5) Monitoring keadaan umum bayi
f. Implementasi
1) Mengeringkan tubuh bayi dengan handuk bersih
2) Melakukan pemotongan dan perawatan tali pusat menggunakan
kassa steril
3) Melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
4) Jaga kehangatan bayi dengan kain hangat dan pasang topi
5) Memonitoring keadaan umum bayi
g. Evaluasi
1) Tubuh bayi telah dikeringkan kecuali di bagian tangan dan kaki
tanpa membersihkan verniks
2) Tali pusat telah dipotong dan dibalut dengan kassa steril
3) Telah dilakukan IMD dengan meletakkan bayi di atas dada ibu
dalam posisi tengkurap selama 1 jam
4) Bayi menjadi hangat dan tidak terdapat tanda-tanda hipotermi
5) Keadaan umum bayi baik

CATATAN PERKEMBANGAN 1 JAM SETELAH BAYI LAHIR


a. Tanggal/Jam Pengkajian : Kamis, 25 Maret 2021 pukul 08.40 WIB
b. Tempat Pengkajian : Puskesmas Baki
c. Data Subjektif
Ibu mengatakan bayinya sudah dapat mencari dan menghisap puting
pada saat IMD
d. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
(a) Keadaan Umum : Baik
(b) Kesadaran : Composmentis
(c) Vital Sign
Suhu : 36,40C
Pernapasan : 44 kali/menit
Denyut Jantung : 110 kali/menit
Apgar Score : 8/9/10
(d) Tali Pusat : Basah, tidak ada tanda-tanda infeksi
(e) Pengeluaran
Kemih : Belum
Mekonium : Belum
2) Pemeriksaan Antropometri
(a) Berat Badan : 2500 gram
(b) Panjang Badan : 48 cm
(c) Lingkar Kepala : 33 cm
(d) Lingkar Dada : 34 cm

3) Pemeriksaan Fisik
Kepala : Rambut hitam, ubun-ubun teraba, tidak ada caput
succedanum dan cephal hematoma
Wajah : Simetris, tidak pucat
Mata : Simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
Hidung : Bersih, simetris, tidak ada fraktur, cuping hidung negatif
Mulut : Simetris, tidak ada labiopalatoschizis
Telinga : Simetris, bersih, ada lubang telinga, tidak ada kelainan
Punggung : Tidak ada spina bifida
Dada : Tidak ada retraksi, simetris, puting susu menonjol
Abdomen : Bulat, tidak ada infeksi tali pusat
Kulit : Kulit kemerahan, tidak ada ruam
Genetalia : Jenis kelamin perempuan, tidak terdapat secret, labia
mayora menutupi labia minora
Anus : Terdapat lubang anus
Miksi : Belum BAK
Mekonium : Belum BAB
Ekstremitas :
Atas : Tidak oedema, simetris kanan kiri, jumlah jari lengkap
Bawah : Tidak oedema, simetris kanan kiri, jumlah jari lengkap
4) Pemeriksaan Neurologis
(1) Refleks Moro : Baik, bayi terkejut saat bidan menepuk
tangan
(2) Refleks Grasping : Baik, bayi menggenggam jari bidan saat
diletakkan di telapak tangan bayi
(3) Refleks Rooting : Baik, saat pipi bayi disentuh kepala bayi
mencari ke arah usapan dan membuka
mulutnya

(4) Refleks Sucking : Baik, bayi membuka mulut saat sudut


mulut bayi disentuh dengan tangan/puting

(5) Refleks Tonic Neck : Baik, saat bayi digendong, ia berusaha


mengangkat kepalanya
e. Analisis Data
By. Ny. W neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan umur 1 jam
normal
f. Penatalaksanaan
1) Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga meliputi
keadaan umum, kesadaran, dan tanda-tanda vital
Hasil : ibu dan keluarga senang bayinya dalam keadaan sehat
2) Memberikan injeksi Vitamin K 1 mg Intra Muscular
Hasil : telah diberikan injeksi Vitamin K pada 1/3 paha kiri
anterolateral secara Intra Muskular
3) Memberikan salep mata cloramphenicol 1% pada mata kanan
dan kiri
Hasil : salep mata telah dioleskan di kedua mata bayi dan tidak
ada tanda-tanda peradangan dan infeksi mata
4) Menjaga kehangatan tubuh bayi dengan memakaikan pakaian
dan menyelimuti bayi
Hasil : bayi dalam dekapan ibu dan diselimuti serta tidak ada
tanda-tanda hipotermia
5) Menjaga kebersihan bayi dengan mengganti pakaian jika basah
atau kotor
Hasil : bayi menggunakan pakaian yang bersih dan kering
6) Menganjurkan ibu untuk memberikan minum ASI sesering
mungkin/minimal 2 jam sekali dan apabila bayi tidur segera
dibangunkan untuk menyusu
Hasil : ibu bersedia untuk memberikan minum ASI sesering
mungkin / minimal 2 jam sekali dan bersedia membangunkan
bayi apabila bayi sedang tidur
6) Melakukan monitoring keadaan umum bayi
Hasil : Bayi telah dimonitor dan dalam kondisi baik
CATATAN PERKEMBANGAN I (Kunjungan Neonatal I)
a. Tanggal/Jam Pengkajian : Jumat, 25 Maret 2021 pukul 01:40 WIB
b. Tempat Pengkajian : Puskesmas Baki
c. Data Subjektif
Ibu mengatakan bayinya sudah dapat mencari dan menghisap puting
pada saat IMD
d. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
(a) Keadaan Umum : Baik
(b) Kesadaran : Composmentis
(c) Vital Sign
Suhu : 36,4 0C
Pernapasan : 44 kali/menit
Denyut Jantung : 110 kali/menit
Apgar Score : 8/9/10
(d) Tali Pusat : Basah, tidak ada tanda-tanda infeksi
(e) Pengeluaran
Kemih : 1 kali
Mekonium : 1 kali
2) Pemeriksaan Fisik
Kulit : Kemerahan
Mulut : Bersih
Dada : Tidak ada retraksi dinding dada
Abdomen : Tidak kembung
e. Analisa Data
By. Ny. W neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 6 jam
normal
f. Penatalaksanaan
1) Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan
Hasil : Ibu mengetahui hasil pemeriksaan bahwa kondisi bayinya
dalam keadaan normal dan sehat
2) Memandikan bayi untuk melakukan perawatan tali pusat dengan
melibatkan keluarga
Hasil : Ibu dapat mempraktikkan memandikan bayi dan cara
merawat tali pusat dengan benar#
3) Memberikan imunisasi Hb 0 0,5 mg pada 1/3 paha kanan
anterolateral secara intra muscular, untuk mencegah penyakit
hepatitis B pada bayi
Hasil : Bayi telah diimunisasi Hb 0
4) Mencegah hipotermi dengan cara mengeringkan tubuh bayi,
memakaikan pakaian yang bersih dan kering, membedong bayi
dan meletakkan bayi di tempat bersih dan kering
Hasil : Bayi dalam keadaan hangat.
5) Memberikan pendidikan kesehatan tentang tanda bahaya bayi
baru lahir dan menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan bayi
dengan membedong bayi, menyelimuti bayi, mengganti popok,
dan pakaian bayi setiap basah/kotor
Hasil : Ibu mengerti tentang tanda bahaya bayi baru lahir seperti
bayi sulit menyusu, warna kulit bayi berubah kuning
6) Mengajarkan ibu dan keluarga tentang cara perawatan tali pusat
dengan membersihkan dan mengeringkan setelah bayi di
mandikan lalu di bungkus dengan kassa steril tanpa diberi betadin
maupun alkohol
Hasil : Ibu mengerti dan tali pusat terbungkus kassa kering, tali
pusat bersih, lembab dan tidak berbau
7) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya setiap 2 jam sekali
atau sesuai dengan keinginan bayi (on demand) dan
menyendawakan bayi setelah menyusu
Hasil : Ibu mengatakan menyusui bayi sesuai dengan keinginan
bayi (on demand) dan menyendawakan bayi setelah menyusu
8) Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan kunjungan ulang hari ke-
3 sampai hari ke-7 pasca persalinan
Hasil : Ibu bersedia untuk dilakukan kunjungan ulang

CATATAN PERKEMBANGAN II (Kunjungan Neonatal II)


a. Tanggal/Jam Pengkajian : Minggu, 28 Maret 2021 pukul 15:30 WIB
b. Tempat Pengkajian : Puskesmas Baki
c. Data Subjektif
1) Ibu mengatakan bayinya dalam keadaan sehat, tali pusat sudah
kering tetapi belum lepas
2) Ibu mengatakan bayinya sudah bisa menyusu dengan baik
d. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
(a) Keadaan Umum : Baik
(b) Kesadaran : Composmentis
(c) Vital Sign
Suhu : 36,50C
Pernapasan : 42 kali/menit
Denyut Jantung : 100 kali/menit
(d) Tali Pusat : Kering, belum lepas
(e) Pengeluaran
Kemih : 5 kali
Mekonium : 4 kali
2) Pemeriksaan Fisik
Kulit : Kemerahan
Mulut : Bersih
Dada : Tidak ada retraksi dinding dada
Abdomen : Tidak kembung
e. Analisa Data
By. Ny. W neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 4 hari

f. Penatalaksanaan
1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan bayi sehat
Hasil : Ibu mengerti dan merasa senang
2) Mengingatkan kembali kepada ibu cara melakukan perawatan
tali pusat yaitu dengan menggunakan kassa steril tanpa
tambahan apapun
Hasil : Ibu paham tentang apa yang dijelaskan
3) Mengingatkan ibu untuk selalu memberikan ASI secara on
demand yaitu menyusui kapanpun bayi meminta dan
menginginkan
Hasil : Ibu bersedia menyusui secara on demand
4) Menganjurkan ibu untuk tetap melakukan perawatan bayi sehari
hari seperti cara memandikan bayi, perawatan tali pusat,
kebersihan
Hasil : Ibu sudah mempraktekkan sehari-hari sesuai dengan yang
diajarkan
5) Memeriksa adanya tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi
bakteri, ikterus, diare dan berat badan rendah
Hasil : Tidak ada tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi
bakteri, ikterus, diare dan berat badan rendah
6) Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan kunjungan ulang hari ke-
8 sampai hari ke-28 pasca persalinan
Hasil : Ibu bersedia untuk dilakukan kunjungan ulang
BAB IV
PEMBAHASAN

Penyusun melakukan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir di PKM


Sukoharjo pada tanggal 25 Maret 2021. Ada beberapa hal yang penyusun
uraikan pada bab pembahasan ini dimana penyusun akan membahas
kesenjangan dan kesesuaian antara teori dan penatalaksanaan dari kasus yang
ada.
Dari hasil pengkajian yang penyusun lakukan pada persalinan tanggal 25
Maret 2021, dalam melakukan pengisian subjektif hanya dilakukan pengisian
dengan identitas bayi dan identitas orang tua. Wawancara yang dilakukan dalam
pemenuhan data subjektif hanya dengan riwayat persalinan ibu dan
perkembangan bayi yang nampak atau dilihat oleh ibu.
Data subjektif menyebutkan bahwa ibu telah melaukan IMD selama 1 jam.
Dalam hal ini ibu dapat membuat bayi dan ibu merasa lebih tenang, pernafasan
dan detak jantung bayi lebih stabil serta meningkatkan kasih sayang antara ibu
dan bayi (bonding). (Roesli, 2012)
Dari pengkajian data objektif didapatkan bayi berjenis kelamin laki-laki
keadaan umum baik, warna kulit kemerah – merahan, gerakan aktif, nadi
110x/menit, respirasi 44x/menit, suhu 36,5 C, tidak ada caput Succadaneum,
tidak ada epal Hematoma, Tali Pusat Tampak Segar dan tidak ada perdarahan,
BAB (+), BAB (+), APGAR Score 10,10,10 , Reflek Morro (+), Reflek Rooting (+),
Reflek Grasping (+). Pemeriksaan antopometri menunjukkan BB 2500 gram , PB
48 cm, LK 33 cm, LD 34 cm. Dari hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa
keadaan bayi sehat dan tidak terdapat kelainan.
Dalam penatalaksanaan By. Ny W sudah diberikan salep mata dan injeksi
vitamin K pada paha kiri. Vitamin K berfungsi untuk mencegah terjadinya
perdarahan pada bayi.

75
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penyusun melaksanakan Asuhan Kebidanan pada By Ny. W
umur 1 jam Fisiologis di Puskesmas Baki, tanggal 25 Maret 2021 dimulai dari
tahap pengkajian, menentukan diagnosa, melakukan penatalaksanaan
sekaligus evaluasi tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
serta mendokumentasikannya dalam bentuk catatan SOAP, maka penyusun
dapat menarik kesimpulan bahwa :
1. Penyusun telah mampu melakukan pengkajian bayi baru lahir pada By
Ny. W 1 jam fisiologis dengan pendekatan holistik.
2. Penyusun melakukan analisa data dengan berpikir kritis bayi baru lahir
pada By Ny. W 1 jam fisiologis dengan pendekatan holistik.
3. Penyusun melakukan perencanaan asuhan bayi baru lahir pada By Ny.
W 1 jam fisiologis dengan pendekatan holistik.
4. Penyusun melakukan implementasi asuhan bayi baru lahir pada By Ny.
W 1 jam fisiologis dengan pendekatan holistik berdasarkan evidence
based.
5. Penyusun melakukan evaluasi asuhan bayi baru lahir pada By Ny. W 1
jam fisiologis dengan pendekatan holistik.
6. Penyusun melakukan pendokumentasian asuhan bayi baru lahir pada By
Ny. W 1 jam fisiologis dengan pendekatan holistik.
B. Saran
1. Bidan diharapkan agar dapat selalu mempertahankan dan meningkatkan
kembali kompetensi yang dimiliki, sehingga dalam menerapkan asuhan
kebidanan tehadap klien dapat sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan.
2. Bidan diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan
lebih jelas mengenai faktor risiko kehamilan pada ibu hamil.
78
Pathway

BBL memiliki
Kekebalan tubuh
alami dan buatan
Imunitas Menurun Golden age : Memerlukan
Stimulasi yang baik

Personal sosial, Motorik


kasar, Motorik halus,
Bahasa

Kekebalan Kekebalan
Alami : Dapat Buatan :
Stimulasi
diperoleh dari Muncul
Perkembangan,serta
ibu karena
asuupan yang
rangasanga
adekuat
n dari Luar

Vaksin Imunisasi :
VIT K HBO,BCG,
DPT,POLIO,CAMPA
K

80
DAFTAR PUSTAKA

Abraham M. Rudolph, Julien I.E Hofman, Colin D.Rudolph. 2010. Buku Ajar
Pediatric Rudolph (Buku kedokteran), edisi 20. Jakarta : Rineka Cipta.
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS.
Jakarta:BalitbangKemenkes RI.
Zero To Three.2012. Behaviour and De-velopment. Washington DC: National
Center for Infant, Toddlers and Fami-lies.
Biechler dan Snowman.1993. Perkembangan Anak. Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya.
Elisabeth, E. 2015. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Panduan Pelayanan
Kesehatan Anak Berbasis Perlindungan Anak. Jakarta: Direktorat
Kesehatan Anak Khusus.
Dewi, V. N. L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.
Indrayani dan Moudy Emma Unaria Djami. 2013. Asuhan Persalinan dan Bayi
Baru Lahir. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.
Saifudin, Abdul bari, dkk.2009, Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal
dan Neonatal.
WHO. 2017. WHO Recommendations on Newborn Health. Guidelines Approved
by The WHO Guidelines Review Committee.
Republik Indonesia. 2019. Undang-undang Republik Indonesia No. 4 tentang
Kebidanan.
Menkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 43 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional Tahun
2015-2019.
Menkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 53 tentang Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial.
Menkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 tentang Upaya Kesehatan
Anak.
Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI eksklusif.

82
Menkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan No. 12 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi.
Menkes RI. 2004. Kepmenkes RI No.1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi.

Anda mungkin juga menyukai