Anda di halaman 1dari 9

MENAKSIR KERAPATAN POPULASI HEWAN DENGAN METODE

CUPLIKAN KUADRAT

Disusun oleh:

Fahmi Abdul Azis (B1A019034)


Asisten: Nadhila Haura W.

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi secara statistik merupakan seluruh kelompok yang beberapa


informasinya diperlukan untuk dipastikan. Populasi statistik tidak perlu hanya
terdiri dari orang. Populasi dapat berupa populasi tinggi, berat badan, BMI, kadar
hemoglobin, kejadian, hasil, selama populasinya ditentukan dengan baik dengan
kriteria inklusi dan eksklusi yang eksplisit. Pemilihan populasi untuk studi,
pertanyaan penelitian atau tujuan studi akan menyarankan definisi populasi yang
akan diteliti, dalam hal lokasi dan batasan pada kelompok usia, jenis kelamin atau
pekerjaan tertentu. Populasi harus ditentukan sepenuhnya sehingga mereka yang
akan dimasukkan dan dikecualikan dengan jelas dijelaskan (kriteria inklusi dan
eksklusi). Misalnya, jika sebuah populasi adalah semua pengacara di Delhi, harus
disebutkan apakah pengacara tersebut termasuk yang telah pensiun, bekerja paruh
waktu, atau tidak berpraktik, atau mereka yang telah meninggalkan kota tetapi
masih terdaftar di Delhi [ CITATION Ami10 \l 1033 ].

Kepadatan adalah hasil bagi jumlah objek terhadap luas area. Kepadatan
populasi dinyatakan dengan jumlah individu per m2 . Kepadatan dihitung dengan
menggunakan rumus menurut [ CITATION EPO98 \l 1033 ].

Keberadaan dan kepadatan suatu populasi suatu jenis hewan tanah di suatu
daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan. Faktor lingkungan ada dua yaitu
lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Kehidupan hewan tanah sangat
tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis
hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu [ CITATION
EPO98 \l 1033 ].
Hewan tanah diklasifikasikan menurut ukuran tubuhnya, yaitu dibagi dalam dua
golongan besar hewan makro tanah dan mikro tanah. Hewan makro tanah yang penting
adalah preparat dan pemakan serangga; Mirriapoda (kaki seribu); Bubuk (Trachelipus);
Tungau (Oribata sp.); siput darat; Sentipoda (kaki seratus); laba-laba dan cacing tanah.
Dari semua hewan tersebut cacing tanah merupakan hewan makro tanah yang penting.
Jenis umum cacing tanah yang ditemukan adalah jenis-jenis Lumbricus terrestris yang
berwarna kemerahan dan jenis Allobophora ciliginosa yang berwarna merah muda pucat
[ CITATION Nur97 \l 1033 ]. Cacing tanah mempunyai habitat di tempat-tempat dengan
kondisi tanah yang lembab dan kadar air tanah yang tinggi Cacing tanah memiliki banyak
kegunaan, selain dapat digunakan sebagai indikator sehatnya lingkungan tanah juga dapat
digunakan untuk bahan utama berbagai produk kosmetik [ CITATION MAF14 \l 1033 ].

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kerapatan populasi


cacing tanah.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah silinder sampling


dengan diameter 4 cm bahan plastik dan kantung plastik.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah cacing tanah.

B. Cara Kerja

1. Catatan singkat mengenai area studi dibuat


2. Kuadrat (50x50) diletakan pada cuplikan sebelum menggali tanah. Taksiran
kasar mengenai vegetasi penutupnya dibuat. Masing-masing
cuplikan/kuadran diambil sebanyak 5 kali ulangan.
3. Sampel diambil dengan cara menusukkan silinder sampling ke dalam tanah
sedalam 20 cm dari permukaan tanah. Cacing tanah yang terdapat dalam
silinder sampling dikumpulkan dalam kantung plastik lalu dihitung
jumlahnya. Hitung jumlah telur cacing tanah (jika ada).
4. Hewan-hewan tanah yang dijumpai dalam cuplikan dikumpulkan dan
dihitung kepadatannya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hari/tanggal lokasi :Senin, 30 November 2020
Lokasi praktikum : Di samping rumah
Cuaca : Mendung
Waktu : 13.27

Cuplikan Jumlah Telur (buah) Jumlah Cacing Tanah


(ekor)
Cuplikan 1 0 0
Cuplikan 2 0 0
Cuplikan 3 0 0
Cuplikan 4 0 0
Cuplikan 5 0 0

B. Pembahasan

Praktikum penaksiran kerapatan populasi hewan tanah dengan metode


cuplikan kuadrat dilakukan di samping rumah. Terdapat beberapa macam vegetasi
di sekitar daerah cuplikan.

Gambar 1 Vegetasi di sekitar daerah cuplikan


Pengambilan sampel dilakukan dengan silinder sampling. Karena
kondisi tanah yang keras, silinder sampling hanya mampu ditekan sampai
setengah dari panjang total, yaitu 10 cm. Tidak ada cacing tanah maupun
telur cacing tanah yang didapatkan. Kondisi tanah cuplikan juga
merupakan tempat pembuangan limbah deterjen sisa pencucian pakaian.

Makrorofauna tanah mempunyai peran yang sangat penting dalam


suatu habitat. Salah satu peran makrofauna tanah adalah menjaga
kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik, distribusi hara,
peningkatan aerasi tanah dan sebagainya. Menurut Rousseau et al. (2013)
dalam [ CITATION Cah17 \l 1033 ], makrofauna tanah merupakan indikator
yang paling sensitif terhadap perubahan dalam penggunaan lahan,
sehingga dapat digunakan untuk menduga kualitas lahan. Dalam
menjalankan aktivitas hidupnya, makrofauna tanah memerlukan
persyaratan tertentu. Kondisi lingkungan merupakan faktor utama yang
menentukan kelangsungan hidupnya, yaitu: iklim (curah hujan, suhu),
tanah (kemasaman, kelembaban, suhu tanah, hara), dan vegetasi (hutan,
padang rumput) serta cahaya matahari (Hakim et al. 1986 dalam
[ CITATION Sug07 \l 1033 ] . Menurut Notohadiprawiro (1998) dalam
[ CITATION Sug07 \l 1033 ] makrofauna tanah lebih banyak ditemukan pada
daerah dengan keadaan lembab dan kondisi tanah yang memiliki tingkat
kemasaman lemah sampai netral. Oleh karena itu, keberadaan makrofauna
tanah dapat menjadi penduga kualitas lingkungan, terutama kondisi tanah.

Menurut Wulandari (2013) dalam [ CITATION Cah17 \l 1033 ], cacing


tanah merupakan jenis makrofauna tanah yang dapat hidup pada semua
kelas tekstur tanah, kecuali pada tanah berpasir. Cacing tanah umumnya
tidak memakan vegetasi hidup, tetapi hanya makan bahan makanan berupa
bahan organik mati baik sisa-sisa hewan atau-pun tanaman. Kebanyakan
cacing tanah hidup pada kedalaman kurang dari 2 m, tetapi ada beberapa
jenis mampu membuat lubang hingga 6 m. Cacing tanah lebih senang
hidup pada tanah-tanah yang lembab, tata udara baik, hangat sekitar 21 oC,
pH tanah 5,0-8,4, banyak bahan organik, kandungan garam ren-dah.
Tetapi Ca tersedia tinggi, tanah agak dalam, tekstur sedang sampai halus,
dan tidak terganggu oleh pengolahan tanah [ CITATION Har10 \l 1033 ].
Bahkan menurut [ CITATION WMF90 \l 1033 ] cacing tanah dapat hidup pada
pH tanah antara 4,5-6,5, namun jika kondisi kandungan bahan organik
tanah yang tinggi maka mampu berkembang hingga pH 3,0 [ CITATION
MAF14 \l 1033 ].

Menurut [ CITATION Hed89 \l 1033 ], faktor lingkungan abiotik


secara besarnya dapat dibagi atas faktor fisika dan faktor kimia. Faktor
fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas dan tekstur tanah. Faktor
kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik tanah dan unsur-unsur
mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur
komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu habitat. Faktor lingkungan
biotik bagi hewan tanah adalah organisme lain yang juga terdapat di
habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan hewan
lainya.
Hasil sampling cacing tanah untuk diukur kerapatannya
(populasinya) gagal karena tidak ada cacing yang didapatkan. Ini mungkin
disebabkan karena penggalian yang seharusnya sedalam 20 cm, karena
tanah yang keras menjadi hanya 10 cm. Cacing tanah sebagaimana
disebutkan umumnya hidup di kedalaman kurang dari 2 meter. Selain
tanah yang keras, kondisi tanah mungkin juga terpengaruh oleh bahan
kimia berupa limbah deterjen. Limbah deterjen ini mungkin membuat
kondisi pH tanah menjadi sedikit lebih basa sehingga cacing tidak dapat
hidup dan berkembang. Cacing sendiri dapat hidup di tanah dengan pH
4,5-6,5 bahkan mampu hidup di pH 3,0 jika kondisi organik tanah
mendukung [ CITATION WMF90 \l 1033 ].
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dari praktikum, hasil dari praktikum tidak
dapat disimpulkan karena sampel cacing tidak ada (0) di semua
pengulangan. Tidak adanya cacing ini mungkin disebabkan karena
penggalian tanah yang terlalu dangkal dari yang seharusnya atau karena
kondisi tanah yang tidak mendukung cacing untuk hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Banerjee, A. & Chaudhury, S., 2010. Statistics without tears: Populations and samples. Ind.
Psychiatry J., 19(1), pp. 60-65.
Fender, W. M. & McKey-Fender, J. L., 1990. Oligochaeta: Megascolecidae and other eathworm
from western North America. New york: Soil biology guide. A Wiley-Interscience
Publication. John Wiley & Sons..
Firmansyah, M. A. et al., 2014. KARAKTERISASI POPULASI DAN POTENSI CACING
TANAH UNTUK PAKAN TERNAK DARI TEPI SUNGAI KAHAYAN DAN BARITO
[Characterization of Population and Potential of Earthworm for Animal Feed from Riverside
Kahayan and Barito]. Berita Biologi, 13(3), pp. 333-341.
Hardjowigeno, 2010. Ilmu tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Heddy & Suwasono, 1989. Pengantar Ekologi. Jakarta: Rajawali Press.
Odum, E. P., 1998. Dasar-Dasar Ekologi. 3rd ed. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Sugiyarto, et al., 2007. Preferensi berbagai jenis makrofauna tanah terhadap sisa bahan organik
tanaman pada intensitas cahaya yang berbeda. Biodiversitas, 7(4), pp. 96-100.
Suin, N. M., 1997. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.
Wibowo, C. & Slamet, S. A., 2017. KEANEKARAGAMAN MAKROFAUNA TANAH PADA
BERBAGAI TIPE TEGAKAN DI AREAL BEKAS TAMBANG SILIKA DI HOLCIM
EDUCATIONAL FOREST, SUKABUMI, JAWA BARAT. Jurnal Silvikultur Tropika,
8(1), pp. 26-34.

Anda mungkin juga menyukai