Oleh :
INDASAH (201801051)
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ini disusun untuk
memenuhi tugas Praktik Klinik I Semester VI (enam) Prodi S1 Keperawatan STIKES Karya
Husada Kediri.
Nama : Indasah
NIM : 201801051
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Ny. A
dengan Kasus Asma
Mengetahui,
Supervisor 1 Mahasiswa
𝟑
1. Laporan Pendahuluan (LP)
2. Asuhan Keperawatan
(…………………….….)
M. Taukhid, M.Kep
3. Responsi
LAPORAN PENDAHULUAN
Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.
Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem
pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).
1. Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan
hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian
eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
a. Menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk.
b. Mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau).
c. Modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar
pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga mulut);
rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and
Derrickson, 2014).
2. Faring
Faring atau tenggorokan adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13
cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa.
Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila
otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah
sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk
suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap
benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014).
3. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian
berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform,
dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan
ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya)
untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah
tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi
pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan
minuman agar melewati esofagus (Peate and Nair, 2011).
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong
keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan
bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk, memaksa partikel
besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair, 2011).
5. Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam
masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan
semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang
terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK
sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis
kronis.
6. Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua
paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi
jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang
disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks
sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura
terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua
pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas.
Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain,
seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).
Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.
Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian
akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil
tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010).
Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan
sel epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding
alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada
diantara sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas.
Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang
mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini
mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab
dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran
kompleks fosfolipid dan lipoprotein.
Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara dan darah terjadi
secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk
membran respiratori (Tortora dan Derrickson, 2014). Respirasi mencakup dua
proses yang berbeda namun tetap berhubungan yaitu respirasi seluler dan respirasi
eksternal. Respirasi seluler mengacu pada proses metabolism intraseluler yang
terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah serangkaian proses yang terjadi
saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan selsel
tubuh (Sherwood, 2014). Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini
yaitu:
1. Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru.
2. Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi darah
dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru.
3. Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru ke
jaringan tubuh atau sebaliknya.
4. Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011).
Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Diantaranya itu
perubahan tekanan intrapulmonar, tekanan intrapleural, dan perubahan volume paru.
Keluar masuknya udara pernapasan terjadi melalui 2 proses mekanik, yaitu :
1. Menyediakan area yang memadai untuk pertukaran gas antara udara dan sirkulasi
darah
2. Transport udara dari dan ke pertukaran permukaan di paru-paru
3. Melindungi permukaan pernafasan dari dehidrasi, perubahan suhu, dan
4. variasi lingkungan lainnya;
5. Mempertahankan sistem pernapasan, dan jaringan lain dari invasi oleh pathogen
mikroorganisme
6. Memproduksi suara yang terlibat dalam berbicara, bernyanyi, atau komunikasi
non verbal
7. Membantu dalam regulasi volume darah, tekanan darah, dan control pH cairan
tubuh (Martini et al 2012).
B. Definisi
Asma merupakan suatu penyakit dengan adanya penyempitan saluran pernapasan
yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus
berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi, hipersekresi mukus, edema dinding
saluran pernapasan dan inflamasi yang disebabkan oleh berbagai macam rangsangan
(Alsagaff, 2017).
Asma merupakan suatu kelainan berupa peradangan kronik pada saluran nafas yang
menyebabkan penyempitan saluran nafas (hiperaktifitas bronkus) sehingga menyebabkan
gejala berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama pada
malam hari atau dini hari (Kemenkes RI, 2017).
Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan napas akibat adanya
inflamasi dan pembengkakan dinding dalam saluran napas sehingga menjadi sangat
sensitif terhadap masuknya benda asing yang menimbulkan reaksi berlebihan. Akibatnya
saluran nafas menyempit dan jumlah udara yang masuk dalam paru-paru berkurang. Hal
ini menyebabkan timbulnya napas berbunyi (wheezing), batuk-batuk, dada sesak, dan
gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari (Soedarto. 2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa asma merupakan penyumbatan atau peradangan pada
saluran pernafasan yang berlangsung secara kronis, yang ditandai dengan adanya batuk,
mengi atau wheezing terutama pada malam hari.
C. Etiologi
Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita asma belum
diketahui mekanismenya secara jelas (Soedarto, 2012). Terdapat berbagai keadaan yang
memicu terjadinya serangan asma, diantara lain: a. Faktor Infeksi
Pada panduan dari National Asthma Education and Prevenion Program (NAEPP),
klasifikasi tingkat keparahan asma dibedakan pada 3 kategori umur, yaitu umur 0 – 4
tahun, umur 5 – 11 tahun, dan umur > 12 tahun – dewasa. Perbedaannya sebagai berikut
(Masriadi, 2016) :
Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran
napas dan terjadi kontraksi otot polos. Sekresi mucus yang meningkat akan
menyebabkan bronkospasme dengan ditandai adanya gejala batuk, RR meningkat dan
terdapat bunyi tambahan nafas yaitu wheezing, disini terjadi gangguan pada jalan nafas.
Pada kontraksi otot polos bronkus mengalami peningkatan sehingga menyebabkan
bronkospasme dimana saluran pernafasan akan menyempit menimbulkan sesak nafas,
ventilasi terganggu dan penggunaan otot bantu nafas sehingga menimbulkan masalah
pola nafas tidak efektif. Kemudian pada penyempitan saluran nafas terjadi obstruksi
yang menyebabkan penyebaran udara ke alveoli menurun sehingga terjadi kelemahan.
Akibat dari peningkatan mukus atau sekret yang menyebabkan bau mulut tak sedap
membuat seseorang kehilangan nafsu makan. Akibat suplay oksigen yang kurang
tersebut juga menyebabkan seseorang mengalami terjadi nyeri akut akibat sesak yang
menyebabkan nyeri pada dada. Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma,
besarnya hiperaktivitas bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang
merupakan parameter objektif beratnya hiperaktivitas bronkus (Rengganis, 2012).
G. WOC
H. Pemeriksaan Laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium pada asma, yaitu :
1) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya :
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dan kristal eosinopil.
b. Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muscus plug.
2) Pemeriksaan darah
a. Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi hipoksemia,
hipercapnia, atau sianosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH.
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm3 yang menandakan
adanya infeksi.
d. Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu serangan dan
menurun pada saat bebas serangan asma.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan manifestasi
klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium (Sujono riyadi
& Sukarmin, 2011). Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah: a. Tes
Fungsi Paru
Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat diagnosis asma
adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler atau
nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma. Dalam spirometry akan mendeteksi: 1. Penurunan forced
expiratory volume (FEV)
2. Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
3. Kehilangan forced vital capacity (FVC)
4. Kehilangan inspiratory capacity (IC)
(Wahid & Suprapto, 2013)
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diagfragma
yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai
berikut:
1. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
2. Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah
3. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
4. Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
5. Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
c. Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif pada asma
secara spesifik.
d. Elektrokardiografi
1. Terjadi right axis deviation
2. Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock
3. Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau terjadi depresi
segmen ST negatif
e. Scanning paru : melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru (Wahid & Suprapto, 2013).
I. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma diantaranya (Kurniawan Adi
Utomo, 2015), yaitu : a. Pneumonia
Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru – paru
yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
b. Atelektasis
Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru – paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus).
c. Gagal nafas
Terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru – paru tidak
dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan terjadi pembentukan karbondioksida
dalam sel-sel tubuh.
d. Bronkhitis
Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru – paru
yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang – ulang dalam
upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
e. Fraktur iga
Adalah patah tulang yang terjadi akibat penderita terlalu sering bernafas secara
berlebihan pada obstruksi jalan nafas maupun gangguan ventilasi oksigen.
J. Penatalaksaan
Adapun penatalaksanaan primer dalam pengobatan saat terjadi serangan asma, yaitu :
1. Menghilangkan obstruksi/penyumbatan jalan nafas.
2. Mengenali dan menghindarkan faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
3. Memberi penerangan kepada penderita atau anggota keluarga dalam cara
pengobatan atau penanganan penyakit.
Adapun penatalaksanaan sekunder asma dapat dibagi menjadi menjadi 2 cara, yaitu :
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator.
Bersihan Jalan Definisi : Setelah dilakukan Pemberian obat inhalasi
Napas Tidak Ketidakmampuan (I.01015)
intervensi selama
Efektif
membersihkan sekret 1x24 jam, maka Tindakan
atau obstruksi jalan Bersihan Jalan Observasi
napas untuk Napas meningkat, 1. Identifikasi
mempertahankan jalan dengan kriteria kemungkinan
napas tetap paten. hasil : alergi, interaksi
Penyebab : 1. Produksi dan
1.Respon Alergi sputum kontraindikasi
Gejala dan menurun obat
tanda mayor 2. Mengi 2. Verifikasi order
Subjektif menurun obat sesuai
(tidak tersedia) 3. Wheezing dengan indikasi
Objektif menurun 3. Monitor tanda
1. Batuk tidak efektif 4. Dispnea vital.
2. Wheezing
menurun 4. Monitor efek
Gejala dan Tanda
5. Sulit bicara terapeutik obat.
Minor
menurun 5. Monitor efek
Subjektif
6. Sianosis samping obat.
1. Dispnea
menurun Terapeutik
Objektif
7. Frekuensi 1. Lakukan prinsip
1. Sianosis
2. Pola napas napas enam benar.
DAFTAR PUSTAKA
Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV Trans Info Media.
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
DKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.
Soedarto. 2012. Alergi Dan Penyakit Sistem Imun. Jakarta: CV Trans Info Media
Utomo, Adi Kurniawan. 2015. Pengalaman Pasien Dengan Serangan Asma Di IGD
RSUD Karanganyar. Diaksees Tanggal 1 Mei 2021.
Kasus Semu :
Ny. A (48 tahun) datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas, disertai dengan batuk
berdahak dan nyeri dada sebelah kiri akibat sesaknya. Pasien seorang ibu rumah tangga yang
memiliki riwayat penyakit asma. Hasil pengkajian menggunakan PQRST didapatkan ; P =
nyeri dada akibat adanya sesak, Q = nyeri seperti tertekan benda berat, R = nyeri dada
sebelah kiri, S = skal nyeri 6, T = nyeri dirasakan ketika sesaknya kambuh dengan durasi 10
menit (hilang timbul). Hasil TTV didapatkan : TD = 130/80 mmHg, Nadi = 100 x/menit, RR
= 28x/menit, Suhu = 36ºC. Terlihat menggunakan otot bantu pernafasan, saat diauskultasi
terdapat suara tambahan yaitu wheezing karena ada sekret di jalan nafas. Saat dirumah pasien
sudah meminum obat pereda sesak tetapi sesaknya malah makin parah. Hasil laboratorium :
Ct-Scan (+) ada penyempitan pada jalan nafas.