Anda di halaman 1dari 4

2.

5 Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA merupakan salah satu taha penting dalam kegiatan berbasis
molekuler. Permasalahan utama yang sering muncul dalam proses ekstraksi DNA
adalah kehadiran senyawa kontaminan pada sel yang diisolasi seperti senyawa
polisakarida, polifenol, protein, RNA, dan senyawa metabolit sekunder (Varma et al.,
2007). Menurut Fatchyah et al. (2011), beberapa masalah yang sering muncul saat
ekstraksi DNA yaitu DNA patah-patah selama proses ekstraksi, DNA mengalami
degradasi akibat kehadiran enzim nuclease, adanya kontaminasi senyawa
polisakarida, dan ikut terisolasinya senyawa metabolit sekunder. Ranjan et al. (2010)
menyatakan bahwa kehadiran senyawa kontaminan tersebut dapat menghambat
berbagai proses mulai dari pemotongan DNA, amplifikasi, hingga kloning.
Prisnsip dasar ekstraksi DNA adalah menghancurkan dinding dan membrane
sel tanaman lalu mengeluarkan DNA tersebut (sharma et al., 2010). Sementara
menurut Chie et al., (2009), secara umum proses ekstraksi DNA dibagi menjadi
beberapa tahap yaitu persiapan materi yang akan digunakan, proses penghancuran
sel, penghilangan senyawa kontaminan, dan mengumpulkan DNA. Menurut
Ogunkami et al., (2011), DNA diekstrak harus terbebas dari senyawa kontaminan
seperti polisakarida, polifenol, dan tannin yang seringkali ikut terbawa dan dapat
menghambat kerja beberapa enzim dalam kegiatan molekuler. Pada penelitian ini
terdapat beberapa modifikasi dari metode CTAB yang dikembangkan oleh Doyle &
Doyle (1990). Menurut Bintang (2010) CTAB merupakan detejen kationik yang
bersifat menghancurkan sel, mengurai protein, dan memisahkan karbohidrat dari
asam nukleat.
Ekstraksi DNA merupakan tahapan awal dalam yang dilakukan untuk
mendapatkan DNA suatu biota. Pada akhir dari tahapan tersebut diperoleh hasil
ekstraksi yang terlarut dalam sebuah larutan penyangga (buffer). Fungsi dari larutan
tersebut adalah untuk menyimpan dan mempertahankan jumlah DNA terlarut
sehingga tetap dan tidak rusak serta cukup saat digunakan pada proses selanjutnya
tanpa menurunkan kualitas dan kuantitas dari DNA tersebut. Tahap terakhir ialah
pemurnian DNA. Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan residu dari zat yang
digunakan pada tahap lisis dan pemisahan DNA.
2.5.1 Metode Lisis Buffer
Menurut Darmo Handoyo dan Ari Rudiretna (2000), Pembuatan DNA
template dengan menggunakan metode lisis dapat digunakan secara umum, dan
metode ini merupakan cara yang cepat dan sederhana untuk pendedahan DNA
kromosom ataupun DNA plasmid. Prinsip metode lisis adalah perusakan dinding sel
tanpa harus merusak DNA yang diinginkan. Oleh karena itu perusakan dinding sel
umumnya dilakukan dengan cara memecahkan dinding sel menggunakan buffer
lisis. Komposisi buffer lisis yang digunakan tergantung dari jenis sampel. Beberapa
contoh buffer lisis yang biasa digunakan mempunyai komposisi sebagai berikut: 5
mM Tris-Cl pH8,5; 0,1 mM EDTA pH 8,5; 0,5 % Tween-20 dan 100 ug/mL
Proteinase-K (ditambahkan dalam keadaan segar).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen lain
seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi untuk
menghilangkan polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi untuk
menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan (Ranjan et al.,
2010). 2-mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman
dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol yang kemudian
akan terpisah dengan DNA (Lodhi et al., 1994). Senyawa polifenol perlu dihilangkan
agar diperoleh kualitas DNA yang baik (Moyo et al., 2008). Polifenol juga dapat
menghambat reaksi dari enzim Taq polimerase pada saat dilakukan amplifikasi.
Disamping itu polifenol akan mengurangi hasil ektraksi DNA serta mengurangi
tingkat kemurnian DNA (Porebskiet al., 1997). Penggunaan 2-mercaptoethanol
dengan pemanasan juga dapat mendenaturasi protein yang mengkontaminasi DNA
(Walker dan Rapley, 2008). 
Dalam penggunaannya, konsentrasi dan pH dari buffer berada diantara 5
sampai 12. pH rendah pada buffer akan menyebabkan depurifikasi dan
mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol selama proses deproteinisasi.
Sedangkan pada pH yang tinggi akan menyebabkan pemisahan untai ganda DNA.
Fungsi larutan buffer yaitu untuk menjaga struktur DNA selama proses
penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam menghilangkan protein
dan RNA serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi DNA dan mencegah
perubahan pada molekul DNA. Kebanyakan buffer lisis mengandung garam
penyangga dan garam ionik untuk mengatur pH dan osmolaritas lisat
2.5.2 Metode Chelex 10%
Ekstraksi DNA menggunakan metode pertukaran ion dengan larutan Chelex
10% (Walsh et al. 1991). Mula-mula dilakukan pengambilan sekitar 1 mg sirip C. cf
ryukyuensis dan dimasukkan ke dalam larutan chelex 10%. Selanjutnya dicampur
dengan alat vortex selama 15 detik lalu disentrifugasi 10 detik dan dipanaskan
dalam alat pemanas (heat block) pada suhu 95oC selama 2 jam. Setelah
pemanasan ini, sampel dicampur dengan vortex lagi selama 15 detik dan
disentrifugasi selama 10 detik. Hasil ekstraksi berupa ekstrak DNA disimpan dalam
lemari es.
Proses amplifikasi DNA dilakukan secara in vitro menggunakan metode
Polimerase Chain Reaction (PCR). PCR dilakukan pada mesin PCR (thermo cycler)
type MJ Mini Biorad model TN 1148 dengan metode Hotstart dan profil suhu sebagai
berikut: denaturasi awal 94oC selama 5 menit, denaturasi 94oC selama 30 detik,
annealing (penempelan primer) 50oC se-lama 30 detik, extention (pemanjangan
primer) 72oC selama 30 detik, dan extention akhir 72oC selama 7 menit. Proses PCR
berlangsung sebanyak 37 siklus. Primer yang digunakan yaitu Fish BCH: -GGG AGT
AAA GTT AAT ACC TTT GCT C-3’ dan Fish BCL: 5’-TTC CCG AAG GCA CAT
TCT-3’ (Ivanova et al., 2007). Resin Chelex mampu melindungi melindungi sampel
dari enzim DNAse yang mungkin tetap aktif selama proses ekstraksi dengan
pengikatan ion dan kation (Marwayana, 2015).
Kelebihan dari motede chelex ini adalah penggunaan waktu yang singkat
dengan pembuatan larutan chelex yang tidak rumit. Selain itu, metode merupakan
metode yang cukup aman jika ditinjau dari penggunaan larutan-larutan yang
berbahaya. Namun, penggunaan chelex ini juga memiliki kelemahan antara lain
DNA dan RNA yang dihasilkan relative sedikit, tahap pemanasan yang dilakukan
selama proses ekstraksi dapat merusak struktur rantai ganda DNA (denaturasi) yang
dihasilkan. Dibutuhkan pula freeze shock setelah proses pemanasan untuk
menormalkan kembali struktur DNA, dan juga diperlukan keahlian yang handal untuk
mengambil ekstrak DNA agar tidak terkontaminasi oleh molekul ataupun senyawa
lainnya. Dengan diikatnya ion magnesium dari bahan pemeriksaan yang diambil
DNAnya, maka enzim yang merusak DNA sebagaimana halnya nuclease akan
mengalami inaktivasi, sehingga molekul DNA dapat terlindungi dan tidak sampai
mengalami kerusakan yang berarti.
Referensi
Nugroho, K. Rerenstradika. Terryana. Rijzani, H. Lestari, P. 2016. Metode Ekstraksi
DNA Pada Jatropha spp. Tanpa Menggunakan Nitrogen Cair. Bogor. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Nugroho, K. Rerenstradika. Terryana. Rijzani, H. Lestari, P. 2017. Metode Ekstraksi
DNA Cabai (Capsicum anuum L.) Menggunakan Modifikasi Buffer CTAB (Cethyl
Trimethyl Ammonium Bromide) Tanpa Nitrogen Cair. Bogor. . Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Marwayana, N, O. 2015. Ekstraksi Asam Deoksiribonukleat (DNA) Dari Sempel
Jaringan Otot. Oseana, Volume XL Nomor 2, Tahun 2015 : 1-9. Kelompok Penelitian
Keanekaragaman Hayati Laut dan Konservasi, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI
Rudiretna, A. Handoyo, D. 2000. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase
Chain Reaction (PCR). Pusat Studi Bioteknologi. Universitas Brawijaya.
Permata, C. Riniatsih, I. Karna, O. 2014. Potensi Pigmen Karotenoid Bakterium
Endofit Lamun Thalassia hemprichii Sebagai Sumber Senyawa Alami Penangkal
Radikal Bebas DPPH. Journal Of Marine Research Volume 3, Nomor 3, Tahun
2014, Halaman 294-303.
Priyambodo. 2017. Prinsip, Metode, dan Teknik Isolasi DNA.
http://staff.unila.ac.id/priyambodo/archives/646
Dailami, M. Santi, D. Murtihapsari. Abubakar, H. Hamid, A. Toha, A. 2017. Analisis
Genetik Fragmen Gen Sitrokom Oksidase Sub Unit 1 dari Chirrhilabrus cf.
ryukyuensis Ishikawa 1904 (Labridae) Asal Teluk Cendrawasih dan Raja Ampat.
Jurnal Iktiologi Indonesia, 18(3): 209-222 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v18i3.347

Anda mungkin juga menyukai