Anda di halaman 1dari 1

Pulau Sipadan-Ligitan

Masalah pertama kali timbul pada tahun 1969 ketika delegasi kedua Negara mengadakan
pertemuan untuk menetapkan garis batas landas kontinen masing-masing negara. Saat itu
kedua delegasi sepakat untuk tidak membicarakan masalah kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan
karena bisa mengeruhkan suasana damai pasca konfrontasi diantara kedua Negara, juga adanya
kepekaan politik saat itu terkait tuntutan Filipina atas Sabah sehingga kedua belah pihak
sepakat membiarkan kedua pulau itu dalam posisi status quo. Pada tanggal 8 Februari 1980
Indonesia menyampaikan protes kepada Pemerintah Malaysia karena pada bulan Desember
1979 Malaysia menerbitkan peta yang memasukkan kedua pulau itu ke dalam wilayahnya.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, kedua delegasi menyepakati sejumlah prinsip,
antara lain bahwa masalah Sipadan dan Ligitan akan diselesaikan dengan prinsip-prinsip hukum
Internasional, termasuk perjanjian yang relevan, konvensi-konvensi dan berbagai saling
pengertian yang melibatkan pihak yang relevan dan waktu yang relevan pula. Malaysia dan
Indonesia memulai proses penentuan klaim kepemilikan atas Pulau Sipadan-Ligitan dengan
menyerahkannya kepada Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ).
Keputusan ICJ yang memenangkan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan adalah Malaysia didasarkan
atas alasan pengendalian dan penguasaan efektif (effective occupation) karena Malaysia
berhasil dalam menjaga kelestarian lingkungan pada kedua pulau yang dipersengketakan
sebagai pelaksanaan fungsi administrasi pemerintahan negeri tersebut.

Anda mungkin juga menyukai