Anda di halaman 1dari 6

Kekuasaan Politik Raja-raja Singasari Serta Pengaruh Kekuasaan di Nusantara

Oleh: Ini Tanjung Tani


122011433074

Kerajaan Singasari merupakan sebuah kerajaan yang berdiri di Tanah Jawa bagian
timur, tepatnya di daerah Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kerajaan ini memiliki
nama resmi yaitu Tumapel, Singasari merupakan sebutan Ibu Kota Kerajaan.
Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 M. Kitab Pararaton sendiri
menceritakan bahwa Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang awalnya
merupakan Kerajaan Tumapel yang dulu menjadi bagian dari Kerajaan Kediri
sebelum di merdekakan. Ken Arok sendiri adalah seorang rakyat biasa, namun ia
sangat berambisi untuk menjadi pemimpin. Ia memulai karir sebagai raja dengan jalan
yang tidak baik. Ia adalah seorang anak angkar dari Lembong, seorang pencuri1.
Dalam perjalanannya, Ken Arok bertemu dengan seorang Brahmana bernama
Lohgawe yang beranggapan bahwa Ken Arok merupakan titisan dari Dewa Wisnu.
Lohagawe sendiri sebenarnya sedang mencari seseorang yang dianggap sebagai
titisan dari Dewa Wisnu dan akhirnya ia bertemu orang tersebut, yaitu Ken Arok.
Dalam Pararaton diceritakan bahwa pertemuan Lohgawe (Dang Hyang Lohgawe)
dengan Ken Arok karena ditugaskan oleh Bhatara Wisnu untuk mengarahkan Ken
Arok menjadi seorang raja di Jawadwipa.
Setelah pertemuannya dengan Lohgawe, Ken Arok bersama dengan Lohgawe
akhirnya memutuskan untuk bekerja dengan akuwu Tumapel, yaitu Tunggul
Ametung. Seiring berjalannya waktu, Ken Arok mulai jatuh hati pada istri Tunggul
Ametung yaitu Ken Dedes. Singkat cerita, untuk mendapatkan Ken Dedes, ia
memesan keris kepada Mpu Gandring dan sebelum kerisnya sempurna, ia
mengambilnya secara paksa dari Mpu Gandring dengan membunuhnya.
Keris tersebut kemudian digunakan untuk membunuh Tunggul Ametung untuk
meperistri Ken Dedes. Setelah kematian Tunggul Ametung, karir Ken Arok sebagai
penguasa di Tumapel dimulai. Ia bahkan menaklukan daerah sekitar dan mengubah
Tumapel menjadi bagian dari Kerajaan Kadiri (Daha).

1
Agus Susilo, Sarkowi. (n.d.). Perjuangan Ken Arok Menjadi Raja Kerajaan Singosari Tahun 1222-
1227. Sindang: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 3, No. 1 (Januari-Juni 2021): 1-
10, 3(1), 4. https://doi.org/10.31540/sindang.v3i1.900
Sebagai seorang raja yang berasal dari kalangan bawah, Ken Arok berhasil
mendapatkan legitimasi dari rakyat Tumapel. Dalam kitab Pararaton juga dijelaskan
tentang bagaimana Ken Arok melegitimasi kekuasaanya secara teokratis, artinya suatu
legitimasi (keabsahan) kekuasaan berdasarkan otoritas penguasa untuk memerintah
berdasarkan faktor-faktor “adiduniawi” dan bersifat langsung2. Hal ini berarti seorang
penguasa pada saat itu dipandang sebagai seseorang yang memiliki kekuatan
supranatural (dipercaya merupakan titisan dewa) sehingga otoritas yang dimiliki
penguasa tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. Pemerintahan ini juga
bisa disebut dengan kedaulatan tuhan karena negara dan pemerintah dianggap
mendapatkan kekuasaan dari Tuhan sebagai asal dari segala sesuatu.
Peran Kitab Pararaton sangatlah penting bagi Ken Arok sebagai media untuk
mendapatkan legitimasi dari rakyatnya. Kitab ini memiliki fungsi sebagai media
untuk melakukan komunikasi politik kepada raja-raja dengan cara membuat pesan-
pesan yang memuat sisi baik raja tersebut, sehingga menciptakan kesan-kesan tertentu
kepada masyarakat.
Untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat tidaklah mudah,
mengingat Ken Arok merupakan seorang raja yang berasal dari kalangan rakyat jelata,
sehingga sulit pada saat itu untuk mendapatkan kewenangan dari rakyat. Pada saat
Hindu-Budha masuk, kekuasaan seorang penguasa diperoleh secara turun-temurun,
karena hal ini maka Ken Arok berusaha memperoleh legitimasi dari rakyat dengan
cara membuat kesan-kesan apik seperti yang ada pada Kitab Pararaton yang
mengatakan bahwa Ken Arok merupakan anak dari Dewa Brahmana, karena hal ini
pemerintahan Singasari bisa disebut menggunakan Teori Kedaulatan Tuhan.
Untuk memeperoleh kekuasaan dan juga legitimasi dari rakyat, Ken Arok
melakukan ‘delik tata negara kerajaan’ yang mendapat dukungan dari sejumlah tokoh-
tokoh pemuka agama Hindu-Budha. Karena dukungan ini, semua tindakan Ken Arok
dilegalkan secara sah sesuai dengan hukum negara kerajaan pada saat itu.
Syarat yang harus dipenuhi Ken Arok dalam melakukan delik tata negara kerajaan,
sebagai belligerent (Hukum Internasional), sebagai berikut3:

2
Dewi Salindri. (2019). Legitimasi Kekuasaan Ken Arok Versi Pararaton dan
Negarakertagama. Historia, 1(2), 107. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JH/article/view/6915/7083
3
Sarip. (2020). Peran Teori Kedaulatan Tuhan Pada Perang Kediri dan Tumapel Pada Pembentukan
Hukum di Indonesia. Kosmik Hukum, 20(2), 133. http://dx.doi.org/10.30595/kosmikhukum.v20i2.7477
1. Gerakan Ken Arok dalam melakukan ‘delik tata negara kerajaan’ terorganisasikan
secara rapi dan teratur dibawah pimpinannya sendiri serta pemuka agama Hindu dan
Budha
2. Ken Arok memiliki tanda pengenal sebagai identitasnya yakni Tumapel
3. Dalam melakukan ‘delik tata negara kerajaan’ Ken Arok menguasai wilayah secara
efektif dan wilayah tersebut secara langsung berada dibawah pimpinan Ken Arok
Tindakan Ken Arok dalam melakukan ‘delik tata negara kerajaan’ bisa dikatakan
karena Ken Arok sendiri sebagai raja yang berasal dari kalangan rakyat bawah dan
tidak memiliki daerah kekuasan daerah tertentu, sehingga untuk mendapatkan
legitimasi ia harus melakukan hal tersebut untuk mendapatkan legitimasi atau
kepercayaan dari rakyatnya.
Ken Arok sendiri memerintah Kerajaan Singasari selama 52 tahun sebelum
akhirnya dibunuh oleh suruhan dari Anusapati (anak tiri dari Tunggul Ametung).
Kerajaan Singasari sendiri mencapai kejayaannya pada saat diperintah oleh
Kertanegara yang merupakan anak dari Wisnuwardhana. Ia dinobatkan sebagai raja
pada 1254 M. Kertanegara sendiri dinobatkan sebagai putra mahkota atau raja muda
(yuwaraja) bergelar Abhiseka Sri Kertanegara.
Saat menjadi raja, ia terkenal sebagai raja yang ambisuis seperti mendiang
kakeknya Ken Arok. Kertanegara ingin memperluas kekuasan Singasari melebihi
kekuasaan Jenggala dan Panjalu yang merupakan warisan dari Raja Airlangga. Dalam
berpolitik, Kertanegara mengubah politik tradisional yang melingkupi Jenggala dan
Panjalu dengan memperluas kekuasaanya melebihi dua kerajaan tersebut. Ia
mengubah paham politik tradisional menjadi paham baru dengan berusaha
menggantikan para petinggi kerjaan yang berusaha menghalanginya. Dalam bidang
politik ia terkenal sebagai seorang raja yang mempunyai gagasan perluasan
cakrawala mandala ke luar Pulau Jawa4. Dalam gagasan cakwawala mandala atau
gagasan persahabatan negara-negara di Nusantara pertama kali dilakukan oleh
Kertanegara dan belum pernah tercetuskan oleh raja-raja Singasari sebelumnya. Hal
ini disebabkan karena pada pemerintahan sebelumnya, para raja yang memerintah
masih memikirkan kepentingan pribadi dan mempertahankan kekuasaan secara lokal.
Ken Arok, sebagai raja pertama masih diliputi rasa takut akan pembalasan Tunggul
Ametung, karena ia telah terkena sumpah oleh Mpu Gandring pada saat sebelum
4
Sobri, Tontowi Amsia dan Wakidi. (n.d.). Sri Kertanegara Dalam Usaha Mewujudkan Wawasan
Dwipantara Tahun 1275-1292. http://jurnal.fkip.unila.ac.id
membunuh. Raja Wisnuwardhana sibuk dengan pengkonsolidasian Kerajaan
Singasari yang sempat terpecah karena perselisihan Ken Arok dengan Tunggul
Ametung, sehingga para raja ini belum mempunyai ide atau gagasan untuk
memajukan Singasari menjadi kerajaan besar di Nusantara. Tujuan lain Kertanegara
menjalin politik persahabatan dengan kerajaan di luar Pulau Jawa adalah untuk
mencegah pengaruh dari Kekaisaran Tiongkok yang masuk di Nusantara. Kaisar
Khubilai Khan yang bermaksud menguasai seluruh Tiongkok dan menjalankan politik
penjajahan di Jepang dan negeri-negeri di sepanjang lautan Tiongkok dan negeri-
negeri selatannya, hal tersebut yang membuat takut Sri Kertanegara dan mengancam
keamanan negeri Singasari khususnya negeri-negeri Nusantara lainnya.5 Politik
Nusantara ini muncul akibat sifat angkhara Kertanegara yang sadar akan keagungan
dan kekuasaanya dan tidak ingin menyerah begitu saja pada Kaisar Khubilai Khan.
Kesadaran ini memunculkan keberanian untuk langsung turun tangan menangani
penjajahan oleh Khubilai Khan. Gagasan untuk memperluas kekuasaan ini juga
timbul karena ancaman dari daratan China akibat kekuasaan Kaisar Shih Tsu Khubilai
Khan dengan mendirikan dinasti Yuan di Kediri pada tahun 1280.
Permulaan gagasan Politik Nusantara ini dimulai dengan dikirimya pasukan
yang dipimpin oleh Kebo Anabrang untuk melakukan ekspedisi Pamalayu dengan
menaklukan Kerajaan Melayu (bhumi melayu atau Suwarbhumi) pada tahun 1275.
Satu-persatu daerah luar Pulau Jawa tunduk dibawah kekuasaan Singasari seperti
daerah seluruh Pahang, Malayu, Gurun, Bakulpura, Sunda dan Madura. Selain itu,
pada saat itu juga daerah yang ada di Pulau Jawa sendiri sudah tunduk kaepada
kekuasaan Singasari.
Jika dibedah sedikit, ekspedisi Pamalayu menjadi kebijakan imperialisme Raja
Kertangera dalam memerintah. Akibat dari ekspedisi Pamalayu ini adalah munculnya
gerakan pemeberontakan yang pada akhirnya merutuhkan kekuasaan Singosari
sendiri. Hal-hal yang terjadi dalam ekspedisi tersebut seakan mengindikasikan adanya
proses-proses pembuatan kesepakatan antara dua pihak yang dilakukan dalam suasana
yang kooperatif6. Cara yang dilakukan oleh Kertanegara dalam menduduki Pelabuhan
Malayu merupakan representasi dari adanya imperialisme. Tidak adanya diplomasi

5
Ibid, hlm 7
6
Diansasi Proborini. (2017). Analisis Aspek Diplomasi Kultural dalam Ekspedisi Pamalayu, 1275 –
1294 M. Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 6 No. 2, september 2017, 6(2),
73. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahi310fed9eddfull.pdf
yang dilakukan oleh Kertanegara mengindikasikan penaklukan bumi Melayu dengan
merebut kekuasaan daerah tersebut. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa Singasari
telah siap untuk mengantisipasi adanya perlawanan dari daerah yang akan dikuasai.
Singasari juga melakukan cara soft power yaitu dengan cara memberikan sebuah arca
Amoghapāśa lokeśwara yang merupakan perwujudan boddhisatwa ke bumi Melayu
sebagai tanda hubungan diplomasi kultural kedua kerajaan. Hal ini disambut baik oleh
kerajaan Melayu sendiri dengan cara menghadiahkan kedua putri mereka kepada
Singasari.
Pengaruh dari ekspedisi Pamalayu ini juga berdampak pada sektor ekonomi,
terutama perdagangan karena pada saat itu peran dari Pelabuhan Melayu sangatlah
penting. Akibat hubungan diplomasi ini, Singasari memiliki akses pada Pelabuhan
Melayu.
Selain itu, hadiah kedua putri dari Raja Tribuwanaraja Mauliwarmadewa
mengakibatkan Pamalayu sebagai diplomasi kultural menghasilkan perkawinan dan
keturunan Melayu-Jawa. Hal ini berdampak pada penyebaran budaya Jawa ke Pulau
Sumatera serta ke beberapa wilayah di Asia Tenggara, salah satunya budaya Panji. .
Buktinya dapat dilihat pada relief-relief candi Jago yang menceritakan kisah Panji
Kunjarakarna. Bukti tersebarnya budaya Panji hingga ke Sumatra adalah kemunculan
cerita-cerita Panji khas Melayu yang biasa dikenal sebagai hikayat.
Ekspedisi Pamalayu berdampak besar, tidak hanya hasil bumi seperti rempah-
rempah saja yang Pulau Jawa bawa ke beberapa wilayah di luar , namun juga budaya
dari Pulau Jawa. Kekayaan Pulau Jawa ini seiring berjalannya waktu mampu menarik
para pedagang dari Tiongkok, Persia serta Eropa. Pada fase ini Singasari telah
berhasil membuka perdagangan internasional serta mejalin hubungan diplomasi
dengan kerajaan luar.
Daftar Pustaka

Agus Susilo, Sarkowi. (n.d.). PERJUANGAN KEN AROK MENJADI RAJA


KERAJAAN SINGOSARI TAHUN 1222-1227. SINDANG: Jurnal
Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 3, No. 1 (Januari-Juni 2021):
1-10,  3(1), 4. https://doi.org/10.31540/sindang.v3i1.900
Dewi Salindri. (2019). Legitimasi Kekuasaan Ken Arok Versi Pararaton dan
Negarakertagama. Historia, 1(2),
107. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JH/article/view/6915/7083
Diansasi Proborini. (2017). Analisis Aspek Diplomasi Kultural dalam Ekspedisi
Pamalayu, 1275 – 1294 M. Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 6
No. 2, september 2017, 6(2), 73. http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-jahi310fed9eddfull.pdf
Sarip. (2020). Peran Teori Kedaulatan Tuhan Pada Perang Kediri dan Tumapel Pada
Pembentukan Hukum di Indonesia.  Kosmik Hukum, 20(2), 1
33. http://dx.doi.org/10.30595/kosmikhukum.v20i2.7477
Sobri, Tontowi Amsia dan Wakidi. (n.d.). SRI KERTANAGARA DALAM USAHA
MEWUJUDKAN WAWASAN DWIPANTARA TAHUN 1275-
1292. http://jurnal.fkip.unila.ac.id

Anda mungkin juga menyukai