Makalah Budidaya Tanaman Organik
Makalah Budidaya Tanaman Organik
DOSEN PENGAMPU :
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah tentang Budidaya Tanaman Organik ini
disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas Mata Kuliah Teknologi Hayati.
Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami masih
banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa.
Namun, kami tetap berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari penulisan makalah ini sangat kami harapkan dengan
harapan sebagai masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan pada makalah kami
berikutnya. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Kelompok 3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian
bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang
aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan Back to Nature
telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non
alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian.
Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan
pertanian organik.
Pertanian organik (PO) juga tunduk pada prinsip diatas, pada hukum alam. Segala yang ada
di alam adalah berguna dan memiliki fungsi, saling melengkapi, melayani dan menghidupi untuk
semua. Dalam alam ada keragaman hayati dan keseimbangan ekologi. Maka, PO pun
menghargai keragaman hayati dan keseimbangan ekologi. Berjuta tahun alam membuktikan
prinsipnya, tak ada eksploitasi selain optimalisasi pemanfaatan. Demikian halnya PO, tidak
untuk memaksimalkan hasil, tidak berlebih; tetapi cukup untuk semua makhluk dan
berkesinambungan. Inilah filosofi mendasar PO.
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami
tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah
menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan
produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah
melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus
beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional
attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini
menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar
matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian
organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh
karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai
ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Menurut beberapa literatur bahwa yang pertama kali mengenalkan sistem pertanian
organik adalah Sir Albert Howard. seorang ahli pertanian berkebangsaan Inggris, dia banyak
mempelajari ilmu pertanian di India, semenjak jadi konsultan pertanian di negara tersebut. Apa
yang ia dapatkan dalam belajar pertanian di negri barat ia padukan dengan sistem pertanian
tradisional di India. Diantara yang ia perhatikan adalah kesinambungan pertanian tradisional
yang menekankan pada aspek kesehatan dan kesuburan dengan kelestarian lingkungan dan
kesehatan tanaman. .
Pertanian organik menurut Saragih (2008) adalah sistem manajemen produksi holistik yang
meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus
biologi dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik merupakan teknik pertanian yang tidak
menggunakan bahan kimia (non sintetik), tetapi memakai bahan-bahan organik (Pracaya, 2002).
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2002), "Organik" adalah istilah pelabelan yang
menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar produksi organik dan
disertifikasi oleh otoritas atau lembaga sertifikasi resmi. Pertanian organik didasarkan pada
penggunaan masukan eksternal yang 9 minimum, serta menghindari penggunaan pupuk dan
pestisida sintetis.
Tujuan utama dari pertanian organik adalah menggunakan bahan dan praktik budi daya
yang dapat mendorong keseimbangan lingkungan secara alami. Hal ini akan meningkatkan
kesehatan dan produktivitas serta saling ketergantungan antara tanah, tanaman, hewan, dan
manusia (Reghunath 2003).
Tujuan Sistem Pertanian Organik
6. Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air serta mengurangi masalah erosi akibat
dari pengolahan tanah yang intensif.
a. Prinsip ekologi
Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan.
b. Prinsip kesehatan
c. Prinsip perlindungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk
melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta
lingkungan hidup.
d. Prinsip keadilan
Penelitian Zulvera (2014) menyebutkan bahwa tingkat adopsi petani berkaitan dengan
pengetahuan, sikap, keterampilan dan persepsi petani tentang sistem pertanian organik yang
diperoleh petani melalui proses belajar yang telah dilaluinya. Keberadaan dan dukungan
dari penyuluhan sebagai proses pendidikan non formal, dukungan kebijakan pemerintah,
lembaga penunjang kegiatan usahatani, dukungan sistem sosial akan mendorong petani untuk
melaksanakan sistem pertanian organic dengan intensif.
a) Lahan
Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari bahan
kimia sintetis (pupuk dan pestisida). Terdapat dua pilihan lahan: (1) lahan pertanian yang
baru dibuka atau, (2) lahan pertanian intensif yang telah dikonversi menjadi lahan
pertanian organik.Lama masa konversi tergantung sejarah peng- gunaan lahan, pupuk,
pestisida, dan jenis tanaman.
b) Pupuk organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan organik seperti pangkasan
daun tanaman, kotoran ternak, sisa tanaman, dan sampah organik yang telah dikomposkan.
Untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman, maka upaya peningkatan kesuburan tanah
secara alami melalui daur ulang nutrisi tanaman, harus dioptimalkan dengan mengandalkan
perbaikan aktivitas biologis, serta fisik dan kimia tanah dengan prinsip:
• Mengembalikan hara atau nutrisi yang terangkut panen dengan menambahkan pupuk
organik dari berbagai sumber (pangkasan tanaman, pupuk kandang), secara periodik ke
dalam tanah baik dalam bentuk segar atau kompos,
• Mengembalikan sisa-sisa panen serta serasah ke lahan untuk mengembalikan hara
terangkut tanaman,
• Menanam tanaman legum sebagai tanaman pagar (hedgerow) yang bermanfaat sebagai
sumber pupuk organik, pakan ternak, dan di sisi lain berfungsi sebagai perangkap
inang/predator,
• Mengintegrasikan ternak dalam kebun organik, selain kotoran yang dihasilkan digunakan
sebagai pupuk, daging ternak dapat dikonsumsi sebagai produk daging organik,
Menambahkan bahan amelioran alami seperti kapur dan fosfat alam, bila terjadi kahat
hara Ca dan P pada tanah yang tidak dapat diatasi dengan pupuk organik (bahan-bahan
amelioran yang diizinkan terdapat dalam SNI 01-6729- 2002)
• Menyediakan air yang cukup dan bebas kontaminasi bahan agrokimia.
e) Benih tidak boleh berasal dari produk hasil rekayasa genetika atau Genetically Modified
Organism (GMO). Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik,
f) Pengendalian hama, penyakit, dan gulma tidak boleh menggunakan pestisida kimia
sintetis, tetapi dilakukan dengan cara mekanik seperti hand picking, membuang bagian
tanaman yang sakit, dan menggunakan pestisida nabati bila diperlukan, serta menjaga
keseimbangan ekosistem,
g) Penanganan pasca panen sesuai dengan persyaratan pasca panen pertanian organik.
3. Prospek dan kesinambungan pertanian organik
A. Prospek di Indonesia
Pertanian organik modern di Indonesia diperkenalkan oleh Yayasan Bina Sarana Bakti
(BSB), dengan mengembangkan usaha tani sayuran organik di Bogor, Jawa Barat pada tahun
1984 (Prawoto and Surono, 2005;Sutanto2002). Pada tahun 2006, terdapat 23.605 petani
organik di Indonesia dengan luas area 41.431 ha, 0,09 persen dari total lahan pertanian di
Indonesia (IFOAM, 2008). Pada tahun 2007 luas areal pertanian organik di Indonesia adalah
40.970 ha, pada tahun 2008 meningkat secara tajam sebesar 409 persen menjadi 208.535 ha.
Pertumbuhan luas pertanian organik dari tahun 2008 hingga 2009 tidak terlalu signifikan, hanya
3 persen.
Luas area pertanian organik Indonesia tahun 2010 adalah 238,872.24 ha, meningkat 10
persen dari tahun sebelumnya (2009). Namun pada tahun 2011 menurun 5,77 persen dari tahun
sebelumnya menjadi 225.062,65 ha. Penurunan terjadi karena menurunnya luas areal pertanian
organic tersertifikasi sebanyak 13 persen. Hal ini disebabkan karena jumlah pelaku (petani
madu hutan) tidak lagi melanjutkan sertifikasi produknya tahun 2011. Semakin luasnya pertanian
organik, diharapkan bisa memberikan manfaat yang lebih luas dalam pemenuhan permintaan
masyarakat akan pangan yang sehat dan berkelanjutan. Pertanian organik saat ini telah
berkembang secara luas, baik dari sisi budidaya, sarana produksi, jenis produk, pemasaran,
pengetahuan konsumen dan organisasi/lembaga masyarakat yang menaruh minat (concern)
pada pertanian organik.
Hektar, area dalam proses sertifikasi seluas3,80 hektar. Area pertanian organik dengan
sertifikasi PAMOR seluas 5,89 hektar (Tabel2). PAMOR adalah Penjaminan Mutu Organis
Indonesia, sebuah penjaminan partisipatif yang dikembangkan oleh Aliansi Organis Indonesia.
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar.Dari 188,2
juta ha lahan yang dapat digunakan Pada tahun 2011 luas area pertanian organik tersertifikat
adalah 90.135,30 hektar. Area tanpa sertifikasi seluas 134.717,66 belum dimanfaatkan dan bisa
dimanfaatkan untuk pertanian organik. Disamping itu, menurut Nurdin (2012) terdapat 11,1 juta
tanah yang diidentifikasikan sebagai tanah terlantar yang sebagian dapat digunakan untuk
pertanian organik. Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum
tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi
pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum
diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya
telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia.
Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Menurut Inawati (2011), berkembangnya produsen dan komoditas organik ini karena
pengaruh gaya hidup masyarakat sebagai konsumen yang mulai memperhatikan pentingnya
Kesehatan dan lingkungan hidup dengan menggunakan produk organik yang tidak menggunakan
bahan-bahan kimia sintetis buatan. Selain itu juga karena mulai berkembangnya bisnis produk
organik. Selain terus bertambahnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian organik, Aliansi
Organis Indonesia juga mencatat semakin meningkatnya jumlah produsen komoditas organik,
demikian juga ragam komoditas organik yang dibudidaya, merk dagang organik, dan pemasok ke
pengecer seperti supermarket dan restoran besar. Hasil kajian Aliansi Organis Indonesia pada
2010 menunjukkan makin banyaknya produsen produk organik dengan komoditas yang
beragam, sepertiberas, elur, sayuran dan bermacam hasil tanaman kebun seperti kopi teh, madu
hutan dan rempah-rempah.
Dalam Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) 2010 nampak bahwa produsen
organic bersertifikat mencapai 9.805. Jumlah ini lebih tinggi daripada yang belum bersertifikat
yang hanya 3.817. Sementara itu produk kopi yang Sebagian besar sudah mendapat sertifikasi
organik hampir mencapai 35 ribu hektar. Lalu disusul madu hutan dengan luas lahan bersertifikat
15 ribu hektar, gula aren dan mete bersertifikat 10 ribu hektar, rempah-rempah hampir 10
hektar, beras organik bersertifikat sekitar 3 ribu hektar, lalu disusu kakao dan untuk usaha
pertanian, baru sekitar 70 juta haying telah digunakan untuk berbagai system pertanian(Mulyani
dan Agus, 2006), sisanya teh. Pada tahun 2011 kopi organik masih menjadi komoditas kunci di
Indonesia. Hampir semua produk kopi ini bertujuan ekspor. Komoditas kopi dengan luas areal
terluas (41.651,73 ha) disusul oleh mete (11.394,7 ha) dan madu hutan seluas 9,007,2 ha
(SPOI,2011).
Akan tetapi di tengah perkembangan yang pesat itu, potensi bahaya peminggiran petani
organik berskala kecil harus diperhatikan. Bahaya itu datang dari proses sertifikasi komoditas
organik sesuai dengan Standard Nasional Indonesia Sistem Pangan Organik yang disahkan oleh
Badan Standardisasi Nasional. Penggunaan standard itu memang bertujuan melindungi
konsumen dan petani organik agar tidak dirugikan oleh para pemalsu produk organik (AOI,
2011). Tetapi biaya sertifikasi yang mahal dan standar serta proses sertifikasi yang tidak sesuai
dengan budaya petani bisa menyingkirkan para petani kecil. Biaya sertifikasi untuk wilayah Jawa
misalnya berkisar 5sampai 15 juta rupiah perunit usaha tani padahal rata-rata luas lahan petani
dibawah satu hektar. Karena itu, beberapa hal penting perlu dilakukan seperti: membebas-kan
petani berskala kecil dari keharusan membuat sertifikat, membuat regulasi yang sesuai budaya
petani, pengakuan system penjaminan berbasis komunitas, dukungan dana sertifikasi, dan
mengkampanyekan perdagangan yang adil.
Luas areal pertanian organic Indonesia tahun 2011 dikelola oleh ribuan produsen,
termasuk didalamnya petani kecil,yang umumnya tergabung dalam kelompok tani dan
disertifikasi dengan sistem ICS (Internal Control System). Dari beberapa tipe lahan organik
dalam SPOI 2011, total jumlah produsen adalah 12.512 (termasuk petani kecil dan perusahaan).
Nilai ini menurun 10 persen dari tahun 2010 (13.794). Selain produsen,pelaku organik lainnya
adalah prosesor dan eksportir sebanyak 71. Pelaku-pelaku organic lainnya di Indonesia yang
tidak kalah pentingnya adalah lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi baik nasional maupun
internasional dan pedagang yang sangat berperan dalam perkembangan pertanian organik di
Indonesia.
http://agriculturestiper.blogspot.com/2013/04/paper-usaha-tani-sistem-pertanian.html
http://felixmekogadho.blogspot.com/2012/03/makalah-pertanian-organik.html
http://jurnalorganik.blogspot.com/2013/05/sejarah-pertanian-organik.html
http://kalampa.blogspot.com/2011/06/makalah-pertanian-organik.html
http://netblog-mointi.blogspot.com/2013/05/pertanian-organik-dan-pertanian.html
http://wahyubertani.blogspot.com/
Mardikanto. T. 1993. Penyuluh Pembangunan Pertanian. Surakarta (ID): Sebelas Maret University
Press.
Burhansyah, Rusli. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Pertanian Pada
Gapoktan Puap Dan Non Puap Di Kalimantan Barat (Studi Kasus: Kabupaten Pontianak Dan Landak).
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 23 (1) : 7-15
Basilio CS. 2000. Organic agriculture more farms, Less Hunger. Biotechnology
and Development Monitor. Philippines. 42:1–3.