C : R : (F – 32) = 5 : 4 : 9
yang berarti :
C 5 5 4 C 5 5( F 32) 9
C R atau R C ; C atau F C 32
R 4 4 5 F 32 9 9 5
Besaran suhu dalam sistem internasional (SI) dinyatakan dalam satuan Kelvin (skala Kelvin atau skala
termodinamik). Hubungan antara skala Celcius dan Kelvin adalah:
K = oC + 273
Contoh Soal :
1. Suatu benda suhunya 40 oC. Nyatakan suhu benda tersebut dalam skala Reamur, skala Fahrenheit, dan
skala Kelvin !
Penyelesaian :
2. Titik bawah dari suatu termometer X adalah -20, sedangkan titik atasnya 130. Berapa suhu yang
ditunjukkan oleh termometer X bila digunakan untuk mengukur suhu benda pada 50 oC?
Penyelesaian :
X 20 3 3 3
X C 20 (50) 20 55 o X
C 2 2 2
Benda padat, cair, maupun gas pada umumnya akan memuai bila dipanaskan dan menyusut bila
didinginkan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu benda semakin cepat gerakan molekul-molekul
penyusunnya yang menyebabkan secara keseluruhan jarak antar molekul menjadi bertambah.
Sekalipun efek pemuaian dan penyusutan ini cukup kecil untuk diamati, namun fenomena pemuaian sangat
penting dipertimbangkan utamanya dalam bidang rekayasa kontruksi : jembatan baja, sambungan antar
beton di jalan raya, sambungan rel kereta api, dan pemasangan jendela terutama untuk daerah-daerah
dengan fluktuasi suhu yang signifikan.
Secara matematis, pengaruh ketiga faktor tersebut terhadap besarnya pertambahan panjang diperlihatkan
melalui persamaan :
L Lo T
L Lo T L Lo Lo T L Lo (1 T )
dimana :
L : panjang akhir akibat perubahan suhu (m) : koefisien muai panjang logam (oC-1)
Lo : panjang mula-mula (m) T : besarnya perubahan suhu (oC)
Bagaimana dengan logam berbentuk benda luasan? Tinjaulah sebuah pelat logam berbentuk persegi yang
panjang sisinya Lo, setelah dipanaskan panjang kedua sisinya menjadi L. Perubahan luas pelat akibat
pemanasan diperoleh dari perubahan panjang yang terjadi pada kedua sisinya. Bila luas akhir setelah
pemuaian adalah A, maka :
Luas pelat mula-mula Ao = Lo2 , dan nilai yang relatif kecil sehingga suku Lo2 2 T2 dapat diabaikan,
didapatkan:
A = Ao + Ao(2)T = Ao (1 + 2T)
Bila 2 kita sebut sebagai , yaitu koefisien muai luas bahan, maka persamaan di atas dapat ditulis
sebagai:
A = Ao + Ao()T = Ao (1 + T) = 2
Ini berarti, besarnya pertambahan luas pelat akibat pemanasan : A Ao T
A Ao T A Ao Ao T A Ao (1 T )
Luas akhir akibat pemanasan adalah :
dimana :
A : luas akhir akibat perubahan suhu (m) : koefisien muai luas (oC-1) = 2
Ao : luas mula-mula (m) T : besarnya perubahan suhu (oC)
Dengan cara yang hampir sama, untuk benda berbentuk volume akan mengalami pertambahan volume
akibat pemanasan sebesar :
V Vo T
V Vo T V Vo Vo T V Vo (1 T )
dimana :
V : volume akhir akibat perubahan suhu (m) : koefisien muai volume (oC-1) = 3
Vo : volume mula-mula (m) T : besarnya perubahan suhu (oC)
Dari uraian di atas, dapat dirangkum pemuaian pada zat padat sebagai berikut :
Pemuaian panjang L = LoT L = Lo + L = Lo(1 + T) konstanta
Pemuaian luas A = AoT A = Ao + A = Ao(1 + T) = 2
Pemuaian volume V = VoT V = Vo + V = Vo(1 + T) =3
V Vo T V Vo Vo T V Vo (1 T )
dimana :
V : volume akhir akibat perubahan suhu (m) : koefisien muai volume (oC-1)
Vo : volume mula-mula (m) T : besarnya perubahan suhu (oC)
Khusus untuk molekul-molekul air terdapat sifat khas, disebut anomali air. Anomali seperti ini diperlihatkan
juga oleh parafin dan bismuth.
Perhatikan grafik yang menunjukkan anomali air berikut:
PV
nR
T
Dengan menjaga jumlah gas n bernilai tetap (misalnya dengan mengisolasi sistem gas), persamaan di atas
dapat ditulis sebagai :
PV
tetap
T
atau
P1V1 PV
2 2
T1 T2
Hukum Boyle
Hukum Boyle berkaitan dengan perubahan tekanan dan volume suatu sistem gas dalam kondisi suhu tetap
(isotermik).
P1V1 PV
2 2
T1 T2
dengan T1 = T2 (proses isotermik) didapatkan :
V1 V2 V
atau tetap
T1 T2 T
Hukum Tekanan
Hukum Tekanan berkaitan dengan perubahan tekanan dan suhu suatu sistem gas dalam kondisi volume
tetap (isokhorik).
P1V1 PV
2 2
T1 T2
dengan V1 = V2 (proses isokhorik) didapatkan :
P1 P P
2 atau tetap
T1 T2 T
Contoh Soal :
1. Gelas kaca pyrex ( = 3,2 x 10-6 /oC) volumenya 2 liter terisi penuh air ( = 2,1 x 10-4 /oC) pada suhu
25o C. Berapa volume air yang tumpah bila keduanya dipanaskan hingga suhu 75o C ?
Penyelesaian :
Karena gelas ukurannya tipis, maka pada saat terisi penuh dapat dianggap volume gelas = volume
air. Demikian pula suhu keduanya dapat dianggap sama, yakni sama-sama dari suhu 25 o C
dipanaskan hingga suhunya 75o C.
Karena air > gelas (gelas = 3 x gelas), air akan memuai lebih banyak daripada pemuaian yang
dialami gelas. Selisih pemuaian inilah yang menyebabkan air dapat tumpah.
Jadi :
Vtumpah = Vair - Vgelas
= Vo air t - Vo gelas t
= Vo t (air - gelas) t = 75 – 25 = 50 dan gelas = 3 = 3 (3,2 x 10-6) = 9,6 x 10-6 /oC
= 2 (50) (2,1 x 10-4 – 9,6 x 10-6)
= 102 (21 x 10-5 – 0,96 x 10-5)
= 102 (20,04 x 10-5)
= 2,04 x 10-2 liter
= 0,0204 liter
Jadi volume air yang tumpah adalah 0,0204 liter
2. Sejumlah gas ideal pada suhu 27o C volumenya 2 liter. Hitung volume gas bila dipanaskan pada
tekanan tetap hingga suhunya 327o C !
Penyelesaian :
V1 = 2 liter ; T1 = 27 + 273 = 300 K ; T2 = 327 + 273 = 600 K ; P1 = P2 (proses isobarik)
Pada perubahan sistem gas dalam tekanan tetap berlaku hukum Charles atau hukum Gay Lussac,
yakni :
V1 V2 V1T2
= V2 =
T1 T2 T1
2 x 600
V2 = = 4 liter
300
Ada tiga jenis wujud (fase) zat, yakni fase padat, fase cair, dan fase gas. Perhatikan diagram berikut :
menyublim
melebur menguap
membeku mengembun
Pada proses melebur, menguap, dan menyublim, zat membutuhkan kalor dari lingkungannya. Sebaliknya
pada proses membeku dan mengembun, zat akan melepas kalor kepada lingkungan. Perlu diperhatikan
bahwa jumlah kalor yang diperlukan untuk melebur akan sama dengan jumlah kalor yang dilepas oleh zat
pada proses membeku. Demikian pula jumlah kalor yang diperlukan untuk menguap sama dengan jumlah
kalor yang dilepas oleh zat pada proses mengembun.
Zat yang memiliki nilai kalor jenis yang tinggi berarti membutuhkan lebih banyak kalor untuk menaikkan
suhu 1 kg zat itu sebesar 1 K, dibandingkan dengan zat yang mempunyai nilai kalor jenis yang lebih kecil.
Dengan kata lain, kalor jenis zat menunjukkan mudah tidaknya suatu zat dinaikkan suhunya. Semakin besar
kalor jenisnya, semakin sulit zat itu dinaikkan suhunya karena jumlah kalor yang diperlukan semakin
banyak.
Total kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat dapat dihitung dengan persamaan :
Q m c t
dimana :
Q : kalor yang diperlukan (Joule atau kalori) c : kalor jenis zat (J/Kg K atau kalori/gr oC)
m : massa zat (Kg atau gr) t : besarnya kenaikan suhu (K atau oC)
Sebagai contoh kalor jenis air besarnya c = 1 kalori/gr oC, yang berarti bahwa untuk menaikkan suhu 1 gram
air sebesar 1 oC diperlukan kalor sebanyak 1 kalori.
Kalor Laten
Tidak semua perlakuan pemberian kalor kepada suatu zat akan menaikkan suhu zat itu. Bila zat berada di
titik leburnya, maka tambahan kalor digunakan oleh zat untuk melebur. Bila zat berada di titik didihnya,
maka tambahan kalor digunakan oleh zat untuk menguap.
Kalor laten didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk merubah wujud 1 Kg suatu zat.
Ada dua jenis kalor laten, yaitu kalor lebur ( L )dan kalor penguapan ( U ). Kalor lebur berkaitan dengan
proses peleburan atau pembekuan, sedangkan kalor penguapan berkaitan dengan proses penguapan atau
pengembunan.
Banyaknya kalor yang diperlukan untuk merubah wujud suatu zat dihitung dengan persamaan :
Q mL dan Q mU
Kapasitas Kalor ( C )
Seperti telah disebutkan di bagian sebelumnya, besarnya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
suatu benda dihitung dengan persamaan :
Q m c t
Kadang-kadang untuk benda tertentu yang sering digunakan dalam percobaan-percobaan berkaitan dengan
aliran kalor, seperti bejana kalorimeter, lebih memudahkan jika faktor mc dipandang sebagai satu kesatuan.
Faktor ini diberi nama kapasitas kalor dengan lambang C. Dengan demikian, persamaan di atas dapat ditulis
dalam bentuk lain sebagai :
Q C t
dimana :
Q : kalor yang diperlukan (Joule atau kalori)
C : kapasitas kalor (J/K atau kalori/ oC) C=mc
t : besarnya kenaikan suhu (K atau oC)
Contoh Soal :
Kepada 200 gram es bersuhu -10o C diberikan kalor sebanyak 33.000 kalori sehingga seluruh es melebur
menjadi air. Tentukan suhu air yang terbentuk akibat pemanasan ini! (kalor jenis es = 0,5 kal/gr oC, kalor
lebur es = 80 kal/gr, kalor jenis air = 1 kal/groC)
Penyelesaian :
Umpamakan keadaan akhir dari es tersebut adalah telah melebur seluruhnya menjadi air pada suhu x o C.
Grafik pemanasan yang terjadi adalah sebagai berikut :
Suhu (oC)
Kalor yang diberikan kepada es pertama-tama digunakan
untuk menaikkan suhu es dari -10o C sampai suhu titik
x
leburnya, yaitu 0o C. Besarnya kalor yang diserap es pada
proses ini adalah :
fase cair
Q1 = m ces tes
melebur Ketika es berada pada titik leburnya, pemberian kalor tidak
waktu digunakan untuk menaikkan suhu es, melainkan untuk
fase padat melebur, yaitu proses perubahan fase padat menjadi air.
-10 Besarnya kalor yang diserap pada tahap ini adalah :
Q2 = m Les
Setelah seluruh es melebur menjadi air, sisa kalor yang masih ada digunakan untuk menaikkan suhu air
yang terbentuk hingga xo C. Banyaknya kalor yang terserap untuk tahap terakhir ini adalah :
Q3 = m cair tair
Jadi pada keadaan akhir, seluruh es telah melebur menjadi air pada suhu 80o C.
Contoh Soal :
200 gram es yang suhunya -8o C dicampur dengan 400 gram air panas bersuhu 90 o C. Berapa suhu
campuran setelah terjadi kesetimbangan termal ?
Penyelesaian :
Asumsikan sistem bersifat terisolir, artinya pertukaran kalor hanya terjadi antara air dengan es dan tidak
dipengaruhi oleh lingkungan.
Kesetimbangan termal terjadi ketika suhu zat yang semula lebih panas telah sama dengan suhu zat
yang semula lebih dingin.
Kesetimbangan termal terjadi karena air yang lebih panas memberikan kalor kepada es yang lebih
dingin. Anggap bahwa pada keadaan akhir, seluruh es telah melebur menjadi air pada suhu xo C, dan
seluruh air yang tadinya bersuhu 90o C telah turun menjadi suhu xo C. Perhatikan grafik berikut :
Suhu (oC)
Untuk sampai pada keadaan akhir, es mengalami tiga
90 tahapan :
Qair 1. dari suhu -8o C suhunya naik hingga ke titik leburnya yaitu 0o
x C (kalor yang diserapnya = Q1)
Q3 2. Pada titik leburnya es melebur hingga seluruhnya menjadi
Q2 air (kalor yang diserapnya = Q2)
Kalor 3. Setelah seluruh es melebur, maka kalor yang diserap
Q1
-8 digunakan untuk menaikkan suhunya hingga xo C (kalor
yang diserapnya = Q3)
D. PERPINDAHAN KALOR
Kalor berpindah dari benda atau sistem bersuhu tinggi ke benda atau sistem lain yang bersuhu lebih rendah.
Ada tiga cara perpindahan kalor, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.
Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat padat tetapi molekul-molekul zat padat itu sendiri tidak ikut
berpindah bersama perpindahan kalor.
Molekul-molekul di ujung kiri bergetar lebih cepat karena suhunya lebih tinggi dibanding molekul-molekul di
sebelah kanannya. Pada saat bergetar terjadi tumbukan, dan pada peristiwa ini terjadi transver energi kalor
dari molekul-molekul yang panas kepada molekul-molekul yang lebih dingin. Demikian proses ini berantai
sehingga terjadilah aliran kalor dari ujung kiri yang panas ke ujung kanan logam yang suhunya lebih dingin.
Besarnya kalor yang dirambatkan tiap detik oleh batang logam memenuhi persamaan :
Q kA T
P
t L
dimana :
P : daya rambatan kalor (watt atau kalori per detik)
Q : energi kalor yang dirambatkan (joule atau kalori)
t : waktu rambatan (s)
k : koefisien konduktivitas termal logam (J / msK atau kalori / msoC)
A : luas penampang logam (m2)
T : beda atau selisih suhu antara kedua ujung logam (K atau oC)
L : panjang logam (m)
Berdasarkan konduktivitas kalornya, bahan dibedakan atas konduktor yaitu yang mudah menghantarkan
kalor seperti aluminium dan bahan logam lain, dan isolator yaitu bahan yang sulit menghantarkan kalor
seperti kayu dan plastik.
Konveksi
Gas dan zat cair, kecuali raksa, adalah termasuk konduktor yang jelek. Tetapi kalor tetap dapat berpindah
melalui medium ini dengan cara lain, yaitu konveksi.
Konveksi adalah perpindahan kalor melalui medium, dan molekul-molekul dari medium itu ikut
berpindah bersamaan dengan perpindahan kalor. Contoh dari peristiwa konveksi adalah perpindahan kalor
melalui gerakan udara pada angin darat dan angin laut, sirkulasi udara dalam ruang, dan perpindahan kalor
melalui molekul-molekul air yang tengah dipanaskan.
Besarnya kalor yang dirambatkan tiap detik pada peristiwa konveksi dari wadah bagian bawah ke air adalah:
Q
P hA T
t
Dimana :
P : daya perpindahan kalor secara konveksi (watt atau kalori per detik)
Q : energi kalor yang dipindah (joule atau kalori)
t : waktu (s)
h : koefisien konveksi (J / m2sK atau kalori / m2soC)
A : luas permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida (m2)
T : beda atau selisih suhu antara benda dengan fluida (K atau oC)
Radiasi
Kalor dari matahari sampai ke bumi melalui ruang hampa udara. Tidak mungkin perpindahan kalor pada
kasus ini dengan cara konduksi maupun konveksi, karena kedua cara ini membutuhkan medium sebagai
media perambatan kalor. Kalor dari matahari dirambatkan dengan cara radiasi / pemancaran dalam bentuk
gelombang elektromagnetik, dimana cahaya tampak (me-ji-ku-hi-bi-ni-u) hanya salah satu spektrum saja
dari rentang spektrum gelombang elektromagnetik.
Tidak hanya matahari yang memancarkan kalor dalam bentuk radiasi, semua benda lain juga memancarkan
kalor radiasi atau menyerap kalor radiasi (memancarkan kalor bila suhunya lebih tinggi dari lingkungan, dan
menyerap kalor bila suhunya lebih rendah dari lingkungan).
Pada peristiwa radiasi kalor, berlaku hukum Stefan-Boltzman, “Energi yang dipancarkan oleh suatu
permukaan hitam dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu sebanding dengan luas permukaan (A) dan
sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan itu (T4)”
Secara matematis :
Q
P eA T 4
t
dimana :
P : daya radiasi kalor (watt atau kalori per detik)
Q : energi kalor yang dipancarkan (joule atau kalori)
t : waktu radiasi (s)
e : emisivitas (koefisien daya pancar) benda
: tetapan Stefan-Boltzman (5,67 x 10-8 Wm-2K-4)
A : luas permukaan benda (m2)
T : suhu mutlak benda (K)
Emisivitas (e) suatu benda adalah ukuran seberapa besar pemancaran radiasi kalor suatu benda
dibandingkan dengan benda hitam sempurna, nilai emisivitas 0 < e < 1. Benda hitam sempurna adalah
pemancar dan sekaligus penyerap kalor yang paling baik (e = 1), sedangkan benda putih mengkilap
sempurna adalah pemancar dan penyerap kalor yang paling jelek (e = 0).
Contoh Soal :
1. Dua batang logam A dan B berukuran sama di sambung seperti gambar :
Penyelesaian :
kA = 12 kB
LA = LB ; AA = AB (ukuran kedua logam sama)
Logam A memindahkan kalor dari ujung kiri bersuhu 100o C ke sambungan, logam B memindahkan
kalor dari sambungan ke ujung kanan bersuhu 10o C. Laju rambatan kalor dari kedua logam mestilah
sama, sehingga :
Q Q
t A t B
kA T kA T
, panjang L dan luas penampang A sama sehingga saling
L A L B
meniadakan :
k A ( T ) A k B (T ) B, karena kA = 1
2 kB
1
2 k B (100 x) k B ( x 10)
50 12 x x 10
x 40 o C
2. Anggap filamen sebuah lampu pijar adalah benda hitam sempurna, luas permukaannya 40 mm2. Pada
saat menyala normal, suhu di permukaannya 927o C. Tentukan :
a. laju kalor radiasi yang dipancarkan lampu
b. laju kalor radiasi bila suhunya tiba-tiba naik menjadi 1.227o C
( = 5,67 x 10-8 Wm-2K-4)
Penyelesaian :
a. Laju kalor radiasi / daya radiasi / kalor radiasi per satuan waktu
T = 927 + 273 = 1.200 K = 1,2 x 103 K ; A = 40 mm2 = 4 x 10-5 m2
Daya radiasiya :
P = eAT4
= 1 (5,67 x 10-8) 4 x 10-5 (1,2 x 103)4
= 4,7 watt