Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bioteknologi menggunakan makhluk hidup, pada umumnya berupa mikroorganisme (bakteri dan jamur),
untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia. Walaupun terdengar sebagai sesuatu yang sangat
baru, bioteknologi sebenarnya sudah digunakan dalam berbagai proses pada zaman dahulu. Misalnya,
penggunaan ragi untuk mengembangkan dan membuat adonan roti serta pembuatan keju dan minuman
beralkohol adalah merupakan salah satu contoh penerapan bioteknologi. Akan tetapi, bioteknologi yang
digunakan masih bioteknologi sederhana atau konvensional. Bioteknologi terus berkembang seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Istilah bioteknologi modern pun muncul sebagai respons dari
cepatnya perkembangan bioteknologi. Kloning dan tanaman transgenik merupakan contoh produk bioteknologi
modern. Bioteknologi tercipta karena dorongan kebutuhan manusia yang semakin meningkat. Berbagai usaha
telah dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tidak hanya terjadi pada bidang pertanian
dalam memenuhi kebutuhan pangan saja, tetapi juga dalam bidang-bidang lainnya. Pada masa ini, bioteknologi
berkembang sangat maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya produk bioteknologi di berbagai bidang.
Bioteknologi bisa diartikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(Bakteri,fungi,virus dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim,alkohol) dalam proses produksi
untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme
melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme
dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Bioteknologi
dikembangkan melalui pendekatan multidisipliner dalam wacana molekuler. Ilmu-ilmu dasar merupakan
tonggak utama pengembangan bioteknologi maupun industri bioteknologi.
Penerapan bioteknologi dilakukan dengan tujuan memenuhi kebutuhan manusia. Beberapa penerapan
bioteknologi diberbagai bidang antara lain: rekayasa genetika, kultur jaringan, dan kloning . Di bidang pangan,
dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan
tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman
biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi pada masa ini
juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi .Sebagai contoh, pada penguraian minyak
bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut
dengan menggunakan bakteri jenis baru. Bioteknologi pengelolahan limbah menghasilkan produk biogas dan
kompos Di bidang medis, penerapan bioteknologi pada masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan
vaksin, antibiotik, dan insulin. Bioteknologi dapat menghasilkan bahan bakar dengan pengelolahan biommasa
menjadi etanol (cair) dan metana (gas). Bioteknologi di bidang industri dapat menghasilkan makanan dan
minuman, antara lain pembuatan roti, nata decoco, brem dan sebagainya. Namun sejalan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi, banyak dampak yang ditimbulkannya terutama bagi lingkungan.
Bioteknologi juga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam lingkungan yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia tersebut.Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas tentang
bioteknologi khususnya dibidang lingkungan, tentang bioteknologi untuk meningkatkan kualitas lingkungan
dalam arti menciptakan produk ramah lingkungan maupun bioteknologi untuk mengurangi permasalahan
lingkungan seperti limbah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana dasar – dasar Bioteknologi ?


2. Apakah pengertian dan jenis- jenis Bioteknologi?
3. Apasajakah produk bioteknologi dalam bidang lingkungan?
4. Bagaimanakah bioteknologi berperan dalam mengatasi permasalahan lingkungan?
BAB
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar-dasar Bioteknologi

1. Pengertian Bioteknologi
Bioteknologi dari asal katanya sendiri, yaitu bio artinya hidup atau organisme hidup dan kata
teknologi artinya suatu cara atau teknik. Kata bioteknologi mulai muncul pada tahun 1917 dari seorang
ilmuan asal Hungaria yang bernama Karl Ereky untuk menjelaskan penggunaan gula bit hasil fermentasi
sebagai pakan ternak babi. Pemberian gula bit dapat meningkatkan produksi ternak babi. Cara ini, disebut
bioteknologi karena menggunakan gula bit dari hasil fermentasi. Namun pada saat itu, orang belum tertarik
untuk memahami istilah bioteknologi. (Fahruddin, 2010: Hal 13)
Baru pada tahun 1961 Carl Goran Heden ahli mikrobiologi menerbitkan jurnal ilmiah Biotechnology
and Bioengineering, banyak mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya dalam jurnal tersebut yaitu mengenai
pemenfaatan jazad hidup dalam mengahasilkan berbagai bahan untuk kebutuhan manusia, kemudian muncul
definisi bioteknologi yang diartikan sebagai pemanfaatan jazad hidup dalam industri untuk menghasilkan
barang dan jasa. (Bioteknologi Lingkungan Fahruddin, 2010: Hal 13)
Pada prinsipnya definisi tentang bioteknologi pada umumnya mengkaitkan pada kegiatan mikroba,
sistem dan proses biologi, dengan produksi barang dan jasa atau yang mengkaitkan aktivitas biologis dengan
proses tehnik dan produksi dalam industri. Untuk lebih ringkasnya bioteknologi adalah ilmu terapan biologi
yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokimia, dan rekayasa genetika untuk menghasilkan produk dan
jasa. Organisme yang digunakan dalam bioteknologi paling sering adalah mikroba seperti bakteri, kapang dan
yeast (ragi). (Fahruddin, 2010: Hal 13)

2. Jenis-jenis Bioteknologi
Bioteknologi dibedakan menjadi bioteknologi konvesional dan bioteknologi modern.
a. Bioteknologi Tradisional dan Konvesional
Aplikasi bioteknologi secara tradisonil, yaitu bioteknologi yang belum mengenal adanya istilah
genetika dan kloning. Bioteknologi ini seperti yang telah dicontohkan di atas, adalah berupa pemanfaatan
mikroba dalam fermentasi, seleksi atau persilangan tradisional dibidang pertanian dan peternakan untuk
mencari bibit unggul. Selain pemanfaatan mikroba dengan menghasilkan produk, bioteknologi tradisinal juga
termasuk dalam tehnik seleksi di bidang pertanian dan peternakan : yaitu pemilihan sifat yang sesuai dengan
keinginan manusia melalui hibridisasi dengan tujuan memperbaiki keturunan (Fahruddin, 2010: Hal 14).
Prinsip bioteknologi konvensional pada dasarnya untuk pemenuhan kebutuhan dalam jumlah yang
banyak dengan menggunakan metode tebaru untuk mengembangkan produk (Fahruddin, 2010: Hal 14).
b. Bioteknologi Modern
Prinsip bioteknologi modern lebih banyak menggunakan sumber genetik yakni DNA organism yang
telah dimanipulasi dan disebut rekayasa genitika. Bioteknologi modern juga disebut bioteknologi generasi
kedua, berkembang setelah perang Dunia Kedua dengan memanfaatkan organisme hasil rekayasa genetika,
agar proses pengubahan dapat berlangsung secara lebih efiesien dan efekti. Secara sederhana rekayasa
genetika dapat diterangkan sebagai tehnik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru sesuai
yang diinginkan dengan mengubah atau menambah molekul DNA pada gen (Fahruddin, 2010: Hal 15).

B. SEJARAH PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI

Bioteknologi telah berkembang sejak ribuan tahun yang silam. Pembuatan minuman beralkohol melalui
proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroba telah dikerjakan sejak sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi.
Di bawah ini secara ringkas digambarkan sejarah perkembangan bioteknologi.

3000 th SM minuman berakohol hasil fermentasi


1680 penemuan sel khamir oleh Antonie van
Leeuwenhoek
1818 fermentasi sel khamir oleh Erxleben
1857 fermentasi asam laktat oleh Pasteur
1897 Buchner mengungkap enzim yang berperan
dalam fermentasi
Awal abad 20 konsep pewarisan sifat dari Gregor Mendel
1928 Fred. Griffith menemukan konsep transformasi
1944 Oswall Avery, Colin McLeod & Maclyn Mc Carty
menunjukkan bahwa yang ditransformasikan
adalah senyawa asam nukleat tipe deoksiribosa
1953 Watson & Crick menemukan struktur 3 dimensi DNA
1970-an Nathan & Smith menemukan enzim yang dapat memotong molekul DNA secara spesifik yaitu
enzim endonuklease restriksi Penemuan enzim DNA ligase (enzim untuk menyambung potongan DNA)
Paul Berg berhasil menyambung molekul DNA sehingga dihasilkan DNA rekombinan yang pertama kali
(Nobel) Teknologi DNA Rekombinan (Rekayasa Genetik) merupakan tulang punggung bioteknologi modern

C. Perkembangan Bioteknologi

Bioteknologi, dari awal penerapannya sampai dengan tahun 1857, disebut era bioteknologi non-mikrobiol.
Karena pada masa itu belum diketahui kalau fermentasi dilakukan oleh makhluk hidup. Produk lain dari
bioteknologi non-mikrobiol antara lain: anggur, bir, roti, keju, yoghurt, susu masam, sake, dan sebagainya
(Sutarno, 2000: 7.6).
Bioteknologi dimensi baru (bioteknologi mikrobiol dimulai sejak tahun 1957 setelah Louis Pasteur
mengetahui kalau fermentasi, merupakan proses yang dilakukan oleh makhluk hidup (Lee, 1983). Produk
hasil fermentasi bioteknologi era mikrobiol antara lain: tembakau, teh dan coklat yang difermentasikan
(Sutarno, 2000: 7.5).
Pada tahun 1920, proses fermentasi yang ditimbulkan oleh mikroorganisme mulai digunakan untuk
memproduksi zat-zat seperti aseton, butanol, etanol dan gliserin. Feremtasi juga digunakan untuk
memproduksi asam laktat dan asam asetat (Apeldoorn,1981).
Setelah Perang Dunia II, dihasilkan produk bioteknologi lain yaitu penisilin, dan diikuti oleh
peningkatan penelitian mikroorganisme lain yang juga dapat menghasilkan antibiotik dan zat-zat lain seperti
vitamin, steroid, enzim, dan asam amino (Sutarno, 2000: 7.5).
Produksi antibiotik membawa serta perbaikan di bidang teknologi fermentasi, karena dapat
menciptakan kondisi suci hama, dalam arti mampu mengendalikan lingkungan fermentasi sedemikian rupa,
sehingga dalam lingkungan fermentasi tidak ada jenis mikroba lain selain mikroba yang digunakan untuk
fermentasi itu. Dengan demikian, mikroba tersebut dapat tumbuh subur dan menghasilkan antibiotik secara
optimum (Rehm, 1981).
Perkembangan yang pesat di bidang biologi molekuler dan biologi seluler dalam beberapa dasawarsa
terakhir ini, sepenuhnya menjadi dasar ilmiah utama untuk perkembangan teknologi mutakhir. Teknologi
enzim dan rekayasa genetic mengantarkan ke suatu bioteknologi dimensi baru, yang berkembang dengan
sangat pesat. Era ini kemudian disebut era bioteknologi modern, sedangkan dua era sebelumnya sering
disebut sebagai era bioteknologi tradisional (Apeldoorn, 1981).
Penemuaan rekayasa genetika melalui teknologi rekombinan DNA (deoxyribose nucleic acid = asam
deoksiribonukleat/ADN, yang terjadi pada tahun 1973 bertanggung jawab atas terjdinya perkembangan
bioteknologi yang demikian pesat. Teknik ini tidak hanya memberikan harapan dapat disempurnakannya
proses proses dan produk saat ini, tetapi diharapkan juga mampu mengembangkan produk baru yang
sebelumnya (dalam bioteknologi tradisional) diperkirakan tidak mungkin dibuat dan memudahkan realisasi
proses-proses lain yang baru pula (Sutarno, 2000: 7.6).

D. Bioteknologi Lingkungan
Bioteknologi lingkungan merupakan kajian yang sangat menjanjikan terutama kesejahteraan dalam
meningkatkan kehidupan modern yang mengarah kepada kehidupan modern yang lebih baik lagi. Perlakuan
teknologi secara mikrobiologi telah dikembangkan sejak awal abad ke-20an, seperti mengaktivasi berbagai
kotoran (hewan dan juga manusia) dan pencernaan anaerobik hewan, kotoran-kotoran lain yang berserakan di
lingkungan sekitar tempat tinggal.
Aplikasi bioteknologi di bidang lingkungan digunakan untuk mengani pencemaran lingkungan. Pada
proses pemurnian logam. Bahan-bahan tambang yang diperoleh umumnya masih terikat dengan bijihnya
(kotoran). Untuk itu diperlukan bahan kimia untuk memurnikannya. Namun, bahan-bahan kimia tersebut
ternyata kurang efektif dalam memisahkan logam dari bijihnya sehingga banyak sisa bahan tambang yang
kemudian dibuang sebagai limbah. Dengan menggunkan bakteri Thlobacillus ferrooxidans, berbagai jenis
logam dapat diambi dari cairan sisa penambangan. Bakteri ini mampu mengoksidasi belerang yang mengikat
berbagai logam seperti tembaga, seng, dan uranium membentuk logam sulfida. Bakteri tidak memanfaatkan
logam-logam tersebut sehingga natinya logam akan dilepas ke air dan dimanfaatkan oleh manusia. Dengan
demikian, pencemaran lingkungan akibat limbah penambangan dapat dikurangi dengan memanfaatkan peran
mikroorganisme (Kusumawati, 2012: 183).
Biotenologi juga diterapkan untuk mengatasi pencemaran akibat tumpahan minyak di laut. Tumpahan
minyak tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan bakteri Pseudomonas putida. Bakteri tersebut mampu
menguraikan ikatan hidrokarbon pada minyak bumi (Kusumawati, 2012: 183).

Pemanfaatan Bioteknologi di bidang lingkungan menjadi isu yang krusial karena cakupannya yang
luas, mulai dari penanganan limbah, perbaikan kualitas lingkungan dari polutan (bioremediasi),
membangkitkan serta memberdayakan sumber daya alam yang masih memiliki nilai tambah untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia, hingga dapat menghasilkan energy alternative. Oleh karena itu
muncullah pembagian bioteknologi menjadi bioteknologi lingkungan. Dan pengaplikasian bioteknologi
dibidang lingkungan inilah yang disebut dengan bioteknologi lingkungan. Tujuan dari bioteknologi
lingkungan untuk meningkatkan kualitas taraf hidup manusia lingkungan sekitar dengan mekanisme tertentu
melalui pemberdayaan lingkungan.
Proses kerja bioteknologi lingkungan sesuai dengan prinsip kerja yang sudah diaplikasikan pada
bidang mikrobiologi dan rekayasa (engineering), akan tetapi aplikasi prinsip-prinsip ini secara normal
membutuhkan beberapa tingkatan empirisme. Material yang diperlakukan dengan bioteknologi lingkungan
adalah sangat kompleks dan tidak dapat dipisahkan dalam berbagai waktu dan tempat.
Prinsip-prinsip rekayasa mengarah kepada perangkat kuantitatif, sedangkan prinsip-prinsip
mikrobiologi seringkali mengarah kepada observasi. Kuantifikasi merupakan essensi, jika proses ini handal
(reliable) dan hemat biaya (cost-efective).
Kompleksitas dari komunitas mikrobial terlibat dalam bioteknologi lingkungan. Kompleksitas ini
seringkali berada di luar deskripsi kuantitatif, tidak memiliki nilai observasi kuantitatif dari nilai yang terbaik.
Kajian bioteknologi lingkungan berdasar pada prinsip-prinsip dan aplikasi biologi, yang berkaitan
dengan teknologi. Strategi dalam mengembangkan bioteknologi lingkungan berbasis kepada konsep-konsep
dasar dan perangkat yang bersifat kuantitatif saja. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip dan aplikasi biologi
disini adalah memberdayakan semua proses mikrobiologikal agar dapat dipahami, diprediksi, dan merupakan
satu kesatuan pemahaman. Setiap aplikasi bioteknologi lingkungan memiliki ciri-ciri khusus tersendiri yang
musti dipahami. Ciri khusus ini dilakukan secara bertahap.
Ilmu-ilmu pengetahuan yang terlibat kedalam kajian bioteknologi lingkungan, di antaranya: dasar-
dasar taksonomi makhluk hidup, dasar-dasar mikrobiologi lingkungan, metabolisma, genetika, dan ekologi
mikrobial. Di samping itu, pengetahuan lain juga terlibat, seperti: stokiometri dan energetika dari reaksi-
reaksi mikrobial. Oleh karena itu, bioteknologi lingkungan merupakan ilmu aplikatif yang harus
ditumbuhkembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan taraf kehidupan manusia ke arah kemakmuran.
Bioteknologi lingkungan dibatasi pada yang secara langsung atau tidak langsung menangani masalah-
masalah lingkungan.

E. Penerapan Bioteknologi di Bidang Lingkungan

Fungi Biokontrol Sebagai Penghasil Enzim-Enzim Hidrolitik Penting Untuk Berbagai Proses Industri
Ramah Lingkungan

Proses industri ramah lingkungan adalah proses dengan sesedikit mungkin limbah. Kalaupun ada,
idealnya limbah yang dihasilkan dapat dengan mudah terdegradasi (terurai) secara biologis atau alamiah, dan
tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kehidupan. Berbagai fungi biokontrol, terutama dari
genus Trichoderma, merupakan penghasil enzim hidrolitik ekstraseluler (disekresi ke luar sel). Enzim atau
biokatalisator ini diproduksi Trichoderma bukan hanya untuk proses mikoparasitisme, tetapi juga untuk
memperoleh nutrisi dari lingkungan hidupnya. Trichoderma reesei (Hypocrea jecorina) adalah produsen
enzim sellulase dan xilanase terkenal, dan enzim-enzim ini telah lama dikomersialisasi oleh perusahaan-
perusahaan besar seperti Novozyme dan Genencor International. Pada tahun 2003 saja, nilai pasar dari
selulase di Amerika Serikat adalah US$ 280 juta, hanya untuk industri tekstil, deterjen dan makanan (Cavaco-
Paulo dan Gubitz, 2003).

Selain selulase dan xilanase, berbagai spesies Trichoderma sp. menghasilkan enzim-enzim lain yang
tidak kalah pentingnya untuk industri. Beberapa enzim untuk industri yang penting juga dihasilkan
oleh Trichoderma dan Gliocladium isolat Riau, yaitu keluarga kitinase (EC 3.2.1.14) dan N-
asetilglukosaminidase (NAG) (EC 3.2.1.52) (Nugroho et al., 2003). Kitinase dan NAG digunakan dalam
industri bioteknologi untuk memproses kitin menjadi berbagai turunannya (Binod et al., 2007, Nagy et
al., 2007). Kitin adalah polimer karbohidrat yang juga berada dalam kulit udang dan kepiting. Berbagai
turunan kitin digunakan dalam produk kesehatan seperti benang untuk pembedahan (Di Martino et al., 2005,
Muzzarelli et al., 2005), produk farmasi untuk kosmetik, suplemen makanan dan penjernihan air (Sashiwa et
al., 2003, Muzzarelli et al., 1999). Penggunaan kitinase untuk produksi turunan kitin merupakan usaha untuk
menekan penggunaan asam kuat HCl yang umum digunakan dalam proses produksi turunan kitin
konvensional.

Trichoderma harzianum T34, suatu galur biokontrol, menghasilkan enzim kutinase (Rubio et al.,
2008). Enzim kutinase adalah enzim yang dapat menghidrolisis ester dari asam lemak, dan trigliserida,
seefisien lipase. Kelebihan kutinase dari lipase, adalah kutinase tak perlu diaktivasi pada antarmuka lipid-
air, sehingga memiliki aplikasi industri, sebagai deterjen. Karena kegunaan industri sebagai deterjen,
Rubio et al. (2008) mengisolasi gen kutinase dari T. harzianum T34 tersebut, dan memasukkannya ke dalam
ragi Pichia pastoris, untuk memudahkan produksi kutinase dalam skala industri ekonomis.

Bioremediasi Limbah Pestisida DenganMikroba Indigen

Mikroba indigen merupakan mikroba alamiah atau mikroba setempat. Pada lahan pertanian,
penggunaan pestisida yang berlangsung lama akan menekan pertumbuhan mikroba indigen yang berfungsi
untuk merombak senyawa toksik (organofosfat) tersebut. Karena itu, diperlukan pengisolasian mikroba di
laboratorium. Organofosfat merupakan pestisida yang memiliki toksisitas yang tinggi. Pestisida golongan
organofosfat merupakan jenis pestisida yang banyak digunakan di Indonesia, khususnya untuk
mengendalikan hama sayuran dan padi. Senyawa aktif pestisida golongan organofosfat seperti metil
parathion. Pseudomonas putida mampu untuk menggunakan metil parathion sebagai sumber karbon dan
sumber fosfor dalam pertumbuhannya. Pada tahap pertama dari proses degradasi, enzim organofosforus acid
anhudrase yang dikeluarkan oleh P. putida menghidrolisis metil parathion menjadi p-nitrophenol. Sementara
p-nitrophenol dikonversi lebih lanjut menjadi hydroquinone dan 1,2,4 benzenetriol yang akan dirubah lebih
lanjut menjadi maleyl acetate.

Pseudomonas putida mampu tumbuh dalam media sederhana (LB) dengan mengorbankan berbagai
macam senyawa organik dan mudah diisolasi dari tanah (batubara, tembakau) dan air tawar. Pertumbuhan
optimalnya antara 25-30⁰C. P. putida mampu mendegradasi benzena, toluena, dan Ethylbenzene.

Perlu dipahami bahwa tingkat pertumbuhan mikroba yang lebih baik tidak selalu diikuti oleh
terjadinya proses degradasi yang tinggi, namun begitu bila pertumbuhan terlalu rendah maka tidak akan
terjadi proses biodegradasi yang signifikan. Tingkat ketersediaan glukosa sebagai sumber karbon dalam
media mempunyai pengaruh nyata pada tingkat degradasi, hal ini berkaitan dengan tingkat pertumbuhan yang
dicapai.

Selain masalah di atas, enzim-enzim degradatif yang dihasilkan oleh mikroba tidak mampu
mengkatalis reaksi degradasi polutan yang tidak alami. Kelarutan polutan dalam air sangat rendah dan
polutan terikat kuat dengan partikel-partikel organik atau partikel tanah. Selain itu, pengaruh lingkungan
seperti pH, temperatur, dan kelembapan tanah juga sangat berperan dalam menentukan kesuksesan proses
bioremediasi.

MikrobaMendegradasi Senyawa Hidrokarbon

Senyawa hidrokarbon aromatis polisiklis (PAH) dalam minyak memiliki toksisitas yang cukup tinggi.
Efek toksik dari hidrokarbon yang terdapat dalam minyak berlangsung melalui larutnya lapisan lemak yang
menyusun membran sel, sehingga menyebabkan hilangnya cairan sel atau kematian terhadap sel. Ketahanan
PAH di lingkungan dan toksisitasnya meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah cincin benzenanya.
Beberapa golongan mikroorganisme telah diketahui memiliki kemampuan dalam memetabolisme PAH.
Bakteri dan beberapa alga menggunakan dua molekul oksigen untuk memulai pemecahan cincin benzena
PAH yang dikatalis oleh enzim dioksigenase untuk membentuk molekul cis-dihidrodiol. Kebanyakan jamur
mengoksidasi PAH melalui pemberian satu molekul oksigen untuk membentuk senyawa oksida aren yang
dikatalisis oleh sitokrom P-450 monooksigenase. Pada jamur busuk putih, bila terdapat H2O2, enzim lignin
peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa.
Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan
digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi.

Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi yaitu:

a. Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 mikrometer. Bakteri ini
merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau beberapa flagella yang terdapat
pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu
oksigen berfungsi sebagai terminal elektron aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini
tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat
oksidasi negatif atau positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai
sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi hidrokarbon antara
lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas diminuta.

Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam mendegradasi
senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Adapun
mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas yaitu:

* Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik

Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon


alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak
didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas meliputi oksidasi
molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon
teroksidasi.

* Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik

Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas.
Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini
berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali
dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan
senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi
senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.

b Arthrobacter sp.

Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 – 1,2 x 1 – 8 mikrometer. Pada
proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram
positif,tidak berspora, tidak suka asam, aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali
asam dan gas yang berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 – 30oC.

c. Acinetobacter sp.

Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk
bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah
gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal
elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu
33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai
hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini
bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang
signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan
pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.

d. Bacillus
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek (biasanya rantai panjang).
Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 ?m dan panjang 3-5 ?m. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob.
Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-
9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan
minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada
konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp.
yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.

BIOREMEDIASI
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan.
Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun
dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada
banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya
menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Sejak
tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat
ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa
kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industry (anonim,2010).
Bioremediasi dapat melalui cara seperti berikut :
 Biostimulasi : Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang
tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau
tanah tersebut.
 Bioaugmentasi: Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan
ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan
kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan.
Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang
dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam
bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk
beradaptasi.
 Bioremediasi Intrinsik :Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar
(Yusuf,2008). Beberapa kriteriayang harus dipenuhi untuk penggunaan tindakan bioremediasi adalah:
a. Organisme yang digunakan harus mempunyai aktivitas metabolisme yang dapat mendegradasi kontaminan
dengan kecepatan memadai sehingga dapat membuat konsentrasi kontaminan padatingkat/ambang batas
aturan yang ada.
b. Kontaminan yang dijadikan sasaran harus bioavailable(tersedia untuk proses biologi)
c. Tempatdilakukan bioremediasi harus mempunyai kondisi yang kondusif untuk pertumbuhan mikroba atau
tanaman atau untuk aktivitas enzim
d. Biaya bioremediasi harus lebih murah dari biaya pengunaan teknologi lain yang juga dapat mendetoksifikasi
kontaminan (Budianto,2009)

Bioremidiasi dapat dibedakan berdasarkan lokasi, tempat pencemaran dan bahan pencemar:
 Berdasarkan lokasi
Ada dua jenis bioremediasi berdasarkan lokasi, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi.
Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Sementara bioremediasi ex-situ atau pembersihan off-side dilakukan dengan cara tanah atau air yang tercemar
diambil dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol, kemudian diberi perlakuan khusus dengan
menggunakan mikroba. Bioremediasi ex-situ dapat berlangsung lebih cepat, mampu me-remediasi jenis kontaminan
yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan bioremediasi in-situ. (Budianto,2009)
Contoh:
 Bioremediasi in situ: Sumur Ekstraksi : Untuk mengeluarkan air tanah yang kemudian ditambah nutrisi dan
oksigen dan dimasukkan kembali ke dalam tanah melalui sumur injeksi.

Bioremediasi eksitu: melalui Slurry Phase yaitu bejana besar digunakan sebagai “bio- reactor” yang mengandung
tanah, air, nutrisi dan udara untuk membuat mikroba aktif mendegradasi senyawa pencemar (Irfan,tanpa tahun)
Berdasarkan Jenis Bahan Pencemar
 Bioremediasi Senyawa Organik yaitu Proses mengubah senyawa pencemar organik yang berbahaya
menjadi senyawa lain yang lebih aman dengan memanfaatkan organisme. Melibatkan proses degradasi.
Biodegradasi yaitu pemecahan cemaran organik oleh aktivitas mikroba yang melibatkan serangkaian

reaksi enzimatik (Irfan,tanpa tahun). Umumnya terjadi karena senyawa tersebut dimanfaatan sebagai sumber
makanan (substrat). Biodegradasi yang lengkap disebut juga sebagai mineralisasi, dengan produk akhirnya berupa
karbondioksida dan air.
Proses ini dipakai dalam pengolahan limbah untuk menjadi CO2 dan air.Ko- metabolisma (co-metabolism) yaitu
kemampuan mikroba dalam mengoksidasi atau metabolisasi suatu senyawa tetapi energi yang dihasilkan tidak
dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Contohnya Biodegradasi Fenantren Menjadi 1-
naftalenololeh Bakteri Pseudomonas sp Kalp3b22 (Santosa,2009)
 Bioremediasi senyawa Anorganik yaitu pemanfaatan organisme untuk mengubah, menyerap atau
memanfaatkan senyawa anorganik yang mencemari lingkungan. Proses ini bisa melalui bioleaching yaitu proses
ekstraksi dan pemecahan logam menggunakan bakteri contohnya oksidasi besi dan belerang menggunakan bakteri
Acidithiobacillus Thiobacillus dan thiooxidans Acidithiobacillus dengan proses FeAsS (s) → Fe 2+ (aq) + As 3+
(aq) + S 6+ (aq) . Selain itu Bioremediasi senyawa anorganik bisa dilakukan dengan biobsorsi yaitu proses
penyerapan logam pada permukaan sel akibat interaksi anion dan kation (Irfan,tanpa tahun)
Berdasarkan Tempat Pencemaran
 Bioremediasi Tanah, Bioremediasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan
mikoriza dan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin
meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, dkk. 1994 dalam Barchia,2009). Mikoriza dapat
melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994 dalam
Barchia,2009). Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat
melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimia atau penimbunan unsur tersebut dalam hipa cendawan. Tanaman
yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara ditemukan adanya ’oil droplets’ dalam vesikel akar-
mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun pada limbah yang diserap
mikoriza tidak sampai diserap oleh tanaman inangnya.

Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan
mengakumulasi logam-logam dalam hipa ekstramatrik dan ’extrahyphae slime’ (Aggangan, dkk. 1998 dalam
Barchia, 2009) sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam
bioremediasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hipa, juga dapat melalui
mekanisme pembentukan komplek logam tersebut oleh sekresi hipa eksternal (Khairani-Idris, 2008 dalam Barchia
2009). Perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polisiklik aromatik hidrokarbon dari limbah industri
berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, dimana dengan pemberian

mikoriza laju penurunan hasil clover karena senyawa aromatik ini dapat ditekan (Joner dan Leyval, 2001 dalam
Barchia,2009).
. Bioremediasi dengan penerapan mikroorganisme untuk mempercepat transformasi karbon dan
penggunaan tanaman yang dapat menimbun karbon dalam jaringannya telah menampakkan beberapa hasil yang
cukup memberikan harapan dalam penanggulangan pencemaran pestisida ini. Transformasi kimia dari bahan
pencemar pestisida melalui proses bioremediasi ini meliputi beberapa proses, yaitu 1) detoksikasi, 2) degradasi, 3)
konjugasi, pembentukan senyawa kompleks atau reaksi penambahan, 4) aktivasi, 5) defusi/pemecahan, dan 6)
perubahan spektrum toksisitas . Detoksikasi yaitu konversi dari molekul yang bersifat toksik menjadi produk yang
tidak bersifat toksik, 2) degradasi, yaitu transformasi dari substrat kompleks menjadi produk yang lebih sederhana
(Barchia,2009)

1. Proses defusi/pemecahan (Flavobacterium)


2. Aktivasi (tanah)
3. Detoksinasi (Arthrobacter, tanah)
4. Reaksi penambahan (Arthrobacter)
5. Degradasi (Pseudomonas, tanah) (Barchia,2009)
 Bioremediasi Air, Meningkatnya aktivitas manusia di rumah tangga menyebabkan semakin besarnya
volume limbah yang dihasilkan dari waktu ke waktu.
3
Volume limbah rumah tangga meningkat 5 juta m pertahun, dengan peningkatan kandungan rata-rata 50%
Konsekuensinya adalah beban badan air yang selama ini dijadikan tempat pembuangan limbah rumah tangga
menjadi semakin berat, termasuk terganggunya komponen lain seperti saluran air, biota perairan dan sumber air
penduduk. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran yang banyak menimbulkan kerugian bagi
manusia dan lingkungan. Dalam kondisi demikian, diperlukan suatu sistem pengolahan limbah rumah tangga yang
selain murah dan mudah diterapkan, juga dapat memberi hasil yang optimal dalam mengolah dan mengendalikan
limbah rumah tangga sehingga dampaknya terhadap lingkungan dapat dikurangi (Yusuf,2008)
Bioremediasi air dapat menggunakan bakteri atau tanaman air. Penggunaan bakteri sering digunakan seperti
Bacillus sp untuk bahan pencemar minyak bumi, Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512 untuk menghilangkan
senyawa merkuri beracun yang terlarut dalam air limbah dan Desulfotomaculum orientis ICBB 1204,
Desulfotomaculum sp ICBB 8815 dan ICBB 8818 yang mengubah sulfat dalam air asam tambang menjadi hidrogen
sulfida dan kemudian bereaksi dengan logam berat setelah reaksi belangsung pH (keasaman) air asam tambang
yang mula-mula berkisar dari 2 - 3 meningkat mendekati netral (6-7). Sementara logam berat yang terdapat air
asam tambang mengendap (Santosa,2009)
Selain itu bisa juga digunakan berbagai tanaman air yang memiliki kemampuan secara umum untuk
menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan. Reed (2005) bahwa proses pengolahan limbah cair
dalam kolam yang menggunakan tanaman air terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang
tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh
iklim, angin, cahaya matahari dan suhu. (Yusuf,2008)

Whole-Cell Fluorescent Biosensor untuk Biovailabilitas dan Biodegradasi Bifenil


Whole-sel biosensors mikroba adalah salah satu alat yang digunakan dalam molekuler terbaru pemantauan
lingkungan. Biosensors tersebut dibangun melalui sekering gen reporter seperti lux, GFP atau lacZ, ke promotor
responsif. Ada banyak laporan aplikasi biosensors, terutama penggunaannya dalam pengujian toksisitas polutan dan
ketersediaan hayati.
Biosensors menggunakan mikroba untuk pemantauan polutan, dan menggambarkan aplikasi dari biosensors
untuk mendeteksi ketersediaan hayati dan biodegradasi Polychlorinated Bifenil (PCB). Penilaian risiko lingkungan
merupakan alat penting dalam penanganan lingkungan yang tercemar. Melibatkan penentuan konsentrasi total
polutan menggunakan teknik analisis kimia canggih seperti Kromatografi Gas-Massa Spektroskopi (GC-MS) atau
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) tes. Penggunaan konsentrasi total kemungkinan mendeteksi risiko
karena hanya sebagian kecil dari jumlah total polutan, fraksi bioavailable, benar- benar akan berdampak pada
organisme hidup; ini ketidakmampuan untuk membedakan antara dua merupakan kelemahan utama dari metode
analisis tradisional.
Kontaminan dengan daya larut air yang buruk (misalnya, PCB, Poli Aromatik Hidrokarbon [PAH]). Itu
kemampuan untuk memantau ketersediaan hayati polutan yang sangat penting, karena tidak hanya memberikan
lebih akurat informasi

mengenai risiko bahwa terkontaminasi polutan bagi kesehatan manusia, tetapi juga menentukan efektifitas proses
bioremediasi potensial. Saat ini, perhatian telah diberikan peningkatan untuk uji bioavailabilitas yang lebih baik
memprediksi risiko eksposur nyata. Salah satu alternatif tersebut adalah pemanfaatan biosensors yang sangat
selektif dan sensitif terhadap polutan tertentu.
Whole-cell biosensors mikroba telah menjadi salah satu dimensi terbaru alat molekuler dalam pemantauan
lingkungan. Elemen biosensing dalam pembangunan. biosensors adalah mikroorganisme, pH dan suhu. Dalam
dekade terakhir, aplikasi terutama terfokus di tiga bidang:
 Monitoring kelangsungan hidup dan kemampuan kompetisi bakteri.
 Monitoring akar tanaman kolonisasi bakteri pengurai polutan di kompleks lingkungan sampel.
 Pemantauan tingkat polutan lingkungan tertentu.
Dalam beberapa tahun terakhir, salah satu daerah yang paling menarik menggunakan teknologi biosensor
adalah deteksi polutan lingkungan ketersediaan hayati, bioremediasi, dan toksisitas. Biosensors ini dibangun oleh
sebuah sekering- responsif promotor polutan ke reporter gen protein yang dapat dengan mudah diukur, dan seperti
konstruksi yang dapat ditemukan pada plasmid atau kromosom yang ditunjukkan oleh Willardson et al. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa toluen mereka penginderaan, luciferase berdasarkan seluruh-sel biosensor secara
akurat melaporkan toluena konsentrasi yang dalam rentang ± 3% yang diukur dengan standar GC-MS dan sensitif
biosensors sebagai alat khusus untuk mengukur konsentrasi yang relevan biologis dari polutan. Sebelumnya
aplikasi dari keseluruhan-sel biosensors mikroba untuk studi lingkungan terutama konsentrasi pada penggunaannya
sebagai biomarker untuk menyelidiki kelangsungan hidup dan kemampuan kompetisi dan untuk mendeteksi
ketersediaan hayati atau toksisitas polutan lingkungan. Layton et al melaporkan biosensor bercahaya strain,
Ralstonia eutropha ENV307 (pUTK60), mendeteksi ketersediaan hayati dari PCB dengan menyisipkan promotor
biphenyl dari gen bioluminescence. Dengan adanya biphenyl, dihasilkan bioluminescence yang tergantung pada
konsentrasi.
Keuntungan biosensors sebagai berikut:
 Biosensors hanya menentukan fraksi bioavailable senyawa, sehingga memberikan lebih akurat respon pada
toksisitas dari sampel. Bioavailabilitas juga penting dalam bioremediasi. Jika zat bioavailable, berpotensi ramah
lingkungan.
 Biosensors menyediakan cara murah dan sederhana untuk menentukan kontaminan.
 Karena mereka organisme hidup, mereka memberikan informasi tentang toksikologi senyawa yang berbeda.
 Biosensors yang tak tertandingi dalam mempelajari ekspresi gen dan fisiologi bakteri dalam kompleks
lingkungan.

Pengembangan Biosensors untuk Mendeteksi Biodegradasi PCB


PCB terdeteksi di lingkungan untuk pertama kalinya pada tahun 1966 oleh Jensen, dan telah ditemukan
di seluruh dunia termasuk di Kutub Utara dan daerah Antartika. Produksi PCB dilarang pada tahun 1970 di
Amerika Serikat dan di Republik Ceko pada tahun 1984. Namun, beberapa ratus juta kilogram telah dirilis ke
lingkungan. Wiegel dan Wu mendokumentasikan bahwa sepertiga dari seluruh AS PCB diproduksi saat ini
berada di lingkungan alam.
Salah satu ancaman utama bagi kesehatan masyarakat dari PCB adalah bahwa mereka menumpuk di
dalam makanan. Misalnya, konsumsi ikan yang terkontaminasi adalah rute utama bioakumulasi PCB di
manusia. Kemampuan bioakumulasi PCB di salmon telah meningkat ke tingkat yang lebih tinggi banyak
daripada makanan lainnya. Metode tradisional yang diterapkan dalam remediasi kontaminasi PCB termasuk
insinerasi, vitrifikasi, solidifikasi / stabilisasi, ekstraksi pelarut, desorpsi termal dan tanah. Dalam dekade
terakhir, yang ditengahi degradasi mikroba telah dianggap sebagai salah satu utama proses dalam
penanggulangan pencemaran PCB dari lingkungan yang terkontaminasi. Mikroorganisme yang tumbuh itu
biphenyl sebagai sumber karbon tunggal pertama kali diisolasi.

Washing Oil, Kegiatan Membersihkan Minyak dari Pantai

Bioremediasi di lingkungan akuatik juga dapat dilakukan di tempat tambak. Dalam hal ini digunakan
campuran bakteri nitrifikasi dan bakteri denitrifikasi diantaranya Bacillus sp. dan Saccharomyces sp., serta
campuran dari Bacillus sp., Nitrosomonas sp. dan Nirrosobacter sp. pada sistem budidaya udang sebagai agen
bioremediasi senyawa metabolit toksik arnonia dan nitrit di tambak udang. Penggunaan bakteri nitirifikasi dan
denitrifikasi untuk berfungsi menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) di
sistem tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan kelebihan residu senyawa
nitrogen yang berasal dari pakan dan berupa dilepaskan berupa gas N2 1 N20 ke atmosfer. Peran bakteri
nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi
nitrat atau nitrit menjadi dinitrogen oksida (N20) atau gas nitrogen (N2). Pemberian bakteri nitrifkasi dan
denitrifkasi sebagai agen bioremediasi ke dalam tambak udang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
bakteri yang berperan dalam proses remineralisasi unsur nitrogen dan membantu proses purifsi alarniah
(selfpurification) dalam siklus nitrogen.
Bioenergi
Kenaikan harga bahan bakar minyak dan menipisnya cadangan sumber
minyak bumi di Indonesia menjadi penghambat dalam beberapa aspek. Atas dasar masalah tersebut,
maka diperlukan upaya untuk mencari sumber-sumber energi alternatif. Salah satu potensi energi alternatif
adalah limbah biomasa yang dihasilkan dari aktivitas produksi pertanian yang jumlahnya sangat besar.
Biomasa bersifat mudah didapatkan, ramah lingkungan dan terbarukan. Potensi limbah biomassa
terbesar adalah dari limbah kayu hutan, kemudian diikuti oleh limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa
sawit dan tebu. Dengan mempertimbangkan potensi limbah pertanian dan penggunaannya di pedesaan,
penelitian-penelitian energi terbarukan dalam hal pengelolaan konservasi energi dan penggunaan secara efisien
adalah penting untuk dilakukan.
Jagung (Zea mays) merupakan tanaman pangan yang penting di
Indonesia. Sehingga limbah batang dan daun jagung kering juga melimpah dan merupakan sumber
masalah pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, untuk meminimalisir dampak pencemaran lingkungan oleh
limbah jagung, pengembangan sumber energi dari limbah ini sangat penting dilakukan. Selain murah dan dapat
diperbaharui, pemanfaatan limbah jagung tidak menimbulkan polusi bahkan dapat menguranginya. Potensi
pemanfaatan dan pengembangan sumber energi terbarukan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bahan bakar padat.


Sifat tongkol jagung memiliki kandungan karbon yang tinggi. Dalam bentuk arang (char), efisiensi
penggunaan energi tongkol jagung dapat ditingkatkan. Proses pembentukan arang (carbonization) menggunakan
prinsip dasar proses pirolisa cepat/karbonasi cepat, dimana terjadi proses pembakaran pada suhu berkisar 150-
600oC dengan udara yang sangat terbatas.
Biomasa mengandung selulosa dan hemiselulosa. Produk akhir dari hidrolisa selulosa adalah glukosa.
Glukosa dikenal sebagai gula dengan 6 gugus karbon (dapat difermentasi), sedangkan bagian hemiselulosa
adalah D-xylosa adalah gula dengan 5
gugus karbon. D-xylosa adalah jumlah gula nomor dua terbanyak di alam dan bahan potensial untuk
makanan dan bahan bakar. Gula hemiselulosa (D-xylosa) dapat diperoleh dengan produktivitas 80-90% dari
xylan dengan asam atau hidrolisa enzimatik. Penggunaan D-xylose pada produksi komersial dari zat-zat kimia
bernilai ekonomis tinggi seperti ethanol, asam asetat, 2,3-butanadiol, aseton, isopropanol dan n-butanol dengan
menggunakan mikroorganisme. Ethanol dan 2,3 butanadiol merupakan bahan bakar alkohol yang berasal dari
proses fermentasi gula atau molase. Ethanol mempunyai nilai energi 122 MJ/kg, sedangkan 2,3-butanediol nilai
energinya 114 MJ/kg.
Riset dalam rangka mempelajari peranan mikroorganisme pada gula pentose masih dalam taraf
pengembangan. Peneliti dari universitas Purdue-AS telah mengembangkan ragi dengan modifikasi genetika,
dimana diharapkan dapat memfermentasikan selulosa menjadi etanol secara efisien. Ragi hasil rekayasa
genetika paling tidak mampu menghasilkan lebih dari 30% etanol dari sejumlah bahan tanaman. Tujuannya
adalah membuat etanol dengan harga yang kompetitif dengan bensin.

Bioremediasi Air Asam Tambang

Air Asam Tambang (AAT) adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan lindian, rembesan
atau aliran yang telah dipengaruhi oleh oksidasi alamiah mineral sulfida yang terkandung dalam batuan yang
terpapar selama penambangan. Untuk menganggulangi air asam tambang ini biasanya menggunakan active dan
passive treatment, yang masing-masing memiliki metode-metode sendiri. Secara teknis, limbah minyak bumi
bisa dibersihkan menggunakan bakteri Bacillus sp. ICBB 7859. Sementara limbah merkuri bisa menggunakan
Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512. Sedangkan fenol menggunakan khamir Candida sp. ICBB 1167 dan
Pseudomonas sp. Dalam bidang pertanian, teknologi ini pernah di uji cobakan di Lembang. Pada daerah
persawahan yang tercemar oleh limbah pabrik tekstil yang mengandung kadmium. Unsur beracun terberat kedua
setelah merkuri. Setelah dibioremediasi dalam hitungan minggu, persawahan pun kembali dapat ditanami padi.
Bioremediasi Perairan Akibat Limbah Rumah Tangga
Meningkatnya aktivitas manusia di lingkungan rumah tangga menyebabkan semakin besarnya volume
limbah yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Volume limbah rumah tangga meningkat 5 juta m3 pertahun
dengan peningkatan kandungan sebesar 50%. Konsekuensinya adalah beban badan air yang dijadikan tempat
pembuangan limbah rumah tangga menjadi semakin berat. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pencemaran
yang banyak menimbulkan kerugian bagi manusia dan lingkungan.
Belum adanya teknik pengolahan, biaya mahal serta penerapan pengolahan limbah yang sulit membuat
lingkungan merasakan dampaknya. Hal ini dikuatkan dengan asumsi dan pemikiran masyarakat bahwa
membuang limbah rumah tangga langsung ke lingkungan tidak akan menimbulkan dampak yang serius. Salah
satu pemikiran yang dapat dikembangkan adalah dengan memamfaatkan sumber daya alam yang telah diketahui
memiliki kaitan erat dengan proses penjernihan limbah rumah tangga. Salah satu contohnya adalah tanaman air
yang tumbuh di kolam atau genangan air di sekitar pemukiman. Ada 4 jenis tanaman air dilihat dari sifat dan
posisi hidupnya yaitu:
1) Marginal aquatic plant; tanaman air yang hidup di bagian tepian peraian
2) Floating aquatic plant; tanaman air yang hidup di bagian permukaan peraian
3) Submerge aquatic plant; tanaman air yang hidup melayang di dalam peraian
4) The deep aquatic plant; tanaman air yang hidup di dasar peraian
Kemampuan tanaman air untuk menjernihkan limbah cair akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian.
Penataan tanaman air dalam suatu bedengan-bedengan kecil dalam kolam pengolahan dapat berfungsi sebagai
saringan hidup bagi limbah cair yang dilewatkan pada bedengan. Proses yang terjadi adalahpenyerapan dan
penyaringan oleh akar dan batang tanaman air, pross pertukaran dan penyerapan ion.
Tanaman yang pernah dijadikan bahan penelitian dalam bioremediasi limbah cair rumah tangga adalah
mendong (Iris sibirica), Teratai (Nymphaea firecrest), Kiambang (Spirodella polyrrhiza) dan Hidrilla (Hydrilla
verticillata). Keadaan limbah cair rumah tangga setelah dialirkan pada kolam yang diberi tanaman air tadi
memiliki efek dari segi fisik limbah yaitu terjadi penurunan kekeruhan sebesar 27,99 NTU (kondisi normal
kekeruhan perairan <20 NTU) dan penurunan padatan yang tersuspensi sebesar 66,95%, terjadi penurunan suhu
sampai 10,7%. pH awal limbah rumah tangga kebanyakan bersifat asam, dengan menggunakan bioremediasi
tanaman air ini dapat ditingkatkan sebesar 2,5-7,46% dari suhu limbah sebelumnya. Peningkatan pH ini semakin
membuat pH limbah menuju pH aman bagi lingkungan yang berkisar antara 6-9. Faktor lain yang juga
mengalami peningkatan adalah kandiungan oksigen terlarut yang semakin meningkat.
Dalam limbah rumah tangga biasanya terdapat mikroorganisme yang bernama Coliform yang jumlahnya
dalam keadaan normal dalam perairan adalah 20.000 sel/ 100 ml air. Bioremediasi dengan menggunakan
tanaman air ini menyebabkan jumlah Coliform semakin sedikit dengan semakin banyaknya ragam tanaman air
dalam kolam yang digunakan sebagai kolam penyaringan.
Pengolahan Limbah Ikan menjadi Biodiesel
Cadangan bahan bakar yang berasal dari fosil semakin lama semakin berkurang sementara itu jumlah
konsumsinya semakin lama semakin meningkat, sehingga perlu adanya alternatif bahan bakar pengganti dari
bahan bakar yang terbarukan. Salah satu alternatifnya adalah dengan adanya biodiesel untuk menggantikan
solar.
Selama ini, pengolahan ikan hanya menimbulkan masalah limbah yang dapat mencemari lingkungan.
Kegiatan pengolahan ikan ini hanya selalu menimbulkan limbah karena yang dimbil hanya berupa dagingnya
saja, sementara kepala, isi perut dan kulitnya dibuang. Bagian ikan yang dibuang inilah yang disebut dengan
limbah ikan.
Limbah ikan jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran terutama bau yang sangat
menyengat dikarenakan terjadinya proses dekomposisi protein ikan. Proses penguraian protein ikan ini yang
dilakukan oleh bakteri menghasilkan pecahan-pecahan protein sederhana dan berbau busuk seperti adanya gas
H2S, amonia, indol, skatol dan lain-lain. Pada saat ikan mati, enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan
merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa, bau, rupa dan tekstur. Hal ini
ditambah dengan perubahan secara kimiawi dengan terjadinya oksidasi lemak daging ikan oleh oksigen di udara
sehingga menimbulkan bau tengik. Hal ini membuat bakteri pembusuk semakin cepat mengalami pertumbuhan.
Limbah pengolahan ikan masih banyak yang belum dimanfaatkan. Untuk mendukung kegiatan Zero
Waste, maka perlu dilakukan terobosan baru dalam pemanfaatannya. Pengolahan ikan patin termasuk salah satu
pengolahan ikan yang banyak menghasilkan limbah. Limbah yang ditimbulkan menghasilkan bau busuk dan
akan berakibat pada terganggunya kesehatan manusia yang dapat ditularkan oleh lalat. Ikan patin yang
mengandung banyak protein (dalam limbahnya juga demikian) memungkinkan untuk dilakukan pengolahan
menjadi biodiesel sebagai alternatif pensubstitusian bahan bakar fosil. Dengan banyaknya ikan sebesar 1 ton
menghasilkan limbah ikan sebanyak 150-200 kg untuk sekali penyalaian atau sekali kegiatan. Oleh karena itu,
jika limbah ikan ini tidak dilakukan proses daur ulang, akan banyak sekali limbah yang menumpuk
dilingkungan.
Pengolahan limbah ikan patin menjadi biodiesel dilakukan dengan memanfaatkan minyak ikan yang
berasal dari limbah perut ikan patin. Proses awal dilakukan berupa pengukusan limbah perut ikan patin sehingga
diperoleh minyak ikan. Kemudian minyak tersebut diolah menjadi biodiesel (Gambar 1)
Tahap berikutmya yaitu pembuatan biodiesel dari minyak ikan yang dihasilkan (Diagram 1)

Penggunaan katalis CaCO3 pada reaksi alkoholis minyak atau lemak akan menghasilkan biodiesel yang
baik. Pemisahan niodiesel dari produknya (gliserol) dapat dilakukan dengan teknik penyaringan. Hasil
pengolahan limbah ikan menjadi biodiesel ini memiliki karakteristik yang memenuhi standart karakteristik
biodiesel yang ada seperti massa jenisnya sebesar 857 (SNI 850-890 kg/m3), viscositas kinematik sebesar 2,66
(SNI 2,3-6,0 mm2/s), titik nyala 138oC (SNI min 100oC), kadar air 0,04% (SNI maksimal 0,05), angka asam mg-
KOH sebesar 0,068 g (SNI maksimal 0,06 g), angka Iod sebesar 22,23 g/100 (SNI maksimal 115 g/100) dan
angka Setana sebesar 54,206 (SNI minimal 51).
Bioremediasi Limbah Pengolahan Ikan
Meningkatnya industrialisasi dan aktivitas manusia, khususnya dibidang perikanan memebrikan dampak
positif bagi perekonomian masyarakat dan memberikan peningkatan nilai sektor industri perikanan. Dampak
negatif juga sering terjadi karena industri pengolahan ikan ini belum menerapkan prinsip pengelolaan
lingkungan yang baik. Hal ini semakin menambah jumlah limbah yang masuk ke lingkungan khususnya
perairan. Pada konsentrasi tertentu limbah ini memberikan dampak negatif bagi kualitas air dan kelangsungan
hidup organisme yang ada di perairan tersebut.
Salah satu pengolahan limbah yang cukup murah dan aman adalah pengolahan secara biologi dengan
memanfaatkan tanaman tertentu sebagai biofilter . tanaman memiliki kemampuan untuk mengikat unsur-unsur
dari lingkungan sekitar dan sensitif terhadap perubahan habitat lingkungan baik fisik maupun kimia.
Tanaman apu-apu (Pistia sp.) merupakan tanaman air yang biasanya dianggap gulma oleh masyarakat.
Namun tumbuhan tersebut dapat memebrikan keuntungan bagi perairan yang tercemar. Tanaman apu-apu
merupakan jenis gulma air yang sangat cepat tumbuh dan mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan baru.
tanaman pengganggu ini dapat digunakan untuk menyerap unsur-unsur toksik pada air limbah.
Tanaman apu-apu yang digunakan sebagai bioremediator alami, akarnya akan semakin bertambah
panjang dan semakin banyak jumlahnya. Perairan yang diberi tanaman ini akan mengalami perubahan warna
dari keruh menjadi jernih yang diduga dikarenakan semakin berkembangnya akar sehingga penyerapan limbah
organik di perairan semakin tinggi. Dengan semakin panjang dan banyaknya akar yang ada, tanaman ini juga
mampu mencengkram lumpur dengan berkas-berkas akarnya sehingga perairan ini menjadi bersih. Kemampuan
ini juga dapat dimanfaatkan sebagai pembersih sungai yang kotor.
Kemampuan tanaman ini dalam pengikat limbah organik terlihat dari semakin jernihnya perairan dan juga
semakin berkurangnya kandungan bahan organik dengan semakin banyaknya penutupan tang dilakukan
terhadap perairan. Kemampuan ini merupakan hasil simbiosis antara tanaman apu-apu dengan bakteri rizofera
yang terdapat di bagian akarnya. Tumbuhan ini memiliki 3 mekanisme dalam bioremediasi yaitu :
1) Fitostabilisasi sebagai proses imobilisasi kontaminan dalam air disebabkan oleh terbawa aliran air tanah
melalui pori kapiler.
2) Rizofiltrasi yang berhubungan dengan absorbsi kontaminan yang ada di akar.
3) Rizodegradasi dimana terjadi penguraian kontaminan dalam air oleh aktivitas mikroba pada perakaran
tanaman air.

Biomassa
Biomassa adalah material yang berasal dari organisma hidup yang meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan
produk sampingnya seperti sampah kebun, hasil panen dan sebagainya. Tidak seperti sumber-sumber alamiah
lain seperti petroleum, batubara dan bahan bakar nuklir, biomassa adalah sumber energi terbarukan yang
berbasis pada siklus karbon.Biomassa bisa digunakan secara langsung maupun tidak langsung sebagai bahan
bakar. Briket arang, briket sekam padi, briket ranting dan daun kering adalah contoh bahan bakar biomassa yang
dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar pemanas atau sumber tenaga.
Nilai kalor bakar biomassa bervariasi tergantung kepada sumbernya. Pemakaian biomassa dapat memberi
kontribusi yang signifikan kepada managemen sampah, ketahanan bahan bakar dan perubahan iklim. Di
pedesaan, utamanya di negara-negara berkembang, biomassa dari kayu, daun, sekam padi dan
jerami merupakan bahan bakar utama untuk pemanasan dan memasak. Catatan dariInternational Energy
Agency menunjukkan bahwa energi biomassa menyediakan 30% dari suplai energi utama di beberapa
berkembang. Dewasa ini lebih dari 2 juta penduduk dunia masih tergantung kepada bahan bakar biomassa
sebagai sumber energi primer. Pemakaian biomassa secara langsung dapat menghemat bahan bakar fosil, akan
tetapi disisi lain jika dipakai dalam ruang tanpa ventilasi yang memadai bahan bakar biomassa yang digunakan
secara langsung dapat membahayakan kesehatan. Laporan International Energy Agency dalam World energy
Outlook 2006 menyebutkan bahwa 1.3 juta orang di seluruh dunia meninggal karena pemakaian biomassa
secara langsung. Selain pennggunaan secara langsung sebagai bahan bakar padat, biomassa dapat diolah
menjadi berbagai jenis biofuel cair dan gas.

Biofuel
Biofuel merupakan bahan bakar terbarukan yang cukup menjanjikan. Biofuel dapat secara luas
didefinisikan sebagai padatan, cairan atau gas bakar yang mengandung atau diturunkan dari biomassa. Definisi
yang lebih sempit mendefinisikan biofuel sebagai cairan atau gas yang berfungsi sebagai bahan bakar
transportasi yang berasal dari biomasssa. Biofuel dipandang sebagai bahan bakar alternatif yang penting karena
dapat mengurangi emisi gas dan meningkatkan ketahanan energi.
Penggunaan minyak nabati (BBN) sebagai bahan biofuel sebenaranya sudah dimulai pada tahun 1895 saat
Dr. Rudolf Christian Karl Diesel mengembangkan mesin motor yang dijalankan dengan BBN. BBN saat itu
adalah minyak yang didapatkan langsung dari pemerasan biji sumber minyak, yang kemudian disaring dan
dikeringkan. Bahan bakar minyak nabati mentah yang digunakan pada mesin diesel buatan Dr. Rudolf Christian
Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayur. Namun karena pada saat itu produksi minyak bumi berlimpah
dan murah, maka BBN untuk mesin diesel tersebut secara perlahan-lahan diganti dengan minyak solar dari
minyak bumi. Selain itu BBN yang didominasi oleh trigliserida memiliki viskositas dinamik yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan solar. Viskositas bahan bakar yang tinggi akan menyulitkan pengaliran bahan bakar
ke ruang bakar sehingga dapat menurunkan kualitas pembakaran dan daya mesin. Oleh karena itu, untuk
penggunaan BBN secara langsung mesin diesel harus dimodifikasi terlebih dahulu, misalnya dengan
penambahan pemanas BBN untuk menurunkan viskositas. Pemanas dipasang sebelum sistem pompa dan
injektor bahan bakar.
Saat ini biofuel telah digunakan di berbagai negara, industri biofuel tersebar di Eropa, Amerika dan Asia.
India, misalnya mengembangkan biodiesel dari tanaman jarak pagar (Jatropha). Kebanyakan biofuel dipakai
untuk transportasi otomotif. India mentargetkan penggunaan 5% bioetanol sebagai bahan bakar transportasi,
sementara cina sebagai prodesen utama etanol di Asia mentargetkan 15% bioetanol sebagai bahan bakar
transportasinya pada tahun 2010. Biofuel dapat diproduksi dari sumber-sumber karbon dan dapat diproduksi
dengan cepat dari biomassa. Sebagai Negara agraris Indonesia sangat potensial mengembangkan industri biofuel
nya sendiri. Pertama, bahan baku berupa tanaman energi tersebar di seluruh wilayah Indonesia dari Sabang
sampai Merauke. Produksi tanaman energi dari tahun ke tahun juga cenderung meningkat sehingga kita tidak
perlu kawatir kekurangan sumber energi nabati ini. Sebagai contoh luas perkebunan tebu dan ubi kayu dari tahu
ketahun meningkat dengan tajam. Kedua jenis tanaman tersebut merupakan bahan baku pembuatan bioetanol.
Tabel 1. Potensi EBT (Biofuel) di Indonesia
(diolah dari Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005–2025, Lampiran B, Jakarta, 2005)

Bioetanol
Bioetanol saat ini merupakan biofuel yang paling banyak digunakan. Di USA pada tahun 2004 produksi
etanol (termasuk bioetanol) mencapai 3 sampai dengan 4 billion gallons dan terus meningkat dari tahun ke
tahun. Bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang prospektif karena beberapa alasan seperti tidak member
kontribusi pada pemanasan global, dapat dicampur dengan gasoline sampai 10% (E10) dapat dibuat dari bahan-
bahan alami (biomassa) yang dapat diperbaharui (renewable) seperti ubi kayu, jagung dan buah-
buahan. Sebagai pengganti MTBE (methyl tertiary butyl ether) yang potensial. MTBE adalah aditif bahan bakar
(fuel additive) yang bersifat toksik dan dewasa ini banyak digunakan di beberapa negara.
Bioetanol pada prinsipnya adalah etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi sehingga dinamakan
bioetanol. Bioetanol dihasilkan dari distilasi bir hasil fermentasi. Bioetanol merupakan bahan bakar nabati yang
relatif mudah dan murah diproduksi sehingga industri rumahan sederhana pun mampu membuatnya. Biasanya
bioetanol dibuat dengan teknik fermentasi biomassa seperti umbi-umbian, jagung atau tebu dan dilanjutkan
dengan destilasi. Bioetanol dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung sebagai bahan bakar.
Untuk bahan bakar kendaraan bermotor terlebih dahulu bioetanol harus dicampur dengan premium dengan
perbandingan tertentu. Hasil pencampuran ini kemudian disebut dengan Gasohol (Gasoline Alcohol). Gasohol
memiliki performa yang lebih baik daripada premium karena angka oktan etanol lebih tinggi daripada premium.
Selain itu gasohol juga lebih ramah lingkungan daripada premium. Penguapan bioetanol dari cair ke gas juga
tidak secepat bensin. Karena itu pemakaian bioetanol murni pada kendaraan dapat menimbulkan masalah.
Tetapi masalah dapat diatasi dengan mengubah desain mesin dan reformulasi bahan bakar.

Biodiesel
Biodiesel atau alkil ester bersifat sama dengan solar, bahkan lebih baik nilai cetanenya. Riset tentang
biodiesel telah dilakukan di seluruh dunia khususnya di Austria, Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat. Bahan
baku utamanya antara lain minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari. Di Hawaii biodiesel
dibuat dari minyak goreng bekas dan di Nagano, Jepang bahan baku dari restoran-restoran cepat saji telah
dipakai sebagai bahan baku biodiesel. Saat ini biodiesel telah merebut 5% pangsa pasar ADO (automotive diesel
oil) di Eropa. Pada tahun 2010 Uni-Eropa mentargetkan pencapaian sampai 12%. Malaysia telah
mengembangkan pilot plant biodiesel berbahan baku minyak sawit dengan kapasitas berkisar 3000 ton/hari yang
telah siap memenuhi kebutuhan solar transportasi. Secara keseluruhan Saat ini di dunia telah terdapat lebih dari
85 pabrik biodiesel berkapasitas 500 – 120.000 ton/tahun dan pada 7 tahun terakhir ini 28 negara telah menguji-
coba biodiesel sebagai pengganti BBM, 21 di antaranya kemudian memproduksi. Amerika dan beberapa negara
Eropa bahkan telah menetapkan Standar Biodiesel yang kemudian diadopsi di beberpa Negara berkembang.
Di Indonesia biodiesel biasanya menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (Crude Palm Oil),
minyak nyamplung, minyak jarak, minyak kelapa, palm fatty acid distillate (PFAD) dan minyak ikan. Biodiesel
dapat digunakan pada mesin diesel tanpa modifikasi. Biodiesel dibuat dengan berbagai metode.
Transesterifikasi adalah salah satu teknik pembuatan biodiesel yang paling popular dewasa ini karena aman,
murah dan mudah dilakukan. Biodiesel bersifat ramah lingkungan karena tidak memberi kontribusi kepada
pemanasan global, mudah didegradasi, mengandung sekitar 10% oksigen alamiah yang bermanfaat dalam
pembakaran dan dapat melumasi mesin. Keuntungan-keuntungan lain pada penggunaan biodiesel adalah mudah
dibuat sekalipun dalam sekala rumah tangga (home industry) dan menghemat sumber energi yang tidak
terbarukan (bahan bakar fosil) serta dapat mengurang biaya biaya kesehatan akibat pencemaran udara.
Pemanfaatan sumber-sumber nabati seperti minyak kelapa dan CPO (Crude Palm Oil) baik minyak segar
maupun bekas (jelantah) sebagai bahan baku produksi biodiesel juga merupakan keuntungan karena dapat
membuka peluang usaha bagi petani dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM).

Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik
termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik, sampah atau limbah biodegradable dalam
kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Biogas dapat digunakan
sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik. Metana yang terkandung di dalam biogas,
bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan
emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen
limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila
dibandingkan dengan karbon dioksida. Saat ini, banyak negara maju mulai meningkatkan penggunaan biogas
yang dihasilkan baik dari limbah cair, padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan limbah. Komposisi gas
di dalam biogas yang dihasilkan bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Rata-rata
biogas memiliki konsentrasi metana sekitar 50%, sedangkan sistem pengolahan limbah modern dapat
menghasilkan biogas dengan kadar metana berkisar dari 55-75%.
Biogas merupakan Energi terbarukan yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang relatif lebih
sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan. Energi biogas memproses limbah bio atau bio massa di dalam alat
kedap udara yang disebut digester. Biomassa berupa limbah dapat berupa kotoran ternak bahkan tinja manusia,
sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya.
Biogas adalah suatu gas methan yang terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara)
oleh bakteri methan atau Methanobacterium disebut juga bakteri anaerobic.
Bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa)
sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas.Gas methan sama
dengan gas elpiji (liquidified petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas methan mempunyai satu atom C,
sedangkan elpiji lebih banyak

Biogas Metana
Biogas adalah gas kaya metan yang dihasilkan dari aktifitas bakteri anaerobik. Biogas dapat terbakar
dengan nilai energi antara 21-28 MJ/m3. Metana ini dihasilkan dari dua jalur utama, yaitu jalur asam asetat dan
asam volatile lainnya (VFA) atau disebut juga asetoclastic methanogen ini mencapai 75 % dari total produksi
gas metana. Sedangkan sisanya diproduksi dari jalur yang ke dua, yaitu jalur karbon dioksida dan hydrogen
disebut juga hydrogenotrophic methanogen.
Tahap Pembentukan Biogas Metana pada Landfill (LFG)
1. Tahap I-Beban puncak biowaste sellulosa, oksigen terlarut turun sampai ke level nol, nitrogen dan karbon
dioksida cenderung ke level sebagaimana di atmosfer.
2. Tahap II-Karbon dioksida, hydrogen dan asam lemak bebas naik ke level tertinggi, level nitrogen turun sampai
sekiitar 10 %, sellulosa mulai di hidrolisis.
3. Tahap III-Karbon dioksida menurun sampai sekitar 40 %, produksi metana mencapai kondisi steady state di
sekitar 60 %, asam lemak bebas menurun ke level minimum, hidrolisis sellulosa berlanjut ke laju yang linier
terhadap waktu, level nitrogen turun mendekati nol.
4. Tahap IV-Karbon dioksida dan metana berlanjut ke kondisi steady state pada konsentrasi masing-masing 40 %
dan 60 %, komponen sellulosa menurun stbil.
5. Tahap V-Sellulosa terdokomposisi sempurna, pada akhirnya produksi karbon dioksida dan metana turun ke
nol, oksigen dan nitrogen kembali ke level atmosfer.
Metana bersifat eksplosif pada konsentrasi 5-15 % volume dan mempunyai densitas pada 20 °C sebesar 0,72
kg/m3.Hidrogen pada 20 °C memiliki karakteristik yang sama dengan metana bila konsentrasi 4-74 % dan
densitas 0,09 kg/m3. Karbon dioksida pada 20 °C mempunyai densitas 1,97 kg/m . Nilai kalor biogas dengan
komposisi 60 % CH4dan 40 % CO2antara 5,5-6,5 kWh/m (ini menarik sebagai sumber energi terbarukan).
Dengan perkiraan produksi biogas 400 m3per ton berat sellulosa basah, simulasi prospek produksi dari
pengolahan limbah sangat menarik. Namun kenyataannya hanya 25 % dari potensi energi tersebut dapat dicapai
dan hal ini membutuhkan upaya yang intensif untuk meningkatkan efisiensi prosesnya.

MEMBUAT INSTALASI BIOGAS SEDERHANA


Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil
perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah
model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar
kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknyaÿ biogas yang diinginkan.
Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen,
batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.
Gambar: Unit pengolahan kotoran sapi menjadi biogas
Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung
disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus dibangun juga penampung sludge (lumpur) dimana
slugde tersebut nantinya dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan proses pembuatan biogas dengan langkah
langkah sebagai berikut:
1. Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada
bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan kedalam digester
2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama
kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang ada didalam digester
terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai
digester penuh.
3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi rumen segar
dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester
penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang terbentuk
adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai
menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan menyala
5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas
atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan.
Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara
kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal
Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan untuk memasak juga
mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik padat dan pupuk organik cair dan yang lebih
penting lagi adalah mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa
diperbaharui.
Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang
menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan
dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan

Short Rotation Coppicing


Short rotation coppicing adalah suatu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman dengan
intensifikasi produksi. Hal ini dilakukan dengan penggunaan bibit unggul, varietas yang dapat tumbuh cepat
atau hibrida, sering dengan variasi Salix atau spesies popular. SRC meliputi penanaman yang pemanenannya
dapat dilakukan terus menerus sehingga tersedia sumber biomassa untuk pembakaran dalam waktu yang lama.
Dalam SRC ini perlu disediakan lahan yang cukup untuk secara rutin digilir 2-4 tahun. Hasil produksi bisa
mencapai 8-20 ton kering per hektar dengan nilai kalor 15.000 MJ/ton.
Pemanenan dapat dilakukan bergilir sesuai dengan lokasi petak kebun untuk mendapatkan hasil produksi
yang diinginkan dari tahun ke tahun. Pada bentuk tanaman energi ini, pertumbuhan kembali tanaman tersebut
dapat menjamin pemenuhan kebutuhan secara kontinyu. Penggunaanya dengan cara dibakar dalam bentuk chip
atau potongan kecil.
Ada 4 variabel penting dalam peningkatan produksi biomassa energi ini terhadap rasio luas lahan, yaitu
iklim perkebunan, irigasi untuk pertumbuhan tanaman, ketersediaan nutrisi di tanah dan manajemen.

F. Manfaat Bioteknologi Lingkungan

1. Membantu Proses Pendaur Ulangan Kotoran Ternak


Kotoran ternak seperti kambing, sapi, kerbau biasanya ditimbun di satu tempat dan dibiarkan sampai mengering.
Setelah itu akan mulai diolah dengan berbagai cara sehingga menghasilkan pupuk. Proses pembuatan pupuk
tersebut sebagian besar memanfaatkan ilmu biologi. Pupuk yang terbuat dari kotoran ternak sering disebut
sebagai pupuk kandang.

2. Pengolahan Kembali Sampah Plastik


Banyaknya sampah plastik di berbagai tempat yang sudah mencemari lingkungan seperti sungai, laut, tempat –
tempat umum dan lainnya, tentu saja akan memicu kerusakan lingkungan. Dengan kejadian semacam itu, sudah
selayaknya dicarikan solusi terbaik untuk menanganinya dengan baik. Jalan keluar yang terbaik adalah dengan
mengolahnya kembali sehingga bisa lebih mempunyai nilai manfaat. Proses pengolahannya pun tidak lepas dari
ilmu biologi.

3. Pengolahan Sampah Dedaunan


Daripada sampah dedaunan yang berserakan, kemudian dibersihkan dan hanya berujung pada proses
pembakaran saja tanpa ada manfaat yang bisa diperoleh. Dengan memanfaatkan ilmu biologi, kita bisa
mengubah sampah dedaunan organik tersebut menjadi pupuk kompos.

4. Penguraian Pencemaran Minyak


Banyak kejadian yang seringkali memicu pencemaran lingkungan. Contoh saja seperti tumpahnya minyak di
perairan laut yang bisa merusak ekosistem di dalamnya. Kemudian dengan adanya kejadian tersebut, ilmu
biologi dimanfaatkan untuk membantu mengatasinya. Yakni dengan menggunakan bakteri untuk melakukan
penguraian terhadap minyak yang tumpah tersebut.

5. Penanganan Pencemaran Udara


Manfaat biologi di bidang lingkungan kali ini berhubungan dengan kualitas udara. Di lingkungan perkotaan
yang sangat banyak kendaraan bermotor dan juga pabrik tentu saja akan ikut andil dalam menyumbang sebagian
besar pencemaran udara. Pada akhirnya solusi terbaik yang bisa dilakukan ialah dengan memanfaatkan ilmu
biologi yakni menyediakan jantung kota melalui penghijauan. Terdapat banyaknya pohon akan membantu
mengurangi karbondioksida karena tumbuhan merupakan penghasil oksigen yang baik.

6. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sebagai Bahan Bakar


Dewasa ini telah ditemukan pemfaatan baru terhadap kotoran ternak melalui penerapan bidang ilmu biologi
sehingga dihasilkan cara yang lebih efisien dalam upaya membantu penghematan energi. Kotoran hewan yang
sudah diolah sedemikian rupa sehingga bisa berubah menjadi biogas sangat bermanfaat menggantikan LPG
dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari – hari akan gas.

7. Menciptakan Tata Kota Yang Baik


Perencanaan dan pengelolaan tata kota yang baik diperlukan cara yang tepat dalam hal menerapkan ilmu yang
ada. Sehingga nantinya akan diperoleh hasil yang bisa memperhitungkan banyak hal dan pada akhirnya
lingkungan yang akan dibangun tidak mendapatkan dampak buruk seperti halnya pencemaran. Hal ini bisa
dilakukan dengan memanfaatkan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

8. Konservasi Sumber Daya Alam


Sumber daya alam terbagi menjadi dua yakni yang bisa diperharui dan tidak bisa diperberharui. Konservasi
merupakan cara yang tepat untuk digunakan dalam rangka membantu melestarikan sumber daya alam yang bisa
diperharui. Caranya yakni dengan membudidayakan jenis – jenis tanaman langka menggunakan berbagai
macam teknik ilmu biologi serta menjaganya.

9. Melakukan Kegiatan Penghijauan


Penghijauan merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan.
Proses penghijauan pun jika ingin sukses juga diperlukan teknis khusus. Jenis tanaman yang akan ditanam,
harus diketahui terlebih dahulu karakteristiknya dengan memanfaatkan ilmu biologi agar bisa tumbuh dengan
baik.

10. Pengolahan Limbah Dengan Menggunakan Teknik Lumpur Aktif


Teknik lumpur aktif merupakan penerapan ilmu biologi dengan cara memanfaatkan mikroba yang tersuspensi.
Nantinya mikroba akan membantu proses oksidasi terhadap CO2, NH4 H2O dan sel biomasa baru sehingga
pencemaran yang diakibatkan karena limbah bisa dikendalikan.

11. Membantu Dalam Pembersihan Tempat Penampungan Tinja


Sebelumnya jika ingin membersihkan tempat penampungan tinja di rumah, pastinya membutuhkan bantuan dari
jasa sedot wc. Namun dengan menggunakan jasa sedot wc, timbulah pertanyaan dari banyak orang, kemanakah
tinja ini akan dibuang? Apalagi setiap harinya sekali sedot saja sudah mendapatkan cukup banyak tinja.
Bagaimana jika seharinya saja menyedot puluhan bahkan ratusan rumah.

Jika tinja dibuang sembarangan tentu saja akan menimbulkan masalah baru yakni pencemaran lingkungan.
Dengan adanya kondisi semacam ini, ada teknologi baru yang memanfaatkan ilmu biologi. Proses pembersihan
penampungan tinja dilakukan dengan cara memanfaatkan bakteri.

12. Pemanfaatan Tanaman Gambut Untuk Antisipasi Kebakaran Hutan

Meningkatnya presentase kebakaran hutan di Indonesia sangat mempengaruhi kondisi kelestarian lingkungan.
Untuk itu dalam upaya menurunkan angka presentase dan pencegahan kebakaran hutan sejak dini, bisa
memanfaatkan tanaman gambut karena akarnya yang merambat dan mengandung banyak air, sangat cocok
untuk digunakan mengendalikan nyala api.

13. Pengolahan Lahan Pertanian


Pengolahan lahan pertanian yang baik akan membantu membuat kondisi tanah menjadi semakin subur. Dengan
memanfaatkan rantai makanan secara alamiah tentunya kelestarian lingkungan akan ikut terjaga. Tanah yang
subur menjadi dasar dan pondasi untuk tumbuhan bisa tumbuh dengan subur. Hal ini tentu saja tidak lepas dari
penerapan ilmu biologi.

14. Pembudidayaan Terumbu Karang


Perilaku pencari ikan yang tidak sedikit menggunakan peralatan – peralatan dan teknik berbahaya sangat
berdampak pada kelestarian lingkungan. Terumbu karang yang rusak akibat perilaku tersebut, tentu saja
menurunkan aktivitas alamiah dari ekosistem terkait.

Untuk melakukan penyelamatan terhadap ekosistem laut di atas, bisa ditangani dengan cara membudidayakan
terumbu karang. Sekarang ini sudah banyak pembudidayaan dengan teknik baru yang memanfaatkan ilmu
biologi yakni menggunakan media tanam terlebih dahulu. Upaya yang dilakukan tersebut sangat membantu dan
ikut andil dalam menjaga kelestarian lingkungan.

15. Pemanfaatan Sistem Tanam Hidroponik


Semakin sempitnya lahan di area perkotaan membuat kualitas udara menjadi menurun. Walaupun sudah
disediakan ruang terbuka hijau yang dibuat khusus untuk jantung kota, belum mampu menyediakan kualitas
udara yang baik untuk penduduk secara keseluruhan.
DAPUS
Dahuri, Rokmin. 2012. Industri Bioteknologi Kelautan Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru
Indonesia. http://blogs.itb.ac.id/ratnaekaputri/2012/11/26/industri-bioteknologi-kelautan-sebagai-mesin-
pertumbuhan-ekonomi-baru-indonesia/. Diakses tanggal 9 Maret 2013.
Hermana, Joni. 2011. Bioteknologi Lingkungan. Fakultas teknik sipil dan perencanaan–
ITSsurabaya. http://www.ftsp.its.ac.id. Diakses tanggal 9 Maret 2013.
Pablo, Julian. 2012. Mata Kuliah Biologi.
Bioremediasi. http://matakuliahbiologi.blogspot.com/2012/06/bioremediasi.html. Diakses tanggal 9 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai