Graciella Theresia Marsella Indrianti Lutfi Kharisma
Graciella Theresia Marsella Indrianti Lutfi Kharisma
Oleh:
Graciella Theresia
Marsella Indrianti
Lutfi Kharisma
SMAN 27 JAKARTA
JAKARTA
2021
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL
INOVASI PENDIDIKAN INDONESIA
IDEA #4
Nama Ketua : Marsella Indrianti
Mengetahui
Guru Pembimbing Ketua
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Karya tulis ini disusun dalam
rangka mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN) IDEA #4 yang
diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta .
Dalam penyusunan karya tulis ini, kami mengangkat judul mengenai Strategi
Pembelajaran berbasis pendidikan karakter melalui RAPIKAN (Rasakan, Pikirkan,
dan Lakukan) untuk Meningkatkan Etika dan Moral Siswa Taman Kanak-kanak. Kami
mengucapkan terima kasih kepada panitia dan berbagai pihak yang telah membantu
dalam tercetusnya ide dan penyusunan karya tulis ini.
Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca. Harapan kami semoga ide dalam penulisan karya tulis ini dapat
menginspirasi bagi para pembaca dan harapan kami semoga ide dalam penulisan karya
tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam mengembangkan
pendidikan etika dan moral pada siswa taman kanak-kanak.
Tim Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Strategi Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter Melalui
Rapikan (Rasakan, Pikirkan, Dan Lakukan) Untuk Meningkatkan
Etika Dan Moral Siswa Taman Kanak-Kanak
Marsella Indrianti, Lutfi Kharisma, Graciella Theresia
SMAN 27 Jakarta
ABSTRAK
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah proses pembelajaran pengetahuan, kebiasaan, dan
keterampilan dari diri manusia yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui proses sosialisasi. Karakter adalah sifat atau watak, akhlak
ataupun kepribadian dari seseorang yang mereka pelajari dan lewat semasa
mereka hidup. Keberadaan karakter berarti keberadaan fondasi dari soft skill
yang justru lebih menunjang tingkat kesuksesan seseorang dalam hidupnya
kelak. Hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki setiap manusia yang
harus dibangun terus menerus (Rahmasari, 2019).
dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3, Pendidikan
nasional berfungsi berbagi kemampuan serta membuat tabiat dan peradaban
bangsa yg bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
buat menyebarkan potensi peserta didik supaya menjadi insan yg beriman serta
bertakwa kepada ilahi yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, berdikari, serta menjadi masyarakat negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. terdapat 2 hal penting yang wajib diwujudkan sang forum
pendidikan. Yaitu mengembangan kemampuan yang berkaitan dengan otak yg
merujuk pada kualitas akademik, dan menghasilkan watak yg berkaitan
menggunakan hati yang merujuk di lulusan yang berakhlak mulia (Adibatin,
2016).
Masa pandemi dimana pembelajaran dilakukan dengan jarak jauh
menyebabkan meningkatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Adapun pengaruh negatif dari perkembangan IPTEK yang cukup signifikan.
(Lickona, 1996) mengidentifikasi sepuluh buah kesamaan remaja yang tampak
pada perilakunya sehari-hari yaitu: 1) meningkatnya pemberontakan remaja,
dua) meningkatnya ketidakjujuran, 3) berkurangnya rasa hormat terhadap orang
tua, guru, dan pemimpin, 4) meningkatnya kelompok sahabat sebaya yang
kejam dan bengis, 5) keluarnya kejahatan serta perampokan, 6) berbahasa tidak
1
sopan, 7) merosotnya etika serta pandangan hidup kerja, 8) meningkatnya sifat-
sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab, 9)
timbulnya gelombang sikap yg menyimpang, seperti perilaku seksual prematur,
penyalahgunaan obat terlarang serta sikap bunuh diri, serta 10) tumbuhnya
ketidaktahuan sopan-santun, termasuk mengabaikan moral sebagai dasar hidup,
seperti senang memeras, tidak menghormati peraturan-peraturan, serta sikap
membahayakan diri sendiri serta orang lain. sang karena itu, pendidikan
karakter perlu ditingkatkan intensitas serta kualitasnya pada seluruh jalur dan
jenjang pendidikan, melalui pengintegrasian ke pada semua mata pelajaran di
sekolah.
Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi asal pendidikan moral
sebab bukan sekedar mengajarkan mana yang benar serta mana yg salah , tetapi
membantu anak-anak merasakan nilai-nilai yg baik, mau dan mampu
melakukannya. Pembentukan karakter pribadi anak (character building)
sebaiknya dimulai dalam famili sebab interaksi pertama anak terjadi pada
lingkungan famili. Pendidikan karakter usahakan di terapkan sejak anak usia
dini sebab pada usia dini sebab sangat memilih kemampuan anak pada
membuatkan potensinya. Pendidikan karakter di anak usia dini bisa
mengantarkan anak di matang dalam mengolah emosi. Kecerdasan emosi
merupakan bekal penting pada mempersiapkan anak usia dini pada
menyongsong masa depan yang penuh dengan tantangan, baik secara akademis
juga pada kehidupan berbangsa serta bernegara (Sudaryanti, 2012).
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka perlu
strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan Pendidikan karakter peserta
didik dimasa pandemi maupun pasca pandemi untuk mempersiapkan
Pendidikan yang berkemajuan. Oleh sebab itu, peneliti menggagas sebuah ide
yang berjudul “Strategi Pembelajaran berbasis pendidikan karakter melalui
RAPIKAN (Rasakan, Pikirkan, dan Lakukan) untuk Meningkatkan Etika dan
Moral Siswa Taman Kanak-kanak”
2
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalahnya yaitu
Bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan karakter di taman
kanak-kanak?
Manfaat :
Dapat mengetahui cara mengembangkan pendidikan karakter untuk
meningkatkan etika dan moral pada siswa di taman kanak-kanak.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Strategi Pembelajaran
1. Pengertian Strategi Pembelajaran
Kata strategi berasal dari bahasa Latin strategia, yang diartikan sebagai
seni penggunaan rencana untuk mencapai tujuan. Strategi pembelajaran
menurut Frelberg & Driscoll (1992) dapat digunakan untuk mencapai berbagai
tujuan pemberian materi pelajaran pada berbagai tingkatan, untuk siswa yang
berbeda, dalam konteks yang berbeda pula. Gerlach & Ely (1980) mengatakan
bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu,
meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan
pengalaman belajar kepada siswa.
Dick & Carey (1996) berpendapat bahwa strategi pembelajaran tidak
hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya
materi atau paket pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri atas semua
komponen materi pelajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk
membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Strategi pembelajaran
juga dapat diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan
digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi
sekolah, lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan.
2. Teori yang Melandasi Strategi Pembelajaran
Crowl, Kaminsky & Podell (1997) mengemukakan tiga pendekatan
yang mendasari pengembangan strategi pembelajaran. Pertama, Advance
Organizers dari Ausubel, yang merupakan pernyataan pengantar yang
membantu siswa mempersiapkan kegiatan belajar baru dan menunjukkan
hubungan antara apa yang akan dipelajari dengan konsep atau ide yang lebih
luas. Kedua, Discovery Learning dari Bruner, yang menyarankan pembelajaran
dimulai dari penyajian masalah dari guru untuk meningkatkan kemampuan
4
siswa dalam menyelidiki dan menentukan pemecahannya. Ketiga, peristiwa-
peristiwa belajar dari Gagne.
a. Advance Organizer
Guru menggunakan advance organizer untuk mengaktifkan
skemata siswa (eksistensi pemahaman siswa), untuk mengetahui apa
yang telah dikenal siswa, dan untuk membantunya mengenal relevansi
pengetahuan yang telah dimiliki. Advance organizer memperkenalkan
pengetahuan baru secara umum yang dapat digunakan siswa sebagai
kerangka untuk memahami isi informasi baru secara terperinci Anda
dapat menggunakan advance organizer untuk mengajar bidang studi
apa pun.
b. Discovery Learning dari Bruner
Teori belajar penemuan (discovery) dari Bruner mengasumsikan
bahwa belajar paling baik apabila siswa menemukan sendiri informasi
dan konsep- konsep. Dalam belajar penemuan, siswa menggunakan
penalaran induktif untuk mendapatkan prinsip-prinsip, contoh-contoh.
Misalnya, guru menjelaskan kepada siswa tentang penemuan sinar
lampu pijar, kamera, dan CD, serta perbandingan antara invention
dengan discovery (misalnya, listrik, nuklir, dan gravitasi). Siswa,
kemudian menjabarkan sendiri apakah yang dimaksud dengan invention
dan bagaimana perbedaannya dengan discovery. Dalam belajar
penemuan, siswa “menemukan” konsep dasar atau prinsip-prinsip
dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang mendemonstrasi- kan
konsep tersebut. Bruner yakin bahwa siswa “memiliki” pengetahuan
apabila menemukan sendiri dan bertanggung jawab atas kegiatan
belajarnya sendiri, yang memotivasinya untuk belajar.
c. Peristiwa-peristiwa Belajar menurut Gagne
Gagne (dalam Gagne & Driscoll, 1988) mengembangkan suatu
model berdasarkan teori pemrosesan informasi yang memandang
pembelajaran dari segi 9 urutan peristiwa sebagai berikut.
5
1) Menarik perhatian siswa
2) Mengemukakan tujuan pembelajaran.
3) Memunculkan pengetahuan awal.
4) Menyajikan bahan stimulasi
5) Membimbing belajar.
6) Menerima respons siswa.
7) Memberikan balikan.
8) Menilai unjuk kerja.
9) Meningkatkan retensi dan transfer
B. Berbagai Jenis Pendekatan dalam Pembelajaran
Ada beberapa dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi
strategi pembelajaran. Berikut ini akan dikemukakan beberapa di antaranya
untuk dipahami dan pada saatnya dapat dipilih serta digunakan secara efektif.
Berdasarkan bentuk pendekatannya, dibedakan:
1. Expository dan Discovery/Inquiry
Dari hasil penelitian Edwin Fenton diketahui bahwa strategi
pembelajaran yang banyak digunakan oleh para guru, bergerak pada suatu
garis kotinum yang digambarkan sebagai berikut guru hanya memberikan
informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti-
bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang
diberikan oleh guru. Pembelajaran telah diorganisasikan oleh guru
sehingga siap disampaikan kepada siswa dan siswa diharapkan belajar dari
informasi yang diterimanya itu, pembelajaran itu disebut ekspositori.
Gerlach & Ely (1980) mengatakan bahwa kontinum tersebut di atas
berguna bagi guru dalam memilih metode pembelajaran. Titik-titik yang
bergerak dari ujung kiri sampai ke ujung kanan mengandung unsur-unsur
ekspositori dengan berbagai metode yang bergerak sedikit demi sedikit
sampai pada unsur discovery (penemuan).
2. Discovery dan Inquiry
6
Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan
inquiry (penyelidikan) penemuan adalah proses mental yang
mengharapkan siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip.
Proses mental, misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, dan
membuat kesimpulan. Konsep, misalnya bundar, segitiga, demokrasi, dan
energi. Prinsip, misalnya “setiap logam apabila dipanaskan memuai”.
Inquiry, merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan
lebih mendalam). Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih
tinggi tingkatannya. Misalnya, merumuskan masalah, merancang
eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis
data, dan membuat kesimpulan. Penggunaan discovery dalam batas-batas
tertentu baik, untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry baik untuk
siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi.
3. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Sejak dulu cara belajar ini telah ada, yaitu bahwa dalam kelas mesti
terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa. Hanya saja kadar
(tingkat) keterlibatan siswa itu yang berbeda. Jika dahulu guru lebih banyak
menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat ini
dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa.
Kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, melainkan berpusat
pada siswa (student centered). Siswa pada hakikatnya memiliki potensi
atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas maka kewajiban
gurulah untuk memberi stimulus agar siswa mampu menampilkan potensi
itu, betapa pun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan
keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf
perkembangannya sehingga siswa memperoleh konsep. Dengan
mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa
akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep,
serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses pembelajaran
seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif. Hakikat dari
7
CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam
kegiatan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya:
a. Proses asimilasi/pengalaman kognitif yang memungkinkan
terbentuknya Pengetahuan.
b. Proses perbuatan/pengalaman langsung yang memungkinkan
terbentuknya Keterampilan.
c. Proses penghayatan dan internalisasi nilai yang memungkinkan
terbentuknya nilai dan sikap.
C. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak. Karakter mengacu kepada serangkaian sikap
(attitude), perilaku (behavior), motivasi (motivation), dan keterampilan
(skill). John Sewey merupakan hal yang lumrah dalam teori pendidikan
bahwa pembentukan watak (karakter) merupakan tujuan umum pengajaran
dan pendidikan budi pekerti di sekolah. Kekuatan karakter akan terbentuk
dengan sendirinya jika ada dukungan dan dorongan dari lingkungan
sekitar. Peran keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat dominan dalam
mendukung dan membangun kekuatan karakter.
2. Pendidikan Karakter Bangsa
a) Intelligence plus character that is the goal of true education
(kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang
sebenarnya) - Martin Luther King.
b) Karakter mengendalikan pikiran dan perilaku kita, yang tentu saja
menentukan kesuksesan, cara kita menjalani hidup, meraih obsesi
dan menyelesaikan masalah.
c) Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata
pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu
penanaman moral, nilai - nilai etika, estetika, budi pekerti yang
8
luhur. Dan yang terpenting adalah praktikan setelah informasi
tersebut di berikan dan lakukan dengan disiplin oleh setiap elemen
sekolah
3. Tujuan Pendidikan Karakter
Mengacu pada fungsi pendidikan Nasional. UU RI No 20 tahun 2003
pasal 3 menyebutkan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan
membantu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi, peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman yang bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
a) Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan
Warga Negara yang berbudaya dan karakter bangsa.
b) Mengembangkan Kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji
c) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab.
d) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
e) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi.
4. Prinsip Pendidikan Karakter
Character Education Quality Standart merekomendasikan sebelas prinsip
untuk mewujudkan karakter yang efektif, sebagai berikut:
a) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
b) Mengidentifikasikan karakter secara komperehensif supaya
mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.
c) Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk
membangun karakter.
d) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
9
e) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku
yang baik.
f) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan
menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter
mereka dan membantu mereka untuk sukses.
g) Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri para siswa.
h) Melibatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral
untuk berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan
untuk mematuhi nilainilai inti yang sama dalam membimbing
pendidiakn peserta didik.
i) Menumbuhkan kebersamaam dalam kepemimpinan moral dan
dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter.
j) Melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam
upaya pembangunan karakter
k) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai
pendidik karakter, dan sejauh mana peserta didik memanifestasikan
karakter yang baik.
10
motorik atau lewat cara sosial-emosional. Menurut Gardner (1999),
manusia itu sedikitnya memiliki 9 kecerdasan.
11
2. Pengertian Moral
Pengertian moral, menurut Suseno dalam (Kurnia, 2015) adalah ukuran
baikburuknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga
masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan moral adalah
pendidikan untuk menjadikan anak manusia bermoral dan manusiawi.
Sedangkan menurut Ouska dan Whellan (Kurnia, 2015), moral adalah
prinsip baik buruk yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang.
Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral berada dalam
suatu sistem yang berwujud aturan. Moral dan moralitas memiliki sedikit
perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk sedangkan moralitas
merupakan kualitas pertimbangan baikburuk. Dengan demikian, hakekat
dan makna moralitas bisa dilihat dari cara individu yang memiliki moral
dalam mematuhi maupun menjalankan aturan.
12
BAB III
METODE PENULISAN
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode studi literatur. Studi leteratur
dilakukan untuk menganalisis kebutuhan mengenai permasalahan yang terjadi.
Tahapan studi literatur dimulai dengan mengumpulkan jurnal-jurnal yang
bertujuan untuk mengumpulkan gagasan-gagasan yang relevan terkait ide yang
peniliti gunakan, yang selanjutnya jurnal-jurnal tersebut akan menjadi acuan
dalam pembuatan karya tulis ini. Setelah melakukan tahap studi literatur dan
pengumpulan jurnal, hal selanjutnya yang dilakukan adalah membuat laporan
penulisan dan selesai.
B. Kerangka berpikir
RAPIKAN
(Rasakan, Pikirkan, Lakukan)
14
BAB IV
PEMBAHASAN
Gagne (2005) menjabarkan peristiwa belajar atau dikenal dengan the nine
event of instruction yang dihubungkan dengan strategi pembelajaran, yang
mencakup:
1) Gaining attention (menarik perhatian)
2) Informing learners of the objective (menjelaskan tujuan pembelajaran)
3) Stimulating recall of prior learning (mengingatkan pengetahuan sebelumnya)
4) Presenting the stimulus (memberi stimulus)
5) Providing learning guidance (memberi petunjuk belajar)
6) Eliciting performance (memfasilitasi berkembangnya kinerja)
7) Providing feedback (memberi umpan balik)
8) Assessing performance (menilai kemampuan atau kinerja)
9) Enhancing retention and transfer (meningkatkan pemahaman dan transfer
pengetahuan peserta didik).
15
B. Mengembangkan Aktivitas Pembelajaran melalui Rasakan, Pikirkan dan
Lakukan (RAPIKAN)
Secara sederhana aktivitas merupakan tugas dalam pembelajaran yang
melibatkan pengalaman dan partisipasi langsung dari peserta didik. Pada kali ini
Aktivitas belajar yang akan di kembangkan adalah untuk meningkatkan etika dan
moral pada peserta didik Taman kanak-kanak dengan cara Rasakan, Pikirkan, dan
Lakukan (RAPIKAN). Aktivitas pembelajaran sering disebut dengan kegiatan
belajar mengajar (KBM), yang merujuk pada berbagai aktivitas mulai dari aktivitas
pendahuluan, inti, dan penutup.
A. Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dilakukan saat sebelum memulai kegiatan belajar.
Aktivitas yang biasa dilakukan yaitu guru yang memberikan semangat dan
motivasi pada peserta didik agar semakin semangat dan tekun dalam belajar.
Lalu, biasanya juga guru Taman kanak-kanak mengajak peserta didiknya
bermain games. Lalu, setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang
akan dilaksanakan.
B. Kegiatan Inti
Aktuvitas yang dilakukan pada kegiatan inti adalah guru memberikan dan
mengajarkan materi pembelajaran. Untuk meningkatkan etika dan moral pada
peserta didik di taman kanak-kanak, materi yang diberikan sesuai strategi
pembelajaran dengan menggunak metode Rasakan, Pikrikan dan Lakukan
(RAPIKAN).
a. Rasakan
Guru memperlihatkan gambar suatu peristiwa sederhana yang bisa
terjadi pada kehidupan sehari-hari.
b. Pikirkan
Setelah peserta melihat gambar tersebut, peserta didik diberikan waktu
untuk berpikir hal apa yang akan dia lakukan.
c. Lakukan
16
Setelah peserta didik tahu hal apa yang akan dia lakukan, peserta didik
melakukan hal tersebut.
(1) (2)
17
(3)
18
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Strategi Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter Melalui
RAPIKAN (Rasakan, Pikirkan, dan Lakukan) untuk Meningkatkan Etika dan
Moral Siswa Taman Kanak-kanak yang mengajarkan anak-anak merasakan
nilai-nilai yang baik, mau, dan mampu melakukannya untuk membentuk
karakter pribadi anak. Dalam mengembangkan dan membentuk pendidikan
karakter di Taman Kanak-kanak, semua komponen harus terlibat seperti,
komponen itu sendiri ( Metode Rasakan, Pikirkan, dan Lakukan ), media buku
untuk mendukung proses pembelajaran, guru, orang tua dan lingkungan
sekolah.
B. Saran
Diharapakan dengan adanya penerapan penddikan karakter di Taman
Kanak-kanak melalui RAPIKAN (Rasakan, Pikirkan, dan Lakukan) dapat
membentuk pribadi siswa yang jujur dalam berprilaku dan memiliki
kepribadian yang sesuai dengan norma-norma agama dan negara. Untuk itu
penerapan pendidikan karakter di masa dini sangat diperlukan karena pola pikir
yang masih mudah dipengaruhi dan dibentuk, sehingga dapat menjadi generasi
yang beretika dan bermoral.
19
DAFTAR PUSTAKA
20