Anda di halaman 1dari 4

3.1.

Sterilisasi Basah

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan sterilisasi bahan yang

digunakan yaitu aquadest di dalam tabung reaksi dan medium PDA di dalam

erlenmeyer menggunakan uap yang dihasilkan dari autoklaf. Hal ini sesuai dengan

pendapat (Cahyani, 2013) bahwa dapat dilakukan menggunakan autoklaf (uap

bertekanan) dan penggunaan uap langsung(tindalisasi/ sterilisasi fraksi). Uap tersebut

berasal dari hasil pemanasan yang telah dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat

(Syah, 2016) bahwa sumber uap berasal dari pemanasan air yang ditambahkan ke

dalam autoklaf dengan tekanan dan temperatur diatur dengan jumlah panas dari api.

Tujuan dilakukannya sterilisasi basah adalah untuk mensterilkan alat atau

media dari mikroba dengan cara mematikan bakteri yang terdapat pada alat dan

media. Hal ini sesuai dengan pendapat (Meliawaty, 2012) bahwa tujuannya adalah

membunuh semua bentuk mikroorganisme hidup termasuk sporanya pada alat-alat

yang disterilkan. Caranya adalah dengan metode panas basah dimana uap air akan

menembus alat dan media tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat (Setyowati et al.,

2013) bahwa uap air pada sterilisasi basah akan mengkoagulasi protein penyusun

dinding sel mikroba seperti bakteri sehingga bakteri dalam alatdan media yang

disterilkan tersebut akan mati.

Alat dan bahan yang digunakan untuk sterilisasi basah adalah autoklaf, tabung

reaksi yang berisi larutan pengencer, kapas, alumunium, erlenmeyer berisi medium

Hal ini sesuai pendapat (Selvamani, 2014) bahwa sterilisasi dengan metode panas

basah, menggunakan alat autoklaf yang merupakan metode sterilisasi yang efektif dan
pelaksanaanya cepat. Serta bahan berupa aquades yang berfungsi sebagai pengencer.

Hal ini sesuai dengan pendapat (Wirawan et al., 2014) bahwa penegnceran dilakukan

dengan menggunakan aquades.

Mekanisme kerja sterilisasi basah (prinsip dasar penggunaan autoclave)

adalah mengubah energi listrik menjadi energi panas. Energi panas disalurkan ke air,

air menjadi mendidih dan menghasilkan uap air, uap air berkumpul dan

meningkatkan tekanan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Jody, 2017) bahwa jika

autoklaf dipanaskan, maka akan terjadi uap air yang tidak dapat keluar karena bejana

tertutup rapat, sehingga tekanan didalam autoklaf naik sampai melebihi tekanan

normal. Kemudian udara terdorong keluar dan suhu terus meningkat dan dikontrol

sesuai kebutuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Ginting, 2017) bahwa prinsip kerja

autoklaf yaitu mensterilkan bahan dengan menggunakan tekanan uap optimum untuk

sterilisasi pada suhu 121°C dan tekanan 15 kg/cm2. Pada saat sumber panas

dinyalakan, air dalam autoklaf lama-kelamaan akan mendidih dan uap air yang

terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam

autoklaf diganti dengan uap air,katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara

dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka proses

sterilisasi dimulai dan timer mulai menghitung waktu mundur.

Alasan penggunaan suhu 121○C dengan tekanan 2 atm selama 15 menit

adalah karena pada Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh mikroorganisme.

Contohnya membunuh endospore yang diproduksi oleh bakteri. Hal ini sesuai dengan

pendapat (Gunawan, 2012) yang menyatakan bahwa disterilisasi pada 121°C dalam
auktoklaf untuk memastikan bahwa tidak ada kontaminan yang tumbuh yang

mungkin akan menggangu pertumbuhan jamur. Dan pada suhu inilah

mikroorganisme dapat dibunuh dalam waktu cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat

(Rizal et al., 2016) bahwa pada suhu 121 °C, endospora dapat dibunuh dalam waktu

4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanyadalam waktu 6-30 detik

pada suhu 65 °C.

Prinsip kerja sterilisasi basah dalam membunuh mikroba adalah dengan cara

menaikkan suhu panas sampai menguap. Hal ini sesuai dengan pendapat (Andriani,

2016) bahwa prinsip kerjanya yaitu dengan menggunakan uap air panas bertekanan

untuk membunuh dan menghilangkan kotoran dan mikroba yang terdapat pada alat

atau bahan yang akan digunakan dalam praktikum atau percobaan. Kemudian

mikroba akan mengalami denaturasi dan kemudian mati. Hal ini sesuai dengan

pendapat (Misna dan Diana, 2016) bahwa prinsip kerjanya yaitu mikroba akan

mengalami denaturasi dan koagulasi yang menyebabkan mikroba tersebut mati.

Daftar Pustaka

Andriani, R. (2016). Pengenalan alat-alat laboratorium mikrobiologi untuk mengatasi


keselamatan kerja dan keberhasilan praktikum. Jurnal Mikrobiologi, 1(1), 1-7.
Cahyani, V. R. (2013). Pengarus beberapa metode sterilisasi tanah terhadap status
hara, populasi mikroba, potensi infeksi mikorisa dan pertumbuhan tanaman.
Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi, 6(1), 43-52.
Ginting, E. C. (2017). Penentuan pH dan Kadar Asam Laktat pada Minuman Coklat
Hasil Fermentasi yang di Sterilisasi dengan Autoklaf. Departemen Teknologi
Industri Sekolah Vokasi. Universitas Dionegoro. Semarang (Skripsi).
Gunawan, F. A. 2012. Perancangan Sistem Pengendali Suhu dan Kelembaban Untuk
Budidaya Jamur Kuping. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta. (Skripsi).
Jody, S. I. (2017). Penentuan Kadar Asam Laktat dan Organoleptik Pada Yoghurt
Bengkuang dengan Penambahan Starter (Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophillus) dan Madu dengan Konsentrasi yang Berbeda.
Departemen Teknologi Industri Sekolah Vokasi. Universitas Dionegoro.
Semarang (Skripsi).
Meliawaty, F. (2012). Efisiensi sterilisasi alat bedah mulut melalui inovasi oven
dengan ozon dan infrared. Maranatha Journal of Medicine and Health, 11(2),
147-167.
Misna, & Diana, K. (2016). Aktivitas antibakteri ekstrak kulit bawang merah (Allium
cepa L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. GALENIKA Journal of
Pharmacy, 2(2), 138-144.
Rizal, M. S., Sumaryati, E., & Suprihana. (2016). Pengaruh waktu dan sushu
sterilisasi terhadap susu sapi rasa cokelat. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
“AGRIKA”, 10(1), 20-30.
Selvamani, S. (2014). Perbandingan Efektivitas Indikator Kimia Internal Bentuk Strip
Kelas VI dan Indikator Biologi Rapid Readout Pada Sterilisasi Panas Basah.
Fakultas Farmasi. Universitas Padjajaran. Jatinangor (Skripsi).
Setyowati, H., Hanifah, H. Z., Nugraheni, R. P., & Setyani, W. (2013). Krim kulit
buah durian (Durio zibethinus L.) sebagai obat herbal pengobatan infeksi
jamur Candida albicans. Media Farmasi Indonesia, 8(2), 560-570.
Syah, I. S. (2016). Penentuan tingkatan jaminan sterilisasi pada autoklaf dengan
indikator biologi spore strip. Farmaka, 14(1), 59-69.
Wirawan, A. E., Djauhari, S., & Sulistyowati, L. (2014). Analisis perbedaan
pengaruh penerapan sistem pht dan konvensional terhadap keanekaragaman
Trichoderma sp.) pada lahan padi. Jurnal HPT, 2(3), 66-73.

Anda mungkin juga menyukai