Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KIMIA ORGANIK

REAKSI E1 DAN E2

Dosen : Dr. Tiah Rachmatiah, M.Si., Apt

Disusun oleh:
Anggunan 20334028

Dicky bagas prayoga 20334025

Ferdinan Rivaldo Silalahi 20334024

Lutfi hasanah 20334027

Halimatus sadiah 20334022

Reno Galatiano 20334023

Retno Agus Pratiwi 20334029

Riska Zulfia Miftahana 20334026

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


2020
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah sebagai tugas mata kuliah Kimia Organik dengan judul
Reaksi E1 dan E2 .

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan


dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis
dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul
guna penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi


seluruh pembaca.

Jakarta Selatan, 11 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2
2.1 Reaksi E1 .................................................................................................................. 2
2.2 Reaksi E2 .................................................................................................................. 3
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 17
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu menghasilkan senyawa
– senyawa. Awal yang terlibat dalam reaksi tersebut reaktan. Reaksi kimia
biasanya dikarekteristikan dengan perubahan kimiawi dan akan menghasilkan
satu atau lebih produk yang biasanya memiliki ciri – ciri yang berbeda dari
reaktan. Secara klasik, reaksi kimia melibatkan perubahan yang melibatkan
pergerakan elektron dalam pembentukan dan pemutusan ikatan kimia,
walaupun pada dasarnya konsep umum reaksi kimia juga dapat diterapkan
pada transformasi partikel - partikel elementer seperti pada reaksi nuklir.

Reaksi kimia sangat sering digunakan oleh para ahli teknik kimia untuk
mensintesis senyawa baru dari sumber daya alam mentah di alam,
seperti minyak bumi dan mineral. Merupakan suatu hal yang penting untuk
membuat reaksi yang seefisien mungkin, memaksimalkan hasil yang bisa
diperoleh dan meminimalkan reagen yang dipakai, energi masuk dan energi
keluar. Katalis biasanya digunakan untuk mengurangi energi aktivasi sehingga
meningkatkan laju reaksinya.

Beberapa reaksi yang spesifik misalnya, reaksi eliminasi yang


merupakan salah satu jenis reaksi organik di mana dua substituen dipisahkan
dari suatu molekul baik dalam mekanisme satu atau dua-tahap. Mekanisme
satu-tahap dikenal sebagai reaksi E2, dan mekanisme dua-tahap dikenal
sebagai reaksi E1. Dalam kimia organik, banyak reaksi yang dapat terjadi
yang melibatkan ikatan kovalen di antara atom karbon dan heteroatom lainnya
seperti oksigen, nitrogen, atau atom-atom halogen lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan reaksi eliminasi E1 dan E2?


2. Bagaimana mekanisme reaksi eliminasi E1 dan E2?

1.3 Tujuan

1. Mampu mendefenisikan pengertian “reaksi eliminasi”


2. Memahami mekanisme yang terjadi pada reaksi eliminasi E1 dan E2
3. Mengetahui perbedaan yang menentukan produk dari reaksi eliminasi E1 d
anE2

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Reaksi E1

Karbokation adalah suatu zat-antara yang terstabilkan dan


berenergi tinggi, yang dengan segera bereaksi lebih lanjut. Cara agar
karbokation mencapai produk yang stabil adalah dengan direaksikan
dengan sebuah nukleofil. Disebut dengan reaksi S N1. Namun terdapat
alternative: karbokation dapat memberikan sebuah proton kepada suatu
basa dalam suatu reaksi eliminasi, dalam hal ini reaksi E1, menjadi
sebuah alkena.

Tahap pertama dalam reaksi E1 identik dengan tahap pertama


reaksi SN1 : ionisasi alkil halide. Tahap ini adalah tahap lambat, menjadi
tahapan penentu laju dari reaksi keseluruhan. Seperti reaksi SN1, reaksi E1
yang khas menunjukkan kinerja order-pertama, dengan lau reaksi
bergantung pada konsetrasi alkil halide saja. Karena hanya melibatkan satu
reaksi dalam keadaan transisi (dari) tahap penentu laju, reaksi E1 adalah
unimolekul seperti reaksi SN1.

2
Pada tahap kedua reaksi eliminasi, basa merebut sebuah proton dari
atom karbon yang terletak berdampingan dengan karbon poitif. Electron
ikatan stigma karbon-hidrogen bergeser kea rah muatan positif, karbon
tersebut mengalami rehibridasi dari keadaan sp3 kekeadaan sp2, dan
terbentuklan sebuah alkena.

Karena suatu reaksi E1, seperti reaksi SN1 berlangsung lewat zat-
antara karbokation, maka tak mengherankan bahwa alkil halide tersier
bereaksi lebih cepat daripada alkil halide lain. Rekasi E1 (dari) alkil halide
berlangsung padakondisi yang sama seperti reaksi SN1 (pelarut polar, basa
sangat lemah, dan sebagainya); oleh karena itu reaksi S N1 dan E1 adalah
rekasi bersaingan. Pada kondisi ringan yang diminta untuk reaksi-reaksi
karbokation untuk halkil halide ini, produk SN1 biasanya menang
dibandingkan produk E1. Dari segi ini reaksi E1 alkil halide dianggap
relatif tidak penting. Namum ternyata reaksi E1 alkohol sangatlah penting.

2.2 Reaksi E2

Reaksi eliminasi alkil halide yang paling berguna adalah reaksi E2


(eliminasi bimolekular). Reaksi E2 alkil halida cenderung dominan bila
digunakan basa kuat, seperti –OH dan –OR, dan temperature tinggi. Secara
khas reaksi E2 dilaksanakan dengan memanaskan alkil halida dengan K + -
OH atau Na+ -OCH2CH3 dalam etanol.

3
Reaksi E2 berjalan tidak lewat suatu karbonkationn sebagai zat-
antara, melainkan berupa reaksi serempak (concerted reaction) yakni
terjadi pada suatu tahap, sama seperti reaksi SN2.

1. Basa membentuk ikatan dengan hydrogen


2. Elektron-elektron C-H membentuk ikatan pi
3. Brom bersama sepasang elektronnya meninggalkan ikatan stigma C-Br
Persamaan diatas menunjukkan mekanisme, dengan anak-panah bengkok
menyatakan “pendorongan-elektron” (electron pushing). Struktur keadaan
transisi dalam reaksi satu-tahap ini adalah :

Dalam reaksi E2, seperti dalam keadaan reaksi E1, alkil halida
tersier bereaksi paling cepat dan alkil halida primer paling lambat. (Bila
diolah dengan suatu basa, alkil halida primer biasanya begitu mudah
bereaksi substitusi, sehingga hanya sedikit alkena terbentuk).

4
A. Efek isotop kinetik
Sekelumit bukti ekesperimen yang membantu orang memahami
mekanisme E2 ialah perbedaan dalam laju eliminasi antara alkil halide
berdeuterium dan tak- berdeuterium. Perbedaan dalam laju reaksi antara
senyawa yang mengandung isotop yang berbeda disebut efek isotop
kinetic.

Deuterium (12 H, atau D ) ialah isotop hydrogen yang intinya terdiri


dari satu proton dan satu neutron. Ikatan C - D lebih kuat dari pada ikatan
C – H sebanyak 1,2 kkal/ mol. Telah dipostulatkan bahwa pemutus ikatan
C – H adalah bagian integral (dari) tahap penentu laju ( satu- satunya
tahap) dari reaksi E2. Apa yang terjadi bila H yang akan tereliminasikan
diganti D? pemutusan ikatan CD yang lebih kuat itu meminta lebih banyak
energi. Jadi Eakt harus lebih tinggi dan laju reaksi eliminasi akan lebih
rendah.

Bila 2 – bromopropane berikut ini dibiarkan bereaksi E2 dengan


CH3 CH2 O− sebagai basa, dijumpai bahwa senyawa berdeuterasi beraksi
hanya dengan 1/7 laju senyawa 2- bromipropana. Fakta ini mendukung
mekanisme E2 yang diuraikan di atas.

5
B. Campuran alkena
Seringkali reaksi E1 dan E2 dirujuk sebagai eliminasi beta (𝜷). Istilah
ini mencerminkan hydrogen mana yang dibuang dalam reaksi ini. Pelbagai
macam atom karbon dan hydrogen dalam sebuah molekul dapat ditandai
dengan 𝛼, 𝛽 dan seterusnya, menurut alfabet Yunani. Atom karbon yang
mengikat gugus fungsional utama dalam sebuah molekul disebut karbon
alfa (𝜶), dan karbon berikutnya karbon beta (𝜷). Hydrogen yang terikat
pada karbon 𝛼 disebut hydrogen – hydrogen 𝛼, sementara yang terikat
pada karbon 𝛽 adalah hydrogen – hydrogen 𝛽. Dalam suatu eliminasi 𝛽
dibuang bila terbentuk alkena.. (Tentu saja, alkil halida yang tak
mengandung hidrogen 𝛽 tak dapat melangsungkan eliminasi 𝛽).

Jika 2 – bromopropane atau t- butyl bromide mengalami eliminasi,


hanya akan diperoleh satu macam produk alkena yang mungkin. Namun
bila gugus alkil di sekitar karbon 𝛼 berlainan dan terhadap lebih dari satu
macam hidrogen 𝛽, , maka akan diperoleh lebih dari satu alkena. Reaksi
E2 dari 2 – bromobutane menghasilkan 2 alkena karena dapat dieliminasi
dua macam atom hidrogen : sebuah hidrogen dari suatu gugus 𝐶𝐻3 atau
sebuah hidrogen dari sebuah gugus 𝐶𝐻2.

6
C. Alkena mana yang terbentuk ?
Dalam tahun 1875 seorang ahli kimia Rusia, Alexander Saytseff,
merumuskan aturan berikut, yang sekarang disebut aturan Saytseff :
Alkena yang memiliki gugus alkil terbanyak pada atom – atom karbon
ikatan – rangkapnya, terdapat dalam jumlah terbesar dalam campuran
produk reaksi eliminasi. Alkena ini dirujuk sebagai alkena tersubstitusi
lebih- tinggi. Aturan Saytseff meramalkan 2- butena akan terdapat lebih
banyak daripada 1- butena sebagai produk dalam reaksi E2 dari 2-
bromobutena. Hal ini memang terbukti. Dalam reaksi berikut, campuran
alkena terdiri 80% 2- butena dan hanya 20% 1- butena.

7
Telah ditetapkan bahwa alkena tersubstitusi – lebih – tinggi lebih
stabil dari pada alkena yang tersubstitusi- kurang- tinggi. Oleh karena itu
eliminasi E2 menghasilkan alkena yang lebih stabil.

Untuk memahami mengapa alkena yang lebih stabil ( 2- butena ) lebih


disukai daripada alkena yang kurang stabil (1- butena), hendaknya
keadaan transisi yang menghasilkan kedua butena ini diperhatikan. Dalam
masing- masing keadaan transisi yang menghasilkan keadaan transisi basa
sedang merebut proton dan suatu ikatan rangkap sedang terbentuk.
Dikatakan bahwa keadaan transisi memiliki karakter ikatan- rangkap, yaitu
dinyatakan oleh garis titik- titik dalam rumusnya.

Karena kedua keadaan transisi yang menghasilkan alkena ini memiliki


karakter ikatan- rangkap, maka keadaan transisi yang menghasilkan alkena
lebih stabil, juga lebih distabilkan dan memiliki energi yang lebih rendah.
Reaksi yang keadaan transisinya berenergi lebih rendah, akan berlangsung
dengan lebih cepat ; oleh karena itu alkena yang lebih stabil merupakan
produk yang lebih berlimpah .

8
Sebagian pertanyaan mengenai alkena mana yang terbentuk dalam
dehidrogenasi telah terjawab : alkena yang bersubstituen terbanyak akan
melimpah dalam campuran produk. Alkena bersubstituen terbanyak ini
sering kali dapat terbentuk diastereomer cis dan trans ( isomer geometric ).
Adakah suatu selektivitas mengenai diastereomer mana yang terbentuk?
Secara eksperimen telah ditetapkan bahwa pada umumnya alkena trans
rintangan sterik lebih kecil. Oleh karena itu tidak mengherankan bila
alkena-alkena trans lebih melimpah sebagai produk reaksi E2. Sekali lagi,
alas an ialah lebih stabil nya keadaan transisi. Persamaan berikut ini
menunjukkan hasil reaksi E2 dari 2- bromopentana.

9
D. Stereokimia suatu reaksi E2

Dalam keadaan transisi suatu eliminasi E2, basa yang menyerang dan
gugus yang pergi umumnya sejauh mungkin, atau anti. Karena inilah maka
eliminasi E2 seringkali dirujuk sebagai anti-eliminasi.

Ciri yang menarik mengenai anti-eliminasi ialah bahwa peletakan-


anti dari H dan Br yang akan dibuang menentukan stereokimia alkena
sebagai produk. Untuk memahami terjadinya hal ini, perhatikan reaksi E2
dari beberapa halida stereoisomerik. Senyawa 1-bromo-1,2-difenilpropana
mempunyai dua atom karbon kiral (karbon 1 dan 2) dan empat
stereoisomer.

10
Karena terdapat hanya satu hidrogen β dalam halida awal, maka
stereoisomer yang manapun akan menghasilkan C6H5(CH3)C=CHC6H5.
Namun dalam produk ini dapat terjadi keisomeran geometrik.

Bila atau (1R,2R)-1-bromo-1,2-difenilpropana ataupun (1S,2S)-


enantiomernya menjalani reaksi E2, akan terbentuk (Z)-alkena secara
eksklusif; tak akan terbentuk (E)-alkena.

Mengapa hanya terbentuk produk (Z) dan tak ada produk (E)?
Karena hanya ada satu konformasi dari masing-masing enantiomer ini di
mana Br dan hidrogen beta berposisi anti, baik dari enantiomer (1R,2R)
maupun enantiomer (1S,2S). Dalam masing-masing enantiomer ini
pelurusan anti antara H dan Br akan menaruh gugus-gugus fenil pada satu
sisi dari molekul, sehingga dihasilkan (Z)-alkena. Seandainya eliminasi

11
dapat terjadi tanpa memperdulikan konformasi enantiomer-enantiomer ini,
pastilah akan dijumpai pula (E)-alkena.

Keadaannya tepat terbalik pada enantiomer-enantiomer (1R,2S)


atau (1S,2R). masing-masing enantiomer ini justru menghasilkan (E)-
alkena, dan tak ada (Z)-alkena. Alasannya sekali lagi, ialah hanya ada satu
konformasi dalam mana Br dan satu-satunya H beta itu berposisi anti satu
terhadap yang lain. Dalam konformasi ini gugus-gugus fenil berada dalam
sisi-sisi yang berlawanan.

Suatu reaksi di mana stereoisomer yang berlainan dari pereaksi


menghasilkan produk yang secara stereisomerik berlainan, disebut reaksi
stereospesifik. Reaksi E2 adalah suatu contoh reaksi stereospesifik.

Halosikloalkana seperti klorosikloheksana dapat juga bereaksi E2.


Dalam kasus-kasus ini, konformasi cincin memainkan peranan penting
dalam jalannya reaksi. Agar berposisi anti dalam suatu cincin
siklohekasana, gugus pergi (seperti klor) dan suatu hidrogen β, haruslah
1,2-trans atau diaksial. Tak ada konformasi lain yang meletakkan H dan
Cl ini anti satu terhadap yang lain (cobalah pada model). Meskipun
konformasi ini bukan konformasi favorit, beberapa persen molekul
halosikloalkana berada dalam konformasi ini pada suatu saat dan dengan
demikian dapat menjalani eliminasi.

12
E. Produk Hofmann

Kebanyakan dehidrohalogenasi tunduk pada aturan Saytseff dan


alkena yang lebih tersubstitusi lebih melimpah.tetapi dalam suatu keadaan,
produk utama dari suatu dehidrohalogenasi justru alkena yang kurang
stabil dan kurang tersubstitusi. Bila alkena yang kurang tersubstitusi
merupakan produk yang lebih melimpah, dikatakan reaksi itu
menghasilkan produk Hofmann.

Kapan alkena yang kurang tersubstitusi mungkin merupakan produk


yang lebih melimpah? Suatu gejala biasa yang menghasilkan alkena yang
kurang tersubstitusi ialah rintangan sterik (steric hindrance) dalam
keadaan transisi yang seharusnya menghasilkan alkena yang paling
tersubstitusi. Rintangan sterik ini dapat meningkatkan energi keadaan
transisi itu sedemikian banyak sehingga reaksi mengikuti jalan lain dan
menghasilkan alkena yang kurang tersubstitusi. Rintangan sterik ini dapat
disebabkan oleh salah satu dari tiga faktor berikut. Pertama, ukuran basa
yang menyerang merupakan satu sebab. Dalam reaksi eliminasi 2-
bromobutana dengan ion etoksida yang kecil itu, alkena yang lebih

13
tersubstitusi akan melimpah. Dengan ion t-butoksida yang lebih besar 1-
dan 2-butena terbentuk samabanyak.

Kedua, rintangan sterik mungkin disebabkan oleh meruahnya


gugus-gugus yang mengelilingi gugus pergi dalam alkil halida itu. 2-
Bromo-2,4,4-trimetilpentana yang terintangi itu menghasilkan alkena yang
kurang tersubstitusi dalam suatu reaksi E2, bahkan dengan suatu basa kecil
sekalipun, seperti ion etoksida.

14
Ketiga, jika gugus pergi itu sendiri besar dan meruah, produk
Hofmann dapat lebih melimpah. Reaksi tipe ini akan dibahas dalam Sub-
bab 15.10 Jilid 2.

F. Ikhtisar mekanisme E1 dan E2

Reaksi eliminasi alkil halida dapat berlangsung dengan jalur E1 atau


dengan jalur E2. Alkil halida tersier dapat mengalami eliminasi E1 sebagai
suatu reaksi samping dalam solvolisis ketika air atau suatu alkohol
bertindak sebagai basa yang sangat lemah. Gambar 5.10 meringkaskan
beberapa segi penting dari jalur E1.

Bila suatu basa kuat digunakan untuk menjalankan eliminasi, alkil


halida tersier, alkil halida sekunder, dan dalam beberapa kasus, alkil
halida primer mengalami reaksi dengan jalur E2, seperti ditunjukkan
dalam Gambar 5.10.

G. Faktor-faktor yang Mengatur Reaksi Eliminasi dan Substitusi

Pada awal bab ini, disebut-sebut bahwa SN1, SN2, E1, dan E2 adalah
reaksi-reaksi yang ber saing. Suatu alkil tunggal mungkin menjalani
substitusi, eliminasi dan penataan-ulang , semuanya sekaligus dalam satu
labu reaksi.

15
Jika hal ini terjadi, dapat diperoleh sejumlah besar produk-produk. Namun
seorang ahli kimia dapat mengendalikan reaksi sekedarnya dengan memilih
dengan tepat reagensia dan kondisi reaksi. Kita telah menyebut beberapa faktor
yang mempengaruhi jalannya reaksi substitusi dan eliminasi dari alkil halida?
Fakto-faktor ini adalah :

1. Struktur alkil halida;


2. Sifat (nature) nukleofil atau basa;
3. Sifat pelarut;
4. Konsentrasi nukleofil atau basa;
5. Temperatur.

16
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan :

Reaksi eliminasi adalah suatu jenis reaksi organic dimana dua substituent
dilepaskan dari sebuah molekul baik dalam satu atau dua langkah mekanisme.
Ada dua jenis reaksi, yaitu Reaksi E1 dan reaksi E2. Reaksi ini hannya dapat
berlangsung bila ada zat yang menarik molekul yang akan dieliminasi. Reaksi
eliminasi digunakan untuk membuat senyawa – senyawa alkena dan alkuna.

Reaksi E1 / reaksi unimolekuler adalah reaksi eliminasi suatu karbokation


dimana suatu zat – zat yang tak stabil dan berenergi tinggi, yang dengan segera
bereaksi lebih lanjut. Karbokation itu dapat memberikan sebuah proton kepada
suatu basa (cenderung basa lemah) sehingga menjadi sebuah alkena. Reaksi E1
terdiri dari 2 tahap :

• Tahap pertama dalam reaksi E1 identik dengan tahap pertama reaksi S N1 :


ionisasi alkil halida.
• Tahap kedua reaksi eliminasi, basa itu merebut sebuah proton dari sebuah
atom karbon yang terletak berdampingan dengan karbon positif.

Reaksi E2 / reaksi bimolekuler adalah reaksi eliminasi alkil halida yang


cenderung dominan digunakan basa kuat , seperti – OH dan – OR , dan temperatur
tinggi. Reaksi E2 terdiri dari 1 tahap .

17
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, dan Fessenden, (1990), Kimia Organik, Edisi ketiga, Jilid 1, Penerbit.
Erlangga. Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai