REAKSI E1 DAN E2
Disusun oleh:
Anggunan 20334028
FAKULTAS FARMASI
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis
dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul
guna penyempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu menghasilkan senyawa
– senyawa. Awal yang terlibat dalam reaksi tersebut reaktan. Reaksi kimia
biasanya dikarekteristikan dengan perubahan kimiawi dan akan menghasilkan
satu atau lebih produk yang biasanya memiliki ciri – ciri yang berbeda dari
reaktan. Secara klasik, reaksi kimia melibatkan perubahan yang melibatkan
pergerakan elektron dalam pembentukan dan pemutusan ikatan kimia,
walaupun pada dasarnya konsep umum reaksi kimia juga dapat diterapkan
pada transformasi partikel - partikel elementer seperti pada reaksi nuklir.
Reaksi kimia sangat sering digunakan oleh para ahli teknik kimia untuk
mensintesis senyawa baru dari sumber daya alam mentah di alam,
seperti minyak bumi dan mineral. Merupakan suatu hal yang penting untuk
membuat reaksi yang seefisien mungkin, memaksimalkan hasil yang bisa
diperoleh dan meminimalkan reagen yang dipakai, energi masuk dan energi
keluar. Katalis biasanya digunakan untuk mengurangi energi aktivasi sehingga
meningkatkan laju reaksinya.
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Reaksi E1
2
Pada tahap kedua reaksi eliminasi, basa merebut sebuah proton dari
atom karbon yang terletak berdampingan dengan karbon poitif. Electron
ikatan stigma karbon-hidrogen bergeser kea rah muatan positif, karbon
tersebut mengalami rehibridasi dari keadaan sp3 kekeadaan sp2, dan
terbentuklan sebuah alkena.
Karena suatu reaksi E1, seperti reaksi SN1 berlangsung lewat zat-
antara karbokation, maka tak mengherankan bahwa alkil halide tersier
bereaksi lebih cepat daripada alkil halide lain. Rekasi E1 (dari) alkil halide
berlangsung padakondisi yang sama seperti reaksi SN1 (pelarut polar, basa
sangat lemah, dan sebagainya); oleh karena itu reaksi S N1 dan E1 adalah
rekasi bersaingan. Pada kondisi ringan yang diminta untuk reaksi-reaksi
karbokation untuk halkil halide ini, produk SN1 biasanya menang
dibandingkan produk E1. Dari segi ini reaksi E1 alkil halide dianggap
relatif tidak penting. Namum ternyata reaksi E1 alkohol sangatlah penting.
2.2 Reaksi E2
3
Reaksi E2 berjalan tidak lewat suatu karbonkationn sebagai zat-
antara, melainkan berupa reaksi serempak (concerted reaction) yakni
terjadi pada suatu tahap, sama seperti reaksi SN2.
Dalam reaksi E2, seperti dalam keadaan reaksi E1, alkil halida
tersier bereaksi paling cepat dan alkil halida primer paling lambat. (Bila
diolah dengan suatu basa, alkil halida primer biasanya begitu mudah
bereaksi substitusi, sehingga hanya sedikit alkena terbentuk).
4
A. Efek isotop kinetik
Sekelumit bukti ekesperimen yang membantu orang memahami
mekanisme E2 ialah perbedaan dalam laju eliminasi antara alkil halide
berdeuterium dan tak- berdeuterium. Perbedaan dalam laju reaksi antara
senyawa yang mengandung isotop yang berbeda disebut efek isotop
kinetic.
5
B. Campuran alkena
Seringkali reaksi E1 dan E2 dirujuk sebagai eliminasi beta (𝜷). Istilah
ini mencerminkan hydrogen mana yang dibuang dalam reaksi ini. Pelbagai
macam atom karbon dan hydrogen dalam sebuah molekul dapat ditandai
dengan 𝛼, 𝛽 dan seterusnya, menurut alfabet Yunani. Atom karbon yang
mengikat gugus fungsional utama dalam sebuah molekul disebut karbon
alfa (𝜶), dan karbon berikutnya karbon beta (𝜷). Hydrogen yang terikat
pada karbon 𝛼 disebut hydrogen – hydrogen 𝛼, sementara yang terikat
pada karbon 𝛽 adalah hydrogen – hydrogen 𝛽. Dalam suatu eliminasi 𝛽
dibuang bila terbentuk alkena.. (Tentu saja, alkil halida yang tak
mengandung hidrogen 𝛽 tak dapat melangsungkan eliminasi 𝛽).
6
C. Alkena mana yang terbentuk ?
Dalam tahun 1875 seorang ahli kimia Rusia, Alexander Saytseff,
merumuskan aturan berikut, yang sekarang disebut aturan Saytseff :
Alkena yang memiliki gugus alkil terbanyak pada atom – atom karbon
ikatan – rangkapnya, terdapat dalam jumlah terbesar dalam campuran
produk reaksi eliminasi. Alkena ini dirujuk sebagai alkena tersubstitusi
lebih- tinggi. Aturan Saytseff meramalkan 2- butena akan terdapat lebih
banyak daripada 1- butena sebagai produk dalam reaksi E2 dari 2-
bromobutena. Hal ini memang terbukti. Dalam reaksi berikut, campuran
alkena terdiri 80% 2- butena dan hanya 20% 1- butena.
7
Telah ditetapkan bahwa alkena tersubstitusi – lebih – tinggi lebih
stabil dari pada alkena yang tersubstitusi- kurang- tinggi. Oleh karena itu
eliminasi E2 menghasilkan alkena yang lebih stabil.
8
Sebagian pertanyaan mengenai alkena mana yang terbentuk dalam
dehidrogenasi telah terjawab : alkena yang bersubstituen terbanyak akan
melimpah dalam campuran produk. Alkena bersubstituen terbanyak ini
sering kali dapat terbentuk diastereomer cis dan trans ( isomer geometric ).
Adakah suatu selektivitas mengenai diastereomer mana yang terbentuk?
Secara eksperimen telah ditetapkan bahwa pada umumnya alkena trans
rintangan sterik lebih kecil. Oleh karena itu tidak mengherankan bila
alkena-alkena trans lebih melimpah sebagai produk reaksi E2. Sekali lagi,
alas an ialah lebih stabil nya keadaan transisi. Persamaan berikut ini
menunjukkan hasil reaksi E2 dari 2- bromopentana.
9
D. Stereokimia suatu reaksi E2
Dalam keadaan transisi suatu eliminasi E2, basa yang menyerang dan
gugus yang pergi umumnya sejauh mungkin, atau anti. Karena inilah maka
eliminasi E2 seringkali dirujuk sebagai anti-eliminasi.
10
Karena terdapat hanya satu hidrogen β dalam halida awal, maka
stereoisomer yang manapun akan menghasilkan C6H5(CH3)C=CHC6H5.
Namun dalam produk ini dapat terjadi keisomeran geometrik.
Mengapa hanya terbentuk produk (Z) dan tak ada produk (E)?
Karena hanya ada satu konformasi dari masing-masing enantiomer ini di
mana Br dan hidrogen beta berposisi anti, baik dari enantiomer (1R,2R)
maupun enantiomer (1S,2S). Dalam masing-masing enantiomer ini
pelurusan anti antara H dan Br akan menaruh gugus-gugus fenil pada satu
sisi dari molekul, sehingga dihasilkan (Z)-alkena. Seandainya eliminasi
11
dapat terjadi tanpa memperdulikan konformasi enantiomer-enantiomer ini,
pastilah akan dijumpai pula (E)-alkena.
12
E. Produk Hofmann
13
tersubstitusi akan melimpah. Dengan ion t-butoksida yang lebih besar 1-
dan 2-butena terbentuk samabanyak.
14
Ketiga, jika gugus pergi itu sendiri besar dan meruah, produk
Hofmann dapat lebih melimpah. Reaksi tipe ini akan dibahas dalam Sub-
bab 15.10 Jilid 2.
Pada awal bab ini, disebut-sebut bahwa SN1, SN2, E1, dan E2 adalah
reaksi-reaksi yang ber saing. Suatu alkil tunggal mungkin menjalani
substitusi, eliminasi dan penataan-ulang , semuanya sekaligus dalam satu
labu reaksi.
15
Jika hal ini terjadi, dapat diperoleh sejumlah besar produk-produk. Namun
seorang ahli kimia dapat mengendalikan reaksi sekedarnya dengan memilih
dengan tepat reagensia dan kondisi reaksi. Kita telah menyebut beberapa faktor
yang mempengaruhi jalannya reaksi substitusi dan eliminasi dari alkil halida?
Fakto-faktor ini adalah :
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan :
Reaksi eliminasi adalah suatu jenis reaksi organic dimana dua substituent
dilepaskan dari sebuah molekul baik dalam satu atau dua langkah mekanisme.
Ada dua jenis reaksi, yaitu Reaksi E1 dan reaksi E2. Reaksi ini hannya dapat
berlangsung bila ada zat yang menarik molekul yang akan dieliminasi. Reaksi
eliminasi digunakan untuk membuat senyawa – senyawa alkena dan alkuna.
17
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, dan Fessenden, (1990), Kimia Organik, Edisi ketiga, Jilid 1, Penerbit.
Erlangga. Jakarta
18