Anda di halaman 1dari 10

Hubungan Perilaku Makan dan Early Childhood Caries (ECC) pada Anak

Abstrak
Latar Belakang: Proses makan pada anak bukan hanya untuk memenuhi rasa lapar tetapi
juga untuk memenuhi kebuhuhan nutrisi dalam tumbuh kembang anak. Gangguan makan
dapat menyebabkan gangguan kesehatan anak, termasuk kesehatan gigi dan mulut. Kesehatan
gigi dan mulut yang buruk pada anak dapat mempengaruhi kepercayaan diri, kemampuan
mengunyah, dan pemenuhan nutrisi. Saat ini, Early Childhood Caries (ECC) merupakan
penyakit jaringan keras pada gigi sulung yang paling banyak diderita anak. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku makan dan ECC pada anak.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross
sectional.Pengambilan sampel dilakukan purposive sampling dengan jumlah sampel
sebanyak 165 orang berusia 3-5 tahun beserta ibunya. Children Eating Behaviour
Qutionnaire (CEBQ) digunakan untuk mengukur 8 gaya makan anak. ECC diukur dengan
index def-t. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil: Prevalensi ECC adalah 47,9%
Terdapat hubungan bermakna antara Food Responsiveness (p-value 0,001; OR = 3.235 ; 95%
CI 1,648-6,341) , Food Fussiness (p-value 0,010; OR = 2,380; 95% CI 1,273-4,450) dan
Enjoyment of Food (p-value 0,005; OR = 0,377; 95% CI 0,198-0,72) dengan kejadian ECC.
Namun, Emotional over Eating, Desire to Drink, Satiety Responsiveness, Emotional under
Eating, dan Slowness in Eating tidak berhubungan dengan kejadian ECC. Kesimpulan:
Perilaku makan anak berkontribusi dalam kejadian ECC.
Kata Kunci: perilaku makan, Early Childhood Caries (ECC), CEBQ

Abstract
Background: Eating process of children is not only to fulfill their satiation but also to
sufficient their nutrition needs. Eating problems could interrupt their health, including oral
and dental health. Poor Oral and dental health could effect their confidence, chewing ability,
and nutrition supply. Early Childhood Caries (ECC) is the most common dental disease
among children. ECC is dental disease that affects hard tissue of primary dentitions. Aim:
the aim of this study is to understand the association between eating behaviour and ECC in
children. Method: design of this study is observational with cross-sectional design. Sampling
was conducted with purposive sampling and total sample is 165 children between 3-5 years
old with their mothers. Children Eating Behaviour Questionnaire (CEBQ) is used to measure
8 eating style of children. ECC was measured by def-t index. Data analysis using chi-square
test. Result: ECC prevalence is 47,9%. This study found that Food Responsiveness (p-value
0,001; OR = 3.235 ; 95% CI 1,648-6,341) , Food Fussiness (p-value 0,010; OR = 2,380;
95% CI 1,273-4,450) and Enjoyment of Food s (p-value 0,005; OR = 0,377; 95% CI 0,198-
0,72) were significantly associated with ECC. Otherwise, Emotional over Eating, Desire to
Drink, Satiety Responsiveness, Emotional under Eating, and Slowness in Eating were not
associated with ECC. Conclusion: Eating behaviour contribute on development of ECC.
Keywords : eating behavior, Early Childhood Caries (ECC), CEBQ

Pendahuluan
Kesehatan gigi dan mulut pada anak merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Kesehatan gigi dan mulut yang buruk pada anak dapat mempengaruhi kepercayaan diri,
kemampuan mengunyah, pemenuhan nutrisi dan kesehatan umum anak. Salah satu penyakit
gigi dan mulut yang paling banyak diderita anak adalah karies gigi (Moynihan dan Petersen,
2004).
Early Childhood Caries (ECC) adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai
dengan adanya satu atau lebih permukaan gigi sulung yang rusak, hilang, atau direstorasi.
Proses karies yang terus berlanjut dapat menyebabkan rasa nyeri, tanggalnya gigi, dan infeksi
(Anil dan Anand, 2017). Pada usia 3-5 tahun merupakan puncak terjadinya ECC.
Berdasarkan data WHO, sebesar 60-90% anak usia sekolah di dunia memiliki karies gigi
(Listl et al., 2015). Prevalensi karies gigi anak di Indonesia mencapai 90% (Riskesdas, 2018).
Prevalensi karies gigi anak di Palembang sebesar 92,43%. Pengukuran tingkat keparahan
karies gigi anak dapat diukur menggunakan indeks DEF-T (Putri et al., 2019).
Perilaku makan merupakan istilah yang menjelaskan mengenai tindakan seseorang
dalam memilih makanan dan alasan makan, kebiasaan saat makan, asupan makanan, dan
masalah yang berhubungan dengan makan misalnya obesitas, gangguan makan dan gangguan
proses pemberian makan (LaCaille, 2013). Perilaku makan dapat menjelaskan tentang
bagaimana, berapa banyak dan apa yang harus dimakan (Njardvik et al., 2018).
Instrumen penilaian yang paling komperhensif untuk perilaku makan pada anak-anak
adalah Children Eating Behaviour Questionnaire (CEBQ). Kuesioner ini terdiri dari 35 item
pertanyaan yang ditujukan kepada orang tua mengenai perilaku makan anaknya. CEBQ
terdiri 8 subskala, yaitu 4 skala mengarah pada perilaku positif terdap makan dan 4 subskala
mengarah ke perilaku negatif terhadap makan. Empat subskala yang mengarah ke perilaku
posisi terhdap makan, diantaranya Food Responsiveness (FR), Emotional Over Eating (EOE),
Enjoyment of Food (EF), Desire to Drink (DD), sedangkan 4 subkala yang menharah ke
perilaku negative terhadap makan, diantaranya Satiety Responsiveness (SR), Slowness in
Eating (SE), Emotional Under Eating (EUE), dan Food Fussiness (FF) (Wardle et al., 2001).
Anandakrishna et al. (2014) melaporkan bahwa terdapat hubungan perilaku makan
dengan terjadinya karies gigi anak. Status karies gigi anak ditemukan lebih tinggi pada anak-
anak yang cenderung mengemut makanan di mulut mereka setiap saat, anak yang makan
berlebihan dan yang makan lebih banyak ketika sedang tidak ada aktifitas. Penelitian lainnya
melaporkan bahwa karies gigi anak dipengaruhi oleh Food Responsiveness, emosional over
eating, Satiety Responsiveness, Slowness in Eating, Food Fussiness, dan Desire to Drink
(Nembhwani et al., 2019). Penelitian mengenai perilaku makan anak dan hubungannya
dengan kejadian karies masih terbatas. Perbedaan budaya dan jenis makanan yang tersedia di
lingkungan dapat menyebabkan terjadi perbedaan status karies berdasarkan perilaku makan
Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti hubungan perilaku makan dan Early Childhood Caries
(ECC) pada anak.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional dengan desain cross
sectional. Penelitian di lakukan di Kota Palembang pada bulan Oktober tahun 2020.
Pengambilan sampel pada penelitian dilakukan dengan purposive sampling yang berjumlah
165 anak berusia 3-5 tahun. Data penelitian diambil melalui dua tahap, yaitu dengan
pengukuran perilaku makan anak dan pengukuran tingkat keoaran karies. Intrumen yang
digunakan dalam pengukuran perilaku makan anak adalah Children Eating Behavior
Questionnaire (CEBQ). CEBQ didesain untuk mengetahui 8 aspek gaya makan anak yang
dinilai oleh Ibu atau pengasu. Pada kuesioner tersebut terdapat 35 pernyataan CEBQ dibagi
menjadi 8 subskala, diantaranya subskala Food Responsiveness (FR), Emotional Over-eating
(EO), Enjoyment of Food (EF), Desire to Drink (DD), Satiety Responsiveness (SR), Slowness
in Eating (SE), Emotional Under-Eating (EUE), dan Food Fussiness (FF) (Wardle et al. ,
2001).
Pengukuran tingkat keparahan karies menggunakan indeks DEF-T. Indeks DEF-T
dengan kategori D (Decayed) untuk jumlah gigi sulung yang rusak karena karies dan masih
dapat ditambal, E (Extracted) untuk jumlah gigi sulung yang telah atau harus dicabut karena
karies, dan F (Filled) untuk jumlah gigi sulung yang telah ditumpat atau direstorasi secara
permanen (Hiremaht, 2011).
Analisis data dilakukan dengan analisis univariat untuk mendiskripsikan distribusi
frekuensi perilaku makan anak dan kejadian ECC. Kemudian, analasis bivariat dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara perilaku makan dan kejadian ECC pada anak. Analisis
yang digunakan adalah uji statistik chi-square menggunakan program pengolahan data
statistik SPSS versi 20. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.

Hasil
Jumlah responden dalam peneltian ini 165 orang yang terdiri dari laki-laki berjumlah
80 orang (48,5%) dan perempuasan berjumlah 85 orang (51,5%). Responden yang berusia 5
tahun berjumlah 148 orang (89,7%) dan responden yang berusia 3-4 tahun berjumlah 17
orang (10,3%).
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Demografi Responden
Variabel Frekuensi (N)) Persentase (%)
Jenis Kelamin
- Laki-laki 80 48,5
- Perempuan 85 51,5
Usia
- 5 tahun 148 89,7
- 3-4 tahun 17 10,3

Berdasarkan CEBQ didapatkan hasil anak memiliki Food Responsiveness pada


kategori tinggi sebesar 105 orang (63,6%) dan rendah sebesar 60 orang (36,4%). Emotional
Over Eating pada anak dengan kategori tinggi sebanyak 48 anak (29,1%), sedangkan rendah
sebanyak 117 anak (70,9%). Enjoyment of Food pada anak dengan kategori tinggi sebanyak
107 orang (64,8%) dan rendah sebanyak 58 orang (35,3%). Anak dengan kategori Desire to
Drink tinggi berjumlah 92 orang (55,8%) dan rendah berjumlah 73 orang (44,2%). Satiety
Responsiveness pada anak diketahui dalam kategori tinggi sebesar 102 orang (61,8%) dan
rendah 63 orang (38,2%). Slowness in Eating diketahui dengan tinggi sebanyak 110 anak
(66,7%) dan rendah sebanyak 55 anak (33,3%). Emotional under Eating dengan kategori
tinggi sebesar 102 orang (61,8%) dan rendah 53 orang (38,2%). Food Fussiness pada anak
dengan kategori tinggi berjumlah 84 orang (50,9%) dan rendah berjumlah 81 orang (49,1%).
Variabel Early Childhood Caries (ECC) pada anak diukur menggunakan index def-t. ECC
dengan kategori tinggi berjumlah 79 orang (47,9%) dan kategori rendah berjumlah 86
(52,1%).
Tabel 2. Distribusi Perilaku Makan dan ECC Responden
Variabel Frekuensi (N) Persentase (%)
Food Responsiveness (FR)
- Tinggi 105 63,6
- Rendah 60 36,4
Emotional Over Eating (EOE)
- Tinggi 48 29,1
- Rendah 117 70,9
Enjoyment of Food (EF)
- Tinggi 107 64,8
- Rendah 58 35,2
Desire to Drink (DD)
- Tinggi 92 55,8
- Rendah 73 44,2
Satiety Responsiveness (SR)
- Tinggi 102 61,8
- Rendah 63 38,2
Slowness in Eating (SE)
- Tinggi 110 66,7
- Rendah 55 33,3
Emotional Under Eating (EUE)
- Tinggi 102 61,8
- Rendah 53 38,2
Food Fussiness (FF)
- Tinggi 84 50,9
- Rendah 81 49,1
Early Childhood Caries (ECC)
- Tinggi 79 47,9
- Rendah 86 52,1

Berdasarkan uji statistic dengan alpha 5% diketahui terdapat 3 variabel yang memilki
hbungan bermakna denga ECC pada anak, diantarannya Food Respondsiveness (p=0,001),
Enjoyment for Food (p= 0,005), dan Food Fussiness (p=0,010). Emotional over eating,
Desire to Drink, Satiety Responsiveness, Slowness in Eating, dan Emotional under Eating
diketahui tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian ECC pada anak.

Tabel 3. Hubungan perilaku makan dan kejadian ECC


Early Childhood Caries OR
No Variabel Jumlah P Value
Tinggi Rendah 95 % CI
n % n % N %
Food
1
Responsiveness
Tinggi 61 58,1 44 41,9 105 100 3.235
0,001*
Rendah 18 30 42 70 60 100 (1,648-6,341
Emotional Over
2
Eating
Tinggi 50 46,7 57 53,3 107 100 0,877
0,812
Rendah 29 50 29 50 58 100 (0,463-1,663)
3 Enjoyment of Food
Tinggi 39 38,6 62 61,4 101 100 0,377
0,005*
Rendah 40 62,5 24 37,5 64 100 (0,198-0,72)
4 Desire to Drink
Tinggi 44 47,8 48 52,2 92 100 0,995
1,000
Rendah 35 47,9 38 52,1 73 100 (0,538-1,841)
Satiety
5
Responsiveness
Tinggi 45 44,1 57 55,9 102 100 0,673
0,285
Rendah 34 54 29 46 63 100 (0,358-1,266)
6 Slowness in Eating
Tinggi 56 52,7 54 47,3 110 100 1,443
0,349
Rendah 23 41,8 32 58,3 55 100 (0,751-2,773)
Emotional Under
7
Eating
Tinggi 61 58,1 44 41,9 105 100 0,673
0,285
Rendah 18 30 42 70 60 100 (0,358-1,266)
8 Food Fussiness
Tinggi 49 58,3 35 41,7 84 100 2,380
0,010*
Rendah 30 37,0 51 63,0 81 100 (1,273-4,450)

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa kejadian ECC lebih banyak terjadi
pada anak dengan Food Responsiveness tinggi (58,1%) dan terdapat hubungan bermakna
antara Food Responsiveness dan kejadin ECC pada anak (p-value=0,001). Anak dengan
Food Responsiveness tinggi akan berisiko 3,2 kali lebih besar risiko untuk mengalami ECC
dibandingkan dengan anak dengan Food Responsiveness rendah. Hal ini sejalan dengan
penelitian Ganesh et al.(2019) yang melaporkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
Food Responsiveness dan ECC (p-value=0,042), 51% anak yang memiliki Food
Responsiveness tinggi mengalami ECC. Food Responsiveness berhubungan dengan frekuensi
makan anak. Jika FR tinggi, maka frekuensi makan anak semakin sering. Peningkatan Food
Responsiveness menyebabkan peningkatan paparan makanan dalam mulut sehingga memicu
peningkatan demineralisasi (Anandakrishna, 2014).
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 107 anak dengan Emotional Over Eating
tinggi, sebanyak 50 anak dengan ECC tinggi dan 57 anak dengan ECC rendah. Berdasarkan
uji statistic dengan alpha 5% didapatkan p-value= 0,812, artinya tidak terdapat hubungan
bermakna antara Emotional Over Eating dengan ECC pada anak. Namun, hasil penelitian ini
bertentangan dengan hasil penelitian Nembwhani et al. (2020) yang melaporkan terjadi
peningkatan kejadian ECC seiring dengan peningkatan Emotional Over Eating secara
signifikan (p-value = 0,18). Emotional Over Eating didefinisikan sebagai peningkatan nafsu
makan anak saat menghadapi emosi negative (cemas, sedih, takut, khawatir). Berdasarkan
hasil wawancara, didapatkan informasi bahwa anak akan lebih sering makan saat mereka
merasa bosan atau tidak ada aktivitas yang dilakukan. Hal ini menyebabkan peningkatan
frekuensi makan sehingga meningkatkan risiko karies gigi pada anak (Anandakrishna et al.,
2014).
Food Fussiness (FF) didefinsikan sebagai penolakan anak terhadap makanan dalam
jumlah besar atau jenis makanan tertentu, khususnya makanan baru yang tidak familiar bagi
anak Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa kejadian ECC lebih banyak terjadi
pada anak dengan Food Fussiness tinggi (58,3%) dan terdapat hubungan bermakna antara
Food Fussiness dan kejadian ECC pada anak (p-value=0,010). Anak dengan Food Fussiness
tinggi akan berisiko 2,4 kali lebih besar risiko untuk mengalami ECC dibandingkan dengan
anak dengan Food Fussiness rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan
Nembhwani et al. (2020) yang melaukan studi case control terhadap 440 anak untuk
mengetahui hubungan antara proses gangguan makan dan ECC. Penelitian ini melaporkan
bahwa ECC dan Food Fussiness memiliki hubungan signifikan (p-value = 0,001)
(Nembhwani, 2021). Penolakan anak terhadap makanan tertentu khususnya makanan sehat
dapat menyebabkan defisiensi nutrisi yang baik untuk kesehatan gigi dan mulut. Defisiensi
Vitamin D dan kalisium menyebabkan hipo mineralisasi pada enamel yang mengakibatkan
gigi rentan terjadi karies (Feldens, 2019).
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 92 anak dengan Desire to Drink tinggi,
diantaranya 47,8% anak dengan ECC tinggi dan 52,2% dengan ECC rendah. Hasil uji statistic
dengan alfa 5% didapatkan p-value = 1,000, artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara
Desire to Drink dengan kejadian ECC pada anak. Namun, hasil penelitian ini berbeda dari
hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Nembwani et al. (2021) menunjukkan nilai def-t
meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi minuman manis. Minuman dengan
tambahan gula seperti minuman berkarbonasi dan minuman dengan pemanis memiliki efek
merusak pada gigi dibandingkan jus buah murni dan susu.
Pada penelitian ini menunjukkan terdapat 102 responden memiliki Satiety
Responsiveness tinggi, dimana 44,1% memiliki ECC tinggi dan 55,9% memiliki ECC rendah.
Berdasarkan analisis uji statistik dengan alpha 5% didapatkan p-value = 0,285, artinya tidak
terdapat hubungan bermakna antar Satiey Responsiveness dan ECC. Hal serupa dilaporkan
oleh Nembwani et al. (2019) yang melakukan penelitian pada anak dengan usia 3-6 tahun.
Satiety Responsivness merupakan respon anak terhadap rasa kenyang yang didefinisikan
sebagai kemampuan anak dalam meregulasi jumlah makanan yang dikonsumsi berdasarkan
tingkat kekenyangannya. Satiety Responsivness berubungan dengan jumlah atau porsi
makanan tiap makan. Anak dengan SR rendah akan mengonsumsi lebih banyak energi tiap
makan. Penelitian Banerjee et al. menunjukkan 79% responden anak-anak memiliki Satiety
Responsivness tinggi dan ditemukan hubungan bermakna antara Satiety Responsivness dan
ECC (p-value = 0,036). Hal ini dijelaskan oleh Anandakrishna et al.(2014) akibat dari
sebagian besar anak-anak tidak memakan makanan dalam porsi yang tepat (lebih sedikit dari
seharusnya) sehingga anak akan makan makanan ringan (snack) diantar waktu jam makan.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan ekposur glukosa terhadap permukaan gigi
(Anandakrishna. 2014).
Hasil penelitian ini menunjukkan anak dengan tingkat Slowness in Eating tinggi
adalah sebanyak 110 responden dengan 52% responden dengan ECC tinggi dan 47,3%
responden dengan ECC rendah. Berdasrkan analisis statistic dengan nilai alpha 5%
didapatkan p-value = 0,349, artinnya tidak terdapat hubungan bermakna antara Slowness in
Eating dan kejadian ECC pada anak. Penilitian Nembwani 2020 menujukkan hal serupa,
yaitu tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Slowness in Eating dan ECC. Penelitian
Nembhwani et al.(2019) melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifkan dalam
Slowness in Eating pada anak dengan ECC atau tanpa ECC. Slowness in eating
dikarakteritiskan dengan pengurangan minat makan anak sebagai konsekuesi dari
berkurangnya kenikmatan dan minat anak terhadap makanan. Slowness ini eating biasanya
terjadi pada saat anak makan makanan yang mereka tidak suka. Slowness in Eating ditandai
dengan anak yang menyimpan makanan dalam mulutnya dan tidak langsung mengunyah
makanan tersebut (pouching). Pouching menyebabkan gigi mengalami eksposur terhadap
makanan untuk waktu tertentu. Hal tersebut menyebabkan peningkatan risiko karies pada
anak.
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat 102 anak dengan Emotional Under Eating
tinggi, sebanyak 45 anak dengan ECC tinggi dan 57 anak dengan ECC rendah. Berdasarkan
uji statistic dengan alpha 5% didapatkan p-value= 0,285 artinya tidak terdapat hubungan
bermakna antara Emotional Under Eating dengan ECC pada anak. EUE didefiniskan
penurunan nafsu makan anak sebagi respon terhadap emosi negatif, misalnya sedih, marah,
takut atau khawatir. Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian Nembwani et al.(2021)
yang melakukan penelitian case control pada 440 anak di India. Penelelitian tersebut
melaporkan peningkatan def-t terjadi seiring peningkatan Emotional Under Eating.

Kesimpulan
Perilaku makan berkontribusi terhadap kejadian ECC pada anak. Berdasarkan
pengukuran perilaku makan dengan CEBQ, dapat diketahui faktor yang mempengaruhi
kejadian ECC pada anak diantaranya Food Responsivness, Food Fussiness dan Enjoyment of
Food. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk menyusun kebijakan
terkait promotif dan preventif karies gigi pada anak.

Ucapan Terima Kasih


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dan
berpartisipasi dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka

Anandakrishna, L., Bhargav, N., Hegde, A., Chandra, P., Gaviappa, D., & Shetty, A. K.
(2014). Problematic eating and its association with Early Childhood Caries among 46-71-
month-old children using Children's Eating Behavior Questionnaire (CEBQ): A cross
sectional study. Indian Journal of Dental Research, 25(5), 602.

Nembhwani, H., & Winnier, J. (2019). AsNembhwani, H., & Winnier, J. (2019). Assessment
of Problematic Eating Behaviour and Dental Caries in Children. Balkan Journal of
Dental Medicine, 23(2).

Nembhwani H V., Winnier J. Impact of problematic eating behaviour and parental feeding
styles on early childhood caries. Int J Paediatr Dent. 2020;30(5).
doi:10.1111/ipd.12628

Anda mungkin juga menyukai