Anda di halaman 1dari 13

Standar Kompetensi : Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi

Kompetensi Dasar : 1. Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat


2. Menganalisis cara perpindahan kalor
3. Menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah
Indikator : 1.1 Menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda
1.2 Menganalisis pengaruh perubahan suhu benda terhadap ukuran benda (pemuaian)
1.3 Menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan wujud benda
2.1 Menganalisis perpindahan kalor dengan cara konduksi
2.2 Menganalisis perpindahan kalor dengan cara konveksi
2.3 Menganalisis perpindahan kalor dengan cara radiasi
3.1 Mendeskripsikan perbedaan kalor yang diserap dan kalor yang dilepas
3.2 Menerapkan asas Black dalam peristiwa pertukaran kalor

A. SUHU DAN TERMOMETER


Suhu didefinisikan sebagai ukuran atau derajat panas dinginnya suatu benda atau sekumpulan zat. Benda
yang panas memiliki suhu yang tinggi, sebaliknya benda yang lebih dingin memiliki suhu yang lebih rendah.
Pada hakikatnya, suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata yang dimiliki oleh molekul-molekul suatu
benda. Semakin tinggi suhu benda, semakin besar pula kecepatan rata-rata getaran molekul-molekulnya.
Alat ukur suhu disebut termometer, yang bekerja berdasarkan sifat-sifat termometrik zat. Sifat-sifat
termometrik yaitu sifat-sifat yang diperlihatkan oleh benda karena perubahan suhu yang dialaminya.
Sebagai contoh, air raksa akan memuai bila dipanaskan dan menyusut bila didinginkan. Air raksa memiliki
koefisien muai yang kecil, yang berarti hanya dibutuhkan sedikit perubahan panas untuk melihat efek
pemuaian pada air raksa. Disamping itu air raksa warnanya mengkilat sehingga mudah diamati. Dua alasan
inilah yang menjadi pertimbangan kenapa air raksa banyak digunakan sebagai pengisi tabung pipa kapiler
pada termometer.
Termometer yang banyak dijumpai di masyarakat umum adalah jenis termometer air raksa /alkohol. Pada
termometer jenis ini terdapat titik atas (ta) dan titik bawah (tb). Titik atas adalah skala yang ditunjukkan oleh
termometer saat digunakan untuk mengukur suhu air mendidih (titik didih air) pada tekanan normal,
sedangkan titik bawah adalah skala yang ditunjukkan oleh termometer saat digunakan untuk mengukur
suhu air membeku (titik beku air) pada tekanan normal.
Terdapat beberapa macam skala yang biasa digunakan untuk mengkalibrasi sebuah termometer, yakni
skala Celcius, skala Reamur, skala Fahrenheit, dan skala Kelvin.
C R F Pada termometer skala Celcius, terdapat 100 skala
Titik atas (ta)
diantara dua titik referensi ta dan tb. Ini berarti 1 skala
1
100 80 212 bernilai 100 kali perubahan suhu antara ta dan tb.
Pada termometer skala Reamur, terdapat 80 skala
diantara dua titik referensi ta dan tb. Ini berarti 1 skala
1
bernilai 80 kali perubahan suhu antara ta dan tb.
Pada termometer skala Fahrenheit, terdapat 180
skala diantara dua titik referensi ta dan tb. Ini berarti 1
0 0 32 Titik bawah(tb) 1
skala bernilai 180 kali perubahan suhu antara ta dan
tb.
Faktor konversi antara ketiga macam skala tersebut dapat dicari dengan cara sebagai berikut :
(C – tb)C : (R – tb)R : (F – tb)F = (ta – tb)C : (ta – tb)R : (ta – tb)F
(C – 0) : (R – 0) : (F – 32) = (100 – 0) : (80 – 0) : (212 – 32)
C : R : (F – 32) = 100 : 80 : 180

C : R : (F – 32) = 5 : 4 : 9

yang berarti :

C 5 5 4 C 5 5( F  32) 9
  C  R atau R  C ;  C atau F  C  32
R 4 4 5 F  32 9 9 5

Besaran suhu dalam sistem internasional (SI) dinyatakan dalam satuan Kelvin (skala Kelvin atau skala
termodinamik). Hubungan antara skala Celcius dan Kelvin adalah:

K = oC + 273

Dengan K : skala Kelvin, dan oC : skala Celcius.

Contoh Soal :
1. Suatu benda suhunya 40 oC. Nyatakan suhu benda tersebut dalam skala Reamur, skala Fahrenheit, dan
skala Kelvin !

Penyelesaian :

* Dalam skala Reamur * Dalam skala Fahrenheit * Dalam skala Kelvin


R = 54 C F = 95 C  32 K = C  273
= 40  273
= 54 ( 40) = 95 (40)  32 = 313 K
= 32 oR = 104 oF

2. Titik bawah dari suatu termometer X adalah -20, sedangkan titik atasnya 130. Berapa suhu yang
ditunjukkan oleh termometer X bila digunakan untuk mengukur suhu benda pada 50 oC?

Penyelesaian :

C X Faktor konversi untuk dua jenis skala termometer ini adalah:


Titik atas (ta) (C – tb)C : (X – tb)X = (ta – tb)C : (ta – tb)X
100 130 (C – 0) : (X – (– 20) = (100 – 0) : (130 – (– 20)
C : (X + 20) = 100 : 150
C : (X + 20) = 2 : 3
yang berarti :
0 -20 Titik bawah(tb)

X  20 3 3 3
  X  C  20  (50)  20  55 o X
C 2 2 2

Benda padat, cair, maupun gas pada umumnya akan memuai bila dipanaskan dan menyusut bila
didinginkan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu benda semakin cepat gerakan molekul-molekul
penyusunnya yang menyebabkan secara keseluruhan jarak antar molekul menjadi bertambah.
Sekalipun efek pemuaian dan penyusutan ini cukup kecil untuk diamati, namun fenomena pemuaian sangat
penting dipertimbangkan utamanya dalam bidang rekayasa kontruksi : jembatan baja, sambungan antar
beton di jalan raya, sambungan rel kereta api, dan pemasangan jendela terutama untuk daerah-daerah
dengan fluktuasi suhu yang signifikan.

Pemuaian Zat Padat


Ada tiga faktor yang mempengaruhi besarnya pertambahan panjang sebatang logam ketika dipanaskan,
yaitu:
 Koefisien muai panjang logam () yang nilainya khas untuk masing-masing jenis logam. Batang besi
dan seng yang panjangnya sama dipanaskan pada kenaikan suhu yang sama, akan didapatkan
pertambahan panjang seng lebih besar daripada yang dialami besi. Hal ini disebabkan koefisien muai
panjang seng lebih besar daripada besi.
 Panjang mula-mula sebelum dipanaskan (Lo), yang artinya untuk pertambahan suhu yang sama,
sebatang tembaga yang panjangnya 2 meter akan bertambah panjang 2 kali dari pertambahan panjang
batang tembaga 1 meter.
 Besarnya kenaikan suhu (T), yang berarti semakin besar kenaikan suhunya semakin besar pula
pertambahan panjang yang diakibatkan.

Secara matematis, pengaruh ketiga faktor tersebut terhadap besarnya pertambahan panjang diperlihatkan
melalui persamaan :
L  Lo T

Panjang akhir akibat pemanasan adalah :

L  Lo  T  L  Lo  Lo T  L  Lo (1   T )
dimana :
L : panjang akhir akibat perubahan suhu (m)  : koefisien muai panjang logam (oC-1)
Lo : panjang mula-mula (m) T : besarnya perubahan suhu (oC)

Besarnya perubahan suhu, T = Takhir – Tawal

Bagaimana dengan logam berbentuk benda luasan? Tinjaulah sebuah pelat logam berbentuk persegi yang
panjang sisinya Lo, setelah dipanaskan panjang kedua sisinya menjadi L. Perubahan luas pelat akibat
pemanasan diperoleh dari perubahan panjang yang terjadi pada kedua sisinya. Bila luas akhir setelah
pemuaian adalah A, maka :

A = L x L = (L)2 = (Lo + Lo  T)2 = Lo2 + 2Lo2  T + Lo2 2 T2

Luas pelat mula-mula Ao = Lo2 , dan nilai  yang relatif kecil sehingga suku Lo2 2 T2 dapat diabaikan,
didapatkan:

A = Ao + Ao(2)T = Ao (1 + 2T)

Bila 2 kita sebut sebagai , yaitu koefisien muai luas bahan, maka persamaan di atas dapat ditulis
sebagai:

A = Ao + Ao()T = Ao (1 + T)   = 2
Ini berarti, besarnya pertambahan luas pelat akibat pemanasan : A  Ao  T

A  Ao  T  A  Ao  Ao  T  A  Ao (1   T )
Luas akhir akibat pemanasan adalah :
dimana :
A : luas akhir akibat perubahan suhu (m)  : koefisien muai luas (oC-1)   = 2
Ao : luas mula-mula (m) T : besarnya perubahan suhu (oC)
Dengan cara yang hampir sama, untuk benda berbentuk volume akan mengalami pertambahan volume
akibat pemanasan sebesar :
V  Vo  T

Volume akhir akibat pemanasan adalah :

V  Vo  T  V  Vo  Vo  T  V  Vo (1   T )
dimana :
V : volume akhir akibat perubahan suhu (m)  : koefisien muai volume (oC-1)   = 3
Vo : volume mula-mula (m) T : besarnya perubahan suhu (oC)

Dari uraian di atas, dapat dirangkum pemuaian pada zat padat sebagai berikut :
Pemuaian panjang L = LoT L = Lo + L = Lo(1 + T)  konstanta
Pemuaian luas A = AoT A = Ao + A = Ao(1 + T)  = 2
Pemuaian volume V = VoT V = Vo + V = Vo(1 + T) =3

Pemuaian Volume Zat Cair


Pemuaian volume zat cair dimanfaatkan salah satunya untuk pembuatan termometer tabung zat cair
(termometer raksa atau termometer alkohol). Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa pemuaian volume zat
cair lebih besar daripada pemuaian volume zat padat untuk kenaikan suhu yang sama.

V  Vo  T  V  Vo  Vo  T  V  Vo (1   T )
dimana :
V : volume akhir akibat perubahan suhu (m)  : koefisien muai volume (oC-1)
Vo : volume mula-mula (m) T : besarnya perubahan suhu (oC)

Khusus untuk molekul-molekul air terdapat sifat khas, disebut anomali air. Anomali seperti ini diperlihatkan
juga oleh parafin dan bismuth.
Perhatikan grafik yang menunjukkan anomali air berikut:

V (lt) Ketika air dipanaskan dari suhu 0 sampai dengan 4 oC justru


volumenya menyusut. Setelah melewati suhu 4 oC, pemanasan akan
kembali menyebabkan volumenya bertambah.
Ini berarti volume air berada pada nilai minimumnya pada suhu 4 oC,
t (oC)
atau berada pada massa jenis yang paling besar (karena volume
4 berbanding terbalik dengan massa jenis).
Pemuaian Gas
Persamaan Umum Gas Ideal
Keadaan suatu sistem gas ideal ditentukan oleh besaran kuantitas atau jumlah gas ( n), tekanan (P), volume
(V), dan suhu mutlak gas (T). Hubungan dari besaran-besaran tersebut akan mengikuti persamaan umum
gas ideal, yaitu :
PV  nRT
atau

PV
 nR
T

dimana : P : tekanan gas (Pa atau N/m2)


V : volume gas (m3)
T : suhu mutlak gas (Kelvin)
n : jumlah mol gas (mol)
R : tetapan umum gas

Dengan menjaga jumlah gas n bernilai tetap (misalnya dengan mengisolasi sistem gas), persamaan di atas
dapat ditulis sebagai :
PV
 tetap
T

atau

P1V1 PV
 2 2
T1 T2

Hukum Boyle
Hukum Boyle berkaitan dengan perubahan tekanan dan volume suatu sistem gas dalam kondisi suhu tetap
(isotermik).
P1V1 PV
 2 2
T1 T2
dengan T1 = T2 (proses isotermik) didapatkan :

P1V1  P2V2 atau PV  tetap

Hukum Charles atau Hukum Gay Lussac


Hukum Charles atau hukum Gay Lussac berkaitan dengan perubahan volume dan suhu suatu sistem gas
dalam kondisi tekanan tetap (isobarik).
P1V1 PV
 2 2
T1 T2
dengan P1 = P2 (proses isobarik) didapatkan :

V1 V2 V
 atau  tetap
T1 T2 T

Hukum Tekanan
Hukum Tekanan berkaitan dengan perubahan tekanan dan suhu suatu sistem gas dalam kondisi volume
tetap (isokhorik).
P1V1 PV
 2 2
T1 T2
dengan V1 = V2 (proses isokhorik) didapatkan :

P1 P P
 2 atau  tetap
T1 T2 T
Contoh Soal :
1. Gelas kaca pyrex ( = 3,2 x 10-6 /oC) volumenya 2 liter terisi penuh air ( = 2,1 x 10-4 /oC) pada suhu
25o C. Berapa volume air yang tumpah bila keduanya dipanaskan hingga suhu 75o C ?

Penyelesaian :
 Karena gelas ukurannya tipis, maka pada saat terisi penuh dapat dianggap volume gelas = volume
air. Demikian pula suhu keduanya dapat dianggap sama, yakni sama-sama dari suhu 25 o C
dipanaskan hingga suhunya 75o C.
 Karena air > gelas  (gelas = 3 x gelas), air akan memuai lebih banyak daripada pemuaian yang
dialami gelas. Selisih pemuaian inilah yang menyebabkan air dapat tumpah.
Jadi :
Vtumpah = Vair - Vgelas
= Vo air t - Vo gelas t
= Vo t (air - gelas)  t = 75 – 25 = 50 dan gelas = 3  = 3 (3,2 x 10-6) = 9,6 x 10-6 /oC
= 2 (50) (2,1 x 10-4 – 9,6 x 10-6)
= 102 (21 x 10-5 – 0,96 x 10-5)
= 102 (20,04 x 10-5)
= 2,04 x 10-2 liter
= 0,0204 liter
Jadi volume air yang tumpah adalah 0,0204 liter

2. Sejumlah gas ideal pada suhu 27o C volumenya 2 liter. Hitung volume gas bila dipanaskan pada
tekanan tetap hingga suhunya 327o C !
Penyelesaian :
 V1 = 2 liter ; T1 = 27 + 273 = 300 K ; T2 = 327 + 273 = 600 K ; P1 = P2 (proses isobarik)
 Pada perubahan sistem gas dalam tekanan tetap berlaku hukum Charles atau hukum Gay Lussac,
yakni :
V1 V2 V1T2
=  V2 =
T1 T2 T1
2 x 600
V2 = = 4 liter
300

B. KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD ZAT


Kalor merupakan salah satu bentuk energi yang dapat berpindah. Secara alamiah, kalor berpindah dari zat
yang bersuhu tinggi ke zat yang bersuhu lebih rendah.
Satuan energi kalor dalam Sistem Internasional adalah joule. Satuan lain yang sering digunakan yaitu kalori,
dimana keseteraan antara dua sistem satuan ini adalah :

1 kalori = 4,2 joule atau 1 joule = 0,24 kalori


angka konversi tersebut merupakan hasil pembulatan.
Bagaimana pengaruh kalor terhadap suatu zat ?
Benda yang mendapatkan tambahan kalor dari lingkungannya, baik dengan cara dipanaskan maupun hasil
interaksinya dengan benda lain yang lebih panas, akan mengalami satu atau dua kemungkinan sekaligus
sebagai berikut :
 suhu benda naik
 wujud benda berubah
Demikian pula sebaliknya, ketika sebuah benda melepas kalor kepada lingkungannya akan mengalami satu
atau dua kemungkinan sebagai berikut :
 suhu benda turun
 wujud benda berubah

Ada tiga jenis wujud (fase) zat, yakni fase padat, fase cair, dan fase gas. Perhatikan diagram berikut :

menyublim

melebur menguap

padat cair gas

membeku mengembun

Pada proses melebur, menguap, dan menyublim, zat membutuhkan kalor dari lingkungannya. Sebaliknya
pada proses membeku dan mengembun, zat akan melepas kalor kepada lingkungan. Perlu diperhatikan
bahwa jumlah kalor yang diperlukan untuk melebur akan sama dengan jumlah kalor yang dilepas oleh zat
pada proses membeku. Demikian pula jumlah kalor yang diperlukan untuk menguap sama dengan jumlah
kalor yang dilepas oleh zat pada proses mengembun.

Kalor Jenis Zat ( c )


Kalor jenis zat didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg suatu zat
sebesar 1 K.

Zat yang memiliki nilai kalor jenis yang tinggi berarti membutuhkan lebih banyak kalor untuk menaikkan
suhu 1 kg zat itu sebesar 1 K, dibandingkan dengan zat yang mempunyai nilai kalor jenis yang lebih kecil.
Dengan kata lain, kalor jenis zat menunjukkan mudah tidaknya suatu zat dinaikkan suhunya. Semakin besar
kalor jenisnya, semakin sulit zat itu dinaikkan suhunya karena jumlah kalor yang diperlukan semakin
banyak.

Total kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat dapat dihitung dengan persamaan :

Q  m c t
dimana :
Q : kalor yang diperlukan (Joule atau kalori) c : kalor jenis zat (J/Kg K atau kalori/gr oC)
m : massa zat (Kg atau gr) t : besarnya kenaikan suhu (K atau oC)

Sebagai contoh kalor jenis air besarnya c = 1 kalori/gr oC, yang berarti bahwa untuk menaikkan suhu 1 gram
air sebesar 1 oC diperlukan kalor sebanyak 1 kalori.

Kalor Laten
Tidak semua perlakuan pemberian kalor kepada suatu zat akan menaikkan suhu zat itu. Bila zat berada di
titik leburnya, maka tambahan kalor digunakan oleh zat untuk melebur. Bila zat berada di titik didihnya,
maka tambahan kalor digunakan oleh zat untuk menguap.

Kalor laten didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk merubah wujud 1 Kg suatu zat.
Ada dua jenis kalor laten, yaitu kalor lebur ( L )dan kalor penguapan ( U ). Kalor lebur berkaitan dengan
proses peleburan atau pembekuan, sedangkan kalor penguapan berkaitan dengan proses penguapan atau
pengembunan.

Banyaknya kalor yang diperlukan untuk merubah wujud suatu zat dihitung dengan persamaan :
Q  mL dan Q  mU

proses peleburan proses penguapan


dimana :
Q : kalor yang diperlukan (Joule atau kalori)
m : massa zat (Kg atau gr)
L : kalor lebur (J/Kg atau kalori/gr)
U : kalor penguapan (J/Kg atau kalori/gr)
Sebagai contoh, kalor lebur es adalah L = 80 kalori/gr yang berarti bahwa untuk merubah wujud 1 gram es
menjadi air diperlukan kalor sebanyak 80 kalori.

Kapasitas Kalor ( C )
Seperti telah disebutkan di bagian sebelumnya, besarnya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
suatu benda dihitung dengan persamaan :
Q  m c t

Kadang-kadang untuk benda tertentu yang sering digunakan dalam percobaan-percobaan berkaitan dengan
aliran kalor, seperti bejana kalorimeter, lebih memudahkan jika faktor mc dipandang sebagai satu kesatuan.
Faktor ini diberi nama kapasitas kalor dengan lambang C. Dengan demikian, persamaan di atas dapat ditulis
dalam bentuk lain sebagai :
Q  C t
dimana :
Q : kalor yang diperlukan (Joule atau kalori)
C : kapasitas kalor (J/K atau kalori/ oC)  C=mc
t : besarnya kenaikan suhu (K atau oC)

Contoh Soal :
Kepada 200 gram es bersuhu -10o C diberikan kalor sebanyak 33.000 kalori sehingga seluruh es melebur
menjadi air. Tentukan suhu air yang terbentuk akibat pemanasan ini! (kalor jenis es = 0,5 kal/gr oC, kalor
lebur es = 80 kal/gr, kalor jenis air = 1 kal/groC)

Penyelesaian :
 Umpamakan keadaan akhir dari es tersebut adalah telah melebur seluruhnya menjadi air pada suhu x o C.
Grafik pemanasan yang terjadi adalah sebagai berikut :

Suhu (oC)
 Kalor yang diberikan kepada es pertama-tama digunakan
untuk menaikkan suhu es dari -10o C sampai suhu titik
x
leburnya, yaitu 0o C. Besarnya kalor yang diserap es pada
proses ini adalah :
fase cair
Q1 = m ces tes
melebur  Ketika es berada pada titik leburnya, pemberian kalor tidak
waktu digunakan untuk menaikkan suhu es, melainkan untuk
fase padat melebur, yaitu proses perubahan fase padat menjadi air.
-10 Besarnya kalor yang diserap pada tahap ini adalah :
Q2 = m Les
 Setelah seluruh es melebur menjadi air, sisa kalor yang masih ada digunakan untuk menaikkan suhu air
yang terbentuk hingga xo C. Banyaknya kalor yang terserap untuk tahap terakhir ini adalah :

Q3 = m cair tair

 Total kalor yang diperlukan (Qtot) :


Qtot = Q1 + Q2 + Q3
33.000 = m ces tes + m Les + m cair tair (massa zat bernilai tetap / tidak terjadi kehilangan massa)
33.000 = 200 (0,5) (0 – (–10 )) + 200 (80) + 200 (1) (x – 0)
33.000 = 1.000 + 16.000 + 200x
16.000 = 200x
x = 80o C

Jadi pada keadaan akhir, seluruh es telah melebur menjadi air pada suhu 80o C.

C. HUKUM KEKEKALAN ENERGI KALOR (ASAS BLACK)


Ketika sejumlah zat yang panas dicampur dengan zat lain yang lebih dingin, kalor akan mengalir secara
spontan dari zat yang panas ke zat yang lebih dingin hingga dicapai kesetimbangan termal, yakni suhu
kedua zat sama tingginya.

air panas air dingin air hangat


Air yang panas dicampur dengan air yang dingin, sehingga diperoleh campuran yang hangat. Ini berarti air
yang panas turun suhunya, karena memberikan kalor kepada air yang dingin. Di pihak lain, air yang dingin
naik suhunya karena ia menyerap kalor dari air panas. Jika sistem ini terisolir, yaitu aliran kalor bebas dari
pengaruh lingkungan, maka berlaku hukum kekekalan energi kalor (asas Black), yaitu:
Jumlah kalor yang dilepas oleh zat yang panas sama dengan jumlah kalor yang diserap oleh zat yang
dingin.
Dinotasikan sebagai : Qlepas  Qserap

Contoh Soal :
200 gram es yang suhunya -8o C dicampur dengan 400 gram air panas bersuhu 90 o C. Berapa suhu
campuran setelah terjadi kesetimbangan termal ?
Penyelesaian :
 Asumsikan sistem bersifat terisolir, artinya pertukaran kalor hanya terjadi antara air dengan es dan tidak
dipengaruhi oleh lingkungan.
 Kesetimbangan termal terjadi ketika suhu zat yang semula lebih panas telah sama dengan suhu zat
yang semula lebih dingin.
 Kesetimbangan termal terjadi karena air yang lebih panas memberikan kalor kepada es yang lebih
dingin. Anggap bahwa pada keadaan akhir, seluruh es telah melebur menjadi air pada suhu xo C, dan
seluruh air yang tadinya bersuhu 90o C telah turun menjadi suhu xo C. Perhatikan grafik berikut :
Suhu (oC)
Untuk sampai pada keadaan akhir, es mengalami tiga
90 tahapan :
Qair 1. dari suhu -8o C suhunya naik hingga ke titik leburnya yaitu 0o
x C (kalor yang diserapnya = Q1)
Q3 2. Pada titik leburnya es melebur hingga seluruhnya menjadi
Q2 air (kalor yang diserapnya = Q2)
Kalor 3. Setelah seluruh es melebur, maka kalor yang diserap
Q1
-8 digunakan untuk menaikkan suhunya hingga xo C (kalor
yang diserapnya = Q3)

 Dalam hal ini berlaku azas Black :


Jumlah kalor yang dilepas oleh air panas = jumlah kalor yang diserap oleh es
Qlepas = Qserap
Qair = Qes
Qair = Q1 + Q2 + Q3
mair cair tair = mes ces tes + mes Les + mes cair tair-es
400 (1) (90 – x) = 200 (0,5) (0 – (-8)) + 200 (80) + 200 (1) (x – 0)
36.000 – 400 x = 800 + 16.000 + 200x
36.000 – 16.800 = 200x + 400 x
19.200 = 600x
x = 32o C, Jadi suhu campurannya = 32o C.

D. PERPINDAHAN KALOR

Kalor berpindah dari benda atau sistem bersuhu tinggi ke benda atau sistem lain yang bersuhu lebih rendah.
Ada tiga cara perpindahan kalor, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat padat tetapi molekul-molekul zat padat itu sendiri tidak ikut
berpindah bersama perpindahan kalor.

Disamping adalah gambar sebatang logam


L yang terhubung ke reservoir panas di
sebelah kiri dan terhubung ke reservoir
dingin di sebelah kanan.
aliran kalor
Reservoir menjamin bahwa suhu akan selalu
Reservoir Reservoir konstan, jadi ujung logam kiri akan selalu
panas dingin lebih panas daripada ujung lainnya di
sebelah kanan dengan selisih suhu yang
tetap.

Molekul-molekul di ujung kiri bergetar lebih cepat karena suhunya lebih tinggi dibanding molekul-molekul di
sebelah kanannya. Pada saat bergetar terjadi tumbukan, dan pada peristiwa ini terjadi transver energi kalor
dari molekul-molekul yang panas kepada molekul-molekul yang lebih dingin. Demikian proses ini berantai
sehingga terjadilah aliran kalor dari ujung kiri yang panas ke ujung kanan logam yang suhunya lebih dingin.
Besarnya kalor yang dirambatkan tiap detik oleh batang logam memenuhi persamaan :

Q kA T
P 
t L
dimana :
P : daya rambatan kalor (watt atau kalori per detik)
Q : energi kalor yang dirambatkan (joule atau kalori)
t : waktu rambatan (s)
k : koefisien konduktivitas termal logam (J / msK atau kalori / msoC)
A : luas penampang logam (m2)
T : beda atau selisih suhu antara kedua ujung logam (K atau oC)
L : panjang logam (m)
Berdasarkan konduktivitas kalornya, bahan dibedakan atas konduktor yaitu yang mudah menghantarkan
kalor seperti aluminium dan bahan logam lain, dan isolator yaitu bahan yang sulit menghantarkan kalor
seperti kayu dan plastik.

Konveksi
Gas dan zat cair, kecuali raksa, adalah termasuk konduktor yang jelek. Tetapi kalor tetap dapat berpindah
melalui medium ini dengan cara lain, yaitu konveksi.
Konveksi adalah perpindahan kalor melalui medium, dan molekul-molekul dari medium itu ikut
berpindah bersamaan dengan perpindahan kalor. Contoh dari peristiwa konveksi adalah perpindahan kalor
melalui gerakan udara pada angin darat dan angin laut, sirkulasi udara dalam ruang, dan perpindahan kalor
melalui molekul-molekul air yang tengah dipanaskan.

Disamping adalah gambar wadah logam dengan air di dalamnya


dipanaskan di atas nyala api. Wadah memindahkan kalor dengan cara
konduksi dari bagian bawah yang langsung bersentuhan dengan api ke
bagian atas yang bersentuhan dengan air. Molekul-molekul air di bagian
bawah ini kemudian menjadi lebih panas dan memuai sehingga massa
jenisnya turun. Begitu massa jenisnya turun, posisinya kemudian
digantikan oleh air dari bagian lain yang lebih dingin. Proses ini berulang
sehingga kalor merata ke seluruh bagian air hingga mendidih.

Besarnya kalor yang dirambatkan tiap detik pada peristiwa konveksi dari wadah bagian bawah ke air adalah:

Q
P  hA T
t
Dimana :
P : daya perpindahan kalor secara konveksi (watt atau kalori per detik)
Q : energi kalor yang dipindah (joule atau kalori)
t : waktu (s)
h : koefisien konveksi (J / m2sK atau kalori / m2soC)
A : luas permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida (m2)
T : beda atau selisih suhu antara benda dengan fluida (K atau oC)

Radiasi
Kalor dari matahari sampai ke bumi melalui ruang hampa udara. Tidak mungkin perpindahan kalor pada
kasus ini dengan cara konduksi maupun konveksi, karena kedua cara ini membutuhkan medium sebagai
media perambatan kalor. Kalor dari matahari dirambatkan dengan cara radiasi / pemancaran dalam bentuk
gelombang elektromagnetik, dimana cahaya tampak (me-ji-ku-hi-bi-ni-u) hanya salah satu spektrum saja
dari rentang spektrum gelombang elektromagnetik.

Tidak hanya matahari yang memancarkan kalor dalam bentuk radiasi, semua benda lain juga memancarkan
kalor radiasi atau menyerap kalor radiasi (memancarkan kalor bila suhunya lebih tinggi dari lingkungan, dan
menyerap kalor bila suhunya lebih rendah dari lingkungan).

Pada peristiwa radiasi kalor, berlaku hukum Stefan-Boltzman, “Energi yang dipancarkan oleh suatu
permukaan hitam dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu sebanding dengan luas permukaan (A) dan
sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan itu (T4)”
Secara matematis :

Q
P  eA T 4
t
dimana :
P : daya radiasi kalor (watt atau kalori per detik)
Q : energi kalor yang dipancarkan (joule atau kalori)
t : waktu radiasi (s)
e : emisivitas (koefisien daya pancar) benda
 : tetapan Stefan-Boltzman (5,67 x 10-8 Wm-2K-4)
A : luas permukaan benda (m2)
T : suhu mutlak benda (K)

Emisivitas (e) suatu benda adalah ukuran seberapa besar pemancaran radiasi kalor suatu benda
dibandingkan dengan benda hitam sempurna, nilai emisivitas 0 < e < 1. Benda hitam sempurna adalah
pemancar dan sekaligus penyerap kalor yang paling baik (e = 1), sedangkan benda putih mengkilap
sempurna adalah pemancar dan penyerap kalor yang paling jelek (e = 0).

Contoh Soal :
1. Dua batang logam A dan B berukuran sama di sambung seperti gambar :

Bila koefisien konduktivitas logam A = 0,5


100o C x 10o C kali koefisien konduktivitas logam B,
tentukan suhu sambungan kedua logam (
A B x)!

Penyelesaian :
kA = 12 kB
LA = LB ; AA = AB (ukuran kedua logam sama)

Logam A memindahkan kalor dari ujung kiri bersuhu 100o C ke sambungan, logam B memindahkan
kalor dari sambungan ke ujung kanan bersuhu 10o C. Laju rambatan kalor dari kedua logam mestilah
sama, sehingga :

Q Q
   
 t A  t B
 kA T   kA T 
    , panjang L dan luas penampang A sama sehingga saling
 L  A  L B
meniadakan :
k A ( T ) A  k B (T ) B, karena kA = 1
2 kB
1
2 k B (100  x)  k B ( x  10)
50  12 x  x  10
x  40 o C

jadi suhu sambungan kedua logam adalah 40o C.

2. Anggap filamen sebuah lampu pijar adalah benda hitam sempurna, luas permukaannya 40 mm2. Pada
saat menyala normal, suhu di permukaannya 927o C. Tentukan :
a. laju kalor radiasi yang dipancarkan lampu
b. laju kalor radiasi bila suhunya tiba-tiba naik menjadi 1.227o C
( = 5,67 x 10-8 Wm-2K-4)

Penyelesaian :
a. Laju kalor radiasi / daya radiasi / kalor radiasi per satuan waktu
T = 927 + 273 = 1.200 K = 1,2 x 103 K ; A = 40 mm2 = 4 x 10-5 m2
Daya radiasiya :
P = eAT4
= 1 (5,67 x 10-8) 4 x 10-5 (1,2 x 103)4
= 4,7 watt

b. Laju kalor radiasi pada t = 1.227o C


T1 = 1.200 K ; T2 = 1.227 + 273 = 1.500 K
Daya radiasi pada keadaan akhir :
4 4 4 4
P2 eAT 2  T   1.500   5 
 4
  2      
P1 eAT1  T1   1.200   4 
4
5
P2    x P1
4
P2  11,5 watt

Anda mungkin juga menyukai