Anda di halaman 1dari 26

TEXT BOOK READING

NYERI KEPALA PRIMER

Dosen Pembimbing

dr. Muttaqien, Sp.S

Disusun Oleh :

Deborah Oriona Vega G4A015089

SMF ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2016

3
LEMBAR PENGESAHAN

TEXT BOOK READING

NYERI KEPALA PRIMER

Diajukan untuk memenuhi syarat

kegiatan Kepaniteraan Klinik

di bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal Agustus 2016

Purwokerto, Agustus 2016

Dosen Pembimbing

dr. Muttaqien, Sp.S

4
BAB I

PENDAHULUAN

Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam


klinik, walaupun istilah “sakit” ini tampaknya sulit di definisikan. Persepsi tiap
orang akan berbeda-beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif
seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu
terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh
karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk mendapatkan informasi
yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat membayangkan
bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu.

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala
(daerah oksipital dan sebagian daerah tengkuk) (Sjahrir, 2008).

Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah
sakit kepala. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan
kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Sakit kepala bisa
disebabkan oleh kelainan: vaskular, jaringan saraf, gigi geligi, orbita, hidung dan
sinus paranasal, jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan
periosteum kepala (Lindsay et al, 2004).

Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit


kepala sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya.
Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migren, tension type headache, cluster
headache dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya.
Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh
karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial
dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial,
sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit
kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat
kelainan kranium, leher, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur lain di
kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri (ICHD II, 2004)

Menurut WHO (2012), sekitar 47% populasi dewasa di dunia setidaknya


pernah mengalami satu kali nyeri kepala dalam satu tahun. Bahkan, penelitian
Stovner et al. (2007) menunjukkan bahwa lifetime prevalence nyeri kepala adalah
66%. Nyeri kepala primer umumnya terjadi pada kelompok usia 18-65 tahun
(Gorelick et al., 2014). Nyeri kepala primer lebih sering terjadi pada orang-orang
yang berpendidikan tinggi, yaitu setingkat sekolah menengah atas atau lebih.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya nyeri kepala, antara lain stres

5
emosional, menstruasi, kurang tidur, kelelahan, perubahan cuaca, dan makanan
(Iliopoulos et al., 2015).

Penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada lima rumah sakit besar di
Indonesia yang dilakukan oleh Sjahrir (2008) menunjukkan bahwa prevalensi
pasien migrain tanpa aura 10%, migrain dengan aura 1,8%, episodic tension-type
headache 31%, chronic tension-type headache 24%, cluster headache 0,5%, dan
mixed headache 14%. Dari hasil penelitian itu, dapat disimpulkan bahwa nyeri
kepala tipe tegang merupakan nyeri kepala yang paling banyak dialami oleh
masyarakat. Lifetime prevalence nyeri kepala tipe tegang adalah 46% (Stovner et
al., 2007). Wanita tercatat lebih banyak menderita nyeri kepala tipe tegang
daripada pria, dengan perbandingan 1,2:1. Kelompok usia 18-65 tahun paling
banyak mengalami nyeri kepala ini daripada kelompok usia lainnya (Gorelick et
al., 2014).

Jenis nyeri kepala primer terbanyak ke-2 adalah migrain. Lebih dari 10%
penduduk dunia berusia 18-65 tahun yang menderita nyeri kepala dilaporkan
menderita migrain (WHO, 2011). Data WHO mengenai migrain tidak jauh
berbeda dengan hasil penelitian Stovner et al. (2007) yang menyatakan bahwa
lifetime prevalence migrain adalah 14%. Data mengenai distribusi frekuensi nyeri
kepala primer di dunia itu sejalan dengan prevalensi nyeri kepala primer di Asia
Tenggara. WHO (2011) menyatakan bahwa prevalensi nyeri kepala tipe tegang di
Asia Tenggara pada dewasa 34,8% dan prevalensi migrain pada dewasa 10,9%.
Wanita tercatat lebih banyak menderita migrain daripada pria, dengan
perbandingan 3:1. Kelompok usia 18-65 tahun paling banyak mengalami nyeri
kepala ini daripada kelompok usia lainnya (Gorelick et al., 2014).

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang terjadi secara independen
dan tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya. Nyeri kepala sekunder adalah
nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau
sejenisnya dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan non-
vascular (NINDS, 2012).

B. Epidemiologi

Berdasarkan suatu studi berbasis populasi, didapatkan prevalensi nyeri


kepala, yaitu nyeri kepala tipe tension merupakan nyeri kepala primer yang
paling sering ditemukan, yaitu sekitar 78% pasien, kemudian diikuti oleh
migren sekitar 16% pasien (Dodick DW, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5


rumah sakit di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai
berikut : Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension
type Headache 31%, Chronic Tension type Headache (CTTH) 24%, Cluster
Headache 0.5%, Mixed Headache 14% (Sjahrir, 2004).

Penelitian berbasis populasi menggunakan kriteria Internasional Headache


Society untuk Migrain dan Tension Type Headache (TTH), juga penelitian
Headache in General dimana Chronic Daily Headache juga disertakan . Secara
global, persentase populasi orang dewasa dengan gangguan nyeri kepala 46% ,
11% Migren, 42% Tension Type Headache dan 3% untuk Chronic daily
headache (Stovner dkk 2007).

C. Klasifikasi

Berdasarkan klassifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 3 dari


Internasional Headache Society (IHS) (2013)

Primary headache disorders :

1.Migraine

2.Tension-type headache

3.Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias

4.Other primary headaches

7
Klasifikasi nyeri kepala primer sesuai The Intemational Classification of
Headache Disorders, 3nd Edition (2013) adalah: Untuk nyeri kepala primer
secara garis besar klasifikasinya adalah:

1. Migren:

1.1. Migren tanpa aura

1.2. Migren dengan aura

1.3. Migren kronik

1.4. Komplikasi migren

1.5. Probable migraine

1.6. Sindroma episodik yang mungkin berhubungan dengan migren

2. Tension-type Headache:

2.1. Tension-type headache episodik yang infrequent

2.2. Tension-type headache episodik yang frequent

2.3. Tension-type headache kronik

2.4. Probable tension-type headache

3. Sefalgia trigeminal-otonomik yang lainnya:

3.1. Nyeri kepala Klaster

3. 2. Hemikrania paroksismal

3.3. Short-lasting unilateral neuralgiform headache attacks

3. 4. Hemicrania continua

4. Nyeri kepala primer lainnya:

4 1. Pimary cough headache

4. 2. Primary exercise headache

4 3. Nyeri kepala primer sehubungan dengan aktifitas seksual

4.4. Primary thunderclap headache

4 5. Cold-stimulus headache

4.6. External-pressure headache

8
4.7. Primary stabbing headache

4.8. Nummular headache

4.9 Hypnic headache

4.10 New daily persistant headache

D. Macam-macam Nyeri Kepala Primer


1. Migren

a. Definisi

Migren merupakan nyeri kepala primer yang umum di temui.


Studi epidemiologi telah mencatat prevalensi yang tinggi dan sosio-
ekonomi yang tinggi dan dampak personalnya. Dalam Global
Burden of Disease Survey (2010), migren menduduki peringkat
ketiga sebagai kelainan yang cukup sering terjadi dan peringkat
ketujuh sebagai penyebab spesifik ketidak mampuan beraktivitas di
seluruh dunia.

Nyeri kepala migrain ditandai dengan penumpukan dari rasa


berdenyut dan nyeri yang berdenyut yang disebabkan oleh aktivasi
serabut saraf di dalam pembuluh darah selaput otak.

b. Etiologi dan Faktor Resiko Migren

Etiologi migren adalah sebagai berikut (NINDS, 2012) :

1.Perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen


dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi.

2.Makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur


merah, natriumnitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada
keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG).

3.Stress (79,7%).

4.Rangsangan sensorik seperti sinar yang


terangmenyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik
menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

5.Faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan dan


perubahan pola tidur.

6.Perubahan lingkungan (53,2%).

7.Alkohol(37,8%),merokok (35,7%).

9
Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam
keluarga,wanita, dan usia muda

c. Fase Migren

Migren dibagi kedalam empat fase, dimana dari semuanya itu dapat
muncul atau tidak muncul pada saat serangan migren terjadi (NINDS,
2012).

1. Gejala premonitory

Terjadi hingga awal 48 jam untuk berkembang menjadi migren.


Hal ini termasuk keinginan untuk memakan makanan, perubahan
perasaan (depresi atau euforia), menguap yang tidak terkontrol, retensi
cairan, atau peningkatan berkemih.

2. Aura

Beberapa orang melihat seperti kilatan cahaya atau cahaya yang


sangat terang atau sesuatuyang terlihat seperti gelombang panas dalam
10-12 menit awal untuk berkembang menjadi atau saat migren terjadi,
beberapa orang mengalami kelemahan otot atau sensasi seperti
disentuh atau dipegang.

3. Nyeri Kepala

Nyeri kepala biasanya dimulai secara bertahap dan meningkat


dalam intensitasnya. Hal ini terkait dengan peningkatan kepekaan
terhadap cahaya dan atau kebisingan. Hal ini memungkinkan untuk
memiliki migren tanpa sakit kepala.

4. Postdrome (setelah nyeri kepala)

Individu sering kali kelelahan atau bingung setelah migren. Periode


postdrome dapat bertahan hingga satu hari sebelum pasien merasa
sehat.

d. Patofisiologi Migren

Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren.


Teorivaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh
darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang
dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran
frontal berlanjut dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai. Teori
cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai ambang
saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku

10
short-lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating
depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan
terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan
terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika
melewati korteks serebri (Simon et al, 2009).

Teori Neovaskular (trigemino vascular), adanya vasodilatasi akibat


aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf
trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP
(calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di
sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaranmediator
inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga
bekerja padaarteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan
peningkatan aliran darah.Selain itu, CGRP akan bekerja pada post
junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi
impuls nyeri.

Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan


lokussereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu,
sistem ini jugamengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi
peningkatan kadar serotonin.Peningkatan kadar epinefrin dan
serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu
terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah diotak
akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah
berkurangmaka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar
serotonin maka akanmenyebabkan dilatasi pembuluh darah
intrakranial dan ekstrakranial yang akanmenyebabkan nyeri kepala
pada migren (Price, S., 2003; Siebernagl, Stean dan Lang, 2000).

e. Diagnosis Migren

1). Migren tanpa aura

Kelainan nyeri kepala yang rekuren dengan manifestasi serangan


bertahan 4-72 jam. Karakteristik yang khas mengenai nyeri kepala
adalah lokasi unilateral, kualitasnya berdenyut, intensitas sedang
hingga berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik rutin dan
berhubungan dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia (ICHD
III, 2013).

Kriteria diagnosis:

a) Paling sedikit serangan memenuhi kriteria b-d

11
b) Serangan nyeri kepala terjadi selama 4-72 jam (tanpa terapi atau
terpi tidak berhasil)

c) Nyeri kepala memiliki paling sedikit dua dari empat karakteristik


berikut:

i. Lokasi unilateral

ii. Kualitasnya berdenyut

iii. Intensitas sedang hingga berat

iv. Bertambah berat dengan atau menyebabkan penghindaran


aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)

d) Selama nyeri kepala paling sedikit satu diantara berikut:

i. Mual dan/atau muntah

ii. Fotofobia dan fonofobia

2. Migren dengan aura

Kriteria diagnosis:

a) Paling sedikit dua serangan memenuhi kriteria b dan c

b) Satu atau lebih mengikuti penuh gejala aura yang reversible:

i. visual

ii. sensorik

iii. verbal dan/atau bahasa

iv. motorik

v. batang otak

vi. retinal

c) Paling sedikit dua dari empat karakteristik berikut:

i. paling sedikit satu gejala aura menyebar secara bertahap lebih


dari sama dengan lima menit, dan/atau dua atau lebih gejala timbul
rangkaian/berurutan

ii. Setiap individu gejala aura bertahan 5-60 menit

iii. Paling sedikit satu gejala aura terjadi unilateral

12
iv. Aura berbarengan atau diikuti setelah 60 menit nyeri kepala

Terdapat subtipe dari migren dengan aura, yaitu (ICHD III, 2013):

a) Migren dengan tipikal aura

aura yang termasuk adalah visual, sensorik, verbal dan/atau bahasa,


dan aura tersebut bersifat revesible, tanpa aura motor, batang otak,
atau retinal. Durasi dari tipa gejala tidak lebih dari satu jam.

b) Migren dengan aura batang otak

aura yang termasuk adalah berasal dari batang otak, namun tanpa
kelemahan motorik. Setidaknya dua dari gejala batang otak ini ada
yaitu, disartria, vertigo, tinitus, hiperakusis, diplopia, ataksia,
penurunan kesadaran.

c) Migeren hemiplegik

aura yang termasuk adalah kelemahan motorik, visual, sensorik


dan/atau bahasa. Durasi kelemahan motorik < 72 jam.

d) Migren retinal

aura terdiri dari fenomena visual positif dan/atau negatif monokular


(skintillations/kilatan cahaya, scomata atau kebutaan) dinyatakan
selama serangan dengan salahsatu atau kedua hal berikut, pemeriksaan
klinis lapangan pandang, gambaran defek lapang monokular (dibuat
setelah instruksi yang jelas)

f. Penatalaksanaan Migren

Pengobatan migren ditujukan untuk mengurangi gejala dan


mencegah serangan tambahan. Langkah cepat untuk meringankan
gejala termasuk tidur siang atau beristirahat dengan mata tertutup di
ruang gelap yang tenang; menempatkan kain dingin atau es kemasan
di dahi, dan minum banyak cairan, terutama jika migrain disertai
dengan muntah. sejumlah kecil kafein dapat membantu meringankan
gejala selama tahap awal migrain ini (NINDS, 2012).

Terapi obat untuk migrain dibagi menjadi pengobatan akut dan


pencegahan. Pengobatan akut atau "abortif" dapat mengurangi rasa
sakit dan mengembalikan fungsi ketika diambil sesegera gejala terjadi.
Pengobatan pencegahan meliputi mengonsumsi obat setiap hari untuk
mengurangi keparahan serangan di masa depan atau kejadiannya. AS
Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui berbagai obat

13
untuk metode pengobatan ini. Penggunaan obat sakit kepala harus
dipantau oleh dokter, karena beberapa obat dapat menyebabkan efek
samping (NINDS, 2012).

Pengobatan akut untuk migrain termasuk dalam salah satu obat


berikut:

Obat triptan meningkatkan kadar neurotransmitter serotonin di


otak. Serotonin menyebabkan pembuluh darah konstriksi dan
menurunkan ambang nyeri. Triptan dapat meringankan nyeri sedang
sampai migrain yang parah dan tersedia sebagai tablet, semprotan
hidung, dan suntikan (NINDS, 2012).

Obat derivatif ergot berikatan dengan reseptor serotonin pada sel-


sel saraf dan mengurangi transmisi pesan nyeri di sepanjang serabut
saraf. Mereka adalah yang paling efektif pada tahap awal migrain dan
tersedia sebagai semprot hidung dan suntikan (NINDS, 2012).

Selain itu dapat menggunakan obat lain yaitu ibuprofen, aspirin,


atau asetaminofen dapat meringankan rasa sakit migrain lebih ringan.
Ada juga beberapa obat yang dicampur seperti asetaminofen plus
kafein (NINDS, 2012).

Perubahan gaya hidup yang mengurangi atau mencegah serangan


migrain pada beberapa individu termasuk berolahraga, menghindari
makanan dan minuman yang memicu sakit kepala, makan makanan
yang dijadwalkan secara teratur dengan hidrasi yang memadai,
menghentikan obat-obat tertentu, dan membuat jadwal tidur yang
konsisten. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya sakit kepala harian
kronis, sehingga program penurunan berat badan dianjurkan untuk
penderita obesitas (NINDS, 2012).

2. Tension-Type Headache (TTH)

a. Definisi

Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus


menerus otot- otot kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis,
M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius,
M.servikalis posterior, dan M.levator skapula) (Bogduk, N., 1995).

b. Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache

Etiologi dan faktor resiko Tension Type Headache adalah


stress,depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama,
kelelahan mata,kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran

14
darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin,
serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin (NINDS, 2012).

c. Epidemiologi Tension Type Headache

Tension Type Headache terjadi 78 % sepanjang hidup dimana


Tension Type Headache episodik terjadi 63 % dan Tension Type
Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih
banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada
pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20- 40 tahun (McPhee
et al, 2009).

d. Patofisiologi Tension Type Headache

Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa


literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang
berhubungan denganterjadinya TTH sebagai berikut (Price, S., 2003;
Siebernagl, Stean dan Lang, 2000):

1.Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperandaripada sistem


saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah
pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada
CTTH.

2.Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter


dan permanen tanpadisertai iskemia otot.

3.Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars


kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus
trigeminaldan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga
meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial
lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan
aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan
neurotransmitter pada jaringan miofasial.

4.Hiperflesibilitas neuron sentralnosiseptif pada nukleus trigeminal,


talamus, dan korteks serebri yang diikutihipesensitifitas supraspinal
(limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan,
elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain
itu,terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit
activity.

5.Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan


kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri.

15
6.Terdapat hubungan jalur serotonergik danmonoaminergik pada
batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensikadar
serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin
platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif
pada otot temporal dan maseter.

7.Faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological


motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan
menstimulasi perifer danaktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal
lalu modulasi nyeri sentral. Depresi danansietas akan meningkatkan
frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasisentral pada jalur
transmisi nyeri.

8.Aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu


dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada
beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu

1.adanya stress fisik (kelelahan)akan menyebabkan pernafasan


hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darahmenurun yang akan
mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini
akanmenyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan
mengakibatkan ion kalsiummasuk ke dalam sel dan menimbulkan
kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala.

2.stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi


pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu
aktifasi aferengamma trigeminus yang akan menghasilkan
neuropeptida (substansi P). Neuropeptidaini akan merangsang
ganglion trigeminus (pons).

3.stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of


resistance, dan stage of exhausted.

Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer


yang akan mengakibatkankekurangan asupan oksigen lalu terjadilah
metabolisme anaerob. Metabolismeanaerob akan mengakibatkan
penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin
dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.

Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal


dariglikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana
aldosteron akanmenjaga simpanan ion kalium.

16
Stage of exhausted dimana sumber energi yangdigunakan berasal
dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+.
Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

e. Kriteria Diagnosis

1).TTH episodik infrekuen (ICHD III, 2013)

a). Setidaknya 10 episode sakit kepala terjadi pada rata-rata <1 hari
per bulan (<12 hari per tahun) dan memenuhi kriteria b-d

b) Berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari

c) Setidaknya memenuhi 2 dari 4 karakteristik berikut

i. Lokasi bilateral

ii. Kualitas menekan atau mengikat (tidak berdenyut)

iii. Intensitas ringan hingga sedang

iv. Tidak diperburuk oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau
naik tangga

d) Memenuhi dua karaktristik berikut

i. Tanpa mual atau mintah

ii. Tidak lebih dari satu dari fotofobia atau fonofobia

2) TTH episodik frekuen (ICHD III, 2013)

a) Setidaknya 10 episode sakit kepala terjadi pada 1-14 hari per


bulan rata-rata selama> 3 bulan (12 dan <180 hari per tahun) dan
kriteria memenuhi b-d

b) Berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari

c) Setidaknya memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut:

i. Lokasi bilateral

ii. Kualitas menekan atau mengikat (tidak berdenyut)

iii. Intensitas ringan hingga sedang

iv. Tidak diperburuk oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau
naik tangga

d) Memenuhi dua karakteristik berikut

17
i. Tanpa mual atau muntah

ii. Tidak lebih dari satu dari fotofobia atau fonofobia

3) TTH kronik (ICHD III, 2013)

a) Sakit kepala yang terjadi pada rata-rata 15 hari per bulan dalam
> 3 bulan (180 hari per tahun), memenuhi kriteria b-d

b) Berlangsung berjam-jam hingga berhari-hari, atau tidak mereda

c) Setidaknya memenuhi 2 dari 4 karakteristik berikut

i. Lokasi bilateral

ii. Kualitas menekan atau mengikat (tidak berdenyut)

iii. Intensitas ringan hingga sedang

iv. Tidak diperburuk oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau
naik tangga

d) Memenuhi dua karakteristik berikut

i. Tidak lebih dari satu dari fotofobia, fonofobia, atau mual ringan

ii. Tidak ada sedang hingga berat dari mual maupun muntah

f. Diferensial Diagnosa Tension Type Headache

Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pasca trauma


kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,migren klasik, migren
komplikata,cluster headache,sakit kepala pada arteritistemporalis,
sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit
kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

g. Terapi Tension Type Headache

Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus


dibimbing untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat
termasuk bed rest ,massage, dan/ atau latihan biofeedback (NINDS,
2012).

Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles


relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang
efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia
(asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah

18
butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang
akan menambah efektifitas pengobatan (NINDS, 2012).

h. Pencegahan Tension Type Headache

Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress


denganolahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage,
yoga, stretching ),meditasi, dan bio feedback. Jika penyebabnya
adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral
therapy.Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau
mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.

3. Nyeri kepala trigeminal-otonomik

Nyeri kepala trigeminal-otonomik memiliki gambaran klinis sakit


kepala, yang biasanya terlatelarisasi,dan sering menonjolkan
gambaran otonom parasimpatis kranial, yang juga terlatelarisasi dan
ipsilateral terhadap sakit kepala. Eksperimental dan pencitraan
fungsional manusia menunjukkan bahwa sindrom ini mengaktifkan
refleks normal parasimpatis trigeminal manusia, dengan tanda-tanda
klinis disfungsi simpatik kranial menjadi sekunder (ICHD III,2013).

Beberapa nyeri kepala primer ditandai dengan sakit yang beart di


atau sekitar mata di salah satu sisi wajah dan otonom (atau involunter)
di sisi yang sama, seperti mata merah dan berkaca-kaca, terkulai
kelopak mata, dan hidung meler. Sedangkan nyeri kepala trigeminal-
otonomik berbeda dalam durasi serangan dan frekuensi, dan memiliki
bentuk episodik dan kronis. Serangan episodik terjadi setiap hari atau
hampir setiap hari selama beberapa minggu atau bulan dengan remisi
bebas rasa sakit. Serangan kronis terjadi setiap hari atau hampir setiap
hari selama satu tahun atau lebih dengan remisi hanya singkat
(NINDS, 2012).

a. Nyeri kepala cluster

1) Definisi

Nyeri kepala cluster merupakan bentuk yang paling parah dari


nyeri kepala primer, melibatkan nyeri kepela yang mendadak, sangat
menyakitkan yang terjadi secara "cluster," biasanya pada saat yang
sama di siang dan malam selama beberapa minggu. Mereka
menyerang salah satu sisi kepala, sering di balik atau sekitar satu
mata, dan mungkin didahului oleh gejala seperti migren dengan aura
dan mual. Rasa sakit biasanya memuncak 5 sampai 10 menit setelah
onset dan berlanjut pada intensitas hingga 3 jam. Hidung dan mata

19
pada sisi yang terkena wajah mungkin mendapatkan merah, bengkak,
dan berkaca-kaca (NINDS, 2012).

Beberapa orang akan mengalami kegelisahan dan agitasi,


perubahan denyut jantung dan tekanan darah, dan kepekaan terhadap
cahaya, suara, atau bau. Sakit kepala cluster sering membangunkan
orang dari tidur.

2) Epidemiologi dan Faktor Risiko

Sakit kepala cluster umumnya terjadi mulai antara usia 20 dan 50,
tetapi bisa mulai pada usia berapa pun, lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan pada wanita, dan lebih sering terjadi pada perokok
daripada bukan perokok. Frekuensi serangan biasanya kurang sering
dan lebih pendek dari migren. Hal umum untuk memiliki 1 sampai 3
nyeri kepala cluster sehari dengan 2 periode cluster setahun,
dipisahkan oleh bulan dengan kebebasan dari gejala. Periode cluster
sering muncul musiman, biasanya pada musim semi dan musim
gugur, dan dapat keliru dengan alergi. Pada sekelompok kecil orang
nyeri kepala cluster dapat berkembang menjadi bentuk kronis, yang
ditandai dengan serangan sakit kepala yang dapat berlangsung selama
bertahun-tahun dengan hanya periode remisi yang singkat (1 bulan
atau kurang). Sakit kepala cluster lebih sering terjadi pada malam hari
dibandingkan siang hari, menunjukkan hal ini dapat disebabkan oleh
penyimpangan dalam siklus tidur-bangun tubuh. Alkohol (anggur
terutama merah) dan merokok dapat memprovokasi serangan. Studi
menunjukkan hubungan antara sakit kepala cluster dan trauma kepala
sebelumnya. Peningkatan risiko keluarga dari sakit kepala ini
menunjukkan bahwa mungkin ada penyebab genetik (NINDS, 2012).

3). Diagnosis (ICHD III, 2013)

a) Setidaknya ada lima serangan yang memenuhi kriteria b-d

b) Nyeri yang parah atau sangat parah di orbital unilateral,


supraorbital dan / atau temporal berlangsung 15-180 menit (saat tanpa
diobati)

c) Memenuhi salah satu atau kedua kriteria berikut:

i. Setidaknya salah satu gejala atau tanda-tanda berikut, ipsilateral


untuk nyeri kepala:

i) injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi

ii) hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea

20
iii) edema kelopak mata

iv) dahi dan wajah berkeringat

v) kemerahan pada dahi dan wajah

vi) sensasi penuh pada telinga

vii) miosis dan / atau ptosis

ii. Rasa gelisah atau agitasi

d) Serangan memiliki frekuensi antara satu setiap lain hari dan


delapan per hari selama lebih dari setengah dari waktu ketika
gangguan tersebut aktif

4) Penatalaksanaan

Pilihan pengobatan termasuk terapi-oksigen yaitu oksigen murni


dihirup melalui masker untuk mengurangi aliran darah ke otak-dan
obat triptan. Pengobatan pencegahan dengan kalsium channel blocker
tertentu dan lithium dapat mengurangi keparahan rasa sakit dan
frekuensi serangan. Dalam kasus ekstrim, stimulasi listrik pada saraf
oksipital untuk mencegah sinyal saraf dapat memberikan bantuan
(NINDS, 2012).

b. Paroksismal hemikrania

1) Definisi dan faktor risiko

Merupakan bentuk yang jarang dari sakit kepala primer yang


biasanya dimulai pada usia dewasa. Rasa sakit dan gejala terkait
mungkin sama dengan yang dirasakan sakit kepala cluster, tetapi
dengan durasi yang lebih singkat. Serangan biasanya terjadi 5 sampai
40 kali per hari, dengan masing-masing serangan berlangsung 2-45
menit. Rasa berdenyut yang parah, seperti cakar, atau nyeri menusuk
dirasakan di sekitar, atau di belakang mata di salah satu sisi wajah-dan
kadang-kadang mencapai ke bagian belakang leher (NINDS, 2012).

Hemicrania paroksismal memiliki dua bentuk: kronis, di mana


individu mengalami serangan setiap hari selama satu tahun atau lebih,
dan episodik, di mana nyeri kepala mungkin berhenti selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum berulang kembali.
Gerakan tertentu dari kepala atau leher, tekanan eksternal ke leher,
dan penggunaan alkohol dapat memicu sakit kepala ini. Serangan

21
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dan tidak memiliki
pola keluarga (ICHD III, 2013).

2) Diagnosis (ICHD III, 2013)

a) Setidaknya ada 20 serangan yang memenuhi kriteria b-e

b) Nyeri yang parah di orbital unilateral, supraorbital dan / atau


temporal berlangsung 2-30 menit (saat tanpa diobati)

c) Setidaknya salah satu gejala atau tanda-tanda berikut, ipsilateral


untuk nyeri kepala:

i) injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi

ii) hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea

iii) edema kelopak mata

iv) dahi dan wajah berkeringat

v) kemerahan pada dahi dan wajah

vi) sensasi penuh pada telinga

vii) miosis dan / atau ptosis

d) Serangan memiliki frekuensi di atas satu lima per hari selama


lebih dari setengah dari waktunya

e) Serangan di cegah secara penuh dengan terapi indometasin

3) Penatalaksanaan

Obat NSAID, indometasin, dapat dengan cepat menghentikan rasa


sakit dan gejala terkait paroxysmal hemicrania, tetapi gejala kambuh
setelah pengobatan dihentikan. Obat analgesik dan calcium channel
blockers dapat meringankan ketidaknyamanan, terutama jika diambil
ketika gejala pertama muncul.

c. Short-lasting unilateral neuralgiform headache attacks (Serangan


singkat nyeri kepala neuralgiform unilateral)

1) Definisi

Merupakan jenis nyeri kepala yang sangat jarang dengan serangan


dari rasa seperti terbakar yang sedang hingga terbakar parah,
menusuk, atau sakit berdenyut yang biasanya dirasakan di dahi, mata,
atau pada satu sisi kepala. Rasa sakit biasanya memuncak dalam

22
hitungan detik dari onset dan mungkin mengikuti pola peningkatan
dan penurunan intensitas. Serangan biasanya terjadi pada siang hari
dan berlangsung dari 5 detik sampai 4 menit per episode. Individu
umumnya memiliki 5-6 serangan per jam dan bebas rasa sakit antara
serangan. sakit kepala primer ini sedikit lebih umum pada pria
dibandingkan pada wanita, dengan onset biasanya setelah usia 50.
SUNCT mungkin episodik, terjadi sekali atau dua kali per tahun
dengan nyeri kepala yang mengirimkan dan kambuh, atau kronis,
yang berlangsung lebih dari 1 tahun (NINDS, 2012).

2) Diagnosis (ICHD III, 2013)

a) Setidaknya ada 20 serangan yang memenuhi kriteria b-d

b) Nyeri yang sedang hingga parah di orbita, supraorbital dan / atau


distribusi trigeminal berlangsung 1-600 detik dan terjadi sebagai
tusukan tunggal serangkaian serangan yang menusuk atau seperti pola
gigi gergaji.

c) Setidaknya satu dari gejala atau tanda-tanda otonom cranial


berikut, ipsilateral rasa sakit:

i) injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi

ii) hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea

iii) edema kelopak mata

iv) dahi dan wajah berkeringat

v) kemerahan pada dahi dan wajah

vi) sensasi penuh pada telinga

vii) miosis dan / atau ptosis

d) Serangan memiliki frekuensi setidaknya satu dalam satu hari


untuk lebih dari setengah dari waktu ketika gangguan tersebut aktif

3) Penatalaksanaan

SUNCT sangat sulit untuk mengobati. Obat antikonvulsi,


lamotrigin, dapat mencegah serangan, sementara obat bius intravena
lidokain dan obat-obatan kortikosteroid dapat mengobati beberapa
rasa sakit yang parah dirasakan selama serangan ini. Operasi dan
gliserol suntikan untuk memblokir sinyal saraf sepanjang saraf
trigeminal memberikan bantuan hanya sementara pada kasus yang

23
berat. Dokter mulai menggunakan stimulasi otak dalam (melibatkan
operasi implan elektroda bertenaga baterai yang memancarkan denyut
energi ke jaringan otak sekitarnya) untuk mengurangi frekuensi
serangan yang parah di individu (NINDS, 2012).

4. Nyeri kepala primer lainnya

a. Definisi dan klasifikasi

Sejumlah gangguan nyeri kepala primer yang heterogen secara


klinis. Patogenesisnya masih kurang dipahami, dan
penatalaksanaannya masih disarankan atas dasar laporan anekdotal
atau uji coba tidak terkontrol (uncontrolled trials). Sakit kepala dengan
karakteristik yang sama dengan beberapa gangguan ini dapat
merupakan gejala dari gangguan lain (misal sakit kepala sekunder),
ketika gejala awal hadir, evaluasi yang cermat oleh pencitraan dan /
atau tes lainnya sesuai dibutuhkan (NINDS, 2012).

Pada bagian ini, gagguan nyeri kepala dibagi menjadi empat


kategori yaitu, nyeri kepala yang berhubungan dengan kegiatan fisik
(Primary cough headache, primary exercise headache, primary
headache attributed to sexual activity, dan primary thunderclap
headache), nyeri kepala yang berhubungan dengan stimulus fisik
langsung (cold-stimulus headache, external-pressure headache), nyeri
kepala epikranial (primary stabbing headache, nummular headache),
dan macam-macam nyeri kepala lainnya (ICHD III, 2013).

b. Diagnosis (ICHD III, 2013)

1) Primary cough headache

a) Setidaknya dua episode nyeri kepala memenuhi kriteria b-d

b) Muncul atau dibawa hanya saat berhubungan dengan batuk,


tegang, dan melakukan valsava manuver.

c) Onset tiba-tiba

d) Berlangsung antara 1 detik hingga 2 jam

2) Primary exercise headache

a) Setidaknya dua episode nyeri kepala memenuhi kriteria b-c

b) Muncul atau dibawa hanya selama atau setelah latihan fisik yang
berat

24
c) Berlangsing kurang dari 48 jam

3) Cold-stimulus headache

a) Setidaknya dua episode nyeri kepala akut memenuhi kriteria b-c

b) Muncul atau dibawa hanya selama penggunaan stimulus dingin


ke kepala

c) Berkurang dalam waktu 30 menit setelah pelepasan dari stimulus


dingin

4) External-compression headache

a) Setidaknya dua episode nyeri kepala memenuhi kriteria b-d

b) Muncul atau dibawa hanya dalam waktu 1 jam selama kompresi


eksternal berkelanjutan di bagian dahi atau kulit kepala

c) Rasa nyeri maksimal pada lokasi kompresi eksternal

d) Mereda dalam waktu 1 jam setelah kompresi eksternal


dilepaskan

5) Primary stabbing headache

a) Nyeri kepala berlangsung secara spontan terasa sebagai rasa


tertusuk tunggal atau serangkaian tusukan dan memenuhi kriteria b-d

b) Setiap tusukan berlangsung dalam beberapa detik

c) Tusukan terjadi berulang dengan frekuensi irreguler, dari satu


hingga beberapa kali dalam 1 hari

d) Tanpa gejala otonomik kranial.

25
BAB III

KESIMPULAN

1. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang terjadi secara independen dan
tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya.

2. Nyeri kepala primer terdiri dari: migren, tension-type headache, cluster


headache and other trigeminal autonomic cephalalgias, dan other primary
headaches.

3. Migren merupakan nyeri kepala primer yang umum di temui. Migren secara
garis besar dibagi menjadi migren dengan aura dan migren tanpa aura.

4. Tension Type Headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat
kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk.

5. Nyeri kepala trigeminal-otonomik memiliki gambaran klinis sakit kepala, yang


biasanya terlatelarisasi,dan sering menonjolkan gambaran otonom parasimpatis
kranial, yang juga terlatelarisasi dan ipsilateral terhadap sakit kepala.

6. Nyeri kepala primer lainnnya merupakan nyeri kepala yang berhubungan


dengan kegiatan fisik (Primary cough headache, primary exercise headache,
primary headache attributed to sexual activity, dan primary thunderclap
headache), nyeri kepala yang berhubungan dengan stimulus fisik langsung (cold-
stimulus headache, external-pressure headache), nyeri kepala epikranial (primary
stabbing headache, nummular headache), dan macam-macam nyeri kepala
lainnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bogduk, N. 1995. Anatomy and physiology of headache.Australia : faculty of


medicine and health science. Paris: University of Newcastle and
University Drive (Elsevier)
Dodick, D.W., Rozen, T.D., Goadsby, P.J., Silberstein, S.D. 2000. Cluster
Headache. Cephalgia. 20: 787-803

Dodick, D.W., Eross, E.J., Parish, J.M. 2003. Clinical, Anatomical, and
Physiologic Relationship Between Sleep and Headache. Headache.
43: 282-292

Gorelick et al. 2014. Dypridamole-induced headache and lower recurrence risk in


secondary prevention of ischemic stroke: A post hoc analysis. European
Journal of Neurology. 21 (10): 1311-1317

Illiopoulus et al. 2015. Trigger factors in primary headache subtypes: a cross-


sectional study from a tertiary centre in Greece. BioMed Cental. 8: 393

ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders)


available at http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-
IIR1final.doc (diakses pada tanggal 3 Agustus 2016)

ISH Classification ICHD III ( International Classification of Headache Disorders)


available at http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-
IIIR1final.doc (diakses pada tanggal 3 Agustus 2016)

Lindsay, Kenneth W,dkk.Headache.Neurology and Neurosurgery I llustrated .


London: Churchill Livingstone.2004.66-72

McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis, dkk.Nervous System disorders.Current


Medical Diagnosis and Treatment 2009. San Fransisko : McGraw-Hill
Companies.2009
National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS). 2012.
Available at http://www.ninds.nih.gov/disorders/headache/headache.htm
(diakses pada tanggal 1 Agustus 2016)
Odegard, S.S., Engstrom, M., Sand, T., Stovner, L.J., Hagen, K. 2010.
Associations between sleep disturbance and primary headaches: the
third Nord-Trondelag Health Study. J Headache Pain. 11: 197-206

Price, Sylvia dan Lorraine M.Wilson. Nyeri. Huriawati,dkk. Patofisiologi edisi 6.


Jakarta : EGC. 2003.

27
Siebernagl, Stefan dan Florian Lang. Pain. Color Atlas of Pathophysiology. New
York : Thieme. 2000: 320-321
Simon, Roger P, David A. Greenberg, dan Michael J.Aminoff. Headaches and
facial pain. Clinical Neurology . United states of Amerika :
Lange.2009.69-93

28

Anda mungkin juga menyukai