A. Pendahuluan
Tanah merupakan komponen ekosistem daratan yang vital bagi kesejahteraan
hidup manusia. Tanah juga merupakan rumah bagi beragam biota tanah, seperti:
bakteri, arkhaea, fungi, protozoa, avertebrata seperti serangga, arthropoda, anelida,
nematoda, dan lain-lain. Semua biota yang tinggal di dalam tanah tersebut melakukan
berbagai proses biologis yang berdampak penting bagi ekosistem, yang pada akhirnya
bagi kesejahteraan manusia (Aislabie & Deslippe, 2013). Berdasarkan pada
ukurannya (Gambar 1), biota tanah dapat dikelompokkan menjadi: (1)mikroflora dan
mikrofauna mikrobiota dengan ukuran diameter tubuh kurang dari100 µm, (2)
mesofauna (100 µm - < 2 mm), (3) makrofauna (2 mm – 20 mm) dan (4) megafauna
( > 20 mm) (Barrios, 2007).
Berdasarkan pada jenisnya, makrofauna ada yang tinggal tetap dalam tanah,
seperti cacing tanah endogeik, dan ada yang tinggal untuk sementara waktu, misalnya
semut, rayap, dll. Berdasarkan pada klasifikasi ekologi, makrofauna tanah dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu: epigeik, anesik, dan endogeik. Epigeik
adalah makrofauna tanah yang tinggal dan aktif di permukaan tanah, seperti kelompok
cacing tanah tertentu, semut, colembolla, dan lain-lain. Anesik adalah kelompok
makrofauna yang tinggal di dalam tanah, namun mencari makan di luar permukaan
tanah. Contohnya adalah semut, rayap, cacing tanah dll. Endogeik adalah kelompok
makrofauna yang tinggal dan aktif di dalam tanah, contohnya adalah cacing tanah
kelompok tertentu.
Komunitas biota tanah tersebut berperan penting terhadap keberlanjutan fungsi
agroekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung (Barrios,
1
2
2007). Peran langsung misalnya kelompok biota tertentu mempengaruhi
produksi tanaman secara langsung, sedangkan contoh peran tidak langsung adalah
peran biota dalam memodifikasi struktur tanah dan interaksi jaring-jaring makanan.
Layanan ekosistem didefinisikan sebagai kontribusi struktur dan fungsi
ekosistem beserta dengan kombinasi berbagai input yang memberikan manfaat bagi
kesejahteraan hidup manusia (Dewi & Senge, 2015). Layanan ekosistem tersebut
merupakan interaksi antara peran beragam boita tanah dengan fungsi ekosistem.
Biota tanah memiliki peran penting dalam ekosistem pertanian (agroekosistem).
Layanan agrofungsional yang diberikan oleh makrofauna sangat beragam, tergantung
pada jenis makrofaunanya. Contoh layanan agrofungsional yang dapat diberikan oleh
makrofauna antara lain: dekomposer, pencacah seresah yang berukuran besar menjad
kecil (litter transformer), penggali tanah (soil ecosystem engineers), bioturbator,
predator, berbagai proses daur hara, penghasil berbagai zat pengatur tumbuh
tanaman, pembentukan porositas tanah, pembentukan agregat tanah, pengatur siklus
hidrologi, pendegradasi bahan pencemar, dan lain-lain. Cacing tanah memberikan
layanan agrofungsional penting yaitu berperan sebagai penentu pembentukan mikro
dan makro agregat tanah (Six et al., 2004). Aktivitas makrofauna tanah berbeda-beda,
ada yang aktif di siang hari, atau malam hari, atau aktif pada siang maupun malam
hari. Oleh karena itu untuk mempelajari makrofauna tanah, diperlukan berbagai
metode, tergantung pada jenis makrofauna tanahnya.
Fauna tanah merupakan salah satu komponen ekosistem tanah. Fauna tanah
berperan dalam memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis,
peningkatan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas penyimpanan air, dan dekomposisi
bahan organik, pencampuran partikel tanah, penyebaran mikroba, serta perbaikan
struktur agregat tanah. Pengetahuan terhadap keanekaragaman biota dan fauna tanah
diharapkan dapat menjaga dan memanfaatkan dengan efisien. Kuantifikasi terhadap
peran makrofauna tanah terhadap layanan agrofungsional belum banyak dilakukan.
Pada praktikum ini akan dipraktikkan mengisolasi berbagai mesofauna dan
makrofauna tanah menggunakan beberapa metode, antara lain: monolit, pitfall trap,
dan barlese. Selanjutnya menghubungkan antara data mesofauna dan makrofauna
dengan layanan agrofungsional, terutama adalah porositas tanah.
D. Metode
1. Metode perangkap jebak (pitfall trap)
Tujuan: mempelajari keragaman fauna tanah epigeik yang aktif pada malam hari
Langkah kerja:
a. Tentukan lokasi praktikum yang akan digunakan dalam pengamatan
b. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
c. Buatlah transek seluas 200 m2 atau menyesuaikan dengan kondisi aktual
lahan.
d. Buatlah lubang jebak sebanyak 2 buah per kelompok, dengan ukuran diameter
sekitar 15 cm, atau disesuaikan dengan alat yang digunakan untuk
memerangkap fauna. Jarak antar lubang jebak adalah sekitar 8 m atau
menyesuaikan kondisi lahan (Gambar 1). Buatlah atap plastik untuk melindungi
alat jebak tersebut (Gambar 2).
k. Catat kondisi lingkungan di sekitar SPL, baik abiotik maupun biotik, yang dapat
digunakan sebagai data pendukung untuk pembahasan data aktual.
2. Metode Barlese
Tujuan: mempelajari keragaman fauna tanah anesik dan endogeik.
Langkah kerja:
a. Ambil bongkah tanah dari lapangan, sekitar 0,5 kg. Pengambilan bongkah
tanah bisa dari hasil galian saat pembuatan pitfall trap ataupun monolit tanah.
Masukkan bongkah tanah ke dalam plastik dan diberi label.
b. Ulangi langkah 1 sebanyak 2 kali, sebagai ulangan.
c. Bawa contoh tanah tersebut ke laboratorium.
d. Siapkan perlengkapan alat Barlese untuk mengisolasi fauna anesik dan
endogeik (Gambar 3).
5
e. Letakkan bongkah tanah ke dalam corong Barlese yang sudah diberi saringan.
f. Siapkan gelas piala yang sudah diisi sekitar 25 ml alkohol 75%. Letakkan gelas
piala tersebut pada bagian bagian bawah corong Barlese (Gambar 3).
g. Pada bagian atas corong diberi lampu (Gambar 3). Fauna yang ada akan
menjauhi lampu dan diharapkan terjatuh dan terperangkap dalam gelas piala
yang berisi alkohol.
h. Proses tersebut dibiarkan selama 24 jam.
i. Setelah 24 jam, gelas piala yang telah berisi spesimen diamati di bawah
mikroskop.
j. Amati fauna yang didapat dengan menggunakan mikroskop dan identifikasi
karakter morfologi,serta cocokkan dengan kunci identifikasi fauna sehingga
jenis fauna diketahui.
k. Hitung populasi per jenis fauna per pitfall. Masukkan data fauna yang didapat
ke dalam Tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan populasi fauna tanah anesik dan endogeik pada SPL ...
Populasi dari corongbarlese
No. Jenis hewan
1 2
1
2
3
Dst
Sumber: Hasil Pengamatan
l. Tentukan Indek Diversitas berdasarkan rumus Indek Diversitas Shanon-Wiener.
6
m. Catat kondisi lingkungan di sekitar SPL, baik abiotik maupun biotik, yang dapat
digunakan sebagai data pendukung untuk pembahasan data aktual.
3. Metode Monolit Tanah
Tujuan: mempelajari keragaman cacing tanah anesik dan endogeik.
Langkah kerja:
a. Siapkan bahan dan alat yang diperlukan, seperti cangkul, nampan plastik,
ember plastik, kuas gambar, botol plastik untuk tempat spesimen cacing yang
berisi formalin 4%, label, kantong plastik, alat tulis.
b. Tentukan lokasi pembuatan monolit, berselang-seling dengan lokasi pitfall
trap (Gambar 1).
c. Mengukur ketebalan seresah
d. Buatlah monolit tanah pada beberapa SPL dengan ukuran 25 cm x 25 cm x
30 cm (Gambar 4).
a) Piknometer.
b) Thermometer.
c) Timbangan analitik.
d) Kawat pengaduk.
e) Corong kaca.
f) Tabel BJ.
g) Tissu.
2) Bahan
Bahan yang digunakan pada pengamatan Bobot Jenis yaitu:
a. Ctka Ø 2 mm.
8
b. Aquadest.
3) Cara Kerja
a) Mengambil piknometer kosong dan kering kemudian menimbang beserta
tutupnya (a gr).
b) Mengisi piknometer dengan aquades sampai penuh kemudian
menutupnya hingga ada aquades yang keluar dan mengeringkan
aquades yang menempel pada bagian luar piknometer dengan tissue dan
menimbangnya (b gr).
c) Mengukur suhu dengan thermometer dan menentukan BJnya dengan
melihat tabel BJ sesuai suhu yang diukur (BJ1).
d) Membuang air dan membersihkannya hingga kering kemudian mengisi
piknometer dengan tanah 5 gr dan memasang tutupnya serta
menimbangnya (c gr).
e) Mengisi piknometer yang telah ditimbang dengan aquades hingga
separuh volume.
f) Mengaduknya sampai tidak ada gelembung udara dan membiarkannya
semalam dalam keadaan piknometer tutup sumbatnya.
g) Membuang gelembungnya lalu mengisi piknometer dengan aquades
sampai penuh dan menimbangnya (d gr).
h) Mengukur suhu dengan thermometer dan memnentukan BJnya sesuai
tabel (BJ2).
c. Perhitungan Porositas
ACARA II
A. Pendahuluan
Ketersediaan unsur hara nitrogen dalam tanah adalah salah satu faktor pembatas
untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Bakteri penambat nitrogen
(BPN) memiliki kemampuan untuk memanfaatkan nitrogen udara menjadi tersedia
dalam tanah (Ristiati et al., 2008). Unsur hara fosfat juga merupakan unsur hara yang
esensial bagi tanaman dan memiliki peran penting dalam fotosintesis dan perkembagan
akar. Ketersediaan fosfat dalam tanah hanya sebesar 0,01% dari total P tanah.
Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi
tanaman, untuk meningkatkan fosfat yang tersedia bagi tanaman di dalam tanah
dibutuhkan bakteri pelarut fosfat (Taha et al., 1969). Unsur hara K merupakan unsur
hara luxury konsumtion artinya ketersediaan unsur hara ini berlebih di dalam tanah, tapi
tidak menutup kemungkinan adanya bakteri pelarut K.
Bakteri penambat nitrogen simbiotik meliputi : (a) Rhizobium - hidup dalam bintil
akar leguminosae dan (b) Anabaena azollae - hidup dalam daun Azolla pinnata.
Rhizobia adalah bakteri pemfiksasi nitrogen yang membentuk nodula akar dalam
tanaman legum. Mikroba tanah seperti bakteri Pseudomonas, Bacillus, Escherichia,
dan Xanthomonas, serta fungi Aspergillus, Penicillium, dan Culfularia dan golongan
Aktinomesetes seperti Streptomyces mempunyai kemampuan melarutkan fosfat-
anorganik tak larut dengan mensekresikan asam-asam organik (Subba-Rao, 1982).
Media spesifik untuk isolasi Bakteri Penambat N adalah YEMA (Yeast Extract Manitol
Agar).
Setiap mikroba pelarut fosfat (MPF) menghasilkan jenis dan jumlah asam organik
yang berbeda dan ada kemungkinan satu jenis MPF menghasilkan lebih dari satu jenis
asam organik (Adu-Tae, 2004). Kemampuan asam organik melarutkan fosfat menurun
dengan menurunnya konstanta stabilitas (log K) menurut urutan sebagai berikut: asam
sitrat > oksalat > tartat > malat > laktat > glukonat >asetat > format. Kalium merupakan
salah satu unsur hara makro ketiga setelah nitrogen dan fosfor. Sumber kalium yang
utama bagi tanaman berasal dari dalam tanah. Media selektif BPF yang biasa
digunakan untuk isolasi adalah media agar Pikovskaya. BPF yang tumbuh pada media
ini akan membentuk koloni yang di sekelilingnya terdapat daerah bening (zona bening).
Daerah bening ini terbentuk karena adanya pelarutan fosfat dari sumber fosfat sukar
larut yang ada dalam media oleh asam-asam organik yang dihasilkan koloni mikroba.
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan, warna, dan besar koloni serta luas daerah
bening berbeda-beda tergantung dari jenis BPF. Akan tetapi pada dasarnya semakin
luas dan semakin jernih pembentukan daerah bening, secara kualitatis menunjukkan
semakin tinggi kelarutan fosfat dalam media, sehingga koloni tersebut dapat
dipilih/diisolasi sebagai isolat/strain BPF yang mempunyai potensi untuk dapat
dikembangkan lebih lanjut. Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+ . K
merupakan unsur luxury consumption karena keberadaan K ditanah sangat berlimpah
berbanding terbalik dengan kebutuhan tanaman terhadap K. Meskipun K merupakan
elemen berlimpah di tanah, hanya 1 hingga 2% dari elemen ini tersedia untuk tanaman
(Sparks dan Huang, 1985). Sisanya terikat dengan mineral lain menyebabkan mineral K
tidak tersedia untuk tanaman. K dalam tanah dapat berupa K tersedia dan tidak
Tersedia. Pada jenis tanah tertentu, 90 hingga 98% elemen K tidak tersedia untuk
serapan tanaman (Sparks dan Huang,1985).Media spesifik untuk isolasi Bakteri Pelarut
K adalah Aleksandrov.
Populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi terdiri dari
campuran berbagai macam sel. Populasi bakteri di laboratorium dapat diisolasi menjadi
kultur murni yang terdiri dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat dan
kemampuan biokimiawinya. Isolasi merupakan cara untuk memisahkan atau
memindahkan mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni
atau biakan murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari
pembelahan dari satu sel tunggal. Pekerjaan memindahkan mikroba dari medium yang
lama ke medium yang baru harus dilakukan secara teliti. Terlebih dahulu harus
diusahakan agar semua alat-alat yang ada sangkut pautnya dengan medium dan
pekerjaan inokulasi itu benar-benar steril. Hal ini untuk menghindari kontaminasi, yaitu
masuknya mikroba yang tidak diinginkan. Sebelum melakukan isolasi terlebih dahulu
dilakukan pengambilan sampel. Prosedur dalam pengambilan sampel tanah jika
mikroorganisme yang diinginkan kemungkinan berada di dalam tanah, maka cara
pengambilannya disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan. 1dari sekitar perakaran
dekat permukaan hingga ujung perakaran.
Bakteri adalah mikrooganisme prokariot bersel tunggal yang hanya dapat dilihat
morfologinya dengan bantuan mikroskop. Berdasarkan penampakan morfologinya,
bakteri dikelompokkan ke dalam bentuk : batang (bacillus), koma (vibrio), per (spiral).
Ekologinya sangat luas hampir bisa diketemukan di lingkungan manapun termasuk air,
tanah, aerob-anaerob, air mendidih, kawah gunung berapi, dasar laut, dan bahkan di
dalam tubuh. Bakteri ini telah ada jauh sebelum manusia ada, kurang lebih 3,5 milyar
tahun yang lalu. Fungi adalah jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal,
multiseluler atau uniseluler. Sel-sel fungi tidak berklorofil, dinding sel tersusun dari
khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan. Fungi bersifat hemoorganoheterotrof karena
memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik. Fungi memerlukan oksigen untuk
hidupnya (bersifat aerobik). Habitat (tempat hidup) fungi terdapat pada air dan tanah.
Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit pada
tanaman, hewan dan manusia.
Isolasi mikrobiota yang dilakukan dalam praktikum ini adalah dengan cara
pengenceran (dilution), yakni teknik pengenceran bertingkat. Tujuan dari pengenceran
bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam
cairan. Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada
perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Digunakan perbandingan 1:9 untuk sampel
dan pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya
mengandung 1:10 sel mikroorganisme dari pengenceran sebelumnya.
10 gr
90 ml 9 ml 9 ml 9 ml 9 ml 9 ml 9 ml
-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7
10 10 10 10 10 10 10
0,1 ml
10-7
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri pelarut P.
2. Mahasiswa dapat mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri penambat N.
3. Mahasiswa dapat mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri pelarut K.
4. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh pemberian inokulan BPN, BPF, dan BPK
terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah.
C. Metode Praktikum
1. Pembuatan Inokulan BPN, BPF dan BPK
Alat dan Bahan:
a.Petridish
b.Mikropipet
c. Lampu Bunsen
d.Korek api
e.Tabung reaksi
f. Jarum ose
g.Tanah rhizosfer kacang
h.Tanah rhizosfer jagung
i. Tanah rizhosfer padi
j. Tanah rizhosfer sawit
k. Tanah rizhosfer Karet
l. Tanah rizhosfer coklat
2 Jhonson Jumlah :
Ukuran :
Bentuk :
Elevasi :
Permukaan :
Opasitas :
Chromogenesis :
3 Aleksandrof Jumlah :
Ukuran :
Bentuk :
Elevasi :
Permukaan :
Opasitas :
Chromogenesis :
4 Pikoskaya Jumlah :
Ukuran :
Bentuk :
Elevasi :
Permukaan :
Opasitas :
Chromogenesis :
Tabel 2.2 Hasil Akhir isolasi
2 Jhonson Jumlah :
Ukuran :
Bentuk :
Elevasi :
Permukaan :
Opasitas :
Chromogenesis :
3 Aleksandrof Jumlah :
Ukuran :
Bentuk :
Elevasi :
Permukaan :
Opasitas :
Chromogenesis :
4 Pikoskaya Jumlah :
Ukuran :
Bentuk :
Elevasi :
Permukaan :
Opasitas :
Chromogenesis :
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
Farid Agung Jevin Ferli
Laras Fisti Okta Pertiwi
Nur Aisyah Nesia Rinta F Aprillia
Agustin Darasalsa Febridita Dita R
Rani R Sherly Ramadhina Pinasti
Brigita
Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8
Hafidzh Zidane Agan Meilissar
Nur Roma Fegi Friscillia Adin
Athira Intan Kunti Dita P
Dena Fajri Y Dardin Silvia
Resya Sindi Safira Yulia R
galuh 2, 4, 10
dimas 5,7,
Suko 9, 11
isna 6,8
wisnu 1, 3, 12
ker
NO KRITERIA PORSI
5 RESPONSI 30%