Anda di halaman 1dari 39

MENGENAL LEBIH JAUH

TUMBUHAN TRANSGENIK
TUGAS BIOLOGI SEMESTER II

DISUSUN OLEH:

Vinsensius Viktor Limas(43)


Virginea Dicky Jacob (44)
Wandi Wijaya (45)
Yohanes Febrianto (46)

XII IPA 5

SMA XAVERIUS 1 PALEMBANG


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
restunyalah, kami dapat menyelesaikan tugas semester II biologi mengenai salah satu
cabang bioteknologi, yaitu tumbuhan transgenic. Tugas ini merupakan salah satu bahan
referensi yang cukup akurat untuk masalah-masalah yang meliputi biotekbologi
khususnya tentang tumbuhan transgenik. Hal tersebut mengacu pada aktivitas dan fakta
di masyarakan yang kerap sekali menunjukkan bahwa tumbuhan transgenic sebagai
salah satu hasil dari produk bioteknologi amat dekat dengan masyarakat dan sering
menjadi hal yang digunakan oleh masyarakat. Bioteknologi pada dasarnya sendiri
merupakan penggunaan mahkluk hidup untuk dapat digunakan sebagai produk olahan
barang, jasa maupun bentuk lainnya yang dapat berguna bagi masyarakat secara luas.
Pada tugas yang berjudul “Mengenal Lebih Jauh Tumbuhan Transgenik” ini,
akan dipaparkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tumbuhan transgenic.
Paparan tersebut meliputi definisi, pembuatan, kegunaan, pemanfaatan di masyarakat,
kerugian yang mungkin timbul, serta pro dan kontra yang terdapat di masyarakat
mengenai model bioteknologi ini. Sebelum itu, pembaca akan disuguhkan gambaran
singkat mengenai bioteknologi sehingga tidak akan bingung mengenai konteks
bioteknologi yang dimaksud. Dalam tugas ini juga akan dijelaskan secara terperinci
mengenai tumbuhan transgenic yang berlaku di Indonesia serta contoh-contoh
konkretnya di kehidupan sehari-hari. Data-data dalam tugas ini berasal dari sumber-
sumber terpercaya yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Tapi seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan tugas
biologi ini yang masih memiliki banyak kekurangan, baik dari segi penyajian hingga
pengemasan. Untuk itu penulis meminta maaf kepada para pihak terkait dan pembaca.
Akan tetapi,. Tim berharap agar tugas ini dapat bermanfaat secara luas, khususnya
dalam aspek bioteknologi mengenai tumbuhan transgenic. Lebih jauh, penulis berharap
agar data-data dan penyajian yang terdapat dalam tugas ini dapat menjadi bahan
referensi bagi semua pihak mengenai tumbuhan transgenic yang mungkin masih tabu di
telinga masyarakat awam. Penulis dan tim berharap agar apa yang terdapat dalam tugas
ini dapat bermanfaat secara luas dan universal.

Palembang, 10 Februari 2010

Tim penulis,
A. BIOTEKNOLOGI
A. PENDAHULUAN

Bioteknologi merupakan teknologi yang memanfaatkan agen hayati atau bagian-


bagianya untuk menghasilakan barang dan jasa dalam sekala industri untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Definisi seperti ini merupakan definisi bioteknologi klasik atau
konvensional. Bioteknologi modern memanfaatkan agen hayati atau bagian yang telah
direkayasa secara in-vitro dalam menghasilkan barang dan jasa pada sekala industri.

Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan


memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagianya, misal bakteri dan
kapang. Selain itu Bioteknologi juga memanfaatkan sel tumbuhan atau sel hewan yang
dibiakan sebagai konstituen berbagai proses industri.

Penerapan bioteknologi pada umumnya mencangkup produksi sel atau biomasa dan
prubahan (tranformasi) kimia yang diinginkan. Transformasi kimia itu lebih lanjut dapat
dibagi menjadi dua sub bagian, yaitu sebagai berikut:

a. Pembentukan suatu produk akhir yang diinginkan, contohnya enzim, antibiotik,


asam organik, dan steroid.

b. Penguraian suatu bahan baku yang diberikan contohnya buangan air limbah,
destruksi, atau tumpahan minyak.

Bioteknologi mencangkup proses fermentasi (mulai dari bir, anggur, roti, keju, anti
biotik, dan vaksin), pengelolaan air, dan sampah.

Perkembangan bioteknologi berlangsung sangat pesat dengan adanya


perkembangan bioteknologi molekuler yang menggunakan terknik-teknik cangginh
untuk menciptakan trobosan baru dalam rangka peningkatan efisiensi dan ekonomi
industri bioteknologi. Teknik-teknik yang digunakan dalam bioteknologi antara lain:
kultur jaringan melalui protoplasma, rekayasa genetika meliputi manipulasi DNA
rekombinan, teknik pengindraan secara molekuler dan kelengkapan rancang bangunan
suatu alat untuk menumbuhkan mkroba yang memungkinkan berlangsungnya suatu
reaksi biologi.

B. PERAN BIOTEKNOLOGI

Bioteknologi berperan amat besar dalam kehidupan manusia. Orang sumeria dan
babilonia telah menikmati bir sejak 6000 tahun sebelum masehi, orang mesir telah
membuat adonan kue asam sejak 4000 tahun sebelum masehi. Bukti bahawa
mikroorganisme dapat melakukan fermentasi(peragian) didapat dari studi awal L.
Pasteur (1857-1876), sehingga pasteur disebut sebagai bapak bioteknologi. Pada masa
ini bioteknologi bukan hanya dimanfaatkan dalam industri makanan tapi meluas dalam
berbagai bidang, misalnya rekayasa genetika, penanggulangan populasi, penciptaan
sumber energi, penemuan bahan medis maupun farmasi, dan sebagainya.

Berkat penelitian-penelitian selanjutnya serta perkembangan Iptek, bioteknologi


makin maju dan makin besar manfaatnya bagi manusia.
C. IMPLIKASI BIOTEKNOLOGI

1. Bioteknologi dan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)

Kemajuan dan perkembangan bioteknologi yang mempunyai prospek bisnis telah


menggerakan adanya HaKI (Intellectual Property Rights, IPR) untuk melindungi
penemuan-penemuan baru baik produk atau proses hanya digunakan dan dimanfaatkan
oleh pakar penemu atau institusi yang membiayai penemuan tersebut. Dewasa ini
gen/bagian gen, bahkan gen manusia telah dipatenkan. Pada tahun 1997, tidak kurang
dari 1.100 gen telah dipatenkan. Perlindungan paten ini telah menjadi bagian dari
kesepakatan internasional (Convention on Biological Diversity dan World Trade
Organisation).

2. Bioteknologi dan Keamanan Hayati (Biosafety)

Bioteknologi, seperti juga teknologi lain mengandung resiko akan dampak negatif.
Sudah cukup lama masalah potensi dampak negatif ini diperdebatkan, baik di tingkat
internasional maupun tingkat nasional. Di tingkat internasional telah diakui ditanda
tangani sebuah konvensi keaneka ragaman hayati (Convention on Biological Diversity,
1992).

Potensi dampak merugikan terhadap keanekaragaman hayati disebabkan oleh


adanya potensi terjadi transfer gen (horizontal and vertical gene flow) ke tanaman
sekerabat atau kerabat dekat. Selain itu pengklonan akan menyebabkan keanekaragaman
genetik yang merugikan populasi terhadap kesehatan manusia, ada kemungkinan produk
gen asing seperti gen cry dari bacillus thuringiensis maupun bacillus sphaericus untuk
menimbulkan reaksi alergi pada tubuh manusia. Perlu dicermati pula, insersi atau
penyisipan gen asing ke genom inang dapat menimbulkan interaksi antara gen asing dan
gen inang sehingga menghasilkan perubahan sifat yang tidak diinginkan.

Dengan definisi tersebut bioteknologi bukan merupakan sesuatu yang baru. Nenek
moyang kita telah memanfaatkan mikroba untuk membuat produk-produk berguna
seperti tempe, oncom, tape, arak, terasi, kecap, yogurt, dan nata de coco . Hampir
semua antibiotik berasal dari mikroba, demikian pula enzim-enzim yang dipakai untuk
membuat sirop fruktosa hingga pencuci pakaian. Dalam bidang pertanian, mikroba
penambat nitrogen telah dimanfaatkan sejak abab ke 19. Mikroba pelarut fosfat telah
dimanfaatkan untuk pertanian di negara-negara Eropa Timur sejak tahun 1950-an.
Mikroba juga telah dimanfaatkan secara intensif untuk mendekomposisi limbah dan
kotoran. Bioteknologi memiliki gradien perkembangan teknologi, yang dimulai dari
penerapan bioteknologi tradisional yang telah lama dan secara luas dimanfaatkan,
hingga teknik-teknik bioteknologi baru dan secara terus menerus berevolusi (Gambar
1).
Gambar 1. Gradien Bioteknologi (dimodifikasi dari Doyle & Presley, 1996).

Perkembangan bioteknologi secara drastis terjadi sejak ditemukannya struktur helik


ganda DNA dan teknologi DNA rekombinan di awal tahun 1950-an. Ilmu pengetahuan
telah sampai pada suatu titik yang memungkinkan orang untuk memanipulasi suatu
organisme di taraf seluler dan molekuler. Bioteknologi mampu melakukan perbaikan
galur dengan cepat dan dapat diprediksi, juga dapat merancang galur dengan bahan
genetika tambahan yang tidak pernah ada pada galur asalnya. Memanipulasi organisme
hidup untuk kepentingan manusia bukan merupakan hal yang baru, bioteknologi
menawarkan cara baru untuk memanipulasi organisme hidup.

Seperti halnya teknologi-teknologi yang lain, aplikasi bioteknologi untuk agribisnis


selain menawarkan berbagai keuntungan juga memiliki potensi risiko kerugian.
Keuntungan potensial bioteknologi pertanian antara lain: potensi hasil panen yang lebih
tinggi, mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida, toleran terhadap cekaman
lingkungan, pemanfaatan lahan marjinal, identifikasi dan eliminasi penyakit di dalam
makanan ternak, kualitas makanan dan gizi yang lebih baik, dan perbaikan defisiensi
mikronutrien (Jones, 2003). Satu pendekatan baru yang sedang mendapatkan banyak
perhatian adalah Bio-farming , seperti antibiotika dalam buah pisang.

Potensi risiko bioteknologi terhadap pertanian dan lingkungan antara lain efek balik
terhadap organisme non-target, pembentukan hama resisten, dan transfer gen yang tidak
diinginkan yang meliputi transfer gen ke tanaman liar sejenis, transfer gen penyandi
untuk produksi gen toksik, dan transfer gen resisten antibiotik melalui gen penanda (
marker ) antibiotik. Beberapa kritikan menyebutkan bahwa modifikasi DNA
rekombinan menyebabkan pangan tidak aman untuk dimakan. Kelompok pecinta
lingkungan mengkritik bahwa organisme trasgenik menyebabkan kerusakan keragaman
hayati, karena membunuh organisme liar yang berguna, atau membuat organisme
invasif yang dapat merusak lingkungan
Terlepas dari perdebatan keuntungan dan
kerugian di atas, prinsip ”kehati-hatian” harus
dikedepankan dalam aplikasi bioteknologi untuk
agribisnis, khususnya rekayasa genetika. Belajar dari
pengalaman Revolusi Hijau yang semula
dianggap aman, intensifikasi penggunaan pupuk dan
pestisida terbukti berakibat buruk yang baru
diketahui setelah beberapa puluh tahun
kemudian.

B. TUMBUHAN TRANSGENIK
1. Pengertian tanaman transgenik
 Transgenik adalah tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun
kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau
virus untuk tujuan tertentu
Organisme transgenik adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari
organisme lain. Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti
bakteri, virus, hewan, atau tanaman lain.

 Tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa genetika melalui


transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya
untuk menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik
dari tanaman sebelumnya.

2. Proses Transgenik

Susunan materil genetic diubah dengan jalan menyisipkan gen baru yang unggul
ke dalam kromosomnya.Tanaman transgenik memiliki kualitas lebih dibanding
tanaman konvensional, kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca,
umur pendek, dll; sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi
kebutuhan pangan secara cepat dan menghemat devisa akibat penghematan
pemakaian pestisida atau bahan kimia lain serta tanaman transgenik produksi lebih
baik

Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman; yaitu memperbaiki


sifat-sifat tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman hama
maupun lingkungan yang kurang menguntungkan; sehingga tanaman transgenik
memiliki kualitas lebih baik dari tanaman konvensional, serta bukan hal baru karena
sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh masyarakat;
Contoh Pembuatan Tumbuhan Transgenik anti virus TMV(Tobacco Mozaic Virus):

(Artikel terkait di bagian lampiran)

3. Tujuan Transgenik
Tujuan memindahkan gen tersebut
untuk mendapatkan organisme baru
yang memiliki sifat lebih baik.Hasilnya
saat ini sudah banyak jenis tanaman
transgenik, misalnya jagung, kentang,
kacang, kedelai, dan kapas. Keunggulan
dari tanaman transgenic tersebut
umumnya adalah tahan terhadap
serangan hama.
Rekayasa genetika seperti dalam
pembuatan transgenik dilakukan untuk
kesejahteraan manusia. Akan tetapi, terkadang muncul dampak yang tidak
diinginkan, yaitu dampak negatif dan positifnya sebagai berikiut.
4. Dampak Transgenik
 DampakPositif
1. rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber
yang lebih sedikit.
2. rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan
memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.

 Dampak Negatif
1. berubahnya urutan informasi genetik yang dimiliki, maka sifat organisme
yang bersangkutan juga berubah.
2. bakteri hasil rekayasa yang lolos laboratorium atau pabrik yang dampaknya
tidak dapat diperkirakan.
3. Kemungkinan menimbulkan keracunan.
4. Kemungkinan menimbulkan alergi

METODE YANG DIGUNAKAN DALAM PERAKITAN TANAMAN


TRANSGENIK

Kadang dalam perakitan varietas tanaman tahan serangga hama, pemulia


konvensional menghadapi suatu kendala yang sulit dipecahkan, yaitu langkanya atau
tidak adanya sumber gen ketahanan di dalam koleksi plasma nutfah. Contoh sumber
gen ketahanan yang langka adalah gen ketahanan terhadap serangga hama, misalnya
penggerek batang padi, penggerek polong kedelai, hama boleng ubi jalar, penggerek
buah kapas (cotton bolworm), dan penggerek jagung. Sifat-sifat ketahanan tersebut
berasal dari gen-gen (materi genetik) yang diambil dari sumber yang berkualitas
tersebut dapat berasal dari mikroorganisme, hewan dan dari jaringan tanaman yang
telah diketahui memiliki gen ketahanan tertentu.
Teknologi transfer gen digunakan untuk mendapatkan tanaman hasil rekayasa
genetika (tanaman transgenik) yang mempunyai sifat unggul yang diinginkan. Metode
transfer gen dibedakan menjadi dua yaitu:

A. Transfer gen secara langsung.


1. Particle bombardment (penembakan partikel / gene gun)
Prinsip dari metode ini adalah penembakan partikel DNA-coated secara
langsung ke sel atau jaringan tanaman.

2. Karbid silikon
Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi dicampur dengan serat karbid
silikon dan DNA plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan ke dalam tube (tabung
eppendorf) kemudian dicampur dan diputar menggunakan vortex.

3. Elektroporasi
Metode transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah
elektroporasi dari protoplas. Elektroporasi menggunakan perlakuan listrik bervoltase
tinggi menyebabkan permiabilitas tibnggi pada membran sel dengan membentuk pori-
pori sehingga DNA mudah penetrasi kedalam proptoplas. Perlakuan elektroporasi ini
seringkali dikombinasikan dengan perlakuan poly ethylene glycol (PEG) pada
protoplas.

B. Transfer gen secara tidak langsung


Pada tanaman monokotil, transfer gen sering menggunakan Agrobacterium
tumefaciens. Agrobacterium tumefaciens strain liar (galur alami) memiliki plasmid Ti.
Pada plasmid Ti terdapat T-DNA digunakan sebagai vektor untuk transformasi
tanaman yang telah dihilangkan virulensinya (disarmed), sehingga sel tanaman yang
ditransformasi mampu beregenerasi menjadi tanaman sehat hasil rekayasa genetika. Gen
yang diinginkan dimasukkan ke dalam sel tanaman dengan cara menitipkannya
(menyisipkan) pada T-DNA.

CONTOH TANAMAN TRANSGENIK


Tabel tanaman transgenik
Tanaman Gen ketahanan Sumber gen Hasil
Azuki bean α-amylase Tanaman common Tahan serangan hama
inhibitor bean Kumbang Brucus
Kacang pea α-amylase common bean Tahan serangan hama
(Pisum inhibitor Bruchus pisorium
sativum L.)
Kapas Bt Bacillus thuringiensis Tahan serangan hama
Cotton bollworm
Jagung Bt Bacillus thuringiensis Tahan serangan hama
Corn borer
Kentang Bt Bacillus thuringiensis Tahan serangan hama
Colorado potato
Beetle
Kentang Rpi-blb - Tahan serangan hama
Phytopthora infestans
Tomat Flavr Savr polygalacturonase Sejenis ikan yang Tahan lama dalam
(PG) hidup di Antartika penyimpanan

Tomat flavr Savr buahnya lambat masak sehingga mampu bertahan lama ketika di
simpan untuk di ekspor ke daerah lain dan mengurangi biaya pengemasan karena tidak
membutuhkan alat pendingin.

Jagung Bt tahan serangan hama Corn borer karena dapat menghasilkan toksin pada
bakteri.
Jagung normal Jagung Bt transgenik

Tomat Bt yang mengandung gen Bt mampu bertahan dari serangan hama karena
menghasilkan toksin yang dapat membunuh hamanya.

Tomat biasa yang tidak tahan hama Tomat Bt yang tahan hama
hama

Tomat tanpa biji hasil dari transgenik


Tomat normal Tomat hasil transgenik
Tomat lemrosato merupakan hasil transgenik dengan aroma lemon dan mawar yang
mengandung reduksi lycopen yang baik sebagai antioksidan yang baik buat
kesehatan tubuh.

Kentang hasil transgenik mampu menghasilkan senyawa toksin yang mampu


membunuh serangga penggerek akar yang dapat mengurangi jumlah produksi
kentang bahkan dapat membunuh tanaman kentang tersebut.

Kentang transgenik Kentang normal

KEUNTUNGAN TANAMAN TRANSGENIK


1. Peningkatan kualitas biji-bijian
2. Peningkatan kadar protein
3. Pembentukan tanaman resisten hama, penyakit, dan herbisida
4. Pembentukan tanaman toleran kekeringan, tanah masam, suhu ektrem
5. Pembentukan tanaman yang lebih bernilai nutrisi tinggi, seperti vit C, E dan β-
karoten

KELEMAHAN TANAMAN TRANSGENIK


1. Bioetik
2. Keamanan dan kekhawatiran
3. Paten dari organisme hasil rekayasa genetik
4. Penggunaan untuk terapi gen dan jaringan pada manusia
5. Tanggung jawab sosial dari sain dalam bisnis
C. PRO dan KONTRA SEPUTAR TUMBUHAN
TRANSGENIK
Bagaimana tanaman transgenik dibuat?

Gen yang telah  diidentikfikasi diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam 


sel tanaman.    Melalui  suatu sistem tertentu, sel tanaman yang  membawa  gen
tersebut dapat dipisahkan dari sel tanaman yang  tidak  membawa gen.  Tanaman 
pembawa  gen  ini  kemudian  ditumbuhkan secara normal.  Tanaman inilah yang
disebut sebagai tanaman transgenik karena ada  gen  asing  yang  telah dipindahkan
dari makhluk  hidup lain ke tanaman tersebut (Muladno, 2002). 

Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau
sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa diisolasi dari tanaman tidak
sekerabat atau spesies yang lain sama sekali. Transgenik per definisi adalah the use of gene
manipulation to permanently modify the cell or germ cells of organism (BPPT,2000). Karena
berisi transgene tadi, tanaman itu disebut genetically modified crops (GM crops). Atau,
organisme yang mengalami rekayasa genetika (genetically modified organisms, GMOs). 
Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu.  Misal, pada
proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri tanah
Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu.  Gen Bt ini
disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga
mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Intisari,
2003).

PRO TRANSGENIK

Ilmuwan protanaman GM bersikukuh, racun Bt cuma membunuh ulat tertentu, dan


tidak mampu membunuh hewan lain maupun manusia yang mengkonsumsi jagung Bt. 
Tidak perlu mengkhawatirkan nasib serangga berguna, predator pemangsa ulat,
burung atau hewan ternak pemakan daun jagung Bt. Tidak berpengaruh buruk
terhadap flora dan fauna dalam tanah dan sekitarnya. 

Kelompok pro-GM bersikeras, tanaman GM dan produk olahannya aman dan


menguntungkan  dan patut dimasyarakatkan produk transgenik tersebut. Pertengahan
1990-an, pelaku agribisnis mulai mempromosikan benih tanaman GM yang diklaim
mengurangi pemakaian pestisida dan ramah lingkungan,  seperti : jagung Bt, kapas Bt,
dan kedelai Bt, kanola yang tahan hama dan toleran herbisida.  Tanaman GM tahan
hama, memiliki keuntungan ganda. Karena dengan disisipi gen bakteri tanah Bt, sel
tanaman akan menghasilkan crystalline (Cry) protein yang bersifat toksik terhadap
hama serangga tertentu. Terutama ulat bulu dan hama penggerek yang menggerogoti
tanaman Bt, tapi tidak berbahaya bagi organisme lain.  Tanaman transgenik mulai
ditanam secara komersial di Cina, lewat jenis tembakau, tahun 1992. Pada 1994 tomat
lambat matang (awet segar) Flavr  Savr menjadi produk GM pertama yang ditanam
untuk dipasarkan di AS. Sejak itu, areal berbagai jenis tanaman GM melonjak. Tahun
2000, melonjak sampai 11% (setara 4,3 juta ha), dan areal tanaman GM seluruhnya
44,2 juta ha (Scientific American, April 2001).  Dari total 44,2 juta ha, 33,5 juta ha ada
di negara industri, dan 10,7 juta ha di negara berkembang. AS sebagai negara
produsen tanaman GM terbesar (68% dari total areal GM dunia), terdiri atas tanaman
kedelai, jagung, kapas, dan kanola transgenik. Argentina (23%, meliputi kedelai,
jagung, dan kapas transgenik), Kanada (7%, kedelai, jagung, dan kanola transgenik),
Cina (1%, tanaman kapas transgenik). Negara lainnya (1%), meliputi Afrika Selatan
(jagung dan kapas GM), Australia (kapas GM), Rumania (kedelai dan kentang GM),
Meksiko (kapas GM), Bulgaria (jagung GM), Spanyol (jagung GM), Jerman (jagung
GM), Prancis (jagung GM), Uruguai (kedelai GM). Sementara di negara Asia belum
tercatat.  Dewasa ini ada lebih dari ratusan produk bioteknologi modern, dan lebih dari
seratus produk pertanian pangan telah dipasarkan (US FDA, Center for Food Safety
and Appiled Nutrition, CFS-AN handout: 1995 dalam Berita Bumi, Desember 2000).
Petani pun tinggal pilih, mau varietas yang toleran herbisida, tahan hama, atau yang
tahan penyakit. Jumlah tanaman transgenik diprediksi meningkat cepat dalam
beberapa tahun terakhir ini.  Jenis yang banyak diperkenalkan mulanya jagung,
kedelai, kapas, dan kentang, kemudian disusul tanaman buah, sayuran, dan pakan
ternak. Kentang Bt NewLeaf dari Monsanto diperkenalkan tahun 1996, dirancang
tahan hama penggerek kentang (colorado potato beetle, CPB). Varietas kentang tahan
virus dirilis tahun 1998, yang disisipi Bt tahan potato leafroll virus dan potato virus Y
(mosaic).  Varietas tanaman pakan ternak alfalfa Bt ditanam secara terbatas tahun
1997, dirancang tahan potato leafhopper. Varietas labu tahan cucumber mosaic virus,
zucchini yellow virus, dan water melon mosaic virus, ditanam tahun 1997 dan 1998.
Kanola Liberty (glufosinate) Link yang terdaftar di Kanada, muncul pertama kali di
AS tahun 1998 - 1999, diikuti padi (2000) dan gula bit (2001). Sebagian dari tanaman
yang direkayasa tahan herbisida (glyphosate) - gandum, gula bit, selada dan kentang -
mulai tersedia tahun 2000.  Tanaman rekayasa  yang  ditanam ditahun 2000 didominan
oleh   kedelai, jagung, kapas, dan kanola GM. Areal tanamnya mencapai 16% dari 271
juta ha areal tanaman empat komoditas itu (GM dan konvensional). Luas areal
tanaman jagung keseluruhan 140 juta ha (7%-nya jagung GM), kedelai 72 juta ha
(36% kedelai GM), kapas 34 juta ha (16% kapas GM), dan kanola 25 juta ha (11%
kanola GM). Tahun 2000, area tanam seluruh dunia untuk varietas transgenik naik
11% dibandingkan dengan area tanam 1999.  Area kedelai 58% dari total area GM
(26,64 juta ha), jagung 23% (10,27 juta ha), kapas 12% (5,3 juta ha), dan kanola 6%
(2,65 juta ha). Keempat tanaman GM itu toleran herbisida (74%), tahan hama (19%),
atau kombinasi keduanya (7%) (Berita Bumi, Desember  2000),. 

Di Indonesia, meski tidak tercatat sebagai produsen tanaman GM, kenyataannya


beberapa jenis komoditas transgenik sudah tumbuh di Tanah Air. Sejak diterbitkan SK
Mentan (No. 856/Kpts/HK330/9/1997), menurut Hari Hartiko  (2000), di Indonesia
sudah ditanam 10 tanaman transgenik, antara lain jagung (4 jenis), kacang tanah,
kapas (2 macam), kakao, kedelai, padi, tebu, tembakau, ubi jalar, dan kentang.  Uji
coba lapangan tanaman transgenik di Indonesia terkesan ditutup-tutupi. Buktinya,
sedikit pihak yang mengetahui bahwa PT Monagro Kimia (anak perusahaan
Monsanto) sudah melakukan uji coba lapangan untuk jagung Bt di Jombang, Malang,
dan Sulawesi Selatan (Berita Bumi, Oktober 1999). Bahkan, pihak Litbang Deptan
mengakui, saat ini ada 20 lokasi uji coba tanaman transgenik tersebar di Indonesia.
Ada kapas Bt, jagung Bt, kapas, jagung, dan kedelai tahan herbisida. Sejauh ini
pengujian tanaman transgenik oleh Deptan masih terbatas pada pengamatan secara
fisik.  Selain keempat komoditas utama (jagung, kedelai, kapas, dan kanola), di dunia
ini sudah beredar tanaman transgenik lain, meski masih relatif sedikit jumlahnya ,
seperti:  kentang, labu, pepaya, melon, tomat, dan tanaman yang direkayasa agar tahan
virus, awet segar, dan bernilai gizi tinggi.

Belum lagi produk rekayasa gen yang kini baru diciptakan atau masih diteliti di
berbagai lab dengan macam-macam target pula.  Misal, baru-baru ini di Hawaii
berhasil diciptakan varietas pepaya transgenik UH Rainbow tahan terhadap virus
ringspot. Di AS diteliti tomat transgenik dengan target memperbaiki kadar nutrisi dan
menunda kematangan tomat (supaya tak cepat membusuk). Untuk kanola penghasil
oilseed, penelitian terfokus pada perbaikan mutu nutrisi kanola dengan mempertinggi
kadar vitamin E atau memodifikasi keseimbangan asam lemak.  Sementara peneliti
Swiss dan Jerman, seperti diungkap dalam postnet.com, merekayasa beras penghasil
betakaroten, pro-vitamin A. Caranya, dengan menyisipkan dua gen dari jenis bunga
bakung dan satu gen dari spesies bakteri ke tanaman padi. Untuk meningkatkan kadar
zat besi, ditambahkan gen tanaman buncis. Percobaan "golden rice" ini masih terus
berjalan dan akan berlangsung hingga 2003. Sementara itu IRRI telah melakukan uji
lapangan perdana bagi tanaman GM tahan penyakit karena bakteri.  Tidak ketinggalan,
pisang direkayasa untuk menghasilkan vaksin yang dapat dimakan untuk melawan
penyakit infeksi. Baru-baru ini dilakukan evaluasi terhadap produk pisang transegenik
berisi virus non-aktif (dilemahkan) penyebab kolera, hepatitis B, dan diare
(colostate.edu).  Sayuran yang ditingkatkan nilainya meliputi tomat GM yang
dikembangkan Zeneca dan Petoseed sebagai tomat berdaging tebal. Peneliti di Rutgers
University melakukan uji tanam terung Bt tahan CPB (colorado potato beetle).  Di
Indonesia pun penelitian dan pengembangan tanaman transgenik masih dilakukan,
terutama di tingkat litbang seperti : Deptan, Batan, LIPI, dan BPPT, Balitbio, Balitsa.
Komoditasnya meliputi produk dari luar negeri dan produk dalam negeri.  Pihak
lainnya yang ikut meramaikan rekayasa genetik  di bidang pertanian di  Indonesia
seperti:  Monsanto,  Novartis, ABSP, ACIAR,  ISAA,  P3GI, UPBP, Indah Kiat  dan
IPB

KONTRA TRANSGENIK

Ilmuwan Swiss menyimpulkan, tanaman jagung Bt merugikan serangga


bermanfaat dan racun Bt terakumulasi dalam tanah sehingga merugikan ekosistem
tanah. Juga penanaman secara luas varietas Bt mempercepat terjadi evolusi resisten
racun Bt pada hama serangga. Sekali hama menjadi resisten terhadap racun Bt, akan
sulit mengefektifkan pengendalian hama secara hayati. Kalau itu terjadi serentak dan
meluas, betapa "evolusi hijau" kedua akan terjadi. Tatanan ekosistem dan kelestarian
hayati pun akan terganggu. 

Menurut Hari Hartiko (dalam Berita Bumi, Juni 2000), pelepasan atau pemanfaatan
jenis asing (tanaman rekayasa genetika) di alam terbuka sukar ditangani karena ada
kemungkinan penyebaran gen asing (gen yang disisipkan ke dalam tanaman GM) berpindah
ke tanaman sekerabat yang liar atau mengubah tatanan spesifik atau sifat unggul tanaman GM
itu sendiri. Seperti pada kasus serbuk sari kanola (Brassica napus) penghasil minyak nabati,
yang membuahi kerabatnya dan kerabat jauhnya. Di samping ada kemungkinan produk GM
dapat mengganggu kesehatan manusia dan ternak.  Perpindahan gen dapat juga terjadi pada uji
lapangan, meski di lokasi yang sangat terisolasi untuk mencegah terjadi penyerbukan silang.
Karena di alam banyak faktor yang berpengaruh, seperti angin, kupu-kupu, kumbang, tawon,
dan burung. Tidak ada jaminan serbuk sari tidak berpindah ke kerabat tanaman itu atau gulma
sehingga menjadi lebih kuat karena resisten terhadap hama. Jika kerabat dekat tanaman Bt
berupa gulma, bisa-bisa menjadi resisten dan sukar dikendalikan.  Terjadinya penyerbukan
silang yang akan memindahkan gen-gen asing ke tanaman lain (gulma), bisa memunculkan
gulma super yang resisten hama penyakit dan herbisida. Gen-gen pengendali hama yang
menyebar ke tanaman liar itu akan melenyapkan secara besar-besaran spesies serangga dan
hewan.

Persilangan antara tanaman transgenik dengan tanaman liar sangat mungkin terjadi,
seperti dilaporkan Rissler dan Mellon, yaitu antara Brassica napa transgenik dengan kerabat
liarnya Brassica campestris, Hirscheldia incana, dan Raphanus raphanistrum (Mae-Wan Ho,
1997).  Kekhawatiran terhadap produk GM memunculkan "Surat Terbuka Ilmuwan Dunia
kepada Seluruh Pemerintah Dunia". Surat tertanggal 21 Oktober 1999 itu ditandatangani 136
ilmuwan dari 27 negara. Isinya, antara lain meminta penghentian segera seluruh pelepasan
tanaman rekayasa genetika (Genetically Modified Crops) dan juga produk rekayasa gen
(Genetically Modified Products). Alasannya, tanaman GM tidak memberikan keuntungan.
Hasil panennya secara signifikan rendah dan butuh lebih banyak herbisida. Makin
memperkuat monopoli perusahan atas bahan pangan dan memiskinkan petani kecil. Mencegah
perubahan mendasar pada upaya pertanian berkelanjutan yang dapat menjamin keamanan
pangan dan kesehatan dunia.  Selain itu juga berbahaya terhadap keanekaragaman hayati dan
kesehatan manusia dan hewan.

Penyebaran horizontal gen penanda (marker genes) yang tahan antibiotika dalam
tanaman transgenik dapat mempersulit pengobatan penyakit menular yang mengancam
kehidupan, dan penyakit itu kemudian akan meledak dan menyebar ke seluruh dunia.  Temuan
terbaru menunjukkan, penyebaran horizontal gen penanda dan DNA transgenik lainnya dapat
terjadi, tak hanya melalui sistem pencernaan, melainkan juga lewat saluran pernapasan karena
mengirup serbuk sari atau debu. Cauliflower mosaic viral promoter yang banyak digunakan
dalam tanaman transgenik dapat meningkatkan transfer gen secara horisontal dan berpotensi
menghasilkan virus baru yang menyebarkan penyakit baru (Berita Bumi, Oktober 1999). 

Kedelai impor dari AS 50% produknya merupakan produk transgenik.  Bila


berdampak buruk pada lingkungan, ekosistem, kesehatan manusia dan hewan, dibandingkah
keuntungannya, perlu kehati-hatan sebelum menerima dan menyebarluaskannya.

Secara garis besar,  yang  dikhawatirkan dari  tanaman transgenik adalah:

1.       Terjadinya silang luar


2.       Adanya efek kompensasi
3.       Munculnya  hama target  yang tahan terhadap insektisida
4.       Munculnya efek samping  terhadap hama non target (Muladno, 2002).

KEBIJAKAN YANG  DIAMBIL

Kontroversial penggunaan suatu produk teknologi  maju  termasuk bioteknologi  harus


dapat diatas secara bijaksana.  Salah satunya dengan pembuatan suatu produk hukum  yang
bersifat legal.  Indonesia terkesan lambat dalam  membuat Undang-undang Keamanan hayati.  
Pemerintah dapat menerima masukan sebanyak-banyakanya dari masyarakat, kemudian dibuat
suatu pedoman standar yang mengikat  dan mempunyai kekuatan hukum tetap dari tanaman
transgenik  dan produk olahannya (Mardiana, 2000).

Selain  itu, informasi mengenai  konstruksi dan  evaluasi  tanaman transgenik  dan
produk olahannya dipandang perlu.   Seperti  disarankan oleh YLKI dan Konphalindo yang  
mendesak pemerintah guna mengambil langkah-langkah  sebagai berikut:

1.        Mengadakan moratorium atas  impor, penjualan dan pelepasan  makanan  dan produk
transgenik  hingga ada peraturan yang jelas dan ada bukti keamanannya.
2.        Menyusun Undang-undang keamanan hayati dan pangan
3.        Meratifikasi protokol  Cartagena,  menyusun peraturan  pelaksanaannya dengan
menggunakan protokol tersebut  sebagai  standar minimum.
4.        Mengadakan dailog  vertikal  dan horizontal untuk mengambil keputusan tentang
arah kebijakan pengawasan riset, uji coba, pelepasan, penggunaan dan monitoring
produk transgenik.
5.        Memberlakukan sistem label
6.        Menyusun data base produk dan uji coba  produk transgenik  yang ada   di Indonesia
dan menyebarkan informasi  tersebut ke publik
AMANKAH MENGKONSUMSI TANAMAN TRANSGENIK?  

          Rekayasa Genetika (RG), merupakan salah satu teknologi baru dalam bidang
biologi. Salah satu produk RG yang dikenal saat ini adalah tanaman transgenik.
Tanaman ini dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen tertentu ke dalam tubuh
tanaman sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Jenis-jenis tanaman transgenik
yang telah dikenal diantaranya tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan
antibiotik, tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik, serta tanaman dengan
produktivitas lebih tinggi.                 
          Perkembangan teknologi tanaman transgenik mengalami peningkatan cukup
pesat. Pada awal tahun 1988, baru ada sekitar 23 jenis tanaman transgenik yang
diproduksi. Namun pada tahun 1989, terjadi peningkatan menjadi 30 tanaman dan
tahun 1990 terdapat 40 tanaman.   Akan tetapi meskipun perkembangannya cukup
pesat, terdapat berbagai kekhawatiran masyarakat terhadap tanaman transgenik.
Seperti kita ketahui bahwa, ”tidak ada teknologi tanpa resiko”, dan memang masih
banyak kelemahan yang harus diperbaiki dan dikontrol dalam pengembangan tanaman
transgenik ini. Beberapa kekhawatiran tersebut diantaranya: 

1. Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan  


     Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan
serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai
racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Dalam artikel ini,
kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja aktif
dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari golongan
yang sesuai  virulensinya. Sebagai contoh gen Cry I pada Bt hanya kompatibel
terhadap serangga golongan Lepidoptera, sedangkan gen Cry III kompatibel terhadap
serangga golongan Coleoptera. Selain itu, gen-gen tersebut hanya dapat berfungsi pada
usus serangga yang berpH basa. Sedangkan pada usus manusia, tidak terdapat reseptor
gen Bt dan memiliki pH usus yang bersifat asam. Dengan demikian, penulis artikel ini
berpendapat bahwa tanaman yang mengandung Bt Toxin merupakan pestisida alami
yang aman bagi serangga, hewan dan manusia.  Dalam hal ini, pendapat penulis belum
cukup kuat  karena masih didasarkan atas asumsi, dan tidak menyodorkan referensi
ilmiah yang mendukungnya. Padahal, banyak artikel lain yang juga mengulas hal
serupa dan bersifat kontradiktif terhadap keberadaan tanaman transgenik, justru
didukung oleh data-data ilmiah. Sebagai contoh penelitian Fares dan El Sayed (1998),
melakukan percobaan memberi makan tikus dengan kentang transgenik Bt var.
Kurstaki Cry 1. Hasil yang diperoleh ternyata memperlihatkan  gejala villus ephitelial
cell hypertrophy, multinucleation,  disrupted microvili, degenerasi mitokondrial,
peningkatan jumlah lisosom, autofagic vacuoles, serta pengaktifan crypt paneth cell. 

2. Kekhawatiran terhadap kemungkinan alergi


   Sekitar  1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap
makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean,
gandum, ikan, kacang-kacangan, dan padi. Konsumsi produk makanan dari kedelai
yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut,
diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin
prick test yang menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil
positif sebagai allergen. Dalam artikel ini, penulis berpendapat bahwa alergi tersebut
belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman transgenik. Hal ini dikarenakan
semua allergen merupakan protein sedangkan semua protein belum tentu allergen.
Allergen memiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam
sistem pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh
panas pada suhu >65 C sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.   Dalam hal ini,
lagi-lagi pendapat tersebut masih berupa asumsi. Akan tetapi, memang saat ini belum
ada cara yang dapat diandalkan untuk menguji makanan RG yang bersifat allergen,
sehingga kasus ini masih berupa prediksi yang belum jelas kesimpulannya.  
 
3. Kekhawatiran terhadap kemungkinan menyebabkan bakteri pada tubuh manusia dan
tahan antibiotik. 
Kekhawatiran lain muncul pada tanaman yang diintroduksi antibiotik
Kanamicyn R (Kan R), diduga menyebabkan bakteri dalam tubuh menjadi resisten
antibiotik. Hal ini dibantah oleh penulis yang berpendapat bahwa kemungkinan
terjadinya resistensi tersebut kecil karena sedikit probabilitas terjadinya transfer
horizontal gen Kan-R dari tanaman ke usus manusia. Selain itu, penulis berpendapat
bahwa gen Kan R tersebut sudah terinkorporasi ke dalam genom tanaman, sedangkan
tanaman tidak memiliki mekanisme transfer gen ke dalam sel bakteri. Penulis
mengungkapkan sebuah hasil penelitian bahwa resistensi antibiotika pada kasus
tersebut,  bukan disebabkan oleh konsumsi tanaman transgenik, namun karena adanya
residu antibiotik yang berlebihan pada air susu sapi yang diminum. Sebelumnya, sapi
tersebut disuntik hormon rBST (hormon peningkat produksi air susu sapi). Meskipun
begitu, masih terdapat kejanggalan lagi, yakni tidak dicantumkannya sitasi peneliti
yang dimaksud. Dengan demikian, pendapat ini  belum cukup kuat untuk mendukung
keberadaan tanaman transgenik.  

 Sebenarnya amankah produk transgenik untuk dikonsumsi?             


 Sampai saat ini belum ada laporan ilmiah di Indonesia yang membuktikan
mengenai bahaya produk transgenik, selain reaksi alergis (produk ini telah ditarik dari
pasaran). Sehingga,sampai saat ini, tanaman transgenik masih layak untuk dikonsumsi.
Akan tetapi, memang diakui bahwa publikasi mengenai resiko makanan produk RG
terhadap hewan dan manusia, masih sangat sedikit. Padahal mungkin sebenarnya
dampak negatif konsumsi tanaman transgenik sudah banyak terjadi di masyarakat
hanya saja tidak banyak data yang membuktikannya. Di negara maju seperti Amerika,
urusan mengenai produk RG ditangani oleh FDA (Badan Makanan dan Obat-Obatan
Amerika). Pihak FDA ini membuat pedoman keamanan pangan melalui telaah ulang
produk transgenik, dengan didasarkan uji reaksi sifat alergen-non alergen, analisis
nutrisi, sifat potensial toksisitas-non toksisitas, sifat fenotip dan reaksi molekuler.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tanaman transgenik yang diproduksi saat
ini masih dalam tahap uji coba, sehingga untuk mengkonsumsinya, dibutuhkan sikap
kritis dan ketelitian masyarakat dalam mencari informasi dan penggunaannya.
Masyarakat tidak perlu bersikap anti terhadap teknologi, namun sebaiknya dapat
menerima dengan sikap kehati-hatian untuk menghindari resiko jangka panjang.
Semoga masih ada harapan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin baik untuk kesejahteraan.
BAB IV
MANFAAT TUMBUHAN TRANSGENIK

Mencari Tanaman Transgenik Ramah Lingkungan

KATA tanaman transgenik saat ini masih mengundang kekhawatiran bahwa tanaman ini
akan mengganggu keseimbangan lingkungan. Gen makhluk hidup lain yang disisipkan
ke tanaman transgenik memang mungkin menyebar ke tanamanain.

Hasil penelitian dua mahasiswa pascasarjana Program Studi Bioteknologi IPB


menunjukkan, terjadi penyebaran gen dari kapas transgenik ke kapas bukan transgenik
yang ditanam pada areal berdekatan di Kecamatan Sulawesi Selatan

Gen yang disisipkan pada kapas transgenik itu, sebagaimana tanaman transgenik
umumnya, dihasilkan melalui metode konvensional berupa transformasi DNA inti. Gen
asing disisipkan pada DNA inti tanaman, sehingga sel-sel yang membangun serbuk sari
tanaman transgenik akan mempunyai DNA yang telah tersisipi gen asing.

Bila serbuk sari dari tanaman transgenik menyebar ke tanaman nontransgenik-baik oleh
angin atau serangga-terjadilah penyerbukan silang. Hasilnya adalah biji tanaman
nontransgenik menjadi seperti tanaman transgenik.

Karena itu, hasil tim peneliti dari Institute of Biochemistry and Plant Biotechnology,
University of Muenster, Jerman, seperti yang dipublikasikan jurnal Nature
Biotechnology, bisa jadi membawa harapan baru.

Tim yang dipimpin Profesor Ralph Bock itu berhasil mengaplikasikan sistem
transformasi baru untuk mendapatkan tanaman transgenik ramah lingkungan, yaitu
plastid transgenesis pada tomat dengan metode biolistik (Gambar 1).

MENGAPA ramah lingkungan? Informasi genetik tanaman terdistribusi di tiga jenis


DNA, yaitu DNA inti, mitokondria, dan plastid. Plastid adalah DNA yang terdapat di
organel plastida yang merupakan molekul DNA rantai ganda berbentuk sirkular.

Salinan identik (identical copy) dari genom plastid terdapat di semua jenis organel
plastida, yaitu pada jaringan meristem (proplastid), kloroplas (plastida yang berwarna
hijau), kromoplas ( plastida yang memberi aneka warna pada bunga, buah dan batang
tumbuhan), amiloplas (plastida pembentuk dan penyimpan amilum), dan di elaioplas
(plastida pembentuk dan penyimpan lemak).

Pada mayoritas spesies tanaman Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup), kloroplas


diturunkan secara maternal pada generasi berikutnya. Soalnya terjadi degradasi DNA
plastid selama perkembangan gametofit jantan, sehingga sel sperma yang membuahi sel
telur tidak mengandung DNA plastid. Karena itu, zigot yang terbentuk dari pembuahan
menerima DNA plastid dari sel telur bukan dari serbuk sari.

Itu pula yang menyebabkan tanaman transgenik dengan metode plastid transgenesis jadi
ramah lingkungan. Serbuk sari yang berpotensi menyebarkan gen asing ke tanaman
nontransgenik tidak lagi mengandung gen asing.

SEJAK tanaman transgenik pertama kali dihasilkan awal tahun 1980-an, tanaman
diunggulkan menjadi bioreaktor alami untuk memproduksi protein rekombinan (protein
dari rekayasa genetik) karena dinilai lebih ekonomis. Untuk menumbuhkan tanaman
"hanya" diperlukan air, udara, cahaya matahari, pupuk dan tanah.

Bandingkan dengan sistem produksi protein rekombinan pada mikroorganisme yang


membutuhkan prasarana laboratorium, media pertumbuhan, tenaga listrik, dan lain
sebagainya yang berbiaya besar.

Tahun 2000, hormon pertumbuhan manusia (somatotropin) telah berhasil diproduksi di


kloropas tembakau dengan persentase cukup tinggi ($>7% dari total protein).

Protein somatotropin disintesis di kloroplas dengan aktivitas sesuai protein aslinya.


Studi tersebut merupakan langkah pertama yang menjanjikan dalam penggunaan
tanaman sebagai bioreaktor untuk memproduksi biopharmaceuticals.

Berbagai lembaga penelitian maupun industri berlomba menciptakan tanaman


transgenik yang dapat menghasilkan obat, vaksin, dan antibodi. Sedikitnya sembilan
jenis tanaman transgenik yang dapat memproduksi antibodi tengah dikembangkan.
Termasuk didalamnya adalah antigen carcinoembryonic untuk terapi kanker pada
tanaman padi, gandum dan tembakau serta anti IgG manusia pada tanaman alfalfa.

Tujuh belas jenis tanaman transgenik yang dapat memproduksi biopharmaceuticals


untuk keperluan kesehatan manusia tengah dipelajari. Di antaranya tembakau yang
memproduksi protein C manusia sebagai antikoagulan dan tembakau yang
memproduksi iterferon a,b manusia untuk pengobatan hepatitis C dan B.

Selain itu, ada 18 jenis tanaman transgenik yang dapat memproduksi vaksin untuk
manusia dan hewan, salah satunya vaksin untuk Hepatitis B di kentang, alfalfa dan daun
selada. Ketiga tanaman transgenik tersebut diketahui bersifat imunogenik saat diberikan
secara oral. Begitupun vaksin untuk coronavirus gastroenteritis pada babi di jagung
bersifat protektif saat diberikan secara oral.

TANAMAN transgenik untuk memproduksi protein rekombinan yang selama ini telah
dikembangkan kebanyakan menggunakan tembakau dan tanaman lain seperti kentang,
padi, gandum dan alfalfa. Tanaman tersebut tidak dapat dikonsumsi secara langsung
oleh manusia karena harus dimasak dulu. Pemanasan pada proses memasak
kemungkinan besar akan merusak protein rekombinan dalam tanaman.

Kesuksesan Profesor Bock dan timnya dalam memperoleh tanaman transgenik ramah
lingkungan yang dapat memproduksi protein asing pada bagian buahnya serta
diproduksi dengan persentase yang tinggi ($>40% dari total protein) merupakan
keberhasilan pertama yang dipublikasikan.

Walaupun saat ini, protein yang diproduksi pada buah tersebut bukan protein untuk obat
atau vaksin-masih berupa protein marka-namun metode plastid transgenesis ini menjadi
jalan mendapatkan tanaman transgenik untuk berbagai aplikasi seperti produksi obat-
obatan, antibodi dan terutama vaksin yang dapat dikonsumsi langsung.

Bila tanaman transgenik penghasil vaksin yang terbukti secara klinis protektif dan aman
bagi manusia berhasil diperoleh, maka dengan memakan buah atau bagian lain tanaman
yang dapat dikonsumsi, vaksinasi terhadap penyakit telah dilakukan.

Alat suntik kelak tidak dibutuhkan lagi dan ketergantungan pada tenaga medis dapat
diminimalkan. Tidak diperlukan juga sarana pendingin vaksin, karena tanaman yang
bervaksin dapat lebih mudah disebarkan sampai ke daerah terpencil.

Membuat Bioreaktor Alami dengan Tanaman Transgenik

Teknologi rekombinan DNA tanaman telah banyak membantu penelitian dasar


dan penelitian terapan ilmiah biologi. Dengan teknologi ini, gen asing yang kadang
sudah dimodifikasi bisa dimasukkan ke dalam tanaman. Hal ini sangat memungkinkan
kita untuk secara sengaja menentukan metabolisme tanaman untuk misalnya membuat
tanaman pangan yang tahan terhadap herbisida atau memproduksi senyawa kimia
tertentu yang bermanfaat.
Saat ini telah banyak industri yang tertarik dengan pemanfaatan tanaman sebagai
bioreaktor alami untuk produksi bahan-bahan industri atau kimia. Karena, dilihat dari
sisi ekonomi, produksi dengan menggunakan tanaman jauh lebih murah dibandingkan
dengan menggunakan teknologi fermentasi. Hal ini disebabkan energi surya dan CO2
bisa diperoleh secara ’gratis’ dari alam, sedangkan fermentasi memerlukan suplai listrik
dan peralatan-peralatan tertentu.
Pembuatan tanaman transgenik biasanya memerlukan satu atau beberapa gen sesuai
dengan tujuan pembuatannya. Tanaman transgenik yang tahan terhadap beberapa
cekaman tentu memerlukan gen-gen yang lebih banyak dibandingkan dengan yang
tahan terhadap satu jenis cekaman. Pembuatan metabolit sekunder dengan jalur
metabolisme baru juga memerlukan lebih dari satu gen.
Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tanaman transgenik adalah karakteristik dari
promoter tanaman yang akan digunakan, urutan DNA dari gen yang akan kita
perkenalkan dan kemungkinan masalah yang dihadapi pada ekspresi dari gen tersebut.
Kita bisa memilih jenis promoter sesuai kebutuhan pembuatan bioreaktor alami ini.
Misalnya, promoter yang hanya mengekspresikan gen pada organ tertentu atau promoter
yang hanya bisa mengekspresikan gen pada saat diinduksi.
Promoter yang sering dipakai saat ini adalah 35S promoter dari CaMV (Cauliflower
Mosaic Virus) yang mengekspresikan gen secara terus menerus (constitutive) dan kuat.
Promoter ini digunakan agar hasil yang diperoleh benar-benar feasible untuk produksi
skala besar. Namun, penggunaan promoter ini mungkin kurang tepat bila kita akan
memasukkan beberapa gen, karena jumlah protein hasil ekspresinya akan terlalu banyak
dan bisa merusak tanaman.
Beberapa jenis promoter hanya mengekspresikan gen pada organ tertentu dari tanaman
(organ-specific), seperti promoter yang mengekspresikan gen rbcS dan CAB, yang
mengkode subunit kecil dari ribulose 1,5-bisphosphate carboxylase dan klorofil a/b
binding protein. Kedua protein tersebut terlibat dalam proses fotosintesis, dan memiliki
ekspresi gen yang tinggi pada organ tanaman yang berfotosintesis. Untuk keperluan
industri, ekspresi gen pada akar atau biji sangat bermanfaat.
Inducible promoter digunakan pada sistem tanaman yang menghasilkan molekul yang
bisa menghambat pertumbuhan tanaman. Jadi, ekspresi gen harus rendah sebelum
promoter diinduksi. Contoh dari inducible promoter yang sudah dikenal adalah
promoter dari gen pathogenesis-related (PR)-1a pada tembakau dan Arabidopsis rd29A.
Pembuatan tanaman transgenik tidak berarti tanpa hambatan. Ada kemungkinan proses
metilasi DNA pada promoter atau posisi yang tidak tepat dari foreign DNA pada saat
terintegrasi pada kromosom tanaman akan menyebabkan gene silencing. Gene silencing
juga bisa disebabkan oleh reaksi dari tanaman sebagai bentuk pertahanannya karena
merasa ada serangan dari luar. Sistem ini ada di dalam tanaman secara natural sebagai
bentuk pertahanan terhadap serangan virus yang biasanya memasukkan DNAnya ke
dalam tanaman.

Produk GMO

Dalam jumlah sedikit atau banyak rasanya setiap manusia telah pernah
mengkonsumsi pangan transgenik, khususnya dimulai sejak tahun 1990-an. Data
berikut barangkali dapat digunakan sebagai gambaran bahwa lebih dari 60
persen seluruh pangan terolah yang dipasarkan di supermarket di seluruh
Amerika Serikat, baik itu pizza, chips, cookies, ice cream, salad dressing,
corn syrup, baking powder, tofu, semuanya mengandung ingredients yang
termasuk dalam kategori transgenik, GMF atau GMO. Karena produk-produk
tersebut menggunakan bahan mentah GMO dalam bentuk kedelai, jagung dan
canola serta produk transgenik lainnya.

Selama dasawarsa terakhir, tanaman bioteknologi telah melonjak volumenya


dari tanaman di rumah kaca, ladang percobaan, percontohan, menjadi komoditas
perkebunan dengan skala luar biasa luasnya. Lahan pertanian yang digunakan
untuk produksi pangan transgenik meluas meliputi 130 juta acre yang tersebar
di 13 negara di antaranya Argentina, Canada, RRC, Afrika Selatan, Australia,
Jerman dan Spanyol hanya dalam kurun waktu lima tahun.

Lahan pertanian GMO Amerika Serikat sendiri meningkat 25 kali, dari 3,6 juta
acre pada 1996 mencapai 88,2 juta acre pada 2001. Dan kecenderungannya
setiap tahun akan terus meningkat dengan kecepatan tinggi. Sehingga akan
semakin sulit dan mahal untuk mendapatkan bahan mentah produk pangan non-GMO
bagi perkembangan industri pengolahan pangan di mana saja.

Lebih dari 50 jenis tanaman pangan GMO telah lolos dari uji dan review
pemerintah federal AS dan sekitar 100 jenis komoditas GMO baru sedang
mengalami uji lapang.

Negara yang secara rutin mengimpor pangan dari negara-negara produsen pangan
GMO baik dalam bentuk bahan mentah maupun bahan olahan (prepackaged foods),
dipastikan telah banyak mengkonsumsi pangan GMO atau transgenik setiap hari.
Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor pangan tersebut.

Dalam memperoleh kemajuan besar di bidang pertanian melalui bioteknoligi,


manusia harus bersyukur kepada gen yang dapat dipinjam dari suatu bakteri
yang biasanya terdapat di lahan-lahan pertanian yang dikenal sebagai
Bacillus thuringiensis yang sering disingkat sebagai Bt saja.

Gen Bt mampu mengkode produksi toksin yang dianggap aman bagi manusia,
tetapi sangat efektif mematikan jenis serangga tertentu, termasuk european
corn borer, suatu jenis serangga yang mampu membuat terowongan dengan cara
mengebor batang, tongkol jagung daun, dan bijinya, sehingga mendatangkan
banyak kerugian bagi petani jagung.
Begitu efektifnya Bt tersebut sehingga petani organik menggunakannya sebagai
insektisida alami selama berpuluh-puluh tahun. Bila ulat-ulat dari serangga
corn borrer tersebut menggigit dan makan daun, batang dan biji jagung dari
jenis Bt, toksin yang diproduksinya akan menyerang saluran pencernaan
ulat-ulat tersebut dan ulat-ulat itu akan mati setelah beberapa hari.

Jagung-jagung Bt ternyata juga tahan melawan corn root worm (cacing akar
jagung) sejenis hama jagung yang biasanya mendatangkan kerugian miliaran
dolar AS setiap tahun, dan telah menyedot biaya separo dari seluruh
insektisida yang digunakan. Bila dibanding dengan jagung biasa, jagung Bt
memiliki akar yang lebat, sedang yang biasa akarnya kurus dan jarang.

Transgenik bagi Kesehatan

Perkembangan bioteknologi dalam memperoleh produk pangan baru, berpotensi


dapat mengganti alat bioreaktor atau fermentor stainless steel melalui suatu
tanaman yang mampu memproduksi berbagai jenis obat-obatan, vitamin dan
bahkan vaksin. Kalau impian itu terwujud, bioteknologi mampu memindahkan
proses yang terjadi dalam bejana-bejana stainless steel tersebut ke arah
perkebunan tanaman yang memproduksi berbagai jenis bio active component
proses alami back to nature.

Gambaran tersebut secara jelas disampaikan oleh Dean Della Penna (2002)
pakar plant biochemist, Amerika Serikat. Bioteknologi modern berpeluang
besar dalam memproduksi senyawa farmasi, gizi dan bioaktif. Bahwa tomat,
brokoli dapat dimodifikasi gennya untuk menghasilkan ba-han atau senyawa
kimia antikanker, demikian halnya dengan peningkatan kadar vitamin dalam
padi, ubi jalar dan singkong yang dapat membantu pemerintah dalam usaha
mengikis kekurangan gizi masyarakat.

Kelak akan sering dijumpai bahwa gandum, kedelai dan kacang tanah varietas
baru yang bebas dari alergen (penyebab alergi). Tidak lama lagi kita juga
akan menyaksikan pisang varitas baru yang sekaligus mengandung vaksin serta
minyak nabati yang mengandung senyawa theurapeutik, yang biasanya digunakan
dalam resep dokter, untuk mengobati pasien yang menderita penyakit kanker
dan penyakit jantung.

Tampaknya apa yang dikatakan bapak kedokteran dunia Hippocrates "let your
food be medicine and medicine be your food" akan benar-benar menjadi
kenyataan.

Dr Della Penna sangat percaya bahwa pangan hasil bioteknologi modern


(genetically engineered foods) akan menjadi kunci penting bagi terjadinya
gelombang baru kemajuan di bidang pertanian dan kesehatan
F LAMPIRAN

Isolasi Gen Resisten terhadap Penyakit CVPD


Gen resisten dapat diisolasi dari tanaman jeruk yang tahan terhadap serangan
penyakit CVPD

Isolasi Gen dapat dilakukan dengan metode T-DNA Tagging menggunakan vektor
Agrobacterium tumefaciens

Transformasi genetic pada tanaman jeruk dapat dilakukan secara in vitro dan in
planta

Berbagai jenis tanaman jeruk yang dibudidayakan secara ekonomis diketahui peka
terhadap serangan penyakit CVPD. Jenis-jenis tanaman jeruk budidaya yang peka
terhadap serangan cvpd untuk selanjutnya disebut tanaman jeruk CVPDs. Tanaman
jeruk Garut dan jeruk Tejakula yang sangat terkenal sekarang sudah sangat sulit
ditemukan di lapangan dan kalaupun ditemukan telah terinfeksi berat oleh penyakit
CVPD. Dewasa ini belum ditemukan cara pengendalian penyakit cvpd ini secara baik,
karena berbagai kendala yang masih dihadapi seperti: belum dapat dibiakkannya
patogen penyebab penyakit pada media buatan, sehingga sulit untuk melakukan
karakterisasi terhadap sifat-sifat patogennya akibatnya sulit untuk mengetahui
mekanisme infeksi tanaman oleh patogen yang pada akhirnya sulit untuk merumuskan
teknik pengendaliannya.

Sebaliknya, telah dilaporkan bahwa beberapa jenis tanaman jeruk, terutama tanaman
jeruk yang tidak dibudidayakan secara ekonomis dan beberapa tanaman kerabatnya,
diketahui ada yang toleran (tahan) terhadap penyakit CVPD. Jenis tanaman jeruk dan
kerabatnya yang toleran (tahan) CVPD ini untuk selanjutnya disebut tanaman jeruk
CPVDr. Diantaranya “Seedless lime” (jeruk nipis tanpa biji), Tahiti lime, Triphachia
trifoliata (jeruk kinkit), dan Poncirus trifolia (karatachi). Tanaman jeruk yang toleran
(tahan) terhadap CVPD (CVPDr) diyakini mengandung gen atau gen-gen yang
produknya mampu mematahkan infeksi oleh patogen CVPD (L. asiaticum) atau mampu
menolak penularan patogen yang dibawa oleh serangga vektor D. citri.

Berdasarkan informasi ini, pertama; Wirawan, dkk, 2000, menguji ulang ketahanan
terhadap CVPD dari beberapa jenis tanaman CVPDr dengan cara penularan penyakit
menggunakan vektor serangga Diaphorina citri. Seleksi dilakukan secara sangat ketat
yaitu baik secara visual dengan mengamati gejala yang muncul maupun menggunakan
deteksi PCR (Polimerase Chain Reaction) terhadap keberadaan patogen pada tanaman
yang diuji. Kemudian dari tanaman-tanaman CVPDr yang terseleksi dilakukan mutasi,
dengan metode transformasi menggunakan sistem Agrobacterium tumefaciens baik
secara in vitro maupun secara in planta.

Secara in vitro transformasi genetik dilakukan melalui kultur sel, potongan daun, ruas
ranting muda (internode stem), biji, dan potongan kecambah steril dari tanaman CVPDr
(dalam hal ini digunakan jeruk kinkit dan karatachi). A. tumefaciens LBA (pAL4404,
pIB121) diinokulasi pada bahan-bahan tanaman tersebut untuk kemudian ditumbuhkan
pada media kultur jaringan (MTO atau MTOK). Transformasi secara in planta
dilakukan dengan menginokulasi A. tumefaciens LBA (pAL4404, pIB121) pada pucuk
tunas yang dipotong pada bibit muda tanaman jeruk kinkit atau karatachi.

Ti Plasmid biner pIB121, mengandung fragmen DNA yang terdiri dari gen untuk
ketahanan terhadap kanamisin, dan gen ß-glucuronidase (GUS) yang diklon bagian
“downstream” 35S CaMV promoter-nya (Jefferson, et al, 1987; Ohta, et al, 1990;
Wirawan and Kojima, 1996). A. tumefaciens akan mentransfer fragmen DNA ini ke
dalam sel-sel tanaman jeruk kinkit atau karatachi yang dapat dideteksi dengan media
seleksi yang mengandung kanamisin, dan dengan deteksi PCR menggunakan sekuen
gen GUS sebagai primernya, serta dengan cara mendeteksi ekspresi gen GUS pada
transforman yang dihasilkan. Mutasi dengan sistem A. tumefaciens pada genom
tanaman CVPDr (kinkit atau karatachi) menonaktifkan gen-gen yang termutasi yang
diantaranya adalah gen atau gen-gen yang bertanggungjawab pada toleransi (ketahanan)
tanaman terhadap serangan penyakit CVPD. Dengan demikian loci gen-gen ini dapat
diidentifikasi dan diisolasi serta dapat klon untuk dikharakterisasi sifat-sifatnya dan
dimanfaatkan dalam penanganan penyakit CVPD.

Transforman atau mutan tanaman jeruk CVPDr yang dihasilkan, diinokulasi dengan
Diaphorina citri infektif (membawa bakteri L. asiaticum, penyebab CVPD). Mutan-
mutan yang menunjukkan gejala serangan CVPD (disebut CVPDr-s) diseleksi, dan
keberadaan L. asiaticum pada mutan tanaman jeruk CVPDr-s dideteksi dengan metode
PCR menggunakan sekuen 16S ribosomal DNA yang spesifik untuk L. asiaticum
sebagai primer. Loci gen-gen yang tahan CVPD diisolasi dari mutan tanaman CVPDr-s
ini menggunakan metode inverse PCR (IPCR) atau plasmid rescue.

Wild type target DNA dari tanaman induk dideteksi dan diisolasi menggunakan metode
PCR menggunakan primer yang dirumuskan berdasarkan sekuen dari flanking DNA
produk IPCR. Konfirmasi terhadap hasil PCR ini dilakukan dengan metode Southern
Blot menggunakan fragmen flanking DNA atau produk PCR diatas sebagai probe.

Penelitian dilakukan berdasarkan pengalaman penelitian sebelumnya dalam mentrasfer


gen acvB yang diisolasi dari khromosom A. tumefaciens strain A208 (DDBJ accession
number D13800 (Wirawan, et al, 1993) ke dalam sel-sel tanaman tembakau dan tomat
dapat menunjukkan hasil yang sangat baik. Disamping itu hasil penelitian Moore dan
kawan-kawan menunjukkan bahwa transformasi tanaman jeruk menggunakan sistem
Agrobacterium ini dapat berhasil dengan baik (Moore, et al, 1992).

Uji ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD

Beberapa jenis tanaman jeruk dan kerabatnya diuji ulang ketahanan atau kepekaannya
terhadap serangan penyakit CVPD. Beberapa tanaman ini sebelumnya dilaporkan
memiliki sifat toleran (tahan) terhadap serangan penyakit CVPD (De Lange, et al, 1985;
Nariani, 1981; Tirtawidjaya, 1981). Hampir semua tanaman yang diuji menunjukkan
gejala serangan penyakit CVPD artinya tidak tahan terhadap penyakit CVPD, seperti
yang ditunjukkan oleh tanaman Kemuning (Murraya Paniculata), jeruk siem
Kintamani, jeruk keprok Tejakula, Nagami kinkan, Sour Orange dan lainnya. Analisis
PCR untuk mendeteksi patogen penyebab penyakit CVPD memastikan bahwa tanaman-
tanaman tersebut peka terhadap serangan penyakit CVPD. Tanaman jeruk kinkit, jeruk
nipis tanpa biji dan karatachi (Poncirus trifolia) menunjukkan ketahanan terhadap
serangan penyakit CVPD. Sehingga kemudian diputuskan untuk memilih jeruk kinkit
dan karatachi sebagai tanaman toleran yang diteliti lebih lanjut.

Kemuning (Murraya paniculata) bahkan sangat disenangi oleh serangga vektor D. citri
dan menunjukkan gejala serangan penyakit CVPD lebih cepat dibandingkan dengan
tanaman lainnya. Sehingga kemuning banyak digunakan sebagai tanaman indikator dan
tanaman yang digunakan untuk memelihara serangga vektor D. citri.

Gambar 1. Jenis-jenis tanaman jeruk yang diuji ketahanannya terhadap penyakit CPVD.

Gambar 2. Analisis PCR tanaman-tanaman yang diuji ketahanannya terhadap serangan


penyakit CPVD. 1. Marker DNA, 2. DNA dari tanaman jeruk sehat, 3. DNA dari
tanaman jeruk sakit, 4. DNA dari tanaman kemuning yang menunjukkan gejala, 5. DNA
dari tanaman Sour Orange yang menunjukkan gejala, 6. DNA dari tanaman Nagami
Kinkan yang menunjukkan gejala, 7.DNA dari tanaman jeruk Kinkit, dan DNA dari
tanaman jeruk nipis tanpa biji.
Gambar 3. Tanaman jeruk Kinkit dan Jeruk Nipis yang diujikan.

Tahap-Tahap Prosedur Isolasi Gen Resisten Penyakit CVPD

1. Uji ketahanan tanaman jeruk kinkit dan karatachi serta tanaman jeruk budidaya
(siem dan keprok) terhadap serangan penyakit CVPD dengan cara penularan
mengunakan serangga vektor D. citri
2. Deteksi PCR untuk memastikan serangan penyakit CVPD pada tanaman yang
diuji.
3. Jeruk kinkit dan karatachi dipilih sebagai tanaman yang toleran terhadap
serangan penyakit CVPD (CVPDr)
4. Transformasi genetik secara in vitro atau in planta pada tanaman jeruk kinkit
dan karatachi
5. Seleksi transforman (tanaman yang termutasi)
6. Uji ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD untuk tanaman-tanaman
termutasi (transforman)
7. Seleksi yang menjadi peka terhadap serangan penyakit CVPD (CVPDr-s)
8. Inverse PCR (IPCR) untuk isolasi flanking DNA termutasi dari mutan tanaman
jeruk kinkit CVPDr-s.
9. Kloning produk IPCR (flanking DNA termutasi) pada vektor plasmid
10. Sekuen fragmen DNA produk IPCR
11. Formulasi primer untuk deteksi wild type target DNA yang mengandung gen
untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
12. Deteksi dan isolasi serta kloning wild type target DNA yang mengandung gen
untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD
13. Analisis sekuen klon wild type target DNA yang mengandung gen untuk
ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD dan penentuan ORF (open reading
frame) dari gen gen untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD (gen
CVPDr)
14. Over expression (produksi protein) gen CVPDr pada sel Escherichia coli
15. Analisis fungsi protein yang dihasilkan oleh gen CVPDr dalam mekanisme
ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit CVPD
16. Pembuatan tanaman jeruk transgenik menggunakan gen CVPDr
17. Uji ketahanan tanaman jeruk transgenik dengan gen CVPDr terhadap serangan
penyakit CVPD
Gambar 4. Metode mutasi dengan TDNA Tagging untuk mendapatkan tanaman jeruk
Kinkit yang menjadi tidak tahan terhadap penyakit CPVD. Click disini untuk animasi
gambar 4.

Gambar 5. Regenerasi mutan tanaman jeruk CVPDr-s dengan metode transformasi


Agrobacterium tumefaciens. Click disini untuk animasi gambar 5.

Gambar 6. Uji ketahanan terhadap antibiotik kenamisin tanaman transforman.


Daun tetap hijau menunjukkan bahwa tanaman tersebut tahan terhadap kenamisin,
sedang daun yang berubah menjadi coklat menunjukkan tidak tahan. Daun tersebut
direndam dalam larutan kenamisin 100 ppm selama 5-9 jam.
Gambar 7. Deteksi ekspresi gen GUS (β-glucurodinase) dan deteksi keberadaan gen
GUS dengan teknik PCR pada transforman tanaman jeruk Kinkit. A. Deteksi pada
ekstrak tunas, 1. Ekspresi gen GUS pada mutan CVPDr-s , 2. Tidak dideteksi adanya
ekspresi gen GUS pada beberapa tunas walau tahan pada kenamisin, 3. Uji pada tunas
kontrol (non-transformed). B. Deteksi gen GUS pada potongan tunas dalam mikrotiter.
C. Deteksi dengan teknik PCR. 1. DNA dari tunas non transformed; 2. DNA dari tunas
kenamisin resisten, tetapi ekspresi gen GUS negatif. 3. Sampel plasmid DNA dari
pBl121;4 dan 5. DNA dari tunas transformed, dengan ekspresi gen GUS positif.

Gambar 8. Deteksi ekspresi gen GUS pada kecambah tanaman Arabidopsis yang
ditransformasi secara in planta. Dengan cara ini dihasilkan tanaman transforman yang
partial (chimera). Warna biru menunjukkan ekspresi gen GUS. Bagian tanaman yang
berwarna biru menunjukkan sel-sel tanaman pada bagian tanaman tersebut mengandung
gen gus tertransformasi.

Gambar 9. Kalus dan tunas (shoots) yang dihasilkan melalui kultur in vitro. A dan B
pertumbuhan kalus pada media MTO. C, kalus yang terbentuk sebelum pertumbuhan
tunas. D, Pertumbuhan rumpun tunas pada media MTOK. E, Pertumbuhan rumpun
tunas pada media. F dan G tunas yang ditanam secara individu pada media dengan
antibiotika, kanamisin. H, tunas nontransformed yang tidak dapat hidup pada media
dengan kanamisin (menguning, layu, dan mati).

Gambar 10. Alat / mesin untuk analisis sequence (urutan nukleotida) DNA (kiri).
Dengan menggunakan alat ini dalam sekali analisis untuk satu sampel dapat dibaca
sekitar 700-900 nukleotida. Alat dengan tipe lebih baru dapat membaca urutan
nukleotida DNA mencapai diatas 1000 nukleotida. Beberapa jenis alat/mesin untuk
analisis PCR (Polimerase Chain Reaction) (kanan).

Transformasi Genetik Tanaman Jeruk Tahan CVPD

1. Bakteri dan Kondisi Kultur

Bakteri dan plasmid yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bakteri Escherichia coli HB 101 digunakan untuk membawa plasmid pRK2013, suatu
helper plasmid yang digunakan dalam proses konjugasi triparental mating (Wirawan
and Kojima, 1996). Agrobacterium tumefaciens strain LBA 4404 dengan Ti plasmid
biner, pAL4404 dan pBI121 atau pMW24 digunakan dalam transformasi genetik
tanaman jeruk kinkit dan karatachi. Bakteri dipelihara pada media minimal LB, YEB
atau AB. Konsentasi antibiotik yang digunakan dalam media (mg/liter) adalah sebagai
berikut: kanamisin (100), ampisilin (50) dan karbenisilin (500) (Kang, et al, 1992;
Kang, et al, 1994).

2. Transformasi Genetik Melalui Kultur in vitro

Eksplan jeruk kinkit atau karatachi yang digunakan adalah potongan daun, potongan
batang (internode stem), potongan buah muda (immature fruit), biji dan potongan
kecambah steril. Media yang digunakan dalam kultur jaringan ini adalah media LS,
MTO+ atau MSO+ (untuk penumbuhan kalus) dan media MS104 atau MTOK (untuk
penumbuhan shoot/ perbanyakan) dengan 0,4 % agar. Untuk menumbuhkan akar
digunakan rooting media yang merupakan media MSO dengan 0,3 % agar dan dengan
kanamisin dan karbelisilin. Sedangkan jenis agar yang digunakan dalam penelitian ini
adalah agar Gellum Gum.

Bagian tanaman yang masih segar pertama-tama dicuci dengan aquades, kemudian
direndam pada larutan sodium hipokhlorida 5 % dan 1 % masing-masing secara
berurutan selama 5 menit. Setelah itu potongan tanaman ini dicuci dalam aquades steril
sebanyak 3 kali. Air yang masih melekat pada bagian tanaman tersebut dihilangkan
dengan cara menempelkannya pada kertas tissue steril. Setelah cukup kering bagian
tanaman tersebut dipotong-potong. Untuk ruas batang (internode stem) dan daun
potongan dibuat sangat pendek yaitu antara 0,2 - 0,5 cm. Sedangkan untuk buah muda
(immature fruit), satu buah dapat dibagi menjadi 3 - 4 potongan. Untuk eksplan dari
kecambah steril tidak dilakukan sterilisasi lagi. Setelah dilakukan inokulasi dengan A.
tumefaciens strain LBA (pAL4404, pBI121 atau LBA (pAL4404, pMW24), potongan-
potongan tanaman tersebut ditaruh/ditanam pada media yang sesuai dalam botol.
3. Transformasi Genetik secara in planta

Dengan metode ini bibit tanaman dikecambahkan dari biji. Inokulasi dapat dilakukan
melalui embryo biji atau melalui pucuk kecambah tanaman jeruk kinkit atau karatachi
atau nipis tanpa biji. Transformasi melalui embryo dilakukan dengan menyuntikkan
atau melukai embryo dengan jarum suntik lalu diolesi dengan A. tumefaciens strain
LBA (pAL4404, pBI121 atau LBA (pAL4404, pMW24) yang dikultur pada media LB
agar dengan kanamisin 100 ppm. Biji yang telah diinokulasi ditanam pada media tanah
steril dan dipelihara dalam rumah kaca. Transformasi melalui meristem tunas, dilakukan
dengan memotong pucuk muda tunas atau kecambah yang ditanam pada media tanah
steril, lalu pada ujung tanaman yang telah terpotong tersebut diolesi dengan A.
tumefaciens strain LBA (pAL4404, pBI121 atau LBA (pAL4404, pMW24) yang
dikultur pada media LB agar dengan kanamisin 100 ppm. Tanaman yang telah
diinokulasi dipelihara dalam rumah kaca untuk dilakukan pengamatan dan seleksi
transforman. Transformasi genetik dengan sistem in planta, menghasilkan tanaman
transforman yang sebagian besar adalah chimera (tidak seluruh sel atau jaringan
tertransformasi).

4. Mekanisme transformasi genetik A. tumefaciens

Plasmid pBI121, pIG121 atau pMW24 yang dipelihara dalam sel A. tumefaciens 4404
(pAL4404) digunakan untuk mentransformasi sel-sel tanaman jeruk kinkit atau
karatachi. Mekanisme molekuler proses transfer gen dengan vektor A. tumefaciens dapat
diringkas sebagai berikut: fragmen DNA NptII-GUS dipotong menjadi DNA satu rantai
(ssDNA) yang kemudian pada ujung 5′ dari ssDNA tersebut berikatan protein VirD2
dan protein VirE2 menjadi selubungnya (coat protein). Kompleks DNA-protein ini
disebut T-kompleks yang akan bergerak, dimana pada periplasma protein AcvB akan
berikatan pada komplek ini dan mentransfernya keluar sel A. tumefaciens dan masuk ke
dalam sel tanaman.

Fragmen NptII-GUS berintegrasi ke dalam genom sel tanaman sehingga tanaman


transgenik ini dapat tumbuh pada media dengan kanamisin dan ekspresi gen GUS juga
dapat dideteksi dari tanaman transgenik ini.

Plasmid pMW24 mempunyai konstruksi yang sama dengan pBI121, tetapi gen GUS
pada pBI121 diganti dengan gen acvB. Keberadaan gen acvB ini diperlukan untuk
meningkatkan frekuensi transformasi, karena protein AcvB berperan dalam proses
transfer DNA ke dalam sel tanaman.

5. Tahapan Kerja Transformasi in vitro

Transformasi tanaman jeruk kinkit dilakukan sebagai berikut. Sel-sel A. tumefaciens


yang dikultur selama 18 jam pada media LB atau AB (cair) dengan kanamisin 100 ppm
dipanen dengan sentrifugasi, kemudian sel-sel bakteri ini dicuci 3 kali menggunakan
media MS cair (steril). Sel-sel bakteri ini kemudian disuspensi dalam media MS cair
dan siap digunakan untuk mentransformasi sel-sel tanaman jeruk kinkit atau karatachi
pada media. Inokulasi bagian-bagian tanaman jeruk kinkit atau karatachi sebagaimana
dijelaskan di atas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. dengan merendam selama 5
- 10 menit potongan-potongan tanaman tersebut dalam suspensi Agrobacterium sebelum
ditempatkan pada media kultur jaringan, atau, 2. dengan menempatkan terlebih dahulu
potongan-potongan tanaman tersebut ke dalam media kemudian bagian tanaman yang
terpotong ditetesi 2 - 3 tetes suspensi A. tumefaciens menggunakan jarum suntik.
Inokulasi juga dilakukan menggunakan kultur padat A. tumefaciens, LBA (pAL4404,
pBI121 atau LBA (pAL4404, pMW24). Biakan bakteri pada media padat ini diambil
menggunakan tusuk gigi steril lalu dioleskan pada ujung potongan atau bagian eksplan
yang dilukai.

Eksplan yang telah diinokulasi ditanam pada media (dalam botol) kemudian dipelihara
pada suhu 25 - 28 0C selama 16 jam dalam penerangan dengan cool-white fluorescent
light (Gynheung, 1985; Moore, et al, 1992). Setelah 5 - 7 hari potongan-potongan
tanaman yang tetap hijau dipindahkan ke media yang mengandung kanamisin 100 ppm
untuk menyeleksi sel-sel yang tertransformasi dan karbenisilin 500 ppm untuk
mencegah pertumbuhan vektor Agrobacterium pada media. Pertumbuhan kalus dan atau
tunas diamati secara periodik sampai beberapa minggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan dari potongan buah muda hanya sanggup
membentuk kalus dengan tingkat keberhasilan yang sangat rendah. Kalus yang
dihasilkan ini tidak dapat bermultiplikasi membentuk tunas (shoot). Sedangkan eksplan
dari potongan batang muda (internode stem), merupakan eksplan terbaik untuk
menghasilkan tunas atau kalus, dan kegagalan karena kontaminasi sangat kecil.

Media terbaik untuk pertumbuhan tunas adalah MTOK, dan untuk pertumbuhan kalus
adalah MTO+ atau MSO+. Eksplan yang ditanam pada media MTOK, umumnya
membentuk kalus (pada minggu 1-2) dan kemudian dari kalus ini akan tumbuh tunas
yang banyak (bergerombol). Untuk eksplan yang ditransformasi dengan A. tumefaciens,
seleksi transforman akan baik dilakukan setelah pertumbuhan tunas ini. Tunas yang
tumbuh bergerombol tersebut, kemudian ditanam secara individu pada media MTOK
dengan 100 ppm kanamisin. Tunas yang bertahan tumbuh adalah tunas yang telah
mengalami transformasi (transforman). Tunas tanaman jeruk yang dihasilkan kemudian
secara bertahap dipindahkan dan dipelihara dalam media tanah steril untuk kemudian
diuji ketahanannya terhadap serangan penyakit CVPD. Tanaman yang menunjukkan
gejala serangan CVPD kemudian diseleksi dan dilakukan analisis lanjutan yaitu dengan
analisis PCR untuk mendeteksi keberadaan patogen CVPD pada tanaman yang
menunjukkan gejala tersebut.

6. Analisis Jaringan Transforman

Tunas yang dihasilkan dari kultur jaringan yang telah diseleksi menggunakan media
yang mengandung kanamisin 100 ppm diuji lebih lanjut apakah telah benar-benar
tertransformasi oleh fragmen DNA dari plasmid pBI121 atau pMW24. Pengujian ini
dikerjakan baik dengan cara uji aktivitas gen GUS maupun uji PCR dengan
mengamplifikasi fragmen DNA gen GUS (1,3 kb) menggunakan template DNA yang
diisolasi dari daun atau potongan tunas yang telah digunakan dalam uji aktivitas gen
GUS sebelumnya.

Adapun uji aktifitas gen GUS dilakukan sebagai berikut: ujung batang tunas yang
dihasilkan dipotong pendek kemudian segera ditempatkan dalam microtiter plate yang
berisi 23 µl pewarna 5-bromo-4-chloro-3-indolyl-ß-D-glucuronide (1 mg/ml) dalam
buffer 0,1 M NaPO4, pH 7,0 dengan 10 mM Na2EDTA pada setiap well-nya (Jefferson,
1987). Potongan tunas ini direndam selama 4 - 5 jam pada suhu 37 0C karena
perendaman yang lebih lama akan menghasilkan banyak kesalahan pada hasil. Jaringan
tanaman ini kemudian dicuci dengan 100 µl campuran 95 % etanol dan asam asetat (3:1,
v/v). Bagian-bagian yang mengandung aktivitas gen GUS akan terlihat dengan jelas.
Sebagai kontrol negatif digunakan jaringan yang tidak ditransformasi.
Bagian tanaman yang tidak diinokulasi dengan Agrobacterium (non-transformed plant)
pada kenyataannya tidak dapat tumbuh membentuk kalus atau tunas pada media dengan
kanamisin, atau kalaupun tunas dapat tumbuh tetapi tidak dapat bertahan lama dan
kemudian mati. Pada tanaman jeruk kinkit untuk lebih memberikan bukti bahwa tunas
yang dihasilkan benar-benar tunas yang tertransformasi, dilakukan uji lanjutan yaitu uji
aktifitas enzim b-glucuronidase (GUS). Ditemukan 63.8 % tunas yang menunjukkan
aktifitas enzim b-glucuronidase (GUS+).

Menurut Jordan and McHughen, 1988, banyaknya tunas atau tanaman yang tahan hidup
pada media dengan kanamisin dapat disebabkan oleh adanya proteksi dari sel yang
tertransformasi kepada sel yang tidak tertransformasi sehingga sel-sel yang tidak
tertransformasi dapat tumbuh pada media dengan kanamisin. Hal lain yang kami
pikirkan adalah adanya kemungkinan sel-sel bakteri vektor (A. tumefaciens) yang masih
bertahan hidup pada media yang dapat menonaktifkan kanamisin pada media, sehingga
sel yang tidak tertransformasi dapat tumbuh.

Beberapa tanaman yang menunjukkan aktivitas GUS+ dianalisis lebih lanjut dengan
PCR menggunakan sekuen (susunan) gen GUS sebagai primer. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa semua tanaman yang diuji, positif mengandung gen GUS yang
berarti bahwa semua tanaman yang diuji adalah tanaman yang telah tertransformasi
(transformed plants). Tanaman tranforman yang dihasilkan secara bertahap ditanam di
pot dengan media tanah steril untuk kemudian dipelihara dalam rumah kaca dan siap
untuk diuji ketahanannya terhadap serangan penyakit CVPD.

Uji Ketahanan Tanaman Transforman terhadap Serangan Penyakit CVPD

Uji ketahanan tanaman transforman terhadap serangan penyakit CVPD dilakukan untuk
menyeleksi tanaman transforman jeruk kinkit yang berubah menjadi peka terhadap
CVPD atau disebut tanaman CVPDr-s. Tanaman CVPDr-s menunjukkan bahwa tanaman
tersebut telah mengalami mutasi pada gen yang berperan dalam ketahanan terhadap
penyakit CVPD. Sehingga untuk mendapatkan gen tahan penyakit CVPD (gen CVPDr)
dapat dilakukan dengan mengisolasi fragmen DNA yang termutasi pada tanaman
CVPDr-s.

Uji ketahanan tanaman transforman terhadap serangan penyakit CVPD dilakukan


dengan penularan penyakit CVPD menggunakan serangga vector D. citri. Tanaman
diletakkan dalam kurungan dan diberikan beberapa ekor serangga vector yang infektif
(yang mengandung bakteri penyebab penyakit CVPD). Pengamatan dilakukan selama 6-
12 bulan.

Pengamatan terhadap 767 tanaman transforman yang diuji ketahanannya terhadap


CVPD, ditemukan ada 2 tanaman yang menunjukkan gejala yang sangat mirip gejala
serangan penyakit CVPD. Analisis PCR yang dilakukan terhadap gejala serangan ini
menunjukkan hasil yang positif, artinya tanaman transforman jeruk kinkit ini memang
terserang penyakit CVPD. Analisis PCR terhadap gejala serangan ini dilakukan 2-3 kali
untuk lebih meyakinkan dan mendapatkan konsistensi hasil sambil menunggu tanaman
menjadi lebih besar. Hasil pengulangan ini menunjukkan bahwa gejala serangan
penyakit yang diamati memang benar serangan penyakit CVPD. Tanaman terebut
kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mengisolasi fragmen DNA termutasi.

Isolasi fragmen DNA termutasi dengan metode Inversed PCR


Fragmen DNA pemutasi, NptII-GUS, dari plasmid pBI121 yang terselip ke dalam
genom mutan tanaman CVPDr-s dilacak dengan metode IPCR menggunakan sekuen dari
fragmen NptII-GUS sebagai primernya. Primer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah primer yang pernah kami gunakan pada penelitian menggunakan tanaman
Kalanchoe (cocor bebek) dan mulbery yang dapat berhasil dengan baik. Sekuen
primernya adalah sebagai berikut ;

F : 5′-AGA GGC TAT TCG GCT ATG AC -3′

R : 5′-GAT AGT GAC CTT AGG CGA CT -3′.

Total DNA diisolasi dari bagian tanaman CVPDr-s yang telah dikonfirmasi seperti di
atas. DNA ini kemudian dipotong dengan endonuklease yang site-nya tidak terdapat
pada fragmen NptII-GUS (pada penelitian ini digunakan EcoRI). Setelah itu dilakukan
“self ligation” terhadap potongan-potongan DNA tersebut sehingga didapatkan berbagai
ukuran DNA sirkular. Salah satunya adalah potongan DNA yang membawa fragmen
NptII-GUS. Tahap selanjutnya dilakukan amplifikasi DNA yang membawa fragmen
NptII-GUS dengan IPCR menggunakan primer seperti tersebut di atas. Dengan teknik
IPCR ini pembacaan terjadi secara terbalik yaitu mengarah keluar dari fragmen NptII-
GUS sehingga amplifikasi akan menghasilkan flanking DNA dari tanaman CVPDr
(jeruk kinkit) dengan hanya fragmen kecil DNA dari sekuen NptII-GUS.

Strategi Pengklonan (cloning strategy)

Fragmen DNA yang teramplifikasi yang mengandung flanking DNA dari tanaman
CVPDr (jeruk kinkit) dengan fragmen kecil DNA dari sekuen NptII-GUS kemudian
diklon pada plasmid pUC18. Strategi pengklonannya dilakukan sebagai berikut:
pertama, dilakukan karakterisasi terhadap sisi potongan endonuklease (endonuclease
restriction site) pada fragmen tersebut. Pada penelitian ini digunakan EcoRI, BamHI,
dan Sac I. Pemotongan dengan Sac I ternyata menghasilkan fragmen ini relatif utuh
(fragmen terpanjang, sehingga pengklonannya pada vektor plasmid pUC18 dilakukan
pada sisi pemotongan SacI).

Ligasi (penyambungan fragmen DNA) dilakukan pada suhu 16 0C selama 2 jam -


semalaman menggunakan enzim ligase (produk Takara). Transformasi dilakukan
dengan menggunakan compitent cell, Escherichia coli JM109. Sebanyak 5 µl DNA
yang telah diligasi, dicampurkan ke dalam 100 µl sel kompiten kemudian ditaruh dalam
air-es selama 30 menit, lalu diinkubasi pada suhu 42 0C selama 45 detik sebelum
ditambahkan 1 ml media SOC. Kemudian campuran ini diinkubasi pada suhu 37 0C
selama 1 jam, untuk selanjutnya dikultur pada media agar LB yang mengandung 50
ppm ampisilin.

Deteksi dan Isolasi wild type target DNA (Gen CVPDr )

Deteksi dan isolasi fragmen wild type target DNA serta konfirmasinya dilakukan
dengan metode PCR menggunakan primer yang dibuat berdasarkan sekuen partial dari
flanking DNA yang telah diisolasi sebelumnya. Berdasarkan sekuen flanking DNA ini
dirumuskan tiga sekuen primer yang disebut; primer 1, primer 2, dan primer 3. Total
DNA dari tanaman induk, diisolasi kemudian dilakukan analisis PCR.

Program PCR yang digunakan adalah sebagai berikut; Denaturation pada suhu 94 0C
selama 30 detik, annealing pada suhu 60 0C selama 30 detik dan extention pada suhu 72
0
C selama 90 detik serta menggunakan siklus ulangan 26 kali. Untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik dapat dilakukan pengulangan setelah selesai satu tahap program (double
PCR).

Menggunakan ketiga primer tersebut diatas dihasilkan tiga produk PCR dengan ukuran
yang berbeda, yaitu masing-masing 700 bp, 1100bp dan 841 bp. Penelitian ini juga
menemukan bahwa tanaman jeruk keprok Tejakula tidak mengandung ke tiga fragmen
DNA tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa gen untuk ketahanan terhadap CVPD tidak
terdapat pada jeruk Tejakula

Hibridisasi Southern Blot

Konfirmasi terhadap produk PCR di atas dilakukan menggunakan metode Southern


Blot. Semula cara ini direncanakan sebagai alternatif cara isolasi wild-type target DNA
dari tanaman CVPDr (kinkit) namun kemudian diyakini perlu dilakukan untuk
konfirmasi terhadap hasil yang telah diperoleh menggunakan metode PCR. Fragmen
DNA, potongan EcoRI dari flanking DNA atau produk PCR di atas, dilabel dengan 32P
digunakan sebagai probe untuk mendeteksi keberadaan fragmen tersebut pada tanaman
induk (kinkit dan karatachi). Total DNA dari ke dua tanaman induk , kinkit dan
karatachi, diisolasi, kemudian dipotong menggunakan EcoRI, lalu fragmen-fragmen
DNA yang dihasilkan dipisahkan pada elektroforesis agarose gel, dan kemudian diblot
dengan membran nylon menggunakan sistem Southern blotting, selama 16 jam atau
overnight. Buffer yang digunakan dalam blotting ini adalah buffer SSC (Sambrook, et
al, 1989) .

Blotting total DNA dari ke dua tanaman induk , kinkit dan karatachi, terhibridisasi oleh
DNA probe yang digunakan, dan menunjukkan hibridisasi band yang sangat jelas.
Sedangkan sampel DNA dari tanaman jeruk keprok Tejakula tidak terhibridisasi. Hal ini
menunjukkan bahwa jeruk keprok Tejakula tidak mengandung fragmen DNA yang
berhubungan dengan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit CVPD. Hasil
penelitian ini sekaligus mengkonfirmasi hasil penelitian menggunakan analisis PCR.

Overekspresi pada Sel Escherichia coli dan Pembuatan Tanaman Jeruk


Transgenik

Sekuen DNA terhadap fragmen 1100 bp yang dihasilkan tidak dapat menentukan
adanya Open Reading Frame (ORF) yang meyakinkan, sehingga diupayakan untuk
mendapatkan fragmen DNA yang lebih panjang. Penelitian menggunakan teknik
running primer dan dikombinasikan dengan teknik Southern Blotting telah berhasil
diisolasi fragmen DNA dengan ukuran 2500 bp. Fragmen DNA ini kemudian diklon
dalam plasmid vektor pT7 Blue pada sisi pengklonan NdeI. Dua ORF ditemukan setelah
fragmen DNA 2500 bp ini disekuen. Klon fragmen DNA 2500 bp dengan dua ORF ini
pada plasmid vector pT7 Blue diberi nama pWR27 yang telah didaftarkan Hak Patennya
di Ditjen HKI melalui Program Oleh Paten Kementerian Riset dan Teknologi RI, atas
nama I Gede Putu Wirawan.

Uji overekspresi klon DNA ini dalam sel E. coli menghasil dua molekul protein dengan
ukuran 17 dan 20 kDa. Penemuan ini menunjukkan bahwa ke dua ORF yang ditemukan
pada sekuen DNA yang diklon adalah dua buah gen yang aktif dan berperan dalam
mekanisme ketahanan tanaman jeruk terhadap serangan penyakit CVPD.
Fragmen DNA yang membawa gen diklon ulang (subklon) pada plasmid vektor biner
pBI121 dan dimasukkan kedalam sel Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404
dengan metode triparental mating. A. tumefaciens merupakan bakteri Gram negatif
yang sangat baik digunakan sebagai vektor dalam membawa gen atau fragmen DNA
tertentu ke dalam genom tanaman. Setelah klon ini berada dalam sel A. tumefaciens
maka transformasi genetik ke dalam sel tanaman jeruk komersial (jeruk keprok atau
siem atau lainnya) dapat dilakukan. Transformasi genetik untuk menghasilkan tanaman
jeruk transgenik tahan penyakit CVPD dapat dilakukan dengan berbagai metode baik
melalui kultur in vitro (kultur jaringan) maupun melalui metode in planta. Transformasi
in planta dapat dilakukan dengan menginokulasi mata tunas yang tumbuh pada
pembibitan dengan sistem grafting (penempelan). Sebagian tanaman transgenik yang
dihasilkan akan berifat chimera, yaitu tidak keseluruhan bagian tanaman
tertransformasi. Tetapi cara in planta ini sangat sederhana, murah dan dengan
keberhasilan yang cukup tinggi (lebih dari 17 %).

Gambar 11. Skema metode isolasi wild type target DNA dengan teknik IPCR dan
strategi pengklonan pada plasmid vektor. Click disini untuk animasi gambar 5.

Gambar 12. Gambar Deteksi, isolasi dan pengklonan flanking DNA termutasi pada
transforman tanaman jeruk kinkit yang berubah menjadi peka terhadap serangan
penyakit CPVD. A. Produk IPCR, B. Kloning flanking DNA termutasi pada vektor
PUC18. ND = non-digested.
Gambar 13. Deteksi dan isolasi wild type target DNA yang mengandung gen untuk
ketahanan terhadap serangan CPVD. 1 dan 3 sampel DNA jeruk kinkit; 2. ampel jeruk
keprok Tejakula. 4,5 dan 6, jeruk Karatachi.

Gambar 14. Deteksi dan isolasi fragmen DNA yang mengandung gen untuk ketahanan
terhadap penyakit CPVDr dari tanaman jeruk kinkit.

Gambar 15. Overkspresi klon gen CPVDr pada plamid pWR27 dalam sel E. coli.
Dua molekul protein dengan ukuran 17-20 kDa terdeteksi (lajur 1-3. Sedangkan lajur 4-
7 sampel protein dari sel E. Coli yang hanya membawa plasmid vector tanpa gen
CPVDr)
Gambar 16. Klon Gen CPVDr dalam sel Escherichia coli dikultur pada media stok
gliserol dan disimpan pada suhu -80 derajat C.

Gambar 17. Uji ketahanan terhadap penyakit CPVD pada tanaman jeruk transgenik. A
Tanaman jeruk control (terserang penyakit CPVD). B. tanaman jeruk transgenic
membawa gen CPVDr(tidak terserang penyakit CPVD)

Gambar 18. Beberapa tanaman transgenik hasil transformasi genetik menggunakangen


CPVDr. Tanaman-tanaman ini berjumlah sekitar 200 pohon sedang diuji ketahanannya
terhadap penyakit CPVD dan uji perubahan fenotipe, genotype dan kelayakan
pangannya.

Anda mungkin juga menyukai