Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA Ny. A DENGAN KASUS ASMA

Oleh :
INDASAH (201801051)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

2020/2021

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ini disusun untuk
memenuhi tugas Praktik Klinik I Semester VI (enam) Prodi S1 Keperawatan STIKES Karya
Husada Kediri.
Nama : Indasah

NIM : 201801051

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Ny. A
dengan Kasus Asma

Mengetahui,

Supervisor 1 Mahasiswa

M. Taukhid, S.Kep.Ns., M.Kep Indasah

(NIDN. 0712028801) (NIM. 201801051)

LEMBAR PENILAIAN PRAKTIK KLINIK


Nama Mahasiswa : Indasah
NIM : 201801051
Periode Praktik : Keperawatan Gawat Darurat
Tanggal : 3 Mei 2021
Judul Askep : ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA Ny. A
dengan Kasus ASMA
No Elemen Nilai Total Nilai TTD Preceptor
(0-100) 𝟏+𝟐+𝟑

𝟑
1. Laporan Pendahuluan (LP)

2. Asuhan Keperawatan
(…………………….….)
M. Taukhid, M.Kep
3. Responsi

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi


Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan respirasi
dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa tubuh
mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan
karbondioksida (Peate and Nair, 2011).
Gambar. Anatomi Sistem Respirasi

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.
Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem
pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).

1. Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan
hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian
eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
a. Menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk.
b. Mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau).
c. Modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.

Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar
pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga mulut);
rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and
Derrickson, 2014).

2. Faring
Faring atau tenggorokan adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13
cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa.
Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila
otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah
sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk
suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap
benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014).
3. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian
berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform,
dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan
ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya)
untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah
tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi
pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan
minuman agar melewati esofagus (Peate and Nair, 2011).
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong
keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan
bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk, memaksa partikel
besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair, 2011).
5. Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam
masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan
semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang
terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK
sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis
kronis.
6. Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua
paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi
jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang
disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks
sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura
terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua
pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas.
Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain,
seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).
Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.
Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian
akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil
tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010).
Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan
sel epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding
alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada
diantara sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas.
Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang
mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini
mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab
dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran
kompleks fosfolipid dan lipoprotein.
Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara dan darah terjadi
secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk
membran respiratori (Tortora dan Derrickson, 2014). Respirasi mencakup dua
proses yang berbeda namun tetap berhubungan yaitu respirasi seluler dan respirasi
eksternal. Respirasi seluler mengacu pada proses metabolism intraseluler yang
terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah serangkaian proses yang terjadi
saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan selsel
tubuh (Sherwood, 2014). Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini
yaitu:
1. Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru.
2. Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi darah
dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru.
3. Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru ke
jaringan tubuh atau sebaliknya.
4. Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011).

Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Diantaranya itu
perubahan tekanan intrapulmonar, tekanan intrapleural, dan perubahan volume paru.
Keluar masuknya udara pernapasan terjadi melalui 2 proses mekanik, yaitu :

1) Inspirasi : proses aktif dengan kontraksi otot-otot inspirasi untuk menaikkan


volume intratoraks, paru-paru ditarik dengan posisi yang lebih mengembang,
tekanan dalam saluran pernapasan menjadi negatif dan udara mengalir ke dalam
paru-paru.
2) Ekspirasi : proses pasif dimana elastisitas paru (elastic recoil) menarik dada
kembali ke posisi ekspirasi, tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang,
tekanan dalam saluran pernapasan menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir
keluar dari paru-paru, dalam hal ini otot-otot pernapasan berperan
( Sherwood,2012).

Adapun fungsi dari sistem pernapasan, yaitu :

1. Menyediakan area yang memadai untuk pertukaran gas antara udara dan sirkulasi
darah
2. Transport udara dari dan ke pertukaran permukaan di paru-paru
3. Melindungi permukaan pernafasan dari dehidrasi, perubahan suhu, dan
4. variasi lingkungan lainnya;
5. Mempertahankan sistem pernapasan, dan jaringan lain dari invasi oleh pathogen
mikroorganisme
6. Memproduksi suara yang terlibat dalam berbicara, bernyanyi, atau komunikasi
non verbal

7. Membantu dalam regulasi volume darah, tekanan darah, dan control pH cairan
tubuh (Martini et al 2012).
B. Definisi
Asma merupakan suatu penyakit dengan adanya penyempitan saluran pernapasan
yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus
berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi, hipersekresi mukus, edema dinding
saluran pernapasan dan inflamasi yang disebabkan oleh berbagai macam rangsangan
(Alsagaff, 2017).
Asma merupakan suatu kelainan berupa peradangan kronik pada saluran nafas yang
menyebabkan penyempitan saluran nafas (hiperaktifitas bronkus) sehingga menyebabkan
gejala berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama pada
malam hari atau dini hari (Kemenkes RI, 2017).
Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan napas akibat adanya
inflamasi dan pembengkakan dinding dalam saluran napas sehingga menjadi sangat
sensitif terhadap masuknya benda asing yang menimbulkan reaksi berlebihan. Akibatnya
saluran nafas menyempit dan jumlah udara yang masuk dalam paru-paru berkurang. Hal
ini menyebabkan timbulnya napas berbunyi (wheezing), batuk-batuk, dada sesak, dan
gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari (Soedarto. 2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa asma merupakan penyumbatan atau peradangan pada
saluran pernafasan yang berlangsung secara kronis, yang ditandai dengan adanya batuk,
mengi atau wheezing terutama pada malam hari.

C. Etiologi
Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita asma belum
diketahui mekanismenya secara jelas (Soedarto, 2012). Terdapat berbagai keadaan yang
memicu terjadinya serangan asma, diantara lain: a. Faktor Infeksi

Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus Influenza


merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan (Nurarif & Kusuma, 2015). Adapun
faktor infeksi lainnya bisa berasal dari bakteri (pertussis dan streptoccus), jamur
(aspergilus) dan parasit (arcaris).
b. Faktor non Infeksi
1. Kegiatan fisik (exercise)
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila sedang
bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma.
2. Kontak dengan alergen dan iritan
a) Allergen
Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang ada di sekitar penderita
asma seperti misalnya kulit, rambut, dan sayap hewan. Selain itu debu rumah
yang mengandung tungau debu rumah (house dust mites) juga dapat
menyebabkan alergi. Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi
pemicu timbulnya alergi bagi penderita asma. Bagian dari tumbuhan seperti
tepung sari dan ilalang serta jamur (nold) juga dapat bertindak sebagai
allergen.
b) Iritan
Iritan atau iritasi pada penderita asma dapat disebabkan oleh berbagai hal
seperti asap rokok, polusi udara. Faktor lingkungan seperti udara dingin atau
perubahan cuaca juga dapat menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang menyengat
dari cat atau masakan dapat menjadi penyebab iritasi. Selain itu, ekspresi
emosi yang berlebihan (menangis, tertawa) dan stress juga dapat memicu
iritasi pada penderita asma.
c) Penyebab lainnya
Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma yaitu:
1) Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)
2) Sulfite (buah kering wine)
3) Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa terbakar
pada lambung (pyrosis, heart burn) yang memperberat gejala serangan
asma terutama yang terjadi pada malam hari.
4) Bahan kimia dan debu di tempat kerja
Tempat kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien
asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, pabrik cat, pabrik
bahan-bahan kimia, dll.
5) Psikis
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain
itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres
harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya. (Wahid &
Suprapto, 2013).
D. Klasifikasi
Menurut Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015, klasifikasi dari asma dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Asma Bronkial
Penderita asma bronkial, hiperaktif dan hipersensitif terhadap rangsangan dari luar,
seperti asap kendaraan, bulu binatang, debu dalam rumah, dan bahan lain yang
menyebabkan alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak sehingga serangannya
bisa datang secara tiba – tiba. Jika tidak segera mendapatkan pertolongan, kematian
bisa terjadi pada penderita tersebut. Gejala pada asma bronkial bisa terjadi adanya
radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan. Penyempitan ini akibat
dari berkerutnya otot saluran pernafasan, pembengkakan saluran lendir, dan
pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
2. Asma Kardial
Asma yang ditimbulkan akibat adanya kelainan jantung. Gejala yang dialami
penderita asma kardial biasanya adanya sesak nafas yang hebat dan terjadi pada
malam hari.

Pada panduan dari National Asthma Education and Prevenion Program (NAEPP),
klasifikasi tingkat keparahan asma dibedakan pada 3 kategori umur, yaitu umur 0 – 4
tahun, umur 5 – 11 tahun, dan umur > 12 tahun – dewasa. Perbedaannya sebagai berikut
(Masriadi, 2016) :

a) Kategori umur 0 – 4 tahun


Fungsi paru tidak menjadi parameter gangguan. Karena anak di bawah usia 4 tahun
masih sulit dilakukan uji fungsi paru. Pada kategori usia ini dikatakan asma persisten
jika dalam 6 bulan terjadi ≥ 2 serangan dan membutuhkan steroid oral atau episode
mengi sebanyak ≥ 4 episode setahun, lamanya lebih dari sehari, memiliki faktor
resiko untuk asma persisten.
b) Kategori umur 5 – 11 tahun dan umur ≥ 12 tahun – dewasa, terdapat perbedaan yaitu
pada ukuran uji fungsi paru. Klasifikasi tingkat asma berdasarkan berat ringannya
gejala dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Serangan asma akut ringan :
a. Batuk kering maupun berdahak.
b. Mengi tidak ada atau mengi ringan (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%
c. Rasa berat pada dada.
d. Gangguan tidur pada malam hari karena batuk maupun sesak nafas.
2. Serangan asma akut sedang :
a. Batuk kering maupun berdahak.
b. Sesak dengan mengi agak nyaring.
c. APE antara 50 – 80%.
3. Serangan asma akut berat :
a. Tidak bisa berbaring.
b. Rasa yang sangat sesak pada dada.
c. Posisi ½ duduk agar bisa bernafas.
d. Sukar berbicara dan kalimat terputus – putus.
e. APE kurang dari 50%.
E. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang muncul pada penderita asma yaitu hipoventilasi,
dyspnea, wheezing, pusing-pusing, sakit kepala, nausea, peningkatan nafas pendek,
kecemasan, diaphoresis, nyeri dada dan kelelahan. Hiperventilasi adalah salah satu gejala
awal dari asma. Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai
wheezing (di apeks dan hilus). Gejala utama yang sering muncul adalah dipsnea, batuk
dan mengi. Mengi sering dianggap sebagai salah satu gejala yang harus ada bila serangan
asma muncul.
Sedangkan menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada
pasien asma antara lain :
1. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol, yaitu :
a. Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek.
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul.
c. Wheezing belum ada.
d. Belum ada kelainan bentuk thorak.
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE.
f. BGA belum patologis.

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan, yaitu :

a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum.


b. Wheezing.
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi.
d. Penurunan tekanan parsial O2.
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi.
b. Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan.
c. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan.
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest).
e. Thorak seperti barel chest.
f. Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus.
g. Sianosis.
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%.
i. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Ro paru.
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.
F. Patofisiologi
Faktor pencetus dari asma seperti faktor infeksi dan non infeksi. Faktor infeksi
meliputi virus, jamur, bakteri, dan parsit sedangkan faktor non infeksi meliputi alergi,
iritan, cuaca dll. Dari kedua faktor tersebut menimbulkan reaksi antigen dimana akan
terjadi hiperaktivitas pada bronkus. Reaksi hiperaktivitas merupakan kepekaan saluran
nafas terhadap berbagai rangsangan yang masuk ke dalam bronkus. Reaksi ini akan
memunculkan antibody IgE. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini
disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast
pada intestitial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, dimana antibody IgE yang
melekat pada sel mast akan menyebabkan sel ini berdegenerasi mengeluarkan berbagai
macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamine dan bradikinin.

Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran
napas dan terjadi kontraksi otot polos. Sekresi mucus yang meningkat akan
menyebabkan bronkospasme dengan ditandai adanya gejala batuk, RR meningkat dan
terdapat bunyi tambahan nafas yaitu wheezing, disini terjadi gangguan pada jalan nafas.
Pada kontraksi otot polos bronkus mengalami peningkatan sehingga menyebabkan
bronkospasme dimana saluran pernafasan akan menyempit menimbulkan sesak nafas,
ventilasi terganggu dan penggunaan otot bantu nafas sehingga menimbulkan masalah
pola nafas tidak efektif. Kemudian pada penyempitan saluran nafas terjadi obstruksi
yang menyebabkan penyebaran udara ke alveoli menurun sehingga terjadi kelemahan.
Akibat dari peningkatan mukus atau sekret yang menyebabkan bau mulut tak sedap
membuat seseorang kehilangan nafsu makan. Akibat suplay oksigen yang kurang
tersebut juga menyebabkan seseorang mengalami terjadi nyeri akut akibat sesak yang
menyebabkan nyeri pada dada. Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma,
besarnya hiperaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang
merupakan parameter objektif beratnya hiperaktivitas bronkus (Rengganis, 2012).
G. WOC
H. Pemeriksaan Laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium pada asma, yaitu :
1) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya :
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dan kristal eosinopil.
b. Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muscus plug.
2) Pemeriksaan darah
a. Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi hipoksemia,
hipercapnia, atau sianosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH.
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm3 yang menandakan
adanya infeksi.
d. Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu serangan dan
menurun pada saat bebas serangan asma.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan manifestasi
klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium (Sujono riyadi
& Sukarmin, 2011). Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah: a. Tes
Fungsi Paru
Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat diagnosis asma
adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler atau
nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma. Dalam spirometry akan mendeteksi: 1. Penurunan forced
expiratory volume (FEV)
2. Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
3. Kehilangan forced vital capacity (FVC)
4. Kehilangan inspiratory capacity (IC)
(Wahid & Suprapto, 2013)
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma
yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai
berikut:
1. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
2. Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah
3. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
4. Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
5. Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
c. Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif pada asma
secara spesifik.
d. Elektrokardiografi
1. Terjadi right axis deviation
2. Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock
3. Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau terjadi depresi
segmen ST negatif
e. Scanning paru : melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru (Wahid & Suprapto, 2013).
I. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma diantaranya (Kurniawan Adi
Utomo, 2015), yaitu : a. Pneumonia
Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru – paru
yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
b. Atelektasis
Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru – paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus).
c. Gagal nafas
Terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru – paru tidak
dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan terjadi pembentukan karbondioksida
dalam sel-sel tubuh.
d. Bronkhitis
Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru – paru
yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang – ulang dalam
upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
e. Fraktur iga
Adalah patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu sering bernafas secara
berlebihan pada obstruksi jalan nafas maupun gangguan ventilasi oksigen.
J. Penatalaksaan
Adapun penatalaksanaan primer dalam pengobatan saat terjadi serangan asma, yaitu :
1. Menghilangkan obstruksi/penyumbatan jalan nafas.
2. Mengenali dan menghindarkan faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
3. Memberi penerangan kepada penderita atau anggota keluarga dalam cara
pengobatan atau penanganan penyakit.

Adapun penatalaksanaan sekunder asma dapat dibagi menjadi menjadi 2 cara, yaitu :

a Pengobatan dengan obat-obatan :


1. Beta agonist (beta adregenik agent).
2. Methylxanlines (enphy bronkodilator).
3. Anti kolinergik (bronkodilator).
4. Kortekosteroid.
5. Mast cell inhibitor (inhalasi).
a. Tindakan yang spesifik
1. Pemberian oksigen.
2. Pemberian agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin
10 mg), inhalasi nebulezer dan pemberiannya dapat diulang setiap 30 - 60
menit.
3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB.
4. Kortekosteroid hidrokortison 100-200 mg, digunakan jika tidak ada respon
segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan yang
sangat berat.
K. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1) Pengkajian
Menurut Hidayat dkk (2012) , pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatn, kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari
pasien , untuk informasi yang diharapkan dari pasien. Pengkajian pada asuhan
keperawatan gawat darurat ini dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji
status ABCDE dari klien. a. Data Umum
Pada pengkajian data umum disini meliputi identitas pasien. Adapun hal yang
perlu dikaji diantaranya, nama atau inisial klien, no. regrister, umur, jenis
kelamin, agama, suuku bangsa, bahasa, alamat, pekerjaan, penghasilan, status,
pendidikan terakhir, golongan darah, tanggal pengkajian, diagnose medis dan
level triage (Nixson Manurung, 2016).
b. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Pada pengkajian keluhan utama ini dibagi menjadi dua yaitu, keluhan
utama saat masuk rumah sakit dan keluhan utama saat pengkajian.
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea
(sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak proksimal) (Nixson Manurung, 2016).
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang, kita perlu mengkaji bagaimana kondisi
klien saat dirumah, apa yang dirasakan, tindakan apa yang sudah
dilakukan dan sampai akhirnya di bawa ke rumah sakit. Pada pasien asma,
klien mengeluhkan nafasnya berbunyi, sesak nafas, batuk yang timbul
secara tiba – tiba dan dapat hilang secara spontan atau dengan pengobatan
(Nixson Manurung, 2016).
3. Upaya yang telah dilakukan
Adalah upaya-upaya yang telah dilakukan klien dan keluarga dalam
kaitannya usaha untuk mengurangi keluhan yg terjadi baik yg rasional
maupun irasional. Misalnya dirumah apabila asmanya kambuh minum
obat pereda asma.
4. Riwayat kesehatan terdahulu
Pada riwayat kesehatan terdahulu, kita perlu mengkaji adanya riwayat
penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya. Pada pasien asma,
riwayat penyakit dahulu antara satu orang berbeda dengan orang yang lain.
Ada yang menderita asma sejak kecil, ada juga yang baru menderita asma
dalam beberapa waktu terdekat (Nixson Manurung, 2016).

5. Riwayat kesehatan keluarga


Pada riwayat penyakit keluarga, kita perlu mengkaji adanya riwayat
penyakit menular maupun menurun yang diderita oleh keluarga klien.
Pada pasien asma, riwayat penyakit keluarganya juga tidak sama antara
satu orang dengan orang yang lain. Ada yang salah satu anggota
keluarganya mempunyai asma, ada juga yang anggota keluarganya tidak
mempunyai riwayat penyakit asma.Sehingga pada pasien tersebut, asma
nya disebabkan oleh fakor alergen ataupun yang lainnya (Nixson
Manurung, 2016).
6. Pemeriksaan Primer
a) A (Airway)
Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda
asing pada jalan nafas (bekas muntahan, darah dan sekret yang tertahan),
adanya edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suara stridor, gurgling
atau wheezing yang mendadak adanya masalah pada jalan nafas. Pada
pasien asma terjadi batuk kering/tidak produktif, sheezing yang nyaring,
penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan (retraksi otot intercostae).
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
– Chin lift / jaw trust
– Suction / hisap
– Guedel airway
– Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral. b)
B (Breathing)
Kaji keefektifan pola nafas, Respiratory Rate, upnormalitas pernafasan,
pola nafas, bunyi nafas tambahan, penggunaan otot bantu nafas, adanya
nafas cuping hidung, saturasi oksigen. Perpanjangan ekspansi dan
perpendekatan periode inspirasi, dyspnea, takipnea, taktil fremitus
menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hipersonan pada perkusi. c)
C (Circulation)
Kaji TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut. Hipotensi,
diaphoresis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran pulsus
parodoxus > 10 mm. d) D (Disability)
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
Adapun cara yang cukup jelasa dan cepat adalah AVPU (awake,
verbal/respon bicara, pain/respon nyeri, unresponsive/tidak ada respon). e)
E (Exposure)
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang,
maka imobilisasi in line harus dikerjakan.
7. Pemeriksaan Sekunder
1) Pemeriksaan AMPLE
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post
illnes, Last meal, dan Event/ Environment yang berhubungan dengan
kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat
pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik. 2) Pemeriksaan Fisik a.
Keadaan umum
1) Kesadaran pasien : composmentis, apatis, stupor, koma, gelisah
sesuai dengan kondisi pasien.
2) Tanda-tanda vital : meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi,
pernafasan, dan suhu.
b. Head to Toe
1. Kepala : tidak ada gangguan pada kepala, bentuk simetris, tidak
ada luka, benjolan dan tidak ada nyeri kepala.
2. Leher : tidak ada gangguan pada leher, bentuk leher simetris, tidak
ada pembesar vena jugularis, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan, luka, dan refleks menelan (+).
3. Thorax (dada)
Inspeksi : pernafasan meningkat, ada penggunaan otot bantu
pernafasan.
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris.
Perkusi : suara ketuk sonor.
Auskultasi : suara nafas tambahan wheezing.
4. Jantung
Inspeksi : tidak nampak iktus jantung.
Palpasi : nadi meningkat.
Auskultasi : suara jantung S1 dan S2 tunggal tidak ada mur mur
dan gallop.
5. Abdomen
Inspeksi : bentuk perut simetris, tidak ada lesi, tidak ada
pembengkakan, memar dan tidak ada kemerahan.
Auskultasi : kaji bising usus.
Perkusi : suara thympani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran pada
limfe.
6. Genitalia dan Anus : normal, labia mayora kering/lembab, tidak
ada hemoroid, tidak ada inflamasi.
7. Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada edema, CRT >3 detik, akral dingin.
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang singkat, tegas, dan jelas
tentang respon klien terhadap masalah kesehatan/penyakit tertentu yang aktual dan
potensial karena ketidaktahuan, ketidakmauan, atau ketidakmampuan pasien/klien
mengatasinya sendiri yang membutuhkan tindakan keperawatan untuk
mengatasinya. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien asma
diantaranya (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015) :
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi d.d adanya
hipoksemia.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d adanya pernafasan
cuping hidung dan penggunaan otot bantu nafas.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d mukus dalam jumlah yang berlebihan,
peningkatan produksi mukus, eksudat dalam alveoli dan bronkospasme.
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d dada sesak.
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (hipoksia) d.d kelemahan.

6. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d adanya akumulasi


sekret di jalan nafas.
3) Intervensi
Intervensi Keperawatan merupakan penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang sudah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
4) Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus implementasi diantaranya,
mempertahankan daya tahan tubuh, menemukan perubahan sistem tubuh, mencegah
komplikasi, memantapkan hubungan klien dengan lingkungan (Nurul Sri Wahyuni,
2016).
5) Evaluasi
Menurut Nurul Sri Wahyuni (2016), Evaluasi atau tahap penilaian adalah
perbandingan sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien,
keluarga dan tenaga kesehatannya. Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat
kemampuan klien mencapai tujuan yang diinginkan dengan kriteria hasil pada
perencanaan. Format yang dipakai adalah format SOAP : a) S : Data Subjektif
Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan,
dan dikemukakan klien.
b) O : Data Objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan
lain.
c) A : Analisis
Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah
berkembang ke arah kebaikan atau kemunduran.
d) P : Perencanaan
Rencana penanganan klien yang didasarkan pada hasil analisis diatas yang
berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah
belum teratasi.

DIAGNOSA SDKI SLKI SIKI


Pola Nafas Definisi : Setelah dilakukan Dukungan Ventilasi
Tidak Efektif Inspirasi dan/atau (I.01002)
intervensi selama
ekspirasi yang tidak 1x24 jam, maka Tindakan
memberikan Pola Nafas Observasi :
ventilasi adekuat. membaik, dengan 1. Identifikasi
Penyebab : kriteria hasi : adanya kelelahan otot
1. Hambatan upaya 1. Dispnea bantu napas.
nafas. menurun 2. Monitor status
Gejala dan Tanda 2. Frekuensi respirasi (mis.
Mayor nafas frekuensi,
Subjektif : membaiK penggunaan otot
1. Dyspnea 3. Kedalaman bantu napas, bunyi
Objektif
nafas nafas tambahan)
1. Penggunaan
membaik Terapeutik :
otot bantu
1. Pertahankan
pernafasan.
kepatenan jalan
2. Pola nafas
napas.
abnormal
2. Fasilitasi
(takipnea)
Gejala dan Tanda mengubah posisi
Minor senyaman
Subjektif mungkin.
1. - 3. Serikan
Objektif oksigenansi
1. Pernafasan
sesuai
cuping hidung.
kebutuhan.
Kondisi Klinis
Edukasi :
Terkait
1. Ajarkan teknik
1. Asma
relaksasi.
2. Ajarkan teknik
batuk efektif.
Kolaborasi :

1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator.
Bersihan Jalan Definisi : Setelah dilakukan Pemberian obat inhalasi
Napas Tidak Ketidakmampuan (I.01015)
intervensi selama
Efektif
membersihkan sekret 1x24 jam, maka Tindakan
atau obstruksi jalan Bersihan Jalan Observasi
napas untuk Napas meningkat, 1. Identifikasi
mempertahankan jalan dengan kriteria kemungkinan
napas tetap paten. hasil : alergi, interaksi
Penyebab : 1. Produksi dan
1.Respon Alergi sputum kontraindikasi
Gejala dan menurun obat
tanda mayor 2. Mengi 2. Verifikasi order
Subjektif menurun obat sesuai
(tidak tersedia) 3. Wheezing dengan indikasi
Objektif menurun 3. Monitor tanda
1. Batuk tidak efektif 4. Dispnea vital.
2. Wheezing
menurun 4. Monitor efek
Gejala dan Tanda
5. Sulit bicara terapeutik obat.
Minor
menurun 5. Monitor efek
Subjektif
6. Sianosis samping obat.
1. Dispnea
menurun Terapeutik
Objektif
7. Frekuensi 1. Lakukan prinsip
1. Sianosis
2. Pola napas napas enam benar.

berubah membaik 2. Kocok inhaler

Kondisi Klinis 8. Pola nafas selama 2-3 detik


membaik sebelum
Terkait
1. Asma digunakan.
3. Lepas penutup
inhaler dan
pegang terbalik.
4. Posisikan
inhaler
didalam mulut
mengarah ke
tenggorokan dengan
bibir ditutup rapat.
Edukasi
1. Anjurkan berna[as
lambat dan dalam
selama
penggunaan
nebulizer.
2. Anjurkan menahan
napas selama 10
detik.
3. Anjurkan ekspirasi
lambat melalui
hidung dengan
bibir mengkerut.
4. Ajarkan pasien dan
keluarga tentang
cara pemberian
obat.
5. Jelaskan faktor
yang dapat
menigkatkan dan
menurunkan
efektifitas obat.

Gangguan Definisi : Kelebihan Setelah Terapi Oksigen


Pertukaran Gas atau kekurangan (I.01026)
dilakukan
oksigenasi dan atau
eleminasi intervensi selama Tindakan :
1x24 jam, maka Observasi
Bersihan Jalan Napas
karbondioksida pada meningkat, dengan 1. Monitor
membrane kriteria hasil : kecepatan aliran
alveoluskapiler 1. Dispnea oksigen
Penyebab : menurun 2. Monitor aliran
1. Ketidak 2. Bunyi nafas oksigen secara
seimbangan tambahan periodic da
ventilasiperfusi. menurun pastikan fraksi
Gejala dan Tanda 3. Napas cuping yang diberikan
Mayor hidung cukup
Subjektif menurun 3. Monitor
1. Dispnea 4. PCO2 tandatanda
Objektif membaik hipoventilasi
1. PCO2 5. PO2 membaik 4. Monitor
,meningkat 6. Takikardia integritas
2. PO2 menurun membaik mukosa hidung
3. Takikardi akibat pemasangan
7. Sianosis
4. Bunyi napas oksigen Terapeutik
membaik Pola
tambahan
nafas 1. Pertahankan
Gejala dan Tanda kepatenan jalan
membaik
Minor
nafas
Subjektif
2. Berikan oksigen
(tidak ada)
tamabahn bila
Objektif
perlu Edukasi
1. Sianosis
1. Ajarkan pasien dan
2. Nafas cuping
keluarga cara
hidung
menggunakan oksigen di
3. Pola nafas
rumah Kolaborasi
abnormal
1. Kolaborasi
4. Warna kulit penentuan dosis
abnormal
5. Kesadaran
menurun
Kondisi Klinis oksigen
Terkait 2. Kolaborasi
1. Asma penggunaan
oksigen saat
aktivitas sehari
hari

Nyeri Akut Definisi : Pengalaman Setelah Managemen Nyeri


sensorik atau diberikan (I.08238)
emosional yang intervensi Tindakan : Observasi
berkaitan dengan selama 1x24 1. Identifikasi
kerusakan jaringan jam, maka lokasi,
aktual atau fungsional, Tingkat Nyeri karakteristik,
dengan onset menurun dengan durasi, frekuensi,
mendadak atau lambat Kriteria hasil kualitas, dan
dan berintensitas - Keluhan nyeri intensitas nyeri
ringan hingga berat menurun 2. Identifikasi skala
yang berlangsung - Meringis nyeri
kurang dari 3 bulan. menurun 3. Identifikasi

- Frekuensi nadi respon nyeri


Penyebab nonverbal
membaik
4. Identifikais
1. Agen pencedera
fisiologis faktor
Gejala dan tanda memperberat
Myor dan
memperingan
Subyektif : nyeri Terapeutik
1. Berikan Teknik
1. Mengeluh nyeri
nonfarmakologi
Objektif :
untuk
1. Tampak mringis mengurangi rasa
2. Frekuensi nadi nyeri
meningkat 2. Fasilitasi
Gejala Dan Tnda
Mayor istirahat dan tidur
Subjektif : Edukasi
1. (tidak tersedia) 1. Jelaskan
Objektif : penyebab,period
1. Pola nafas berubah e, dan pemicu
Kondisi Klinis
nyeri
Terkait
2. Jelaskan strategi
1. Asma
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan Teknik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian analgetik
jika perlu
Intoleransi Definisi : Setelah Manajemen Energi
Aktivitas Ketidakcukupan (I.05178)
dilakukan
energi untuk intervensi selama Terapeutik Observasi
melakukan aktivitas 1x24 jam, maka 1. Monitor
sehari-hari. Toleransi Aktivitas kelelahan
Penyebab : Meningkat, fisik dan
1. Kelemahan dengan Kriteria emosional.
Gejala dan Tanda Hasil : 2. Identifikasi
Mayor defisit tingkat
1. Keluhan lelah aktivitas.
Subjektif menurun
1.Mengeluh lelah
2. Dispnea saat
aktivitas
Objektif menurun Terapeutik
1.frekuensi jantung 3. Perasaan lemah 1. Berikan aktivitas
meningkat >20% dari menurun distraksi yang
kondisi istirahat. menyenangkan.
Gejala dan Tanda 2. Fasilitasi fokus pada
Minor kemampuan bukan
Subjektif defisit yang dialami.
1.Dipsnea saat atau 3. Koodinasikan
setelah aktivitas pemilihan aktivitas
2. Merasa lemah. sesuai usia. Edukasi
Objektif
1. Ajarakan tirah
1.tekanan darah
baring.
berubah >20% dari
2. Anjurkan
kondisi instirahat
melakukan
2. Sianosis
aktivitas secara
Kondisi Klinis
Terkait bertahap.
1. Asma 3. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan.
4. Anjurkan
keluarga untuk
memberikan
penguatan postif.

Defisit Nutrisi Definisi : Setealah Managemen Nutrisi


Asupan nutrisi tidak dilakukan (I.03119)
intervensi selama
cukup untuk 1x24 jam, maka Tindakan :
memenuhi Status Nutrisi Observasi
membaik, dengan
kebutuhan kriteria hasil : 1. Identifikasi status
nutrisi
metabolisme.
Penyebab :
Ketidakmampuan 1.Porsi makanan yang 2. Identifikais
mencerna makanan. dihabiskan meningkat kebutuhan kalori
Gejala dan tanda 2.Berat badan dan jenis nutrient
mayor membaik 3. Monitor asupan
Subjektif 3.Indeks Massa makanan
1. Tidak tersedia Tubuh (IMT) 4. Monitor hasl
Objektif
membaik pemeriksaan
1. Berat badan
4.Nafsu makan laboratorium
menurun minimal membaik
Terapeutik
10% dibawah rentang
1. Lakukan oral
ideal.
hegine sebelum
Gejala dan Tanda
makan
Minor
2. Fasilitasi
Subjektif
menentukan
1. Nafsu makan
pedoman diet
menurun
3. Berikan
Objektif
makanan tinggi
1. Membaran
serat untuk
mukosa pucat.
mencegah
2. Otot menelan
lemah. konstipasi
Kondisi Klinis 4. Berikan
Terkait makanan

1. Asma tinggi protein


dan kalori Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk jika
mampu
2. Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jummlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan

DAFTAR PUSTAKA

Alodokter, 2019, Asma, Alodokter.com, dilihat pada 1 Mei 2021,


<https://www.alodokter.com/asma>

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV Trans Info Media.

Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
DKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.

Soedarto. 2012. Alergi Dan Penyakit Sistem Imun. Jakarta: CV Trans Info Media

Utomo, Adi Kurniawan. 2015. Pengalaman Pasien Dengan Serangan Asma Di IGD
RSUD Karanganyar. Diaksees Tanggal 1 Mei 2021.

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PENYAKIT ASMA

Kasus Semu :

Ny. A (48 tahun) datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas, disertai dengan batuk
berdahak dan nyeri dada sebelah kiri akibat sesaknya. Pasien seorang ibu rumah tangga yang
memiliki riwayat penyakit asma. Hasil pengkajian menggunakan PQRST didapatkan ; P =
nyeri dada akibat adanya sesak, Q = nyeri seperti tertekan benda berat, R = nyeri dada
sebelah kiri, S = skal nyeri 6, T = nyeri dirasakan ketika sesaknya kambuh dengan durasi 10
menit (hilang timbul). Hasil TTV didapatkan : TD = 130/80 mmHg, Nadi = 100 x/menit, RR
= 28x/menit, Suhu = 36ºC. Terlihat menggunakan otot bantu pernafasan, saat diauskultasi
terdapat suara tambahan yaitu wheezing karena ada sekret di jalan nafas. Saat dirumah pasien
sudah meminum obat pereda sesak tetapi sesaknya malah makin parah. Hasil laboratorium :
Ct-Scan (+) ada penyempitan pada jalan nafas.

Anda mungkin juga menyukai