Anda di halaman 1dari 68

Pilar -pilar

Peningkatan Daya Saing &


Perlindungan Konsumen

Standardisasi Pemberdayaan Konsumen


Pengawasan Barang Beredar & Jasa Metrologi
Pengembangan Mutu Barang

DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
P i l ar -p i l ar
Peningkatan Daya Saing &
Perlindungan Konsumen
Standardisasi Pemberdayaan Konsumen
Pengawasan Barang Beredar & Jasa Metrologi
Pengembangan Mutu Barang

DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
4 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

“ Barang beredar dan jasa di Indonesia harus

standar, tepat ukuran,


sesuai

takaran, dan timbangan, serta


senantiasa terpantau dan terkendali

dalam kerangka mengamankan

perdagangan dalam negeri dan


melindungi segenap konsumen


di tanah air
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 5

Daftar Isi
PENGANTAR 6
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTUR JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 8
CITA – CITA PEMBANGUNAN PERDAGANGAN

2 16
DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN:
PILAR – PILAR PENINGKATAN DAYA SAING DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

3 36
PEMBANGUNAN STANDARDISASI:
MEMBANGUN MUTU DAN DAYA SAING

4 44
PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN:
PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN

5 48
PELAKSANAAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA:
PENGENDALIAN EFEKTIF UNTUK KESELAMATAN, KEAMANAN, KENYAMANAN KONSUMEN,
DAN LINGKUNGAN (K3L)

6 54
PEMBANGUNAN METROLOGI LEGAL:
AKURASI UNTUK KEPERCAYAAN

7 62
PENGEMBANGAN MUTU BARANG
MENINGKATKAN MUTU BARANG UNTUK DAYA SAING BERKELANJUTAN

PILAR-PILAR PENINGKATAN DAYA SAING DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


Buku ini disusun, dikembangkan, dan diterbitkan sebagai bagian dari upaya Direktorat Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan dalam membangun
informasi yang berdaya dan berhasil guna bagi seluruh stakeholders, khususnya dalam bidang
standardisasi, pemberdayaan konsumen, pengawasan barang beredar dan jasa, kemetrologian,
serta pengembangan mutu barang.

Diterbitkan di INDONESIA, 2012

Oleh:
Sekretariat Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
6 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

MENTERI PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Era perdagangan bebas merupakan keniscayaan, Indonesia sebagai


bagian dari warga dunia harus mampu melakukan optimalisasi
pemanfaatan atas globalisasi, liberalisasi perdagangan, integrasi global,
dan integrasi regional.
Partisipasi aktif Indonesia dalam era globalisasi mengakibatkan
semakin beragamnya produk yang ditawarkan kepada konsumen. Hal
ini berakibat pada timbulnya tantangan baru yang semakin kompleks
dalam kaitannya dengan peningkatan daya saing bagi perdagangan di
dalam negeri serta perlindungan atas konsumen.
Sesuai arahan cita-cita pembangunan nasional melalui Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Periode ke-2,
dalam menjawab tantangan tersebut, sektor perdagangan senantiasa
menetapkan tujuan pembangunan perdagangan antara lain melalui
peningkatan daya saing ekspor dan peningkatan perlindungan
konsumen dan pengamanan pasar dalam negeri.
Sebagai antisipasi semakin terintegrasinya pasar dalam negeri ke
dalam pasar global, Kementerian Perdagangan melakukan optimalisasi
kebijakan dan tindakan pengamanan bagi produsen domestik,
pengamanan pasar dalam negeri, dan melindungi segenap konsumen
di tanah air. Hal inilah yang mendasari dibentuknya Direktorat Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
MENTERI PERDAGANGAN Kementerian Perdagangan diamanahkan untuk bertanggung jawab
atas setiap aspek-aspek perlindungan konsumen, sehingga koordinasi
pengelolaan atas aspek-aspek terkait perlindungan konsumen dapat
dilakukan dengan lebih cepat, dinamis, dan lebih efisien.
Upaya perlindungan konsumen bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya, serta menumbuhkan
GITA IRAWAN WIRJAWAN kesadaran pelaku usaha akan pentingnya perlindungan konsumen.
Dengan terbangunnya berbagai aspek perlindungan konsumen maka
diharapkan akan berakibat pada meningkatnya kualitas barang dan/
atau jasa di pasar dalam negeri yang mampu mengangkat daya saing
produk barang dan jasa serta perdagangan Indonesia di pasar global.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 7

Guna mencapai tujuan pembangunan perdagangan dalam meningkatkan


daya saing ekspor, meningkatkan perlindungan konsumen, dan
pengamanan pasar dalam negeri, Direktorat Jenderal Standardisasi
dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan menetapkan
misi periode 2010 - 2014 yaitu peningkatan daya saing ekspor dan
peningkatan pengawasan dan perlindungan konsumen.
Lingkup kegiatan perlindungan konsumen sangatlah luas. Besarnya
lingkup kegiatan perlindungan konsumen terkait dengan jumlah
konsumen di Indonesia yang harus dilindungi yaitu berkisar 240 juta
jiwa, luasnya jenis kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan
konsumen, serta banyaknya jenis produk yang harus diawasi.
Adapun aspek-aspek yang berkaitan dengan perlindungan konsumen
meliputi aspek pengamanan pasar dalam negeri, metrologi,
standardisasi, pengembangan mutu barang, pengawasan barang dan
jasa yang beredar, hingga pada penanganan kasus dan pengaduan
konsumen.
Upaya-upaya perlindungan konsumen melalui pengembangan
kemetrologian ditujukan untuk membangun kepercayaan antara
produsen dan konsumen, dan agar konsumen tidak dirugikan oleh alat
ukur yang kurang akurat. Pada aspek standardisasi, pembangunan
standar dikembangkan untuk meningkatkan mutu dan daya saing
industri maupun produk nasional.
Dalam hal pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa, DIREKTUR JENDERAL
diharapkan dapat membendung kemungkinan masuknya barang –
barang yang tidak sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku. STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dan dalam kerangka memberdayakan dan melindungi konsumen,
pengembangan perlindungan konsumen diarahkan untuk membangun
konsumen yang cerdas, yaitu konsumen yang mengetahui serta
memahami hak dan kewajibannya.
Tak kalah penting, pembangunan perlindungan konsumen senantiasa NUS NUZULIA ISHAK
mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing dengan
menghasilkan produk bermutu sesuai ketentuan/peraturan yang
berlaku dan menciptakan iklim perdagangan dalam negeri yang sehat
dan kondusif.
Melalui buku Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan
Konsumen diharapkan terbangun informasi dan komunikasi disertai
meningkatnya pemahaman bagi seluruh stakeholders pembangunan
nasional atas kebijakan maupun pelaksanaan perlindungan konsumen
di Indonesia.
8 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

1 Cita - cita
Pembangunan
Perdagangan
Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk lebih dari 230
juta jiwa yang menempati peringkat ke-4 di dunia memiliki cita-cita pembangunan nasional
seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Melalui cita-cita tersebut,
pembangunan nasional diimplementasikan melalui visi serta arah pembangunan jangka
panjang (tahun 2005–2025), yaitu menjadi

INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR

Untuk menuju kepada kemandirian, Indonesia harus menjadi Negara yang memiliki serta
mampu berdaya saing. Untuk mencapai hal tersebut, di antara komponen utama arah
pembangunan yang harus dicapai adalah adanya penguatan perekonomian domestik
dengan orientasi dan berdaya saing global dimana pembangunan perdagangan berperan
penting dalam kerangka mewujudkannya.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 9

Sesuai dengan arahan pembangunan nasional jangka panjang tahun 2005-2025 yang
tercantum di dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN), untuk menuju kepada kemandirian, Indonesia harus
menjadi Negara yang memiliki serta mampu berdaya saing. Untuk mencapai Negara yang
berdaya saing, di antara komponen utama arah pembangunan yang harus dicapai adalah
adanya penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global
dimana pembangunan perdagangan berperan penting dalam mewujudkan arah tersebut.
Terkait langsung dengan pembangunan perdagangan, pembangunan jangka panjang
menekankan pada 2 (dua) komponen penting yaitu di bidang perdagangan luar negeri dan
perdagangan dalam negeri. Di bidang perdagangan luar negeri, proses maupun kebijakan
perdagangan harus lebih mendatangkan keuntungkan dan mendukung perekonomian
nasional agar mampu memaksimalkan manfaat sekaligus meminimalkan efek negatif dari
proses integrasi dengan dinamika globalisasi.
Sedangkan di bidang perdagangan dalam negeri proses dan kebijakan perdagangan
diarahkan untuk memperkokoh sistem distribusi nasional yang efisien dan efektif yang
menjamin kepastian berusaha dalam kerangka mewujudkan berkembangnya lembaga
perdagangan yang efektif dalam perlindungan konsumen dan persaingan usaha secara sehat,
terintegrasinya aktivitas perekonomian nasional dan terbangunnya kesadaran penggunaan
produksi dalam negeri, meningkatnya perdagangan antar wilayah/daerah, serta terjaminnya
ketersediaan bahan pokok dan barang strategis lainnya dengan harga yang terjangkau.
Dalam merealisasikan cita-cita jangka panjang Negara Indonesia, RPJPN dijembatani oleh
arahan pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN) ke-2 periode 2010 – 2014. Terkait dengan pembangunan perdagangan, di dalam
RPJMN diatur lebih terperinci mengenai arah kebijakan dan strategi nasional di bidang
perdagangan, yaitu meningkatkan daya saing produk ekspor nonmigas untuk mendorong
peningkatan diversifikasi pasar tujuan ekspor serta peningkatan keberagaman, kualitas, dan
citra produk ekspor.
Untuk mencapai arahan pembangunan perdagangan seperti yang ditentukan melalui RPJMN
tersebut, strategi yang dilakukan adalah melalui: Meningkatkan produk ekspor bernilai
tambah tinggi, terutama untuk produk-produk yang berbasis pada sumber daya alam serta
10 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

memanfaatkan teknologi tingkat menengah; Mendorong ekspor produk kreatif dan jasa yang
terutama dihasilkan oleh usaha kecil menengah (UKM); Mengupayakan diversifikasi pasar ekspor
agar tidak bergantung pada negara tertentu dan mengupayakan melakukan ekspor pada negara
tujuan akhir dimana produk akan dikonsumsi; Mendorong pemanfaatan berbagai skema preferensi
perdagangan dan kerjasama perdagangan internasional yang lebih menguntungkan kepentingan
nasional; Mendorong pengembangan ekspor wilayah perbatasan yang dapat dimanfaatkan sebagai
pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga; serta Memperkuat
kelembagaan perdagangan luar negeri yang mendorong efektivitas pengembangan ekspor nonmigas.
Penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global seperti yang ditetapkan
dalam kerangka mencapai arah pembangunan Indonesia mensyaratkan adanya pembangunan
perdagangan dalam negeri yang kokoh. Karenanya, di dalam RPJMN kebijakan pembangunan
perdagangan dalam negeri diarahkan untuk meningkatan penataan sistem distribusi nasional yang
menjamin kelancaran arus barang dan jasa, kepastian usaha, dan daya saing produk domestik.
Untuk mendukung arah kebijakan tersebut, RPJMN menetapkan strategi pembangunan perdagangan
dalam negeri sebagai berikut:
1. Meningkatkan integrasi perdagangan antar dan intrawilayah melalui pengembangan jaringan
distribusi perdagangan, untuk mendorong kelancaran arus barang sehingga ketersediaan barang
dan kestabilan harga dapat terjaga.
2. Meningkatkan iklim usaha perdagangan, melalui persaingan usaha yang sehat dan pengamanan
perdagangan, untuk mendorong pengembangan usaha kecil menengah, peningkatan usaha ritel
tradisional dan modern, bisnis waralaba, termasuk pengembangan pola kerjasama yang saling
menguntungkan antarpelaku usaha.
3. Mendorong terciptanya pengelolaan resiko harga, transparansi harga, pemanfaatan alternatif
pembiayaan, dan efisiensi distribusi melalui peningkatan efektivitas perdagangan berjangka,
sistem resi gudang, dan pasar lelang.
4. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dengan memaksimalkan potensi pasar domestik
melalui pemanfaatan daya kreasi bangsa.
5. Memperkuat kelembagaan perdagangan dalam negeri yang mendorong terwujudnya persaingan
usaha yang sehat, efektivitas perlindungan konsumen serta menciptakan perdagangan berjangka,
sistem resi gudang, dan pasar lelang yang efisien.
Strategi pembangunan perdagangan, khususnya pembangunan perdagangan dalam negeri,
diimplementasikan melalui fokus prioritas dan kegiatan prioritas untuk periode lima tahun ke depan.
Adapun fokus dan kegiatan prioritas tersebut adalah:
Peningkatan jaringan distribusi untuk menunjang pengembangan logistik nasional, yang didukung
oleh kegiatan Peningkatan Kelancaran Distribusi Bahan Pokok; Pengembangan Sarana Distribusi
Perdagangan; dan Koordinasi Penataan dan Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 11

Penguatan pasar domestik dan efisiensi pasar komoditi, yang didukung oleh kegiatan Pengembangan
Kelembagaan dan Pelaku Usaha Perdagangan; Pemberdayaan Dagang Kecil dan Menengah;
Pengembangan Ekonomi Kreatif; Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri termasuk
kampanye Aku Cinta Indonesia; Pembinaan dan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi;
dan Pembinaan dan Pengawasan Pasar Lelang dan Sistem Resi Gudang.
Peningkatan efektivitas pengawasan dan iklim usaha perdagangan, yang didukung oleh kegiatan
Penegakan Hukum Persaingan Usaha; Pengembangan dan Harmonisasi Kebijakan Persaingan;
Pengembangan Kebijakan dan Pemberdayaan Perlindungan Konsumen; Penguatan Lembaga
Perlindungan Konsumen Nasional; serta Peningkatan Tertib Ukur; Peningkatan Efektivitas
Pengawasan Barang Beredar dan Jasa; dan disertai dengan Pengembangan Mutu Barang.
Kementerian Perdagangan sebagai Penggerak Pertumbuhan dan Daya Saing
Kementerian Perdagangan, sebagai salah satu stakeholders perumus, pelaksana, sekaligus
pengembangan kebijakan perekonomian nasional, memegang peranan kunci dalam mewujudkan
arah pembangunan Negara Indonesia seperti yang dijabarkan dalam RPJPN dan RPJMN.
Dalam kerangka mendukung dan mewujudkan arah pembangunan nasional, terutama di bidang
pembangunan perdagangan, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menetapkan Visinya,
yaitu:
”Perdagangan Sebagai Sektor Penggerak Pertumbuhan dan Daya Saing Ekonomi serta
Pencipta Kemakmuran Rakyat Yang Berkeadilan”
Lebih lanjut visi ini diwujudkan melalui Misi, yakni:
a. Meningkatkan kinerja ekspor nonmigas secara berkualitas.
b. Menguatkan pasar dalam negeri.
c. Menjaga ketersediaan bahan pokok dan penguatan jaringan distribusi nasional.
Sebagai penjabaran atas Visi dan Misi Kementerian Perdagangan, untuk periode 2010-2014 tujuan
pembangunan perdagangan yang ingin dicapai adalah:
1. Peningkatan akses pasar ekspor dan fasilitasi perdagangan luar negeri
2. Perbaikan iklim usaha perdagangan luar negeri
3. Peningkatan daya saing ekspor
4. Peningkatan peran dan kemampuan diplomasi perdagangan internasional
5. Perbaikan iklim usaha perdagangan dalam negeri
6. Peningkatan kinerja sektor perdagangan dan ekonomi kreatif
7. Peningkatan perlindungan konsumen dan pengamanan pasar dalam negeri
8. Stabilisasi dan penurunan disparitas harga bahan pokok
9. Penciptaan jaringan distribusi yang efisien
12 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Tujuan pembangunan perdagangan tersebut diimplementasikan melalui arah kebijakan


perdagangan yang dijabarkan menjadi lima pokok pikiran, yaitu Mengembangkan kebijakan dan
diplomasi perdagangan di fora internasional dengan senantiasa menjaga kepentingan nasional,
integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan SDA nasional; Menjaga pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas; Menurunnya kesenjangan kesejahteraan antarkelompok masyarakat dan antardaerah;
Memantapkan nilai-nilai baru yang positif dan produktif dalam rangka memantapkan budaya dan
karakter bangsa; serta Menata kelembagaan perdagangan yang mendorong prakarsa masyarakat
dalam kegiatan perekonomian.
Berdasarkan pokok pikiran tersebut, Kementerian Perdagangan menetapkan langkah strategis,
yaitu:
Pengembangan kebijakan dan diplomasi perdagangan dengan senantiasa menjaga kepentingan
nasional, integritas wilayah dan pengamanan kekayaan SDA nasional yang dilakukan melalui:
a. Peningkatan partisipasi dan kepemimpinan dalam forum multilateral dan regional.
b. Peningkatan kemitraan ekonomi dan perdagangan bilateral yang strategis.
c. Peningkatan dan pengamanan akses pasar luar negeri.
d. Pengamanan kebijakan perdagangan dan kebijakan terkait lainnya.
Peningkatan Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang dilakukan melalui:
a. Peningkatan konsumsi produk dalam negeri.
b. Peningkatan dan pengembangan ekspor.
c. Pengelolaan impor dengan baik.
d. Penciptaan iklim investasi dan perdagangan yang lebih kondusif.
e. Optimalisasi belanja pemerintah.
f. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau kawasan perdagangan bebas seperti
kawasan perdagangan bebas Batam, Bintan, dan Karimun.
g. Peningkatan perlindungan konsumen dalam negeri serta pengamanan pasar domestik
Pemerataan hasil-hasil pembangunan sehingga dapat menurunkan kesenjangan antarkelompok
masyarakat dan antardaerah yang dilakukan melalui:
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 13

a. Penciptaan sistem logistik yang efisien untuk menjaga kelancaran distribusi bahan pokok dan
meminimasi disparitas harga antar daerah.
b. Fasilitasi Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM), antara lain melalui: revitalisasi pasar
tradisional, pendidikan dan pelat ihan ekspor bagi UMKM, fasilitasi produk UMKM untuk masuk
dalam distribusi pasar ritel modern, fasilitasi desain, branding dan kemasan, dan promosi.
Pemantapan nilai-nilai baru yang positif dan produktif dalam rangka memantapkan budaya dan
karakter bangsa yang dilakukan melalui:
a. Aktivasi secara intensif gerakan Aku Cinta Indonesia yang akan memacu rasa percaya diri
bangsa untuk berkarya serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produk dalam negeri
dengan mengkonsumsi produk-produk dalam negeri.
b. Pencitraan Indonesia baik ke dalam maupun ke luar negeri.
c. Pengembangan Ekonomi Kreatif yang mendukung penciptaan nilai tambah terhadap produk-
produk dalam negeri dan pengembangan jasa kreatif yang dapat mendukung pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Penataan dan peningkatan peranan kelembagaan perdagangan yang dilakukan melalui penataan
waralaba, kemitraan usaha, distributor, keagenan, ritel, trading house, eksportir, dan lembaga
perlindungan konsumen agar masyarakat dapat terlibat secara luas dalam aktivitas perekonomian
perdagangan.
Berlandaskan Visi, Misi, Tujuan, serta Langkah Strategis tersebut, Kementerian Perdagangan
menetapkan program-program pelaksanaan yang terdiri dari sembilan program utama, yaitu:
(1) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perdagangan;
(2) Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perdagangan; (3) Pengawasan
dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Negara Kementerian Perdagangan; (4) Penelitian dan
Pengembangan Perdagangan; (5) Pengembangan dan Pengamanan Perdagangan Dalam Negeri;
(6) Peningkatan Perdagangan Luar Negeri; (7) Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional;
(8) Pengembangan Ekspor; dan (9) Peningkatan Efisiensi Pasar Komoditi.
14 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Program Pengembangan dan Pengamanan Perdagangan Dalam Negeri

Sesuai dengan amanat pembangunan perdagangan yang dijabarkan dalam arah pembangunan
nasional jangka panjang dan jangka menengah, pertumbuhan ekonomi harus diiringi dengan
penguatan perdagangan dalam negeri untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaan
barang domestik serta menciptakan iklim usaha yang sehat.
Untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan barang domestik, faktor penting yang harus
dipenuhi adalah adanya pengamanan atas keberadaan, keberlangsungan, serta daya saing
dari produk-produk barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri. Sedangkan untuk
menciptakan iklim usaha yang sehat, diperlukan proses, mekanisme, serta aturan yang
membangun keadilan bagi pelaku usaha dan perlindungan bagi konsumennya.
Mempertimbangkan pentingnya hal di atas, strategi pembangunan perdagangan
mengarahkan peningkatan efektivitas pengawasan dan iklim usaha perdagangan sebagai
fokus prioritas dengan kegiatan prioritas yang diantaranya adalah Pengembangan Kebijakan
dan Pemberdayaan Perlindungan Konsumen, Penguatan Lembaga Perlindungan Konsumen
Nasional, serta Peningkatan Tertib Ukur, dan Peningkatan Efektivitas Pengawasan Barang
Beredar dan Jasa.
Selain itu, Kementerian Perdagangan juga menetapkan program Pengembangan dan
Pengamanan Perdagangan Dalam Negeri sebagai satu dari Sembilan program utamanya yang
dilakukan untuk mendukung pengembangan dan penguatan perdagangan dalam negeri yang
menitikberatkan pada pengembangan sistem distribusi nasional dan penguatan kelembagaan
perdagangan serta pengamanan pasar dalam negeri.
Arah pelaksanaan dari program Pengembangan dan Pengamanan Perdagangan Dalam Negeri
dikembangkan dengan diantaranya adalah:
Pengembangan kebijakan dan pemberdayaan perlindungan konsumen melalui penyusunan
dan penyempurnaan kebijakan di bidang perlindungan konsumen, peningkatan pemberdayaan
perlindungan melalui sosialisasi, pelatihan, forum-forum koordinasi, dan klinik konsumen.
Penguatan lembaga perlindungan konsumen melalui fasilitasi pembentukan BPSK (Badan
Penyelesaian sengketa Konsumen), penguatan LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat), dan fasilitasi BPKN (Badan perlindungan Konsumen Nasional),
pemutakhiran database perlindungan konsumen serta penerapan kewajiban label yang
mengakomodir 103 jenis barang dengan 726 nomor HS baik produk dalam negeri maupun
impor, khususnya produk hasil industri yang berkaitan dengan kesehatan, keselamatan,
keamanan dan lingkungan (K3L), SNI wajib, persyaratan pemenuhan NPIK, dan kewajiban
layanan purna jual.
Peningkatan tertib ukur melalui penyusunan dan penyempurnaan kebijakan terkait
kemetrologian, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kemetrologian, peningkatan jenis
dan jumlah alat Ukur Takar Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) yang dapat dilakukan tera
dan tera ulang, pengawasan terhadap penggunaan dan peredaran UTTP, peredaran Barang
Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT), dan penggunaan Satuan Sistem Internasional (SI), serta
peningkatan ketertelusuran standar secara nasional.
Peningkatan efektivitas pengawasan barang beredar dan jasa melalui penyusunan dan
penyempurnaan kebijakan terkait pengawasan barang dan jasa, peningkatan kualitas SDM
pengawasan barang dan jasa, sosialisasi dan publikasi hasil pengawasan, dan peningkatan
kegiatan pengawasan.
Peningkatan tatakelola yang baik melalui peningkatan dukungan manajemen dan dukungan
teknis lainnya dalam kerangka peningkatan pengembangan dan pengamanan perdagangan
dalam negeri.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 15

Peluncuran Layanan Informasi Perlindungan Konsumen di Museum dan


Perpustakaan Gedung Muhammad Hatta Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta
2
16 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Pilar - Pilar
Peningkatan Daya Saing dan
Perlindungan Konsumen
No consumer protection without market surveillance
No market surveillance without technical regulation
No technical regulations without standards
No standards without measurements

No measurements without legal metrology


Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 17

Globalisasi perdagangan dunia yang terjadi saat ini memberikan dampak yang bersifat positif
maupun negatif. Di satu sisi, globalisasi merupakan peluang sekaligus tantangan bagi perkembangan
perdagangan di pasar dalam negeri maupun industri domestik. Dengan tumbuhnya persaingan
usaha yang kian ketat menuntut pelaku usaha untuk selalu meningkatkan daya saingnya, baik dari
segi kualitas produk maupun daya saing harga melalui efisiensi produksi. Positifnya, hal tersebut
mengakibatkan banyaknya pilihan barang kebutuhan yang tersedia bagi konsumen dengan kualitas
dan harga yang bersaing.
Namun di sisi lain dengan maraknya variasi atas barang dan jasa yang beredar, diduga banyak
pula barang dan jasa yang tidak sesuai ketentuan sehingga merugikan konsumen dan menimbulkan
persaingan usaha yang tidak sehat. Hal tersebut dapat saja timbul sebagai akibat persaingan usaha
yang ketat sehingga mendorong para pelaku usaha yang tidak sanggup meningkatkan efisiensi
produksi untuk mengurangi biaya produksi melalui pengurangan kualitas barang dan jasa yang
diberikan.
Selain itu, globalisasi perdagangan juga membawa dampak bagi perkembangan dan keberlangsungan
produk-produk barang maupun jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha serta industri di dalam negeri.
Peningkatan kualitas dan daya saing bagi produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri menjadi
mutlak diperlukan jika tidak ingin kalah bersaing dengan derasnya arus barang impor dari luar negeri.
Dari fenomena yang berkembang tersebut, guna mengantisipasi terjadinya persaingan usaha yang
tidak sehat yang berujung pada kerugian bagi konsumen serta dalam upaya menjaga keamanan
dan keberlangsungan perdagangan dalam negeri, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Perdagangan menetapkan pencapaian kondisi perdagangan Indonesia di antaranya sebagai berikut:
a. Pentingnya peran standardisasi dan metrologi dalam sektor perdagangan. Melalui penerapan
standar dan metrologi diharapkan dapat memperlancar arus perdagangan antar negara melalui
harmonisasi standar baik domestik maupun internasional dan persyaratan teknis. Harmonisasi
standar dan persyaratan teknis akan membentuk kondisi “One Standard – One Test – Accepted
Everywhere”, sehingga arus perpindahan barang dan jasa dalam perdagangan internasional
menjadi semakin lebih mudah dan mampu meningkatkan kepercayaaan masyarakat internasional
atas produk domestik Indonesia. Hal ini akan meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia
di pasar internasional.
b. Sistem hukum di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen dan penegakan hukum lahir
dan berkembang secara positif mengikuti kecepatan dinamika perekonomian dalam kerangka
menopang eksistensi usaha, memberikan kepastian usaha, serta memperkuat kredibilitas
kebijakan perekonomian.
18 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

c. Pasar domestik yang semakin aman dalam menghadapi terbukanya akses pasar ke dalam
negeri dengan adanya sistem jaminan mutu melalui penerapan dan pemberlakuan standar dan
persyaratan teknis yang akan meningkatkan perlindungan konsumen terhadap produk yang
membahayakan keselamatan, kesehatan, keamanan, dan lingkungan (K3L).
d. Sektor standardisasi dan perlindungan konsumen diharapkan mampu memberikan kontribusi
positif atas penciptaan lapangan kerja, lingkungan hidup, kebudayaan, dan keamanan nasional
serta pembentukan norma sosial bangsa.
e. Kapasitas Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) semakin membaik dan memperoleh pengakuan
internasional. Pelaksanaan standardisasi tidak terlepas dari proses penilaian kesesuaian yang
dilaksanakan oleh LPK. Karenanya, kapasitas dan pengakuan dari pihak internasional terhadap
LPK yang ada di Indonesia akan mempengaruhi tercapainya kondisi “One Standard – One Test
– Accepted Everywhere” yang akan meningkatkan efisiensi dalam perekonomian.
Berdasarkan pencapaian kondisi perdagangan yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan
tersebut maka peran dari komponen standardisasi, pemberdayaan konsumen, pengawasan barang
dan jasa, metrologi legal, serta pengembangan mutu barang dalam melindungi konsumen dalam
negeri dan mengamankan perdagangan nasional menjadi semakin penting.

Menjawab Tantangan Globalisasi


Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Menjawab tantangan globalisasi sekaligus mewujudkan pencapaian perlindungan konsumen dan
pengamanan pasar dalam negeri, pada tahun 2010 Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
membentuk Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melalui Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 31 tahun 2010 yang kini telah disempurnakan dengan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 57 tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perdagangan dengan misi meningkatkan daya saing ekspor, meningkatkan pengawasan dan
perlindungan konsumen, serta berperan sebagai pengelola kebijakan maupun pelaksanaan atas
program pengembangan sekaligus pengamanan perdagangan dalam negeri.
Pembangunan Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dilaksanakan untuk mendukung
pencapaian terhadap peningkatan Akses Pasar Ekspor dan Fasilitasi Ekspor, Peningkatan
Pengawasan, dan Perlindungan Konsumen. Sedangkan arah pembangunan kebijakan dan

Pemantauan harga dan pasokan bahan kebutuhan pokok di Pasar Kosambi,


Bandung, Jawa Barat
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 19

Mekanisme Kerja
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen

Pengembangan
Kebijakan
Daya Saing Ekspor

Akses
Penguatan pasar ekspor &
fasilitasi ekspor
Kapasitas Lembaga &
SDM

Perlindungan
& Kesadaran
Pengamanan Konsumen

Pasar Dalam Negeri

pengelolaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
ditujukan untuk melindungi konsumen, meningkatkan daya saing produk sekaligus mengamankan
pasar dalam negeri.
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mempunyai tugas merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang standardisasi dan perlindungan
konsumen.
Dalam pelaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
menyelenggarakan fungsi, antara lain:
a. Perumusan kebijakan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen;
c. Penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi dan
perlindungan konsumen;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen.
Mengacu pada visi Kementerian Perdagangan yang direfleksikan dengan fungsi pembangunan
standardisasi dan perlindungan konsumen, diperlukan dua kondisi dasar yang harus dicapai, yakni
pertama adalah terwujudnya suatu sistem standardisasi dan perlindungan konsumen yang menjadi
acuan dalam pelaksanaan kegiatan standardisasi dan perlindungan konsumen khususnya di bidang
perdagangan. Kedua adalah terlaksananya aktivitas pengamanan pasar dalam negeri melalui
kegiatan-kegiatan pengawasan maupun pemberdayaan konsumen.
Berdasarkan Visi Kementerian Perdagangan dan kondisi dasar di atas, Direktorat Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mengembangkan misi untuk periode 2010 - 2014 adalah:
1. Peningkatan daya saing ekspor.
2. Peningkatan pengawasan dan perlindungan konsumen.
Dalam mewujudkan misi Mengembangan Sistem Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
diperlukan terciptanya dua kondisi yakni tersedianya kebijakan di bidang standardisasi dan
perlindungan konsumen serta tersedianya kelembagaan dan sumber daya manusia yang akan
menggerakkan kebijakan tersebut. Sedangkan dalam mewujudkan Misi Mengamankan Pasar Dalam
Negeri diperlukan tiga kondisi yakni terselenggaranya pengawasan barang beredar dan jasa, tertib
ukur, dan pemberdayaan konsumen.
20 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Dari kondisi tersebut, pembangunan standardisasi dan perlindungan konsumen menetapkan tujuan
yang akan dicapai untuk periode 2010-2014 adalah:
1. Diversifikasi Pasar Ekspor.
2. Pengembangan Kebijakan Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
3. Kelembagaan Standardisasi dan Perlindungan Konsumen.
4. Mengembangkan SDM Perlindungan Konsumen.
5. Peningkatan Pengawasan Barang/Jasa dan Kemetrologian.
6. Peningkatan Layanan Perlindungan Konsumen dan Kemetrologian.

Sasaran Strategis Pembangunan Standardisasi dan Perlindungan Konsumen


Dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan
Konsumen menetapkan sasaran pembangunan, yaitu:
1. Tertelusurnya Standar Ukuran Secara Nasional dan Internasional
2. Tersedianya rumusan Peraturan dan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) di Bidang
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
3. Meningkatnya Akumulasi BPSK Yang Terbentuk
4. Meningkatnya Akumulasi Jumlah SDM Perlindungan Konsumen
5. Meningkatnya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Yang Dibina Dan Dinilai
6. Meningkatnya Jenis barang beredar ber-SNI wajib yang diawasi
7. Meningkatnya Kegiatan Pengawasan Barang Beredar
8. Meningkatnya Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Telah Memenuhi
Peraturan Yang Berlaku
9. Terselenggaranya Kegiatan Peningkatan Pemahaman Konsumen dan Tanggung Jawab
Pengusaha
Arah Kebijakan dan Strategi
Arah Kebijakan dan Strategi yang dikembangkan Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan
Konsumen mengacu pada Arah Strategi dan Kebijakan Kementerian Perdagangan. Berdasarkan hal
tersebut, ditetapkanlah beberapa langkah strategis, yaitu:
Dalam Kerangka meningkatkan perlindungan konsumen dalam negeri serta pengamanan pasar
domestik dikembangkan:
1. Kebijakan Standardisasi dan Perlindungan Konsumen yang dilakukan melaluii Penyiapan
rumusan peraturan dan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) di bidang standardisasi
dan perlindungan konsumen
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 21

2. Peningkatan efektivitas pengawasan barang beredar dan jasa, dilakukan melalui:


• Peningkatan kegiatan pengawasan barang beredar.
• Peningkatan jenis barang beredar ber-SNI wajib yang diawasi.
3. Peningkatan tertib ukur, dilakukan melalui :
• Peningkatan UTTP yang telah ditera/ditera ulang.
• Penelusuran standar ukuran secara nasional dan internasional.
• Pengembangan dan peningkatan kompetensi SDM Kemetrologian.
• Pembinaan dan penilaian Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Metrologi Legal.
• Pembinaan dan pengawasan kemetrologian melalui Pasar Tertib Ukur dan Daerah Tertib
Ukur.
• Penyiapan peraturan dan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) di bidang metrologi
legal.
Guna mengatur dan menata waralaba, kemitraan usaha, distributor, keagenan, ritel, trading house,
lembaga perlindungan konsumen dan eksportir agar masyarakat dapat terlibat secara luas dalam
aktivitas perekonomian perdagangan dikembangkan strategi:
1. Peningkatan kelembagaan dan SDM di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen,
dilakukan melalui :
• Peningkatan akumulasi BPSK yang terbentuk.
• Peningkatan akumulasi jumlah SDM Perlindungan Konsumen.
2. Optimalisasi pemberdayaan konsumen, dilakukan melalui Peningkatan pemahaman konsumen
dan tanggungjawab pengusaha.
Langkah strategis ini bermuara pada satu program tujuan yaitu Peningkatan Perlindungan Konsumen.
Untuk mencapai tujuan tersebut program yang diturunkan menjadi kegiatan dari Direktorat Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen secara umum di antaranya adalah:
1. Pengembangan Standardisasi Bidang Perdagangan
2. Pengembangan Kebijakan dan Pemberdayaan Perlindungan Konsumen
3. Peningkatan Efektifitas Pengawasan Barang Beredar Dan Jasa
4. Peningkatan Tertib Ukur
5. Penguatan Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional/BPKN
6. Peningkatan Perlindungan Konsumen Daerah
22 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Peningkatan Infrastruktur Mutu


Dalam kerangka membangun mutu dan daya saing industri maupun produk nasional yang berujung
pada pembangunan ketahanan perdagangan dalam negeri serta melindungi konsumen nasional,
mutlak diperlukan adanya pembangunan infrastruktur mutu.
Infrastruktur mutu yang dimaksud adalah semua aspek yang berkaitan dengan metrologi,
standardisasi, pengujian, manajemen mutu, sertifikasi dan akreditasi yang berpengaruh terhadap
penilaian kesesuaian (Conformity Assessment) dimana termasuk didalamnya adalah institusi publik
maupun swasta dalam kerangka peraturan dimana mereka beroperasi.
Infrastruktur mutu dibangun di atas empat Pilar sebagai penunjang, yaitu Pemenuhan aspek
Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan (K3L); Peningkatan kualitas secara terus
menerus; Menjaga kepercayaan masyarakat; serta Perlindungan Konsumen.
Saat ini managemen kualitas bertransformasi menjadi 3 pilar yakni metrologi, standardisasi dan
penilaian kesesuaian (Metrology, Standardisation, and Conformity Assessment). Untuk testing dan
quality berubah ke dalam istilah baru yaitu penilaian kesesuaian.
Manfaat yang ingin dicapai melalui kebijakan pemerintah atas pembangunan Infrastruktur Mutu ini
antara lain adalah mengurangi risiko dalam kaitannya dengan perdagangan internasional terutama
faktor keberterimaan produk nasional di luar negeri serta melindungi konsumen dalam negeri
terkait produk-produk yang berasal dari luar negeri, terbangunnya efisiensi ekonomi, terbangunnya
perlindungan terhadap pasar yang fair dan perlindungan lingkungan, serta meningkatkan
kepercayaan konsumen atas barang dan jasa yang beredar di dalam negeri.

Infrastruktur Mutu di Kementerian Perdagangan

Direktorat Pengembangan Mutu Barang

Pengembangan Direktorat
Direktorat Standardisasi Mutu Pemberdayaan Konsumen

Perlindungan
Standardisasi
Konsumen

Direktorat
Direktorat Metrologi Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
Infrastruktur
Mutu & K3L

Metrologi Pengawasan
Legal Pasar
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 23

Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Direktur Jenderal Standardisasi dan


Perlindungan Konsumen dengan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian selaku Kepala Badan Karantina Pertanian, serta Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan terkait Kerjasama Pengawasan Barang Untuk Produk Non Pangan, Pangan
Olahan, dan Pangan Segar.

Kerja Bersama
Dalam melaksanakan peran, tugas beserta fungsinya, Direktorat Jenderal Standardisasi dan
Perlindungan Konsumen ditunjang oleh satu unit pendukung dan empat unit pelaksana teknis, yaitu:
I. Sekretariat Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Bertugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di
lingkungan Direktorat Jenderal dengan fungsi, antara lain:
• engkoordinasikan, penyusunan rencana, dan program serta anggaran, pemantauan
M
program, pelaksanaan urusan administrasi kerja sama evaluasi serta pelaporan di bidang
standardisasi dan perlindungan konsumen;
• engkoordinasikan dan menyiapkan telaahan hukum, penyusunan rancangan peraturan
M
perundang-undangan, serta evaluasi dan pelaporan di bidang standardisasi dan perlindungan
konsumen;
• Melaksanakan urusan administrasi keuangan direktorat jenderal.
2. Direktorat Standardisasi
Bertugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma,
standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan di bidang standardisasi barang dan jasa sektor perdagangan dengan fungsi, antara
lain:
• enyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyusunan dan penerapan
P
standar, kelembagaan dan informasi standar serta kerja sama standardisasi sektor
perdagangan;
24 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

• enyiapan penyusunan pedoman, standar, norma, prosedur, kriteria, serta pemberian bimbingan
P
teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang penyusunan dan penerapan standar,
kelembagaan dan informasi standar serta kerja sama standardisasi sektor perdagangan.
3. Direktorat Pemberdayaan Konsumen
Bertugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar,
prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang
pemberdayaan konsumen dengan fungsi, antara lain:
• enyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kerja sama, informasi dan publikasi,
P
analisa penyelenggaraan perlindungan konsumen, bimbingan konsumen dan pelaku usaha, fasilitasi
kelembagaan pemberdayaan konsumen;
• enyiapan penyusunan pedoman, standar, norma, prosedur, kriteria, serta pemberian bimbingan
P
teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang kerja sama, informasi dan publikasi, analisa
penyelenggaraan perlindungan konsumen, bimbingan konsumen dan pelaku usaha, fasilitasi
kelembagaan pemberdayaan konsumen.
4. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
Bertugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar,
prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang
pengawasan barang beredar dan jasa dengan fungsi, antara lain:
• enyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk pertambangan dan
P
aneka industri, pengawasan produk pertanian, kimia dan kehutanan, pengawasan jasa, bimbingan
dan operasional penyidik pegawai negeri sipil, dan kerja sama pengawasan barang beredar dan
jasa;
• enyiapan penyusunan pedoman, standar, norma, prosedur, kriteria, serta pemberian bimbingan
P
teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk pertambangan dan aneka
industri, pengawasan produk pertanian, kimia dan kehutanan, pengawasan jasa, bimbingan dan
operasional penyidik pegawai negeri sipil, dan kerja sama pengawasan barang beredar dan jasa.
5. Direktorat Metrologi
Bertugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar,
prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang
metrologi legal dengan fungsi, antara lain:
• Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan peningkatan di bidang sarana, kerja sama,
kelembagaan, penilaian kelembagaan, alat ukur, timbang, takar, standar ukuran, sumber daya
manusia kemetrologian, dan pengawasan sektor metrologi legal;
• Penyiapan penyusunan pedoman, standar, norma, prosedur, kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang sarana, kerja sama, kelembagaan, penilaian
kelembagaan, alat ukur, timbang, takar, standar ukuran, sumber daya manusia kemetrologian, dan
pengawasan sektor metrologi legal.
6. Direktorat Pengembangan Mutu Barang
Bertugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan penyusunan pedoman, norma, standar,
prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang
pengembangan mutu barang dengan fungsi, antara lain:
• Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan peningkatan di bidang verifikasi bimbingan
dan kerjasama mutu barang, serta pengembangan sumber daya manusia fungsional penguji mutu
barang;
• Penyiapan penyusunan pedoman, standar, norma, prosedur, kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang verifikasi bimbingan dan kerjasama mutu
barang, serta pengembangan sumber daya manusia fungsional penguji mutu barang.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 25

Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Kementerian Perdagangan

DIREKTORAT JENDERAL
STANDARDISASI DAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN

SEKRETARIAT
DIREKTORAT JENDERAL

DIREKTORAT DIREKTORAT DIREKTORAT


DIREKTORAT DIREKTORAT
PENGAWASAN BARANG PEMBERDAYAAN PENGEMBANGAN
METROLOGI STANDARDISASI
BEREDAR DAN JASA KONSUMEN MUTU BARANG

Dalam rangka penguatan Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia, Direktorat Jenderal Standardisasi dan
Perlindungan Konsumen diamanatkan untuk melakukan pembinaan terhadap administrasi penyelenggaran Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk
membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen yang berfungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada
pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
Dukungan terhadap BPKN tersebut diberikan melalui pembinaan dukungan administrasi dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya yang diselenggarakan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen kepada
Sekretariat BPKN. Sedangkan dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan tugasnya, BPKN merupakan institusi
independen yang bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden.
26 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Nota Kesepahaman antara Kementerian Perdagangan RI dan Kepolisian


Negara Republik Indonesia yang memuat kerjasama peningkatan
penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen dan metrologi legal,
bertujuan untuk meminimalisasi hambatan dalam penegakan hukum,
mewujudkan keberhasilan dalam penanganan tindak pidana di bidang
perlindungan konsumen dan metrologi legal.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 27

Program Prioritas
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Dalam menetapkan arah kebijakan yang kelak akan dilaksanakan melalui program-program
prioritasnya, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen mengacu pada
3 (tiga) Pilar Utama Kebijakan Kementerian Perdagangan, yaitu Stabilisasi dan Penguatan
Pasar Dalam Negeri, Ekspor dan Kerjasama Internasional, serta Reformasi Birokrasi dan
Good Governance yang disertai dengan 3 (tiga) semangat kebijakan, yaitu Semangat Hilirisasi,
Semangat Substitusi Impor, serta Semangat Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan landasan dan semangat kebijakan Kementerian Perdagangan tersebut, Direktorat
Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menetapkan 5 (lima) Pilar Kebijakan
dalam kerangka pembangunan Standardisasi dan Perlindungan Konsumen di Indonesia.

5 Pilar Kebijakan
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen

PASAR EKSPOR/
MITRA DAGANG

5. Pengembangan
Mutu Barang

Ekspor
Impor

2. Peningkatan
4. Peningkatan Pengawasan Barang 3. Gerakan
Tertib Ukur Beredar Konsumen Cerdas

PASAR DOMESTIK

1. Regulasi Standar
& Perlindungan
Konsumen

5 Pilar Kebijakan Standardisasi dan Perlindungan Konsumen tersebut diimplemantasikan


melalui program-program prioritas Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan
Konsumen, yaitu:
I. Regulasi teknis standardisasi dan perlindungan konsumen.
II. Trade Support Programme (TSP) 2 dan Information Management System (IMS).
III. Tim terpadu penerapan regulasi Teknis melalui pengujian produk yang menjadi perhatian
nasional (hot issue).
IV. Transposisi peraturan nasional terkait pada peralatan listrik dan elektronik sesuai
ketentuan AHEEERR.
V. Analisa data dan informasi penerapan standar oleh pelaku usaha.
28 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

VI. Edukasi konsumen cerdas.


VII. Peningkatan pengawasan Barang beredar.
VIII. Penegakan hukum terhadap hasil temuan pengawasan melalui pengenaan sanksi administratif
dan/atau pidana.
IX. Peningkatan tertib ukur melalui pembentukan pasar tertib ukur, pembentukan daerah tertib ukur
dan peningkatan pemahaman metrologi legal.
X. Peningkatan pengawasan prapasar terhadap mutu barang impor dan produksi dalam negeri
yang SNI nya diberlakukan secara wajib.
XI. Pemantauan dan pembinaan Mutu Barang yang SNI-nya diberlakukan secara wajib.
XII. Pemantauan dan pembinaan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor (BOKOR).

Secara garis besar, program prioritas serta keterkaitan antar program dari Direktorat Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dapat digambarkan melalui penjelasan berikut:
I. Regulasi Teknis Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Merupakan program payung dari Perumusan dan Penerapan Regulasi Teknis yang ‘Pro
Konsumen’. Tujuan dari adanya program ini adalah dalam rangka memberikan perlindungan
kepada konsumen terhadap produk dalam negeri maupun produk impor yang beredar di pasar
melalui aspek K3L, memberikan kepastian hukum kepada produsen dalam menjalankan usaha,
serta menyediakan data dan informasi tentang hasil uji produk, terutama yang merupakan
concern nasional (hot issues).
Alur kerja dari program Perumusan dan Penerapan Regulasi Teknis yang ‘Pro Konsumen’
adalah teridentifikasinya materi-materi kebutuhan guna penyusunan & penerapan regulasi yang
dilanjutkan dengan proses penyusunan regulasi teknis yang disertai dengan pembentukan Tim
Terpadu Penerapan Regulasi Teknis.
Adapun hasil yang dicapai dari pelaksanaan program ini adalah tersusunnya draft peraturan
teknis serta terhimpunnya data dan informasi mengenai hasil uji produk.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 29

II. Trade Support Programme (TSP) 2 dan Information Management System (IMS).
Program ini bertujuan untuk memfasilitasi integrasi produk ekspor Indonesia ke pasar internasional
terutama Uni Eropa, meningkatkan kapasitas infrastruktur mutu ekspor (EQI) guna mendukung
akses produk Indonesia ke pasar internasional, serta meningkatkan kesesuaian produk ekspor
Indonesia dengan standar internasional.
Pelaksanaan Program TSP 2 melibatkan pemangku amanah standardisasi dan perlindungan
konsumen di Indonesia, yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Standardisasi Nasional
(BSN) - Komite Akreditasi Nasional (KAN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM).
Melalui Annual Programme Estimate (APE) yang merupakan garis besar kegiatan yang dilakukan
sepanjang tahun 2012 di tiap Kementerian atau Badan, dalam kerangka pelaksanaan TSP 2
Kementerian Perdagangan memiliki agenda kerja yaitu Membangunan Information Management
System (IMS) on Standards and Technical Regulations, Training on International Standards and
Export Destination Countries Technical Regulations, serta mengadakan peralatan pengujian
untuk meningkatkan kapasitas Pengembangan Mutu Barang menjadi reference lab yang diakui
di European Union (EU).

Milestones of IMS Planning (2011 – Oktober 2014)

C. IMS Development: Phase I: Technical Regulations and Standards (2011 – 2014)

Phase II: Information of PCB, Test Labs and Inspection Bodies

2011 2012 2013 2014


IMS System EU Directives EU Directives + Japan + USA +
ASEAN KOREA

A. Establishment of IMS : B. Human Capacity Building B. Human Capacity


1. Phase I: Technical (Training): Building (Training): D. Continual
Assistance from EU; 1. Phase I: Technical 2. Phase II: Private Improvement of IMS
2. Phase II: IMS Regulations (EU Directives Standards: Retailer
Establishment; on Food, Cosmetics Standards,FSC
(REACH), EEE (ROHS & B. Human Capacity
, RSPO, GlobalGAP/Eu
WEEE), Furniture Building (Training):
repGAP, MSC and
(REACH), and Fisheries; 3. Phase III:
HACCP
2. Phase II: Private Standards International
: BRC Global Standards Standards: ISO
and Fairtrade); 9001, 22000, 14000,
CODEX, OIE, etc.
3. Phase III: IMS Socialisation
30 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

III. Harmonisasi Standardisasi ASEAN


Program Harmonisasi Standardisasi ASEAN bertujuan untuk memetakan kesiapan Indonesia
dalam penerapan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, terutama untuk sektor
EE dan prepared foodstuff, serta memberikan masukan dan berkoordinasi dengan stakeholders
dalam rangka menyiapkan Indonesia untuk penerapan AEC.
Sebagai pelaksanaan Program Harmonisasi Standardisasi ASEAN, Direktorat Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen menetapkan dua kegiatan yang menjadi prioritas
sebagai sukses program ini yaitu:
1. Transposisi Regulasi sesuai Ketentuan AHEEERR
2. Analisa Data dan Informasi Penerapan Standar oleh Pelaku Usaha

IV. Peningkatan Pemberdayaan Konsumen


Program Peningkatan Pemberdayaan Konsumen dilandasi oleh kebijakan Direktorat Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen terkait pemberdayaan konsumen, yaitu:
1. Menyusun/mereview regulasi yang pro-konsumen dan keseimbangan kepentingan konsumen
dan pelaku usaha.
2. Mengedukasi konsumen menjadi konsumen cerdas
3. Mengembangkan kelembagaan konsumen sebagai akses pemulihan hak-hak konsumen
terhadap kerugian yang dideritanya
Berdasarkan kebijakan tersebut maka tujuan dari program Pemberdayaan Konsumen adalah
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memberikan kepastian hukum serta menjaga
keseimbangan kepentingan konsumen dan pelaku usaha, meningkatkan pemahaman konsumen
agar lebih cerdas, dan memiliki proteksi alamiah serta mampu menghadapi pasar yang semakin
terbuka, meningkatkan tanggung jawab pelaku usaha untuk memproduksi dan memperdagangkan
barang/jasa yang sesuai K3L, mengembangkan dan memperkuat kelembagaan BPSK dan
LPKSM, serta berperan aktif dalam kerjasama kelembagaan perlindungan konsumen baik di
tingkat nasional dan internasional.
Program Pemberdayaan Konsumen dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan prioritas, yaitu:
1. Penyusunan Peraturan/ Pedoman Perlindungan Konsumen
Pada kegiatan ini telah dilaksanakan Penyusunan Peraturan/ Pedoman atas Draft Perubahan
Permendag tentang Label; MKG; Ketentuan Pencantuman Harga; Ketentuan Penawaran
dan Penjualan Barang; Ketentuan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK; Pedoman
Pelayanan Informasi Konsumen.
Sedangkan untuk tahun 2013 akan dilakukan Penyusunan Peraturan/ Pedoman atas Klausula
Baku; Iklan dan Promosi; Standar Kompetensi Anggota BPSK; dan Pedoman Penanganan
Pengaduan Konsumen.
2. Edukasi Konsumen
Kegiatan Edukasi Konsumen dilaksanakan melalui Klinik Konsumen Terpadu (KKT), Motivator
dan Gerakan Komunitas Konsumen, Pengembangan Layanan Informasi Konsumen di
Perguruan Tinggi, Edukasi Belanja Cerdas, Pengaduan Konsumen secara online (Siswas
PK, Hotline-Call Center), serta Sosialisasi melalui Media Elektronik dan Media Cetak.
3. Pengembangan Kelembagaan
Pengembangan Kelembagaan dilaksanaan dengan bentuk kegiatan:
a. Pembentukan 50 BPSK melalui Fasilitasi sosialisasi BPSK (leaflet, stiker, banner dll) serta
Bantuan sarana operasional (komputer, printer, fillling kabinet, meja sidang, kursi dan
papan nama).
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 31

b. Penguatan 73 BPSK melalui pelatihan kepada anggota BPSK dan sekretariat BPSK baik
untuk pemula maupun lanjutan; Fasilitasi bagi anggota dari 3 BPSK pemenang penghargaan
untuk melakukan pembelajaran ke luar negeri (India, Hongkong, dan Malaysia); Bantuan
biaya operasional penanganan kasus kepada 15 BPSK yang menerima penghargaan
BPSK terbaik; Bantuan sarana operasional (komputer, printer, fillling kabinet, meja sidang,
kursi dan papan nama) kepada 73 BPSK, dan Penyelenggaraan Musyawarah Nasional
BPSK.
c. Fasilitasi kepada LPKSM melalui Aktivasi sosialisasi atau forum komunikasi LPKSM.
Disamping kegiatan prioritas, dalam rangka membangun perlindungan konsumen yang disertai
pemberdayaan secara efektif, Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
melalui Direktorat Pemberdayaan Konsumen juga merancang adanya kegiatan inisiatif, yaitu:
1. Kegiatan Edukasi dengan Membangun Jaringan Konsumen yang Lebih Luas melalui
Kerjasama dengan Ormas (PP Muhamadiyah, PP Aisyiah, NU, Muslimah NU, Anshor, PPGI,
dll) yang disertai dengan Penyusunan dan perbanyakan Modul Edukasi untuk Dai dan aktivis
Ormas.
2. Penyelenggaraan Hari Konsumen Nasional dengan sub-kegiatan di antaranya berupa Gelar
aktivasi dan Layanan Konsumen oleh BPSK, LPKSM, Penggiat PK, Instansi/Lembaga
terkait, Seminar Perlindungan Konsumen, Lomba foto, lomba menulis konsumen muda,
lomba mewarnai konsumen cilik, Pemberian Penghargaan Penggiat PK, Wartawan Peduli
Konsumen, Primaniaga.
3. Pengembangan Kerjasama Kelembagaan Asean Comittee On Consumer Protection (ACCP)
dengan sub-kegiatan berupa Operasionalisasi INARAPEX (Indonesia Rapid Alert System and
Information Exchange), Consumer Complaint Online, dan Workshop WG -ASEAN RAPEX.

V. Peningkatan Pengawasan Barang Beredar


Ruang lingkup pengawasan barang beredar dan jasa mencakup:
1. Barang Dan/Atau Jasa Yang Beredar Di Pasar dengan komponen pengawasannya adalah
Standar, Label, Klausula Baku, Pelayanan Purna Jual, Cara Menjual, dan Pengiklanan.
2. Barang Dan/Atau Jasa Yang Dilarang Beredar Di Pasar dengan komponen pengawasannya
yaitu hanya dapat didistribusikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
3. Barang Dan/Atau Jasa Yang Diatur Tata Niaganya, Perdagangan Barang-Barang Dalam
Pengawasan, dan Distribusi yang kesemuanya Wajib Memenuhi Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan Yang Berlaku.
Untuk program peningkatan pengawasan barang beredar, Direktorat Jenderal Standardisasi
dan Perlindungan Konsumen melalui Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa akan
melaksanakan pengawasan terhadap 600 produk yang mencakup:
1. Pengawasan Terhadap 10 (Sepuluh) Produk Ber-SNI Wajib meliputi Kotak Kontak, Tusuk
Kontak, Mini Circuit Breaker – MCB, Lampu Swaballast, BjTB, Helm, Karet Perapat (Seal)
Tabung LPG, Melamin, Ban Mobil Penumpang, Ban Sepeda Motor.
2. Pengawasan Terhadap 4 (Empat) Jenis Jasa mencakup Cara Menjual, Klausula Baku,
Layanan Purna Jual, Pengiklanan
3. Pencantuman Label Berbahasa Indonesia Pada Barang
4. Manual Kartu Garansi Bagi Produk Telematika Dan Elektronika
5. Pengawasan Terhadap Peredaran Bahan Berbahaya (B2)
6. Pengawasan Secara Terpadu (Pontianak, Riau, Tarakan, Medan, Semarang)
7. Pelaksanaan pengawasan di perbatasan: Batam (Kepulauan Riau), Dumai (Riau), Sanggau
(Kalbar), Nunukan (Kaltim), dan Sabang (Aceh) oleh Tim Terpadu Pengawasan Barang
Beredar (Tim TPBB).
32 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

VI. Peningkatan Tertib Ukur


Program Peningkatan Tertib Ukur memiliki tujuan, yaitu:
1. Menciptakan pasar tertib ukur dan daerah tertib ukur sehingga dapat dijadikan contoh dan
teladan bagi pasar tradisional dan pemerintah daerah lain.
2. Meningkatkan citra pasar tradisional bagi masyarakat konsumen khususnya dari segi
kebenaran hasil pengukuran dalam transaksi perdagangan.
3. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pedagang/pengguna dan pemilik UTTP
serta pengelola pasar tentang pentingnya penggunaan UTTP yang benar dan sah dalam
membangun kepercayaan masyarakat konsumen.
4. Memperkuat pengawasan, penegakkan hukum, dan pembinaan terhadap penggunaan dan
peredaran UTTP.
5. Meningkatkan peran dan kinerja pemerintah daerah dalam menyelenggarakan metrologi
legal di daerahnya.
6. Melakukan publikasi dan komunikasi kepada masyarakat pengguna dan pemilik UTTP serta
konsumen tentang arti, tujuan, dan pentingnya penyelenggaraan metrologi legal sehingga
menumbuhkan budaya tertib ukur.
Secara umum, sasaran pelaksanaan program Peningkatan Tertib Ukur adalah terbangunnya
Peredaran dan Penggunaan UTTP Sesuai dengan Ketentuan melalui Pembentukan Pasar Tertib
Ukur, Pembentukan Daerah Tertib Ukur, serta Peningkatan Pemahaman atas Metrologi Legal.
Hal ini dapat tercapai melalui kunci sukses adanya keterpaduan program antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.

VII. Peningkatan Konsistensi dan Ketertelusuran Mutu Barang


Program Peningkatan Konsistensi dan Ketertelusuran Mutu Barang bertujuan untuk
Meningkatkan Pengawasan pra pasar terhadap mutu barang impor dan produksi dalam negeri
yang SNI nya diberlakukan secara wajib, Memantau dan melakukan Pembinaan Mutu Barang
yang SNI-nya diberlakukan secara wajib, Memantau dan melakukan Pembinaan Mutu Bahan
Olah Komoditi Ekspor (BOKOR), Membangun Jaringan Kerjasama LPK/ BPSMB melalui
pembinaan SDM fungsional Penguji Mutu Barang, serta Meningkatkan Pelayanan pengujian,
kalibrasi dan sertifikasi di bidang mutu barang.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, dibangun indikator-indikator pencapaian sukses
pelaksanaan program, antara lain adalah:
1. Evaluasi pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI wajib,
2. Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk dalam negeri dan produk impor SNI
wajib,
3. Pengawasan mutu barang impor melalui pengawasan pra-pasar dengan mekanisme
pendaftaran (NPB/SPB),
4. Pengawasan mutu barang produk dalam negeri setara dengan mutu produk impor melalui
mekanisme pendaftaran Nomor Registrasi Produk (NRP),
5. Jumlah barang SNI Wajib yang diambil contohnya/ dipantau,
6. Jumlah bahan olah komoditi ekspor yang dipantau,
7. Jumlah pertemuan teknis pengawasan mutu produk ekspor,
8. Jumlah Bimbingan Teknis Kepada Jejaring Kerja Pengawasan Mutu Barang,
9 Jumlah kemampuan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) yang dipantau,
10. Jumlah pejabat fungsional Penguji Mutu Barang (PMB),
11. Jumlah contoh yang diujikan,
12. Jumlah sertifikat yang diterbitkan,
13. Jumlah sertifikat terkait produk, personil, dan pelatihan yang diterbitkan.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 33

Rencana Aksi Terhadap Deliverables


Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Tahun 2013

Rencana Aksi terhadap Deliverables adalah kegiatan-kegiatan utama yang menjadi target pencapaian
serta penyelesaian pada periode yang ditetapkan berdasarkan acuan Program Prioritas. Kegiatan-
kegiatan utama Direktorat Standardisasi dan Perlindungan Konsumen untuk periode tahun 2013,
secara umum di antaranya adalah:

• Edukasi Konsumen Cerdas

• Pemberian Penghargaan kepada 5 Daerah Terbaik yang Peduli Perlindungan Konsumen

• Meningkatkan Efektifitas Pengawasan Barang Beredar di Daerah Perbatasan

• Mengoptimalkan Upaya Penegakan Hukum di Bidang Standardisasi dan Perlindungan


Konsumen

• Mendukung Finalisasi Regulasi Teknis Untuk Mainan Anak, Elektronik dan Pakaian Jadi
serta Produk Tertentu Lainnya di Bidang Standardisasi dan Perlindungan Konsumen

• Menyiapkan Makalah Posisi tentang Penajaman SNI untuk Kepentingan Standardisasi


dan Perlindungan Konsumen Ke Depan

• Melakukan Penajaman Kerjasama dengan Instansi Teknis Terkait

• Meningkatkan Capacity Building untuk Pegawai Direktorat Jenderal Standardisasi dan


Perlindungan Konsumen

• Menyelesaikan Kepengurusan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sebelum


Akhir Maret 2013

• Melakukan Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan Dekonsentrasi dan Fasilitasi Pembentukan


Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
34 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Kolaborasi Pusat, Daerah, dan Luar Negeri


Sesuai dengan pola dan semangat otonomi daerah saat ini, Pembangunan Standardisasi dan
Perlindungan Konsumen yang bertujuan untuk melindungi konsumen dalam negeri dan mengamankan
perdagangan nasional tidak dapat dilaksanakan hanya oleh Pemerintah Pusat. Diperlukan kolaborasi
efektif pengelolaannya bersama pemerintah daerah.
Guna Meningkatkan Tertib Ukur, kerjasama yang dilakukan berupa Melaksanakan Pra penilaian
UPTD dan Pengawasan Kemetrologian menyambut Hari Besar Keagamaan Nasional sesuai
dengan dana Dekonsentrasi, Mendorong pembentukan Unit Kerja dan UPTD di Kabupaten/Kota,
Meningkatkan pelayanan tera dan tera ulang, Meningkatkan jumlah SDM Penera dan Pengamat
Tera, dan Jaminan standar kerja/uji UTTP.
Sedangkan untuk mensukseskan program Information Management Body (IMB) kerjasama yang
dilakukan bersama Pemerintah Daerah mencakup Pemberian informasi mengenai LPK yang berada
di daerah terkait dengan ruang lingkup LPK, status akreditasi, personel yang dimiliki, dan bantuan
yang diperlukan, serta Sosialisasi rencana pembentukan IMB kepada pelaku usaha setempat.
Dalam kaitannya untuk meningkatkan Pengawasan Barang Beredar, Direktorat Jenderal Standardisasi
dan Perlindungan Konsumen bekerjasama dengan Pemerintah Daerah melalui kegiatan Koordinasi
dan pelaksanaan pengawasan terhadap 10 Komoditi sesuai dengan anggaran Dekonsentrasi, dan
Koordinasi dan pelaksanaan pengawasan melalui instrumen crash programe, pengawasan berkala,
dan pengawasan khusus.
Untuk Peningkatan Perlindungan Konsumen kerjasama yang dilakukan adalah dengan
penyelenggaraan kegiatan secara aktif dalam sosialisasi Konsumen Cerdas, Mendorong pembentukan
BPSK melalui sosialisasi dengan mengundang Kabupaten/Kota sesuai dana Dekonsentrasi,
Melibatkan LPKSM dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta berkoordinasi dengan
Dinas Pendidikan Derah mengenai muatan lokal Extra Kurikulum Perlindungan Konsumen di
Sekolah.
Kerjasama luar negeri juga dilaksanakan dan dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Standardisasi
dan Perlindungan Konsumen melalui jaringan Atase Perdagangan Republik Indonesia (Atdag) dan
akses melalui Indonesia Trade Promotion Center (ITPC).
Pada kedua akses luar negeri ini, kerjasama difokuskan pada:
1. Memberikan informasi penyelenggaraan perlindungan konsumen yang antara lain:
• Sistem Metrologi Legal.
• Sistem Standardisasi yang diterapkan.
• Pelaksanaan pengawasan barang beredar dan jasa di pasar (Market Survailence).
• Kebijakan dan Kelembagaan Perlindungan Konsumen.
• Pengembangan edukasi konsumen.
• Sistem penerapan Halal Food.
2. Memberikan informasi dalam rangka mendukung pembentukan IMB yang antara lain:
• Regulasi Teknis.
• National Standard, Additional Requirement, Private Standard.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 35
36 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

3 Pembangunan Standardisasi

Membangun Mutu dan


Daya Saing
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 37

Yang dimaksud dengan standar adalah spesifikasi teknis atau


sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang
disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait
dengan memperhatikan syarat-syarat berupa keselamatan,
keamanan, kesehatan lingkungan hidup, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta berdasarkan
perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

Secara global, perkembangan standardisasi di dunia terdiri atas empat tahapan penting yang
berkaitan dengan isu:
• Manajemen mutu dan kualitas, seperti ISO 9001, Good Agricultural Practices, serta Good
Manufacturing Practices. Standar ini umumnya diterapkan dan menjadi persyaratan antara
Business to Business;
• Manajemen lingkungan (ISO 14001) yang lebih terkait dengan persyaratan Business to Consumer;
• Manajemen sosial dan tenaga kerja (SA 8000 dan Fairtrade) yang benyak terkait dengan
persyaratan Business to Consumer maupun Business to Producer;
• Manajemen sumber daya alam (Forest Stewardship Council/ FSC dan Carbon Labelling).
38 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

1990 2000 2010

Business to Business to Business to


Business Consumer Society
Global
Stakeholder Civil
Society
Quality Issues
(ISO 9001, GAP, GMP)

Environmental Issues
(ISO 14001)

Social, Labor, & Equality Issues


(SA 8000, Fairtrade)

Resources Sustainability Issues


(MFC, FSC, Carbon Labelling)

Pemanfaatan Niche Market

Indonesia sebagai negara yang ingin terus meningkatkan ekspor ke negara maju seperti USA,
Jepang dan Uni Eropa perlu secara dinamis mendorong pelaku usahanya untuk menerapkan
standar yang diberlakukan di negara tujuan. Penerapan standar sebagai fasilitasi perdagangan dunia
meningkat secara signifikan sejak era 1990-an. Gambar berikut menunjukan perkembangan standar
dan regulasi teknis dalam memenuhi persyaratan Business to Business, Business to Consumer dan
akhirnya berkembang menjadi Business to Society.

Direktorat Standardisasi sebagai salah satu komponen infrastruktur mutu di Kementerian


Perdagangan terus berusaha mengikuti perkembangan standar yang mempengaruhi persyaratan
perdagangan dunia.

Selain standar yang tertuang dalam regulasi teknis, terdapat private standard yang dipersyaratkan
oleh sektor swasta dimana pemenuhannya dilakukan secara sukarela (voluntary). Direktorat
Standardisasi bertujuan meningkatkan kesadaran dunia usaha untuk menerapkan sistem sertifikasi
sukarela tersebut. Hal ini dimaksudkan dapat meningkatkan akses pasar produk Indonesia di negara
tujuan ekspor dengan memanfaatkan niche market serta mendapatkan harga yang lebih tinggi
dari harga normal (premium price). Beberapa macam bentuk sertifikasi sukarela adalah fair trade,
organic, carbon foot print dan sebagainya.

Yang dimaksud dengan standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk
tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat berupa keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta berdasarkan perkembangan
masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan
oleh Badan Standar Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional.

Penerapan SNI pada dasarnya adalah bersifat sukarela, artinya kegiatan dan produk yang tidak
memenuhi ketentuan SNI tidak dilarang untuk diperdagangkan. Dengan demikian, untuk menjamin
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 39

keberterimaan dan pemanfaatan SNI secara luas, penerapan norma keterbukaan bagi semua
pemangku kepentingan, transparansi dan tidak memihak, serta selaras dengan perkembangan
standar internasional merupakan faktor yang sangat penting.

Namun, guna menjalankan kepentingan Negara dalam melindungi kepentingan umum, keamanan,
perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, pemerintah dapat
memberlakukan SNI tertentu atas produk-produk tertentu secara wajib.

Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang
memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan atas kegiatan dan peredaran produk. Dalam hal ini,
kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI menjadi terlarang untuk diperdagangkan.
Ketentuan tersebut berlaku secara universal baik kepada produk yang diproduksi di dalam negeri
maupun produk impor yang masuk ke dalam pasar domestik.

Meski demikian, pemberlakuan SNI wajib tetap dijalankan berdasarkan prinsip kehati-hatian dalam
rangka menghindari sejumlah dampak seperti adanya hambatan dalam persaingan usaha yang
sehat, hambatan untuk melakukan inovasi, maupun menghambat perkembangan Usaha Kecil
Menengah (UKM).

Aspek terbaik yang dapat diterima semua pihak adalah mendorong penerapan SNI wajib atas
kegiatan atau produk yang memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi terutama yang menyangkut
aspek Keselamatan, Keamanan, Kesehatan, dan Lingkungan (K3L), sehingga pengaturan kegiatan
pengawasan dan peredaran produk mutlak diperlukan.

Di Indonesia, sepanjang periode tahun 2005 hingga 2011 pemberlakuan standar wajib mengalami
peningkatan yang cukup pesat. Sampai dengan tanggal 10 Mei 2011 tercatat 83 Standar Nasional
Indonesia (SNI) yang telah diberlakukan standar wajib. Dengan demikian produk-produk yang diatur
dalam SNI tersebut harus memenuhi persyaratan teknis yang dipersyaratkan apabila diedarkan di
pasar domestik. Kondisi tersebut berlaku untuk seluruh produk baik produk yang diproduksi di dalam
negeri maupun produk eskpor.

Pemberlakuan SNI wajib perlu didukung oleh pengawasan pasar, baik pengawasan pra-pasar untuk
menetapkan kegiatan atau produk yang telah memenuhi ketentuan SNI wajib tersebut maupun
pengawasan pasca-pasar untuk mengawasi dan mengkoreksi kegiatan atau produk yang belum
memenuhi ketentuan SNI yang telah diberlakukan wajib.
40 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Apabila fungsi penilaian kesesuaian terhadap SNI yang bersifat sukarela merupakan pengakuan,
maka bagi SNI yang bersifat wajib penilaian kesesuaian merupakan salah satu persyaratan yang
harus dipenuhi oleh semua pihak yang terkait. Dengan demikian penilaian kesesuaian berfungsi
sebagai bagian dari pengawasan pra-pasar yang dilakukan oleh regulator.

Jaminan Aspek K3L terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan

Perkembangan pengenaan hambatan perdagangan dunia mengalami perubahan yang cukup


cepat. Dimulai dengan diberlakukannnya tarif impor yang relatif tinggi, sehingga mendorong negara-
negara melakukan perundingan perdagangan untuk mengurangi hambatan tersebut. Seiring
dengan semakin menurunnya pengenaan tarif, negara-negara menggunakan instrumen lain dalam
melindungi konsumen dan produksi dalam negeri, antara lain dengan penggunaan kuota maupun
penerapan non tarif barrier (NTB) lainnya.

Non tariff barrier yang populer saat ini adalah penerapan regulasi teknis. Namun demikian, penerapan
regulasi teknis tersebut harus sesuai dengan perjanjian yang telah diatur oleh organisasi perdagangan
dunia (WTO) yang tertuang dalam Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement. Perkembangan
penyusunan regulasi teknis di Indonesia saat ini masih mengacu pada penggunaan Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang diwajibkan sementara pengertian dari standar adalah sukarela dan
yang wajib adalah peraturannya. Oleh karena itu beberapa negara hanya memberlakukan beberapa
persyaratan tertentu terkait dengan K3L yang harus dipenuhi pelaku usaha, dan bukan keseluruhan
standar.

Untuk mengantisipasi semakin meningkatnya peredaran produk yang kurang terjamin aspek
Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup (K3L) di pasar serta masih belum
optimalnya penggunaan SNI sebagai acuan dalam penyusunan regulasi teknis, Direktorat
Standardisasi merencanakan melakukan penyusunan regulasi teknis berbasis sebagian parameter
SNI atau persyaratan teknis lainnya untuk menjamin terwujudnya perlindungan konsumen terhadap
barang non-standar.

Saat ini perdagangan sektor jasa mengalami peningkatan yang terusmenerus dan signifikan. Oleh
karena itu standardisasi jasa merupakan hal penting untuk dapat diterapkan secara benar sehingga
perlindungan konsumen juga tetap dapat diwujudkan.

Penilaian kesesuaian akan bergantung dari kapasitas Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang
terdiri dari Lembaga Sertifikasi, Laboratorium, dan Lembaga Inspeksi. Kapasitas LPK tidak hanya
dilihat dari segi ketersediaan jumlah yang cukup saja namun turut mempertimbangkan aspek
kemampuan dalam melaksanakan penilaian kesesuaian itu sendiri. Sehingga kapasitas sumber
daya manusia yang ada juga memiliki peranan yang vital.

Tahun 2007 telah diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang
Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib
Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan. Dalam Permendag tersebut mulai diberlakukan
aturan mengenai pengawasan pra-pasar dan di pasar pemberlakuan SNI Wajib yang mana salah
satu poinnya mewajibkan LPK yang mengeluarkan sertifikat kesesuaian terhadap barang yang
diberlakukan SNI Wajib untuk didaftarkan pada Pusat Standardisasi Kementerian Perdagangan
yang kini bertransformasi menjadi Direktorat Standardisasi.

Setelah diberlakukannya Permendag tersebut, proses pendaftaran terhadap LPK yang mengeluarkan
SPPT SNI yang telah diberlakukan wajib dimulai pada tahun 2007 dengan jumlah LPK terdaftar
sebanyak 12 lembaga. Seiring dengan peningkatan pemberlakuan SNI Wajib yang diberlakukan oleh
kementerian teknis, jumlah LPK terdaftar turut mengalami peningkatan hingga mencapai 19 lembaga
pada tahun 2009.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 41

Partispasi Direktorat Standardisasi dalam Trade Expo Indonesia (TEI), 17 - 21 Oktober 2012

Dari segi ruang lingkupnya, LPK yang terdaftar di Direktorat Standardisasi telah mencakup seluruh
produk SNI yang telah diberlakukan wajib. Dari segi luasan ruang lingkup, Lembaga Sertifikasi
Produk Pusat Standardisasi Kementerian Perindustrian (LSPro – Pustand Depperin) merupakan
LPK dengan ruang lingkup terbesar yang mencakup 43 produk SNI wajib. Sementara itu, Lembaga
Sertifikasi Produk Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung (LSPro Lampung) dan
Lembaga Sertifikasi Produk Agro-Based Industry Product Certification Services (LSPro ABI-Pro)
merupakan LPK dengan ruang lingkup terkecil yang keduanya hanya melayani sertifikasi produk
tepung terigu sebagai bahan makanan.

Pembangunan Standardisasi di Fora Internasional Dalam Kerangka


Meningkatkan Keberterimaan Sertifikat Produk dan Hasil Uji

Liberalisasi ekonomi membuat perdagangan dunia semakin terbuka. Indonesia sebagai anggota
masyarakat internasional tidak dapat menghindar dari hal tersebut, dan tidak dapat mengisolasi
ekonomi dalam negeri dari dunia luar hanya karena ingin menyelamatkan pasar domestik. Oleh
karena itu produk Indonesia harus kompetitif sehingga dapat turut bermain dalam percaturan
perdagangan dunia. Free Trade Area (FTA) memberikan fasilitas bahwa arus barang dua arah akan
bebas/ sedikit hambatan dan bebas tarif atau lebih rendah dibandingkan tanpa FTA.

Meskipun demikian, terbentuknya Free Trade Area (FTA) juga memberikan tantangan tersendiri bagi
negara yang bergabung. Tantangan tersebut dapat memberikan dampak negatif maupun positif.
Dengan bergabung dalam FTA, diharapkan kita dapat memperoleh manfaat seperti terfasilitasinya
perdagangan, akses pasar yang lebih luas, dan meningkatnya daya saing produk nasional dalam
perdagangan internasional.

Indonesia membentuk beberapa FTA antara lain AFTA, ASEAN - China FTA (ACFTA), Australia New
Zealand FTA (AANZFTA) dan lain-lain. Untuk itu FTA tersebut harus dapat dimanfaatkan seoptimal
mungkin untuk memfasilitasi perdagangan sehingga dapat meningkatkan akses pasar.

Fasilitasi perdagangan antara lain dapat diwujudkan melalui pembentukan Mutual Recognition
Arrangement (MRA) kerjasama teknis untuk TBT. Melalui kesepakatan ini Negara Negara yang
membentuk FTA diharapkan dapat mengurangi terjadinya kasus penolakan barang ekspor karena
non-compliance. Melalui kesepakatan ini diharapkan dapat tercipta saling keberterimaan sertifikat
dan hasil uji antar lembaga penilaian kesesuaian. Dengan demikian sertifikat produk maupun hasil
uji dapat diterima secara otomatis tanpa dilakukan pengujian ulang.
42 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Di tingkat ASEAN, dengan dibentuknya ASEAN Free Trade Area (AFTA) mendorong aktivitas
perdagangan antara Indonesia dengan mitra ASEAN menjadi semakin vital. Pemerintah Indonesia
turut menyepakati pengembangan perdagangan atas 12 (dua belas) sektor prioritas yang meliputi
(1) Electric and Electronic Equipment, (2) Wood Based Product, (3) Automotives, (4) Rubber
Based Product, (5) Textiles and Apparels, (6) Agro Based Products, (7) Fisheries, (8) e-ASEAN, (9)
Healthcare, (10) Air Travel, (11) Tourism dan (12) Logistics. Pengintegrasian 12 (dua belas) sektor
prioritas tersebut, merupakan bagian dari skenario besar ASEAN guna membentuk pasar tunggal
ASEAN, yaitu ASEAN Economic Community (AEC) yang ditargetkan terlaksana pada tahun 2020
secara menyeluruh dan 2015 untuk negara-negara utama termasuk Indonesia.

Pengembangan 12 sektor prioritas tersebut tidak terlepas dari kebutuhan akan adanya standar yang
sama yang dipergunakan oleh seluruh pihak. Proses penyeragaman standar tersebut kemudian
dikenal sebagai proses harmonisasi standar, dimana negara-negara anggota ASEAN menyesuaikan
standar domestiknya dengan standar internasional yang berlaku. Dengan harmonisasi standar
diharapkan dapat memperlancar arus perdagangan antar negara dikarenakan adanya persepsi yang
sama mengenai penilaian terhadap standar barang yang akan diperdagangkan.

Dalam menjawab tantangan di bidang standardisasi tersebut, tahun 1983 ASEAN membentuk
ASEAN Consultative Committee on Standards & Quality (ACCSQ) sebagai forum ASEAN yang
membahas permasalahan MSTQ (Measurement, Standards, Testing and Quality). ACCSQ bertujuan
untuk memfasilitasi dan meng-eliminasi hambatan perdagangan terkait dengan standar dan penilaian
kesesuaian, dimana keanggotaannya diwakili oleh National Standards Body (NSBs) dari masing-
masing negara anggota ASEAN.

ACCSQ membentuk 12 (dua belas) kelompok kerja yang terdiri dari Working Group on Standards
and Mutual Recognition Arrangements (WG1), Working Group on Accreditation and Conformity
Assessment (WG2 –),Working Group on Legal Metrology (WG 3), Joint Sectoral Committee for
ASEAN Sectoral MRA for Electrical and Electronic Equipment (JSC EE MRA), ASEAN Cosmetic
Committee (ACC), Pharmaceutical Product Working Group (PPWG), Prepared Foodstuff Product
Working Group (PFPWG), Automotive Product Working Group (APWG), Traditional Medicines and
Health Supplements Product Working Group (TMHSPWG), Medical Device Product Working Group
(MDPWG), Wood-Based Product Working Group (WBPWG), dan Rubber-Based Product Working
Group (RBPWG).

Kedua belas kelompok kerja tersebut bertugas untuk membahas proses harmonisasi standar
antar negara ASEAN sehingga dapat terbentuk satu standar tunggal ASEAN yang selaras dengan
ketentuan TBT dan SPS WTO. Dengan adanya standar tunggal ASEAN yang ditandai dengan
ASEAN Mark diharapkan dapat membantu terwujudnya integrasi pasar bersama ASEAN melalui
adanya saling keberterimaan terhadap barang memenuhi standar yang telah diharmonisasikan.

Sampai sejauh ini telah dicapai berberapa kesepakatan penting mengenai harmonisasi standar pada
forum ACCSQ. Kesepakatan-kesepakatan tersebut meliputi:

1. the ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangements (MRAs) pada bulan
Desember 1998 sebagai payung bagi perintisan saling pengakuan/MRA sektoral.

2. the ASEAN Sectoral MRA Agreement on Electrical and Electronic Equipment pada 5 April 2002
sebagai payung bagi perintisan saling pengakuan/MRA sektoral dibidang peralatan elektronik
dan kelistrikan serta pembentukan JSC EE MRA utk pengawasan pelaksanaan ASEAN EE MRA.

3. the ASEAN Harmonized Cosmetic Regulatory Scheme pada 2 September 2003 sebagai payung
bagi perintisan saling pengakuan/MRA sektoral dibidang kosmetik serta pembentukan ACC
untuk pengawasan pelaksanaan ACHRS.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 43

4. the ASEAN Agreement on Harmonized Electrical and Electronic Equipment Equipment Regulatory
Regime (AHEEERR) pada 9 Desember 2005 sebagai payung bagi harmonisasi regulasi teknis
dibidang peralatan elektronik dan kelistrikan serta pembentukan JSC EEE utk pengawasan
pelaksanaan ASEAN EEE RR.

5. AHEEER tersebut akan diberlakukan efektif pada tanggal 1 Januari 2011 saat ini telah disampaikan
ratifikasi (AHEEER) ke Presiden untuk ditandatangani.

Standardisasi Ke Depan

Tahun 2012, Direktorat Standardisasi akan mendorong para pelaku usaha untuk memanfaatkan
sistem sertifikasi sukarela seperti fair trade. Sertifikat dan label fair trade dapat memberikan
keuntungan yang lebih kepada petani karena produk fair trade dihargai lebih tinggi daripada produk
yang tidak berlabel fair trade dimana sebagian keuntungan harus diberikan kepada petani.

Sebagai langkah awal, Direktorat Standardisasi akan memfokuskan pemanfaatan sistem sertifikasi
fair trade terhadap produk Kakao dan turunannya. Kegiatan ini dapat dituangkan ke dalam sosialisasi
kepada para pelaku usaha, pemerintah daerah, petani maupun perusahaan perkebunan. Kegiatan
pendukung lainnya juga akan dilakukan melalui saling keberterimaan sertifikat produk dan hasil uji,
sehingga sertifikat dan hasil uji yang diterbitkan Lembaga Penilaian Kesesuaian Indonesia dapat
diterima oleh Negara tujuan impor tanpa pengujian yang berulang.
44 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

4 Pembangunan
Perlindungan Konsumen

Pemberdayaan dan
Perlindungan
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 45

Perlindungan konsumen merupakan prasyarat mutlak dalam


mewujudkan perekonomian yang sehat melalui keseimbangan
antara perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha.
Hanya melalui keberadaan dan keberdayaan perlindungan
konsumen yang memadai, Indonesia mampu membangun
kualitas manusia yang berharkat, bermartabat, cerdas, sehat,
kuat, inovatif, dan produktif, untuk membawa Indonesia memiliki
ketahanan nasional, dan jauh lebih lagi berdaya saing di berbagai
bidang di kancah dunia. Hal ini merupakan sebagian dari latar
belakang lahirnya undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
46 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen pada dasarnya menyangkut berbagai kepentingan, sehingga


penyelenggaraannya perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu. Dalam mewujudkan
sistem penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak dan kewajiban
konsumen dan pelaku usaha bukan hal yang mudah untuk dilakukan, namun perlu keseriusan dan
itikad yang kuat dari seluruh stakeholders dalam melaksanakan amanat perlindungan konsumen
sesuai fungsi dan kewenangannya masing-masing.
Ketentuan yang bertujuan melindungi konsumen sebenarnya telah tersebar di berbagai sektor,
namun ketentuan-ketentuan tersebut belum mengatur secara tegas mengenai konsumen, terlebih
dalam hal menjamin akses hak pemulihan atas transaksi dan pemanfaatan barang maupun jasa.
Idealnya, perlindungan konsumen yang diberikan kepada masyarakat haruslah bersifat preventif, yaitu
perlindungan sebelum konsumen mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa. Namun dalam kenyataannnya, penyelenggaraan perlindungan konsumen di
Indonesia saat ini hal tersebut masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor yang saling terkait dan saling ketergantungan satu sama lainnya.
Implementasi di masyarakat sampai saat ini adalah perlindungan konsumen yang bersifat represif,
yaitu perlindungan ketika konsumen telah mengalami kerugian atau menderita sakit akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Lembaga yang diharapkan dapat berperan untuk melindungi
masyarakat konsumen secara preventif adalah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), sedangkan lembaga yang
berperan secara represif adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Dalam upaya membangun pemberdayaan terhadap konsumen telah diperoleh beberapa capaian,
diantaranya yaitu:
1. Masyarakat Indonesia telah semakin menjadi konsumen yang cerdas, hal ini ditandai dengan
telah diselesaikannya sejumlah pengaduan konsumen dari tahun 2003 hingga 2012 melalui:
a. Direktorat Perlindungan Konsumen.
b. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
c. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
2. Penguatan perlindungan konsumen yang dilakukan melalui berbagai peraturan, diantaranya
adalah mewajibkan produsen dan importir mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia
terhadap produk yang diperdagangkan di wilayah Indonesia.
Hal ini bertujuan untuk menjamin konsumen memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang yang akan dipakai. Pengaturan kewajiban pencantuman
label dalam bahasa Indonesia dilandasi oleh Permendag No. 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang
Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang jo. Permendag No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tentang
Perubahan Atas Permendag No. 62/M-DAG/PER/12/2009.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 47

3. Adanya penguatan kelembagaan perlindungan konsumen yang ditandai dengan:


a. Terbentuknya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang
bertugas antara lain menyebarkan informasi perlindungan konsumen ke masyarakat,
menerima pengaduan konsumen dan melakukan pengawasan bersama pemerintah dan
masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
b. Terbentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yang berperan dalam
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan agar tercapai penyelesaian kasus secara
adil.
c. Terbentuknya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), yang berfungsi dalam
memberikan saran dan rekomendasi, melakukan penelitian dan pengkajian, menyebarluaskan
informasi, dan menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen.
Kementerian Perdagangan telah memfasilitasi operasionalisasi BPKN yang telah terbentuk
sejak tahun 2005. BPKN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia, dan apabila
diperlukan BPKN dapat membentuk perwakilan di Ibukota Provinsi untuk membantu
pelaksanaan tugasnya.
d. Peluncuran gerakan “Konsumen Cerdas” dengan slogan “ayo menjadi konsumen cerdas”
dengan maskot binatang kancil dengan nama “Si Koncer” sebagai upaya/ajakan kepada
konsumen agar memiliki sifat kritis, cerdas, dan berhati-hati dalam mengkonsumsi dan
memanfaatkan barang dan/atau jasa. Dalam slogan tersebut tercantum beberapa pesan,
yaitu:
• Teliti Sebelum Membeli.
• Perhatikan Label Dan Masa Kedaluarsa.
• Pastikan Produk Bertanda Jaminan Mutu Sni.
• Beli Sesuai Kebutuhan, Bukan Keinginan.
4. Sosialisasi kebijakan perlindungan konsumen terhadap konsumen dan pelaku usaha di berbagai
daerah, termasuk salah satunya adalah sosialisasi terhadap pelaku usaha di bidang bahan
berbahaya, sebagai upaya dalam meminimalisasi penggunaan bahan berbahaya yang tidak
sesuai dengan peruntukkannya.
Pemberian edukasi kepada konsumen melalui klinik konsumen terpadu. Pelatihan motivator
perlindungan konsumen di daerah sebagai upaya menumbuhkembangkan konsumen untuk
memiliki sifat kritis, cerdas, dan berhati-hati dalam mengkonsumsi atau memanfaatkan barang
dan/atau jasa.
48 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

5 Pengawasan
Barang Beredar dan Jasa
PENGENDALIAN EFEKTIF UNTUK
KESELAMATAN, KEAMANAN,
KENYAMANAN KONSUMEN DAN
LINGKUNGAN (K3L)
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 49

Liberalisasi perdagangan dunia dapat memberikan dampak yang bersifat positif


maupun negatif. Liberalisasi perdagangan yang bersifat global, atau sering
diistilahkan dengan Globalisasi Perdagangan, merupakan peluang sekaligus
tantangan bagi perkembangan perdagangan di pasar dalam negeri serta industri
domestik. Globalisasi yang menciptakan persaingan usaha semakin ketat ini
menuntut pelaku usaha untuk selalu meningkatkan daya saingnya baik dari segi
kualitas produk maupun daya saing harga melalui efisiensi produksi. Hal tersebut
mengakibatkan banyaknya pilihan barang kebutuhan yang tersedia bagi konsumen
dengan kualitas dan harga yang bersaing.
Namun, globalisasi juga memberikan dampak negatif berupa adanya pelaku –
pelaku usaha yang berusaha meningkatkan daya saing produknya dengan cara
yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengurangi biaya produksi melalui
pengurangan bahan baku ataupun menurunkan kualitas bahan baku. Hal
tersebut seudah tentu merugikan konsumen karena produk yang diproduksi akan
memiliki kualitas serta keamanan yang lebih rendah serta dapat membahayakan
keselamatan konsumen. Guna mencegah hal tersebut, Direktorat Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melalui Direktorat Pengawasan
Barang Beredar dan Jasa menlaksanakan peran sebagai ujung tombak dalam
pembangunan perlindungan konsumen.
50 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Dalam mendukung dan mengoptimalkan perlindungan terhadap konsumen, dilaksanakan beberapa


program yang bermanfaat dan efektif untuk melindungi konsumen dari barang dan jasa yang dapat
merugikan konsumen. Secara garis besar program-program tersebut adalah:

1. Pengawasan barang dan jasa


Untuk melaksanakan perlindungan terhadap konsumen, perlu dilakukan pengawasan untuk
menjamin bahwa barang dan jasa yang beredar di masyarakat sudah sesuai dengan standar
mutu atau peraturan, ketentuan dan perundang-undangan. Obyek dari pengawasan barang dan
jasa tersebut adalah Barang dan jasa yang beredar di pasar, Barang dalam pengawasan, Barang
yang diatur tataniaganya, Barang yang dilarang beredar, serta Distribusi.
Parameter dari pengawasan terhadap barang beredar di pasar terdiri dari enam parameter yaitu:
standar, label, cara menjual, promosi, layanan purna jual dan klausula baku. Sedangkan parameter
pengawasan terhadap obyek pengawasan lainnya diatur di dalam peraturan – peraturan terkait
lainnya.
Pengawasan terhadap barang beredar dilakukan dengan parameter pengawasan yaitu
standar mutu dan label. Standar mutu yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia
ataupun persyaratan mutu lainnya yang ditetapkan oleh instansi teknis. Selain untuk menjamin
kepuasan konsumen, standar mutu juga penting untuk menjaga keselamatan konsumen dalam
menggunakan barang tersebut karena untuk barang – barang tertentu penggunaannya sangat
terkait erat dengan keselamatan, keamanan dan kesehatan konsumen. Label merupakan
parameter pengawasan yang sangat penting karena selain kualitas, konsumen juga perlu untuk
mendapatkan informasi yang jelas dan benar mengenai produk yang dijual.
Informasi-informasi yang penting terkait dengan cara penggunaan, bahan baku, serta jenis produk
sangat penting untuk diberikan dalam bahasa Indonesia kepada konsumen agar konsumen tidak
melakukan kesalahan dalam menggunakan produk maupun kontradiksi penggunaan barang
tersebut.
Pengawasan terhadap jasa dilakukan dengan parameter pengawasan yaitu cara menjual,
promosi/ pengiklanan, klausula baku dan Layanan Purna Jual. Cara menjual meliputi penawaran,
obral atau lelang, pemaksaan, dan pesanan. Cara menjual yang bukan pelaku usaha tidak boleh
mengandung unsur pengelabuan dan pemaksaan. Promosi/ pengiklanan yang dilakukan oleh
pelaku usaha harus secara jujur, benar, jelas, terbuka dan tidak boleh mengelabui konsumen.
Klausula baku merupakan syarat-syarat atau ketentuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu
oleh pelaku usaha yang harus dipatuhi oleh konsumen dan sifatnya mengikat. Oleh sebab itu,
klausula baku sebaiknya jelas, mudah dibaca, menggunakan bahasa Indonesia, dan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 18 supaya
tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen. Layanan purna jual merupakan hal yang penting
bagi konsumen yang membeli produk yang pemanfaatannya lebih dari 1 tahun. Jaminan/ garansi
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 51

dari pelaku usaha harus sesuai dengan yang diperjanjikan serta tersedianya suku cadang dan/
atau fasilitas purna jual/ perbaikan.
Selain itu, untuk pengawasan terhadap usaha jasa tertentu perlu dilakukan pemeriksaan
kompetensi profesi yang dapat diukur dengan sertifikat standard kompetensi kerja. Hal tersebut
dilakukan untuk menjamin kualitas jasa yang diterima oleh konsumen sesuai dengan harapan
konsumen serta aman dan tidak merugikan konsumen.
Dalam melaksanakan pengawasan terhadap barang dan jasa diterapkan beberapa mekanisme,
yaitu:
• Pengawasan berkala
Pengawasan ini dilakukan secara berkala setiap tahun untuk memonitor barang dan jasa
yang beredar di pasar serta untuk menjamin bahwa konsumen akan mendapatkan barang
dan jasa yang sesuai dengan standar atau ketentuan lainnya.
• Pengawasan khusus
Pengawasan khusus dilakukan sebagai tindak lanjut dari pengaduan konsumen dan/atau
sebagai tindak lanjut dari pengawasan berkala apabila pada pengawasan berkala tersebut
ditemukan indikasi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
• Crash program pengawasan
Pengawasan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari indikasi adanya pelanggaran ataupun
sebagai tindak lanjut dari pengaduan konsumen. Pengawasan ini dilakukan secara
berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya serta dengan mengikut sertakan wartawan dari
media massa. pengawasan ini juga berguna untuk memberikan informasi kepada konsumen
mengenai barang dan jasa yang dapat merugikan konsumen karena tidak sesuai dengan
ketentuan, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pelatihan Petugas Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Perlindungan Konsumen (PPNS-PK)
Pengawasan yang efektif akan membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten di bidang
pengawasan. Untuk dapat memenuhi kebutuhan sumber daya pengawasan, maka dilakukan
pelatihan Petugas Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) dan pelatihan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK).
52 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Pelatihan PPBJ dan PPNS-PK ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
pengembangan sumber daya yang dibutuhkan dalam pengawasan yang kemudian dilakukan
bimbingan teknis secara berkala setiap tahunnya. Melalui kegiatan pelatihan ini, diharapkan
kegiatan pengawasan barang dan jasa akan menjadi efektif dan efisien karena didukung oleh
PPBJ dan PPNS-PK yang kompeten di bidang pengawasan barang dan jasa.

3. Sosialisasi kebijakan dan hasil pengawasan barang dan jasa


Kegiatan sosialisasi kebijakan dan hasil pengawasan barang dan jasa merupakan kegiatan
penyebarluasan informasi mengenai peraturan perundangan-undangan terkait pelaksanaan
kegiatan pengawasan barang dan/atau jasa yang beredar di pasar, pelaksanaan kegiatan
pengawasan, serta hasil pengawasannya.
Melalui kegiatan sosialisasi kebijakan dan hasil pengawasan barang dan jasa kepada para pelaku
usaha, instansi terkait, dan stakeholder lainnya maka diharapkan akan menambah pengetahuan
dan wawasan mereka tentang adanya kegiatan pengawasan baik secara berkala maupun
khusus serta crash program oleh PPBJ, PPNS-PK, dan pegawai atau pejabat yang bertugas
pada unit yang membidangi perdagangan dalam negeri yang ditugaskan oleh atasannya untuk
melakukan pengawasan. Dengan mengetahui adanya pengawasan tersebut maka diharapkan
akan meningkatkan kesadaran para pelaku usaha untuk melakukan usaha sesuai dengan
ketentuan, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, selain itu masyarakat juga dapat
memanfaatkan informasi hasil pengawasan tersebut untuk menghindari produk-produk yang
terindikasi tidak sesuai dengan ketentuan.

4. Penyusunan petunjuk teknis pengawasan barang dan jasa


Untuk dapat melakukan pengawasan secara efektif dan efisien, dibutuhkan pedoman dalam
melakukan pengawasan barang dan jasa agar para petugas pengawas dapat melakukan
pengawasan secara sistematis. Oleh sebab itu, maka perlu ada kegiatan penyusunan petunjuk
teknis pengawasan barang dan jasa dengan melibatkan para stakeholder, seperti pelaku usaha
dan asosiasi, pemerintah setempat, dan instansi terkait lainnya.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 53

Petunjuk teknis pengawasan barang dan jasa merupakan salah satu pedoman bagi PPBJ, PPNS-
PK, dan pegawai atau pejabat yang bertugas pada unit yang membidangi perdagangan dalam
negeri yang ditugaskan oleh atasannya dalam melaksanakan kegiatan pengawasan. Dengan
adanya petunjuk teknis, maka pelaksanaan kegiatan pengawasan dalam rangka perlindungan
terhadap konsumen akan lebih terarah dan terpadu serta akan memudahkan PPBJ dan PPNS-
PK dalam melaksanakan kegiatan pengawasan sehingga diharapkan akan mencapai hasil yang
maksimal dalam rangka perlindungan terhadap konsumen.

5. Koordinasi Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB)


Perlindungan konsumen tidak dapat dilakukan secara optimal apabila dilakukan hanya oleh satu
pihak. Untuk dapat mengoptimalkan perlindungan konsumen, perlu dilakukan koordinasi dengan
instansi serta stakeholder terkait lainnya. Untuk mewadahi koordinasi pengawasan tersebut
maka dibentuklah Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB).
Tim TPBB terdiri atas Kementerian Perdagangan dan berbagai intansi teknis lainnya, yakni
pemerintah daerah, Dinas yang membidangi perdagangan, bea cukai, BPOM, Polda, Bareskrim,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian ESDM.
Tim TPBB melakukan pengawasan secara terkoordinasi terhadap pelaku usaha yang diduga
melakukan penyimpangan di bidang perlindungan konsumen dengan menentukan terlebih
dahulu target operasinya.
Pembentukan Tim TPBB dimaksudkan untuk menciptakan langkah strategis dan meningkatkan
pengawasan terhadap barang-barang yang beredar serta menciptakan koordinasi dan
peningkatan penegakan hukum dalam pengawasan barang beredar serta terjalinnya komunikasi
dan informasi antar instansi terkait, dunia usaha dan masyarakat.
Sebagai pilot project, Tim TPBB melakukan pengawasan di wilayah Semarang Jawa Tengah.
Pemilihan Semarang didasarkan pada telah terbentuknya Tim Pengawasan Daerah yang
di sahkan dengan SK Gubernur Jawa Tengah. Diharapkan, Pemerintah Daerah di seluruh
wilayah Indonesia dapat mengikuti jejak Pemerintah Daerah Jawa Tengah untuk membentuk
Tim Pengawasan serupa agar dapat dilakukan pengawasan secara terpadu bersama-sama
Pemerintah Pusat melalui Tim TPBB.
54 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

6 Pembangunan Metrologi Legal

AKURASI
UNTUK KEPERCAYAAN
Metrologi adalah kegiatan yang mencakup semua aktivitas yang diperlukan untuk dapat
melakukan pengukuran yang benar, tertelusur dan diakui kebenarannya dalam tingkat
nasional, regional maupun internasional.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 55

Manfaat metrologi sangatlah besar, karena disadari maupun tanpa disadari,


Metrologi telah menjadi bagian dari hidup manusia dan telah berjalan secara alami,
serta memiliki fungsi sangat vital. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat
dilepaskan dari kegiatan mengukur, mulai dari melakukan pengukuran sederhana
sampai ke pengukuran yang memerlukan teknologi tinggi.
Metrologi dapat dikatakan sebagai salah satu alat guna membangun dan menciptakan
rasa saling percaya di antara pihak-pihak yang melakukan atau berkepentingan
dengan pengukuran. Rasa saling percaya ini kemudian dapat menciptakan kohesi
sosial dalam masyarakat dan juga memfasilitasi transaksi-transaksi dalam pasar
global.
Pengukuran yang salah atau tidak teliti dapat mengakibatkan pengambilan
keputusan yang salah, yang dapat berakibat serius dalam hal pemborosan biaya
atau bahkan membahayakan jiwa manusia. Dampak kemanusiaan dan finansial
sebagai konsekuensi keputusan yang salah akibat pengukuran yang tidak tepat
dapat dikatakan sama pentingnya dengan perubahan lingkungan dan polusi yang
hampir tidak dapat dihitung. Oleh karena itu, menjadi penting bagi semua negara di
dunia untuk memiliki pengukuran yang handal dan teliti, yang disepakati dan diterima
oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengukuran di seluruh dunia.
56 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Dalam perkembangannya, ketika pengukuran diperlukan guna mendukung industri dalam memperoleh
keberterimaan produk mereka di pasar global dan untuk melindungi kepentingan masyarakat serta
pelaku usaha, Metrologi berkembang menjadi tiga kategori, yaitu Metrologi Industri, Metrologi Legal,
dan Metrologi Ilmiah.
Untuk Metrologi Legal, hal ini mencakup semua kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan
persyaratan legal mengenai pengukuran, satuan pengukuran, alat ukur dan metode pengukuran.
Kegiatan ini dilakukan oleh atau atas nama otoritas pemerintah untuk menjamin tingkat kredibilitas
hasil pengukuran yang layak pada area yang diwajibkan oleh pemerintah. Metrologi Legal bukanlah
sebuah disiplin di dalam Metrologi, melainkan aplikasi ilmu kemetrologian untuk memperoleh
ketertelusuran dan acuan yang tepat dan dapat berlaku untuk setiap besaran yang tercakup dalam
kegiatan kemetrologian.
Metrologi Legal ditujukan untuk memastikan kebenaran pengukuran dalam kegiatan-kegiatan yang
terkait dengan keadilan transaksi, kesehatan masyarakat, perlindungan hukum, dan keselamatan.

Karenanya Metrologi Legal tidak hanya berlaku bagi pelaku perdagangan, melainkan juga ditujukan
untuk perlindungan setiap warga negara dan masyarakat secara keseluruhan, misalnya penegakan
hukum, kesehatan, keselamatan dan perlindungan lingkungan hidup.
Metrologi Legal umumnya mencakup pengaturan berkaitan dengan satuan pengukuran, hasil
pengukuran (misalnya barang dalam keadaan terbungkus) dan terhadap alat ukur. Pengaturan
tersebut meliputi kewajiban hukum berkaitan dengan hasil pengukuran dan alat ukur, dan juga
pengendalian legal yang dilakukan oleh atau atas nama pemerintah.
Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah menetapkan peraturan perundang-undangan,
mengendalikan pengukuran melalui pengawasan pasar dan mengembangkan serta memelihara
infrastruktur yang dapat mendukung akurasi pengukuran tersebut (melalui ketertelusuran) yang
sangat mendasar untuk melengkapi peran pemerintah.
Tujuan akhir dari Metrologi Legal adalah untuk memberikan kepercayaan terhadap hasil pengukuran
dengan pengaturan legal, kebutuhan dan persyaratan hasil pengukuran harus dipertimbangkan
sebelum menetapkan persyaratan terhadap alat ukur.
Metrologi Legal dapat mencakup empat kegiatan utama, yaitu:
1. penetapan persyaratan legal;
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 57

2. pengendalian atau penilaian kesesuaian produk atau kegiatan yang tercakup dalam regulasi;
3. pengawasan produk dan kegiatan yang tercakup di dalam regulasi; dan
4. pendirian infrastruktur yang memadai untuk memastikan ketertelusuran dari pengukuran atau
alat ukur yang tercakup di dalam regulasi.
Metrologi Legal diperlukan bila kekuatan pasar tidak cukup terorganisir atau tidak cukup kompeten
atau tidak seimbang, sehingga pemerintah senantiasa bertindak sebagai wasit untuk memastikan
keadilan dalam kondisi-kondisi tersebut. Dalam prakteknya, tidak semua kegiatan mengukur
memerlukan keterlibatan pemerintah secara langsung sebagai wasit yang harus menjamin keadilan
dalam kegiatan pertukaran atau transaksi yang melibatkan pengukuran.
Dalam contoh transaksi perdagangan, kedua belah pihak memiliki kemampuan dan kompetensi
yang seimbang untuk memastikan dapat memperoleh keuntungan ekonomi yang setimbang dengan
investasi yang telah dilakukannya. Demikian pula, bagi lembaga penelitian, kegiatan kemetrologian
diperlukan dalam proses penelitian dan pembuatan prototipenya untuk memastikan bahwa produk
penelitiannya dapat diterima atau dibeli oleh pasar, sedemikian hingga dalam kasus ini tidak
diperlukan pula keterlibatan pemerintah secara langsung sebagai wasit yang menjamin keadilan
transaksi antara peneliti dengan pembeli produk penelitian.
Secara teknis, kegiatan untuk memastikan ketertelusuran pengukuran ini dapat dilakukan oleh
pemerintah dan pihak swasta. Partisipasi pihak swasta sangat diperlukan, karena sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan industri, cakupan besaran
yang harus dapat dipastikan ketertelusurannya menjadi semakin banyak, dan perkembangan
ini akan terus berjalan. Untuk memastikan bahwa pengukuran yang dilakukan memiliki tingkat
kebenaran yang layak, pemerintah perlu untuk mengembang-kan sistem pengakuan kompetensi
terhadap pihak-pihak yang melakukan kegiatan kemetrologian, sehingga transaksi-transaksi yang
dilaksanakan tanpa kehadiran pemerintah secara langsung sebagai wasit, tetap terjamin keadilan
dan keterpercayaannya.
Kegiatan Metrologi Legal dan kegiatan kemetrologian lainnya pada dasarnya merupakan aplikasi
dari metrologi, yang tujuan utamanya untuk mewujudkan kepercayaan terhadap hasil pengukuran
melalui penciptaan rantai ketertelusuran ke acuan yang sama. Supaya setiap pihak di suatu negara
dapat memiliki tingkat kepercayaan yang sama terhadap hasil pengukuran, tentunya diperlukan
acuan pengukuran nasional yang dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan dengan
kegiatan kemetrologian. Lebih jauh lagi, dalam konteks transaksi lintas negara, diperlukan standar
pengukuran yang dapat diterima oleh semua negara, sedemikian hingga hasil-hasil pengukuran
dari suatu negara dapat diterima dan dipercaya oleh negara-negara lain. Untuk mewujudkan hal ini,
diperlukan standar pengukuran yang bersifat universal dan dapat mengakomodasi perkembangan
ilmu dan teknologi yang menggerakkan pasar.
58 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Peran negara dalam kegiatan kemetrologian adalah untuk memberikan piranti yang diperlukan dalam
menjamin kepercayaan terhadap hasil pengukuran. Hal ini mewajibkan pemerintah melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk mempromosikan metrologi, mengembangkan infrastruktur
kemetrologian yang memadai, mendukung penelitan metrologi untuk melindungi masyarakat dan
pelaku usaha terhadap kecurangan-kecurangan yang berkaitan dengan pengukuran. Kegiatan ini
harus diatur di dalam kebijakan yang komprehensif dan koheren, sehingga diperlukan peraturan
perundang-undangan kemetrologian.
Untuk memastikan bahwa UTTP yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,
pemerintah harus dapat memastikan kesesuaian awal UTTP dengan spesifikasi yang telah diatur
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain pada tahap desain UTTP dengan
menerapkan mekanisme persetujuan tipe (type approval), dan pada tahap manufacturing dengan
mekanisme peneraan (initial verification). Selanjutnya agar dapat memonitor bahwa UTTP tetap
pada kinerja sifat metrologisnya seperti yang ditetapkan dan umur (life time) UTTP tetap pada kinerja
tersebut maka dilakukan peneraan ulang (reverification) oleh institusi yang memiliki kemampuan
yang sesuai dan pengawasan (market surveillance) terhadap UTTP oleh instansi pemerintah.
Proses pengukuran atau penyelenggaraan kegiatan Metrologi Legal di Indonesia diatur melalui
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal, yang bertujuan untuk melindungi
kepentingan umum melalui adanya jaminan dalam kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban
dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metoda pengukuran dan alat-
alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, dalam hal ini penyelenggaraan kegiatan Metrologi
Legal tersebut diamanatkan kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Metrologi Legal.
Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, maka
dalam rangka efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Metrologi Legal, urusan penyelenggaraan
Metrologi Legal menjadi urusan pilihan bagi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
melalui Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 59

Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2009 tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi
Legal dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 tahun 2009 tentang Penilaian Unit Pelaksana
Teknis Metrologi Legal, dengan demikian kinerja kemetrologian diharapkan dapat lebih optimal.
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen melalui Direktorat Metrologi sebagai
salah satu pelaku pembangunan Metrologi Legal ikut berperan penting dalam penyelenggaraan
Metrologi Legal dalam rangka melindungi kepentingan umum dan terwujudnya tertib ukur melalui
Sistem Metrologi Legal yang efisien, efektif, adil, dan transparan. Pembangunan Metrologi Legal
tersebut bertujuan untuk 1) meningkatkan ketepatan, kebenaran, dan kesesuaian dalam hal ukuran,
timbangan, dan takaran; 2) meningkatkan perlindungan terhadap konsumen dalam hal kebenaran
hasil pengukuran dan pemberian kepastian hukum; 3) meningkatkan pengamanan perdagangan
khususnya dalam era pasar bebas melalui pengendalian kemetrologian yang efektif; dan 4)
meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat yang optimal dan transparan.
Dalam membangun Metrologi Legal, dilakukan beberapa langkah strategis, yaitu:
1. Pengembangan kebijakan dan diplomasi di fora internasional dengan senantiasa menjaga
kepentingan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan pasar dalam negeri dilakukan melalui:
a. Peningkatan partisipasi dalam forum Metrologi Legal regional dan internasional.
b. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang Metrologi Legal.
2. Peningkatan keseragaman dan ketertelusuran standar ukuran dan proses pengukuran secara
internasional dan nasional dilakukan melalui:
a. Penciptaan rantai ketertelusuran standar ukuran Metrologi Legal yang utuh dan sistematis
baik secara nasional maupun internasional.
b. Pengelolaan standar ukuran Metrologi Legal dengan baik.
c. Penyusunan pedoman, norma, standar, dan prosedur pengujian UTTP dan BDKT yang
implementatif.
3. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan UTTP dalam transaksi perdagangan
barang dan jasa dilakukan melalui:
a. Peningkatan pengawasan kemetrologian terhadap UTTP, BDKT dan penggunaan Satuan
Sistem Internasional (SI).
b. Peningkatan jumlah UTTP yang telah ditera dan ditera ulang.
60 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

4. Peningkatan pelayanan kemetrologian yang berkualitas dilakukan melalui:


a. Aktivasi penilaian kemampuan pelayanan terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana
Teknis Daerah.
b. Aktivasi penilaian kemampuan SDM Metrologi Legal dalam menyelenggarakan metrologi
legal.
c. Peningkatan pembinaan terhadap SDM dan Unit Pelaksana Teknis serta Unit Pelaksana
Teknis Daerah.
d. Pengembangan Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana Teknis Daerah.
e. Penerapan sistem pelayanan satu pintu di bidang kemetrologian yang meliputi pelayanan
tera/tera ulang UTTP, pengujian UTTP dalam rangka perijinan, dan kalibrasi alat ukur.
5. Penataan dan peningkatan peranan kelembagaan Metrologi Legal yang mendorong
pemberdayaan masyarakat dan terwujudnya tertib ukur dalam kegiatan Metrologi Legal dilakukan
melalui:
a. Peningkatan program pemberdayaan masyarakat seperti pos ukur ulang, pasar tertib ukur,
dan daerah tertib ukur yang memacu kesadaran masyarakat terhadap pentingnya Metrologi
Legal.
b. Fasilitasi produsen dan importer UTTP melalui bimbingan teknis dan fasilitasi produk UTTP
dalam negeri.
c. Pengembangan infrastruktur kualitas yang meliputi laboratorium uji UTTP yang kompeten,
sistem ketertelusuran yang baik, sistem sertifikasi UTTP, dan lain-lain, untuk mendorong daya
saing produk dalam negeri khususnya produk UTTP.
Pembangunan metrologi legal nasional yang konsisten merupakan konsekuensi logis Indonesia
sebagai anggota tatanan masyarakat dunia pada Organization Internationale de Metrologie Legale
(OIML), Asia Pacific Legal Metrology Forum (APLMF), dan ASEAN Consultative Committee for
Standard and Quality (ACCSQ) yang mengedepankan kejujuran ukuran, takaran, dan timbangan. Di
tingkat ASEAN, Indonesia c.q Direktorat Metrologi merupakan member state OIML selain Vietnam
yang memiliki suara penuh dalam penetapan kebijakan OIML baik dalam International Conference,
CIML, maupun TC/SC. Saat ini Direktorat Metrologi mengirimkan delegasinya sebagai observer
dalam salah satu TC OIML yang menangani masalah Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT).
Beberapa ketentuan dan persyaratan teknis untuk alat ukur yang digunakan di Indonesia mengadopsi
dari rekomendasi Internasional OIML dan peraturan teknis lainnya mengacu sebagian pada dokumen
internasional OIML seperti Dokumen OIML D1 tentang komponen peraturan di bidang pengukuran,
Dokumen OIML D16 tentang prinsip-prinsip pengendalian metrologi legal, dan sebagainya.
Asia Pasific Legal Metrology Forum (APLMF) adalah sebuah kelompok yang terdiri dari legal
metrology authorities dari negara-negara anggota Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) dan
Negara lain yang berada dalam lingkungan Pasifik (Pacific Rim). Indonesia, dalam hal ini Diretorat
Metrologi, merupakan anggota penuh APLMF. Direktorat Metrologi juga aktif dalam penyusunan
dokumen pedoman APLMF antara lain, pedoman untuk pengembangan infrastruktur nasional di
bidang metrologi legal, pedoman APLMF untuk penyelenggaraan metrologi legal bagi pemangku
kepentingan, dan pedoman penyiapan dan penggunaan CRMs (Certified Reference Materials).
Sedangkan di tingkat regional ASEAN, melalui Forum ASEAN Consultative Committee for Standards
and Quality (ACCSQ) yang merupakan salah satu working group dibawah koordinasi SEOM dan
AEM, Direktorat Metrologi merupakan bagian dalam Working Group on Legal Metrology (WG3)
ACCSQ yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengembangkan sistem metrology legal
di tingkat regional ASEAN. Posisi Direktorat Metrologi pada WG3 ACCSQ adalah wakil ketua (Co-
Chair) dan penanggung jawab (vocal point) sektor metrologi legal di Indonesia pada ACCSQ.
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 61
62 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

7 Pengembangan Mutu Barang

Meningkatkan Mutu Barang


untuk Daya Saing yang
Berkelanjutan
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 63

Di era globalisasi, setiap pelaku ekonomi diharuskan


meningkatkan kemampuannya untuk bersaing, baik dalam
memproduksi serta memasarkan suatu produk maupun
untuk melakukan penerobosan pasar yang batas-batasnya
semakin luas, atau dengan kata lain harus mampu bersaing
dalam atmosfer perekonomian yang sangat kompetitif. Hal ini
disebabkan pada era ini kemampuan produksi dan pemasaran
harus dilandaskan pada kemampuan menciptakan barang/jasa
yang laku di pasar global dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi, sekaligus adanya perhatian untuk mencermati isu-isu
strategis yang berkembang.

Salah satu hal penting yang harus dicermati dengan adanya perekonomian kompetitif tadi adalah
dampak perdagangan bebas dengan pasar yang semakin terbuka yang membuat tidak adanya
pagar-pagar pembatas atas produk global untuk masuk ke Indonesia. Arus impor dimulai dari bahan
baku, barang modal, barang konsumsi, hingga jasa akan membanjiri dalam negeri. Di satu sisi hal
keterbukaan ini akan meningkatkan skala ekonomi, yang berarti keuntungan bagi produsen, serta
semakin luasnya pilihan barang dan jasa yang tersedia yang menjadi keuntungan bagi konsumen.
Namun di sisi lain, terdapat kecenderungan banyak negara saat ini yang meningkatkan regulasi
dengan menggunakan instrumen non-tarif, antara lain dengan memberlakukan peraturan teknis
penggunaan standar produk dan penilaian kesesuaian untuk menjaga kepentingan domestik dari
masuknya barang impor.
Sebagai sikap yang sekaligus menjadi jawaban atas fenomena perekonomian, khususnya,
perdagangan yang berkembang, peran pengembangan mutu barang semakin menjadi penting dalam
kerangka upaya Indonesia untuk selalu meningkatkan standar produk agar mampu bersaing dalam
liberalisasi perdagangan internasional, sekaligus untuk mengamankan kepentingan konsumen di
tanah air.
64 Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Berdasarkan hal di atas, salah satu tugas dari Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan
Konsumen melalui DIrektorat Pengembangan Mutu Barang adalah Melaksanakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan mutu barang.

Dalam melaksanakan tugasnya, Pengembangan Mutu Barang menyelenggarakan fungsi, antara


lain:

1. Penyiapan perumusan kebijakan peningkatan di bidang verifikasi, bimbingan dan kerjasama


mutu barang, serta pengembangan sumber daya manusia fungsional PMB;

2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang verifikasi, bimbingan dan kerjasama mutu barang,
serta pengembangan sumber daya manusia fungsional PMB;

3. Penyiapan penyusunan pedoman, standar, norma, prosedur dan kriteria di bidang verifikasi,
bimbingan dan kerjasama mutu barang, serta pengembangan sumber daya manusia fungsional
PMB;

4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang verifikasi,
bimbingan dan kerjasama mutu barang, serta pengembangan sumber daya manusia fungsional
PMB;.

Fungsi tersebut dijalankan melalui peran antara lain adalah dimilikinya kewenangan untuk meregistrasi
barang yang SNI-nya telah diberlakukan secara wajib (84 produk); (NPB/SPB dan NRP), melakukan
pembinaan mutu barang terkait penerapan mutu barang dan sumber daya manusia penunjang
pengawasan mutu; (Tanda Pengenal Produsen (TPP), Bahan Olah Komoditi Ekspor /BOKOR dan
Barang yang tidak memenuhi SNI), sebagai pembina Jabatan Fungsional Penguji Mutu Barang
(PMB) Nasional, serta sebagai Lembaga Penilai Kesesuaian yang memberikan pelayanan terkait
pengujian, kalibrasi, dan sertifikasi.

Fungsi dan peran tersebut diwujudkan melalui sasaran strategis dari Pengembangan Mutu Barang
yaitu meningkatnya Keberterimaan Sertifikasi, Terjaminnya ketertelusuran barang, dan Terjaminnya
Pelayanan Publik yang Prima.

Bentuk pelayanan yang diselenggarakan bagi publik guna mendorong serta mengembangkan mutu
barang adalah:

1. Pelayanan pelaksanaan kebijakan pemantauan ketertelusuran mutu barang


2. Pelayanan bimbingan teknis dan pembinaan di bidang mutu barang
3. Pelayanan terhadap SDM Penguji Mutu Barang
4. Pelayanan pengujian, kalibrasi dan sertifikasi di bidang mutu barang (UPT PPMB)
Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 65
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia

Gedung I - Lt. 3
Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110, INDONESIA
Telp.: [62-21] 385 8171
Fax.: [62-21] 384 2531

www.kemendag.go.id
ditjenspk.kemendag.go.id

Anda mungkin juga menyukai