Elen Rospitadewi
Sujoko Efferin
http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2017.04.7037
“People suffer because they are per kapita di dunia akan meningkat 200%
caught in their views. As soon hingga 300% dari tahun 2010 ke tahun
as we release those views, we 2030 dan menciptakan banyak masyara-
are free and we don’t suffer any- kat dengan predikat baru, yaitu golongan
more.” (Thich Nhat Hanh) menengah ke atas. Golongan menengah ke
atas, yang notabene didominasi kalangan
Apakah yang dicari manusia sebenar
terdidik, berusaha mencari kenyamanan
nya dalam hidup? Banyak penelitian beru-
dalam banyak hal, mulai dari makanan, hi-
saha untuk mencari tahu kolerasi antara
buran, hingga teknologi (Fenech & Perkins,
uang dan kebahagiaan selama beberapa
2014). Hal ini menimbulkan persepsi bahwa
dekade terakhir ini. Uang pada kenyataan-
pembelian barang-barang mewah diang-
nya memang dapat menyelesaikan banyak
gap sebagai simbol, identitas, dan ekspresi
masalah di dunia ini (Vohs & Baumeister,
seseorang tentang “kesuksesan” (Karabati
2011). Namun, pernyataan bahwa uang
& Cemalcilar, 2010) dan perasaan yang
dapat membeli kebahagiaan masih banyak
muncul dapat diukur berdasarkan uti litas
mendapat pro dan kontra. Ernst & Young
dari keputusan tersebut (Stutzer & Frey,
(2013) menyajikan fakta bahwa pendapatan
18
Rospitadewi, Efferin, Mental Accounting dan Ilusi Kebahagiaan: Memahami Pikiran... 19
2007). Namun sesudah mendapatkan apa maksimalisasi profit sebagai tujuan utama
yang diinginkan, kepuasan yang dirasakan perusahaan. Pelaku bisnis seringkali menilai
menghilang dan kondisi seseorang kembali kesuksesan sebuah perusahaan dari indi-
ke titik awal (Line, Hanks, & Kim, 2016). Ini kator akuntansi (misal: mampu menguasai
menunjukkan bahwa upaya pencarian ke- makin banyak sumber daya di masyarakat
bahagiaan merupakan proses mental yang akan menghasilkan pertumbuhan profit
dilakukan setiap orang. yang tinggi, dan berekspansi mengalahkan
Teori mental accounting pertama kali kompetitornya). Akuntansi memiliki asumsi
diperkenalkan oleh Richard Thaler pada ta- dasar bahwa fenomena yang terjadi bersi-
hun 1985 sebagai salah satu model perilaku fat independen, melibatkan konsep-konsep
konsumen yang dikembangkan berdasarkan yang memiliki nilai intrinsik masing-masing,
aspek psikologi dan ekonomi mikro (Thaler, dapat diukur secara tepat, dan karenanya
1999). Teori ini menyatakan bahwa sama dianggap objektif. Namun asumsi-asumsi
halnya dengan sebuah perusahaan, setiap tersebut adalah delusi: “Accounting can never
manusia mencatat dan mengategorikan be objective as it is a practice which dwells in
pengeluaran ke dalam akun-akun yang ada the world of relative concealer truth, embed-
dalam pikiran mereka. Pada pikiran manu- ded with delusions of fairness, objectivity, ac-
sia terdapat proses akuntansi seperti yang curacy and independence; whilst its carefully
dilakukan dalam perusahaan yang meliputi crafted language misguides us into believing
pembukuan dan evaluasi pengambilan kepu- it occupies a world of objective reality.” (Lam-
tusan dalam melakukan konsumsi. Piki- berton, 2015:28). Ini berarti akuntansi, atas
ran (mind) menurut Cambridge Dictionary nama objektivitas, membangun etika berba-
adalah “...the part of a person that makes it sis kepentingan pribadi dan menempatkan
possible for him or her to think, feel emotions, profit sebagai hal paling utama. Lebih jauh
and understand things”. Pikiran yang dimak- lagi, akuntansi menanamkan dualisme dan
sud meliputi aktivitas mental (kognitif) mau- keterpisahan antara siapa kami dan siapa
pun perasaan dan emosi. Mental accounting mereka dalam sebuah delusi yang dianggap
adalah proses kognitif di mana individu-in- sebagai “realita”. Kami harus mendapatkan
dividu mencatat, meringkas, menganalisis, lebih banyak dari mereka sebagai lambang
dan melaporkan transaksi atau kejadian fi- kesuksesan dan “kebahagiaan” akan mun-
nansial untuk menelusuri aliran uang dan cul dari akumulasi kesuksesan tersebut.
mengendalikan pengeluaran. Pada mental Mengingat pentingnya peranan yang dimain-
accounting, komponen-komponen yang terli- kan oleh akuntansi dalam bisnis, tidaklah
bat meliputi framing effect, specific accounts, mengejutkan jika bisnis pun seringkali tum-
self control, pengambilan keputusan, self re- buh menjadi kekuatan yang egois, serakah,
port, dan hedonic treadmill. Manusia meng dan justru mendatangkan penderitaan bagi
anggap pengeluaran sebagai pengalaman banyak orang.
untuk dievaluasi (Thaler, 1999). Sama hal- Pengertian kebahagiaan dari perspek
nya dengan yang ada dalam akuntansi or- tif spiritualitas diungkapkan oleh Thich
ganisasi, seseorang akan menganalisis cost- Nhat Hanh (1975, 2012) yaitu pikiran yang
benefit melalui ex-ante dan ex-post. Jadi, muncul dari adanya mindfulness (kesadaran
manusia membandingkan cost and benefit penuh di sini dan sekarang). “Remember that
dari suatu keputusan untuk menyimpulkan there is only one important time and that is
sejauh mana keputusan tersebut memberi- now. The present moment is the only time over
kan manfaat baginya. Berbagai penelitian which we have dominion” (Hanh, 1975:75).
mengungkapkan bahwa cara kerja pikiran Manusia sering terjebak dalam pikiran dan
memang menyerupai sistem akuntansi yang perasaan tentang masa lalu atau masa de-
banyak dibahas pada literatur akuntansi pan dan tersesat di dalamnya, sehingga
konvensional atau mainstream (Guven & So- justru memutuskan hubungan dengan
rensen, 2012; Thaler & Sunstein 2008). Na- yang terjadi di saat ini. Eblin (2014) juga
mun, berbagai studi tersebut tidak menggali mengungkapkan bahwa mindfulness dapat
implikasinya lebih jauh sejauh mana men- diperoleh dengan mengombinasikan antara
tal accounting mampu mendukung upaya kesadaran dan niat. Dengan adanya mind-
mendapatkan kebahagiaan. fulness, manusia dapat melihat secara men-
Lamberton (2015) berargumentasi bah- dalam dan menikmati momen sekarang dan
wa akuntansi seringkali dianggap se bagai berada di dalamnya secara penuh tanpa ter-
bahasa utama dalam bisnis yang mendorong belenggu derita masa lalu maupun terobsesi
20 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 18-34
oleh masa depan yang masih belum pasti. memungkinkan peneliti untuk memberikan
Hal ini dikuatkan oleh Ahuvia (2008) yang makna yang lebih dalam melampaui objek-
menyatakan bahwa fungsi utilitas dari keka objek sekuler yang seringkali dijadikan dasar
yaan dan konsumsi hanyalah membentuk argumentasi para peneliti kritis. Peneliti ke-
kebahagiaan sesaat. Selanjutnya, Lyubomir- mudian mengomunikasikan hasil investi-
sky (2008) menyatakan bahwa happiness gasinya ke pembaca untuk dapat dipahami
is a state of mind, sehingga dengan melatih dan ditarik pelajaran dalam konteks yang
pikiran, manusia dapat mencapai kebaha- lebih luas yaitu akuntansi dalam konteks
giaan. Jadi, pikiran yang terlatih akan ting- organisasi.
gal dalam kesadaran penuh (mindfulness). Pengumpulan data dilakukan mulai
Kesadaran penuh memungkinkan seseorang September 2015 sampai dengan Agustus
untuk memahami bahwa pikiran konsumtif 2016. Peneliti melakukan wawancara terha-
akan selalu muncul dan pergi sehingga ti- dap 17 orang partisipan yang berpendidikan
dak ada yang perlu dilekati. Kebahagiaan S1, S2, dan S3. Kriteria pendidikan dipilih
sejati muncul bukan karena keinginannya karena dengan pendidikan yang tinggi, pola
terpenuhi tetapi karena ia bebas dari keingi- pikir partisipan diharapkan lebih rasional
nan sesaat untuk memuaskan ego. (lebih tidak impulsif). Para partisipan dipilih
Disiplin akuntansi membutuhkan kri- dari mereka yang tidak memiliki konflik ke-
tik dan pengembangan yang dapat membe- pentingan dengan peneliti dan berasal dari
baskan para pelaku bisnis dari ilusi kebaha- berbagai latar belakang yaitu agama, jenis
giaan, egoisme, dan dehumanisasi. Dewasa kelamin, pendapatan, pekerjaan, dan sta-
ini berbagai literatur akuntansi mulai mema- tus pernikahan (lihat Tabel 1). Keberagaman
sukkan unsur spiritualitas atau mistisisme latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial,
dalam kritis peranan akuntansi (Lamberton, dan budaya dimaksudkan untuk memotret
2015; McPhail, 2011; Molisa, 2011; Triyu- berbagai kemungkinan jalan pikiran yang
wono, 2000; Kamayanti, Triyuwono, Irianto, ada, khususnya pada aspek persamaan
& Mulawarman, 2011; Efferin, 2015, 2016). atau perbedaan pola. Keberagaman tersebut
Literatur-literatur tersebut membuka ruang diharapkan dapat menggambarkan berbagai
diskusi baru yang melampaui paradigma variasi nilai-nilai kehidupan, aktualisasi diri
kritis-sekularis dalam akuntansi. Meskipun dalam berinteraksi dengan dunia sekitar,
terus berkembang, jumlah literatur tersebut pandangan tentang kebahagiaan, dan priori-
masih sangat terbatas dan dalam tahap men- tas keputusan dari para partisipan.
cari bentuk konkret bagaimana akuntansi Metode yang digunakan adalah semi-
dapat berkontribusi untuk menciptakan structured interview. Metode ini dipilih kare-
kebahagiaan yang sejati. Oleh karena itu na memudahkan peneliti dalam mengem-
studi ini ingin memperkaya literatur tentang bangkan pertanyaan untuk mendapatkan
akuntansi dan kebahagiaan dengan meng- informasi yang lebih mendalam (Hesse-Biber
gali sejauh mana manusia mampu memak- & Leavy, 2011). Wawancara dilakukan de
nai kehidupan dan mencapai kebahagiaan ngan media pencatatan dan bantuan voice
dengan cara kerja pikiran yang berbasiskan recorder terkait dengan keterbatasan daya
mental accounting. ingat manusia. Peneliti melakukan wawan-
cara dengan tatap muka secara langsung,
METODE telepon, dan conference call dengan waktu
Pada awalnya peneliti mencoba me- total 28 jam.
mahami cara berpikir partisipan secara Selain melakukan wawancara, peneliti
mendalam mengenai proses pengambilan juga melakukan observasi dan analisis do-
keputus an pembelian suatu objek dalam kumen. Observasi dilakukan oleh peneliti
upaya nya mendapatkan kebahagiaan de melalui pengamatan secara cermat terha-
ngan metode mental accounting. Berdasarkan dap para partisipan dalam hal non-verbal,
pemahaman tersebut peneliti melanjutkan gaya berpakaian, perilaku saat berbelanja,
dengan kritis ilusi kebahagiaan yang dimiliki dan perilaku keseharian seseorang. Analisis
para partisipan dengan menggunakan para- dokumen meliputi akun media sosial para
digma kritis (Neuman, 2011). Selanjutnya, partisipan (facebook, Instagram, dan twitter)
peneliti menganjurkan untuk membongkar dengan tujuan lebih memahami kepribadian
ilusi tersebut dengan paradigma spiritua partisipan untuk meminimalisasi bias pene
litas tentang kebahagiaan sejati (Hanh, liti yang mungkin terjadi. Hampir seluruh
1975, 2012). Paradigma kritis-spiritualis ini partisipan memiliki akun medsos yang di-
Rospitadewi, Efferin, Mental Accounting dan Ilusi Kebahagiaan: Memahami Pikiran... 21
Penghasilan
Usia Tahunan Pendidikan
No. Nama Status Pekerjaan Agama
(Tahun) (Jutaan Terakhir
Rupiah)
“Hobi saya adalah ngelencer baik rutinitas kesehariannya dan merasa bahwa
dalam negeri maupun luar ne setelah ia bekerja, ia sulit menemukan orang
geri... ke tempat yang belum per- baru. Ia juga sulit menemukan pencapaian
nah pergi. Karena saya tidak mau apa yang harus dikejar. Ia memang gemar
mengoleksi barang yang hanya terhadap high end luxury fashion. Dua tahun
memenuhi rumah, jadi kebaha- lalu ia menabung demi mendapatkan sebuah
giaan saya tidak pada barang“ tas Philip Lim seharga $1.100. Tahun ini ia
(Mrs. SU). merencanakan harus membeli sebuah tas
Celine seharga $3.000 yang telah ia inginkan
“Karena orang hidup di momen semenjak 3 tahun lalu. Ms. T juga mengung-
kan. Orang happy karena momen. kapkan bahwa ia “terlalu senang” membeli
Ya itu, sebetule kan gini. Orang baju. Ia membatasi dirinya sendiri dengan
kerja, orang ngumpulin duit, kare- maksimal membeli 2 baju setiap bulannya.
na sebuah momen. Seng kamu Hal tersebut ia rasakan sebagai kepuasan
anggap di value mu penting. Kamu dalam hidup yang dapat diraih tetapi tidak
punya duit banyak tapi kamu membuatnya bahagia.
ga happy, kamu tabung-tabung Data-data dari wawancara juga diban
tok, buat apa... Momen itu paling dingkan dengan media sosial yang diguna
penting” (Mr. B). kan para partisipan sebagai triangulasi. Pa-
ra partisipan aktif di media sosial dan sering
Bagi Mr. B, ia cenderung untuk mem-
memposting foto yang mengabadikan momen
beli sesuatu saat ia merasa momen yang
sehari-hari yang mereka alami dan dianggap
sama tidak akan terulang. Ia percaya bahwa
penting. Meskipun tingkat keaktifan para
membeli momen mampu memberikan ke-
partisipan berbeda-beda, status dan foto
bahagiaan yang lebih lama. Ini mencakup
yang ditampilkan menunjukkan konsistensi
pengalaman saat travelling atau barang ter-
antara hasil wawancara dan analisis doku-
tentu pada saat yang tepat.
men tersebut. Makna kebahagiaan di atas
Kebahagiaan seseorang juga dapat be-
menunjukkan bahwa para partisipan tidak
rasal dari kegagalan di masa lampau yang
dapat membedakan antara kebahagiaan dan
terus dikenang dan dicari kompensasinya.
kepuasan yang hanya bersifat sesaat. Apa
Sebagaimana dikatakan:
yang sesungguhnya merupakan kepuasan
“Waktu SMA pernah menang dijadikan tujuan dalam melakukan pembe-
Lomba Cerdas Cermat mewaki- lian atau aktivitas tertentu. Keterkaitannya
li Propinsi Maluku dengan me dengan mental accounting dan kebahagiaan
ngalahkan sekolah yang pernah akan dijelaskan di komponen-komponen se-
menolak menerima saya hanya lanjutnya di bawah ini.
karena saya tidak mengumpulkan Framing effect. Hal ini berhubungan
ijazah SMP. Dendam yang baik dengan informasi yang diterima yang mem-
hahaha, yang memotivasi. Tapi bentuk persepsi tentang apa yang diingin
tetap ada sedikit keinginan untuk kan dan dibutuhkan sehingga seseorang
balas dendam hahahaha” (Mr.F). akan bereaksi terhadap informasi tersebut.
Namun, ada juga yang belum dapat Para partisipan mencari dan mendapatkan
menjelaskan apa makna kebahagiaan. Hal rasionalisasi tentang pentingnya membeli
ini diungkapkan dalam pernyataan di bawah dan menikmati sebuah barang atau jasa dari
ini. informasi yang ia dapatkan dan pengalaman
sebelumnya.
“(Aku) belum bahagia. Kurang ba-
hagia aja pokoke. Kerjaan aku jek “Aku kalo beli barang, kebanyakan
belum pro, di kantor terlalu ban- gara-gara pengen si, jarang seng
yak politik e, aku ga suka. Kese- bener-bener butuh” (Ms. S).
hatan, aku lagi lemu jadi aku ga “Pertamane ga butuh ga pengen,
happy” (Ms. T). terus aku liat, kok lucu yo, la aku
Ketika ditanya apa yang membuat Ms. pengen berarti. Ga butuh kan, tapi
T bahagia, ia menyatakan bahwa arti baha- tak beli” (Mr. B).
gia adalah sesuatu yang susah untuk diung-
“Tertarik ke suatu barang karena
kapkan. Ms. T saat ini sedang terjebak dalam
fungsinya, mungkin juga ben-
24 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 18-34
tuknya. Itu kali ya, aku nek pe butuhan makan saja saya harus
ngen suatu barang karena ber- meminta... Saat itu saya merasa
fungsi atau menurutku itu bagus. menjadi orang yang paling ti-
Ga tau karena bentuknya cantik, dak berguna bagi orang lain... Di
atau unik” (Mrs. D). saat itulah saya mendekatkan
diri pada Tuhan dan belajar me-
Bagi ketiga partisipan di atas hal uta-
mahami ajaran kebaikan, meski
ma yang menjadi pemicu perilaku konsum-
pada awalnya tujuan saya sho-
tif adalah internal stimuli yang membawa
lat saat itu supaya badan segar
kesadaran untuk konsumsi saat melihat
saja he he.... Tapi entahlah, saat
barang tersebut. Bila tidak pernah melihat
itu ada semacam kesadaran yang
barang tersebut, mereka tidak akan pernah
mendorong saya untuk mengubah
menginginkannya.
mindset saya tentang hidup saya
“Informasi kudapatkan dari sendiri. Saya kembangkan pikiran
temenku, soalnya temenku yang positif pada setiap masalah yang
bikin, aku iri, aku bikin. Karena datang. Saya berusaha baik pada
aku merasa dia punya lampu (mo- setiap orang. Ternyata kebaikan
bil) bagus, aku ganti juga, jadi itu berbuah banyak. Membantu
kayak ikut dia” (Mr. L). dan dibantu adalah sebuah pan-
Bagi Mr. L keinginan untuk memiliki dangan yang cukup membantu
sesuatu muncul karena ia melihat apa saya menjalani hidup sampai saat
yang dimiliki oleh orang lain yang dianggap ini” (Mr. Y).
memiliki kegemaran yang sama sehingga
ia ingin menyamai atau melebihinya. “Walaupun saya juga bukan tidak
Triangulasi di akun Instagram miliknya berusaha mendapatkan kebaha-
menunjukkan betapa ia bangga dengan giaan itu, dalam pengalaman hi
koleksinya (produk-produk dengan gambar dup saya, saya cenderung mem-
Iron Man) karena dianggap lebih lengkap persepsi bahwa sarana menuju
daripada banyak kolektor lainnya. kebahagiaan itu seakan-akan
datang dengan sendirinya. Tentu
“Keinginan. Keinginanku jadi saja berbagai sifat yang inheren
kebutuhanku? Mungkin ya isa pada saya banyak menunjang
menurutku. Aku isa nunggu, tapi datangnya sarana itu. Contoh
aku pasti bakal melakukan, cu- konkretnya: saya memang berusa-
man aku pasti nunggu” (Ms. T). ha untuk “membenahi diri” ketika
saya sadar bahwa saya berorien-
Bagi Ms. T, travelling adalah sebuah tasi seksual gay, misalnya dengan
keinginan dan bukan sebuah kebutuhan, mencari informasi, berkonsultasi
tetapi dia juga menganggap bahwa keingi- dengan psikolog, kemudian ber-
nannya adalah kebutuhan yang harus di- gabung dengan organisasi gay di
penuhi. Travelling dianggap dapat mening- kampus, tetapi kebahagiaan saya,
katkan kembali semangatnya untuk hidup yaitu mendapatkan pasangan
dan memandang dunia dari perspektif yang saya yang pertama, yang bertahan
lain. Dia merasa bahwa dunia ini luas dan selama 21 tahun, seakan datang
indah sehingga ia harus berusaha untuk dengan sendirinya”(Mr. DO).
mengunjungi banyak tempat selagi belum
disibukkan oleh kehidupan rumah tangga. Bagi Mr. Y dan Mr. DO yang pernah
Menurutnya, film adalah external stimuli ter- mengalami perjalanan hidup yang sulit, ke-
kuat yang membuatnya ingin untuk pergi ke bahagiaan justru diperoleh dengan mene
suatu tempat atau negara. Pendapat yang rima segala sesuatu sebagaimana adanya,
berbeda diungkapkan oleh dua orang parti- mengubah cara berpikir dan menikmati
sipan di bawah ini. yang ada. Ini tentunya tidak terlepas dari
perenungan pribadi setelah berbagai upaya
“Saya pernah mengalami suatu yang pernah dilakukan untuk “mengubah
masa di mana hidup saya be- keadaan” justru tidak menghasilkan sesuatu
gitu bergantung pada orang lain, yang diharapkan, tetapi justru akhirnya
bahkan untuk pemenuhan ke- mendapatkan sesuatu yang semula tidak
Rospitadewi, Efferin, Mental Accounting dan Ilusi Kebahagiaan: Memahami Pikiran... 25
memberikan manfaat kebahagiaan yang belum tentu dapat terjadi secara persis.
langka, mereka dapat menyimpangi alokasi Misalkan, berapa persen (bagian) dari peng-
yang telah ditetapkan sebelumnya. Akun- hasilan seseorang yang diperlukan untuk
akun spesifik yang ada memiliki simpangan kebutuhan sandang, pangan, dan papan;
yang dapat ditoleransi sejauh itu dianggap pendidikan anak; rekreasi; dan sebagainya.
menjanjikan kebahagiaan yang lebih besar. Inilah yang membentuk self control sebelum
Salah satunya terungkap dalam wawancara memutuskan sebuah pengeluaran.
di bawah ini. Pada tahap self control seseorang akan
“Untuk sesuatu hal, saya sadar membandingkan antara apa yang diren-
sering jadi tidak rasional tentang canakan sebelumnya dengan apa yang
cost. Karena uang hilang bisa cari dihadapi. Ada berbagai alternatif yang ha-
lagi, kebahagiaan hilang, sema rus dipilih sebelum ia mengambil putusan.
ngat juga hilang, terutama untuk Ia akan merasa nyaman jika ia berhasil
hobi dan keluarga. Contoh saya, mendapatkan apa yang dirasakan menjadi
Saya penggemar ultraman dan kebutuhannya dalam batasan pengeluaran
godzilla, kadang walau beberapa di setiap akun. Manusia cenderung berusaha
bulan ngga beli baju atau sepatu, mendapatkan sebanyak-banyaknya dengan
atau CD, saya rela demi mainan pengorbanan sekecil-kecilnya (sejalan de
tsb. Baju saya ke kantor kan itu- ngan prinsip ekonomi) agar tidak melanggar
itu aja, naik mobil juga malas batasan-batasan finansial yang dibuatnya.
eman bensinnya. Saya senang Jika ia dapat meminimalisasi pengeluaran-
bisa memiliki mainan. Saya juga nya untuk suatu hal, ini akan membantu-
bahagia karena seolah memori nya untuk memiliki ruang gerak yang lebih
dan nostalgia masa kecil saya ter- luas untuk melakukan berbagai hal lainnya.
penuhi. Saya suka kedua karak- Pengambilan keputusan dan evalu
ter tsb karena memang cerita dan asi. Setelah membagi alternatif tindakan ke
pesan-pesan moral atau value dari dalam berbagai akun spesifik dan melihat
film-filmnya yang melekat sampai anggaran masing-masing akun, para parti-
sekarang (25tahun)” (Mr BN). sipan melakukan pengambilan putusan dan
mengevaluasinya. Putusan pembelian akan
Mr. BN merupakan penggemar karakter
dilakukan jika nilai barang dianggap lebih
cerita tertentu. Ia mengoleksi barang-barang
besar dari harganya (acquisition utility) dan
tersebut karena mengingatkannya pada ke-
nangan masa kecil yang memberikan sen- harga tersebut sama atau di bawah harga
sasi tersendiri. Kepemilikan model karakter dari referensi lainnya (transaction utility) se-
tersebut mewakili kenangan indah yang ada bagai sebuah “kesempatan” yang dianggap
dalam memorinya dan dianggap memuncul- sebagai penawaran yang sulit untuk dilewat-
kan kebahagiaan yang besar untuk saat ini. kan. Setelah pembelian dilakukan, pikiran
Keinginan mendapatkan kebahagiaan dapat akan menghasilkan self report untuk meng
mengalahkan “anggaran” yang sudah ada evaluasi keputusannya dan menilai apakah
dan menggantikan self control dengan ra- ia mendapatkan keuntungan, kerugian, atau
sionalisasi tertentu. kekalahan (Thaler, 1999). Sebagaimana ter-
Jadi, dapat disimpulkan bahwa framing ungkap di bawah ini.
effect menentukan apa yang dianggap baik “Tapi ini lagi diskon 30%, kapan
dan/atau perlu. Manusia membuat berbagai lagi dapet diskon gini, dan ini size-
kategori tentang apa yang menjadi prioritas ku!” (Ms. S).
untuk didahulukan di atas yang lainnya.
Yang menjadi kendala adalah uang yang “Kalo aku disuruh pilih, aku pilih
hendak dibelanjakan. Oleh karena itu, ada seng aku seneng walaupun aku
berbagai akun yang diciptakan dalam pikiran ga butuh” (Ms. H).
kita untuk dijadikan panduan seberapa ban- Materi, momen, atau pengalaman
yak uang yang direncanakan untuk dikelu- merupakan sarana yang dianggap dapat
arkan dalam memenuhi berbagai kebutuhan memunculkan rasa bahagia sehingga penge-
tersebut. Panduan tersebut juga memasuk- luaran tersebut merupakan upaya untuk
kan pertimbangan simpa ngan yang dapat mendapatkan kebahagiaan tersebut. Beri-
dito
leransi karena apa yang direncanakan kut salah satu ungkapannya.
Rospitadewi, Efferin, Mental Accounting dan Ilusi Kebahagiaan: Memahami Pikiran... 27
“Jangan pernah lupa untuk ber- Mereka masih mencoba berupaya untuk
senang-senang. Tentu membu- mendapatkan sesuatu. Namun, perbedaan-
tuhkan biaya, namun akan di- nya dengan yang lain adalah mereka tidak
pertimbangkan benefitnya bukan terlalu melekati apa yang mereka inginkan
dengan nilai uang namun dgn sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
rasa bahagia yang bisa dinikmati jika sebuah keinginan berada dalam batasan
alasannya. Kebahagian ukuran toleransi pengeluaran yang direncanakan,
bukan materi namun di hati. Ten- putusan pembelian diambil dan transaksi
tu hatinya juga harus senang dan dilaksanakan. Setelah putusan diambil se-
bahagia, tidak ada iri dan dengki, seorang mulai membuat self report. Di sini
karena karma berjalan secara ia mengevaluasi apakah pengeluaran terse-
kekal” (Mr. AM). but dapat memberikan “kebahagiaan” yang
diinginkan.
Jadi, para partisipan tersebut cende
Manusia mencoba menilai manfaat
rung menggunakan emotional value dalam
berupa utilitas transaksi dan utilitas perole-
menentukan pembelian suatu produk. Ke-
han yang didapat dengan biaya atau pe
tika mereka merasa sebuah produk mem-
ngorbanan yang dilakukannya. Jika man-
berikan nilai tambah terhadap perasaan
faat dianggap lebih besar, transaksi ini akan
kebahagiaannya, mereka akan melakukan
mendatangkan kepuasan. Jika tidak, tran-
konsumsi terhadap produk tersebut. Mere
saksi ini akan mendatangkan kekecewaan.
ka merasa bahwa waktu belum tentu dapat
Namun, apakah kepuasan tersebut adalah
terulang kembali sehingga kesempatan yang
kebahagiaan? Mari kita lihat di bagian se-
ada harus diambil. Namun ada juga parti-
lanjutnya, apa yang terjadi pascamendapat-
sipan yang tidak terlalu mementingkan uti
kan sesuatu.
lity dan self report serta lebih membiarkan
Perasaan pascamendapatkan sesu a
segala sesuatunya mengalir dan mencoba
tu. Setelah melakukan atau tidak melaku-
menerima apa pun yang terjadi:
kan pembelian dan mengevaluasi putusan-
“Mungkin saya adalah orang yang nya, para partisipan masuk ke sebuah ta-
meyakini kekuatan suatu proses. hap adaptasi yang disebut sebagai hedonic
Kita harus berani melangkah un- treadmill, yaitu perasaan kembali ke titik
tuk berproses, karena di dalam nol pascamendapatkan sesuatu. Para par-
berproses kita pasti akan me tisipan mengungkapkan bahwa kepuasan
nemukan sesuatu, meski mung- atau kekecewaan karena mendapatkan atau
kin apa yang kita temukan nanti- mengalami sesuatu hanya berlangsung se-
nya tak berkaitan dengan tujuan mentara dan setelahnya perasaan itu akan
awal” (Mr. Y). hilang.
“Saya cenderung bukan orang “Nek menurutku, orang nek
yang terlalu calculating dalam kepe
ngen soro rasane mbayang-
pengalaman hidup saya. Teman- noe seng apik-apik, tapi karena
teman yang berkecimpung dalam wes entuk ya jadi kayak apa ya,
dunia bisnis, misalnya, seringkali kepe
ngene levele wes berkurang.
ngeri sendiri melihat saya begitu Karena wes entuk, jadi ga ngarep-
nrimo-nya. Mungkin karena saya ngarep lagi... Mari gitu nyesel” (Ms.
cenderung impulsif, dan kebetu- S).
lan banyak beruntung dalam stu- Seringkali manusia berpikir “Bila saya
di, pekerjaan, aktivisme dan ke- memiliki objek X, hidup saya akan men-
hidupan pribadi. Saya juga sering jadi sempurna, dan saya akan bahagia”.
dikritik oleh orang-orang dekat Sesaat setelah membeli objek tersebut,
saya terlalu optimis” (Mr. DO). manusia akan merasa bahagia selama be-
Kedua partisipan ini cenderung melihat berapa waktu, dan mulai terbiasa dengan
kebahagiaan sebagai sesuatu yang mengalir hal tersebut. Kenyataannya, konsumsi ter-
dan menerima segala sesuatu yang muncul hadap materi atau pengalaman hanya akan
sebagai bagian dari kehidupan. Hal ini se- bertahan dalam beberapa waktu tertentu,
laras dengan apa yang mereka ungkapkan sehingga kepuasan dan kebahagiaan yang
sebelumnya pada bagian framing effect. dirasakan juga hanya pada saat momen
membeli, mengonsumsi, atau sesaat setelah
28 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 18-34
gam makin kuat oleh para partisipan dalam kepemilikan objek eksternal tersebut. Ob-
dunia bisnis. Konsep-konsep ini digenggam jek eksternal dianggap sebagai kebahagiaan
kuat oleh para pelaku bisnis sebagai indika- itu sendiri. Memilikinya berarti berbahagia.
tor “objektif” yang menentukan kesuksesan Ketidakmampuan untuk memilikinya berarti
bisnis mereka. Jika perusahaan saya dapat penderitaan/kekecewaan. Setiap tindakan
mengambil dari luar sebanyak-banyaknya, bertujuan untuk pemenuhan “kebahagiaan”
maka yang di dalam akan semakin berbaha- diri sendiri. Ego menganggap bahwa makin
gia. Jadi, akuntansi hanyalah upaya mera- banyak memiliki sesuatu, makin berbaha-
sionalisasi apa yang sebenarnya diinginkan gialah kita. Manusia menjadi sangat bergan-
sejak dari pikiran awal, bukan sebuah kon- tung pada apa yang ada di luar dirinya. Dia
sep objektif “di luar” yang menunggu untuk menjadi terpenjara oleh masa lalu dan terob-
ditemukan. sesi oleh masa depan.
Akuntansi untuk organisasi juga di- Sebagaimana dinyatakan oleh Efferin
landasi oleh specific accounts yang menjadi (2016:3): “Manusia hidup dalam lautan kon-
logika persamaan akuntansi. Ada kelompok sep dan label yang ia ciptakan sendiri. Saat
aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan, be- ia terlalu melekati konsep tersebut, maka ia
ban, dan profit. Aset terdiri dari kewajiban menjadikan konsep dan label tersebut seba
ditambah ekuitas. Ekuitas akan bertambah gai egonya.” Konsep sukses mendatangkan
jika ada profit yang dihitung dari pendapa- kepuasan (yang dianggap sebagai “kebaha-
tan dikurangi beban. Ekuitas sendiri giaan”). Ego yang terus bertumbuh melahir-
menunjukkan hak dari pemilik atas entitas kan ilusi keterpisahan antara manusia dan
yang disebut perusahaan.Pada akhirnya ni- orang lain serta lingkungannya. Dalam kon-
lai buku sebuah perusahaan dihitung dari teks organisasi ini adalah ilusi keterpisah
nilai ekuitas per lembar saham. Semakin an antara organisasi tersebut dan lingkung
besar bagian (jumlah lembar) yang dimiliki, annya. Sebagai hasilnya, aktivitas bisnis
semakin besar hak seorang pemilik. Untuk menjelma menjadi semakin egois, material-
memenuhinya, perusahaan perlu perenca- istik, hedonistik, dan merusak. Semakin be-
naan dan pengendalian berupa budgeting sar selisih antara yang diperoleh dam yang
beserta akun-akunnya dengan limit masing- dikorbankan, perusahaan semakin sukses
masing sebagai kendali operasional perusa- dan dengan demikian para anggota organi
haan. Inilah self control yang dikenal sebagai sasinya akan makin “berbahagia” (lihat
planning and budgeting. Gambar 1).
Pengambilan putusan dalam organisasi
mengacu pada standar atau anggaran yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Secara perio-
dik pendapatan dan beban yang sesungguh-
nya akan dibandingkan dengan yang ditar-
getkan (direncanakan). Inilah self report dan
evaluasi dalam konteks sebuah perusahaan
atau organisasi yang mendapatkan justifika-
si dari prinsip ekonomi (mendapatkan lebih
besar dengan pengorbanan lebih kecil). Para
pelaku bisnis membuat analisis varian yang
membandingkan antara apa yang diren-
canakan dan apa yang dicapai. Untuk sisi
pendapatan, makin tinggi angka yang terjadi
dibandingkan dengan yang direncanakan Gambar 1. Creating Happiness (“The
maka artinya makin baik. Untuk sisi biaya, Secret of Happiness Revealed by Harvard
makin rendah angka yang terjadi dibanding- Study,” 2015)
kan dengan yang direncanakan, maka arti-
nya makin baik. Sayang sekali kepuasan yang diper-
Temuan dari studi ini juga menunjuk- oleh melalui mental accounting sesungguh-
kan bahwa manusia seringkali menganggap nya hanyalah ilusi tentang kebahagiaan.
bahwa setiap objek eksternal (materi, relasi, Jika kita memang sungguh-sungguh me-
dan pengalaman) mengandung nilai intrinsik miliki kebahagiaan yang berasal dari objek
yang dapat memberikan kebahagiaan. Aki- eksternal tersebut, mengapa kepuasan yang
batnya, banyak orang yang berlomba-lomba dirasakan hanya sesaat? Jika kita sungguh-
untuk mendapatkan kebahagiaan melalui sungguh memilikinya, mengapa kita tidak
Rospitadewi, Efferin, Mental Accounting dan Ilusi Kebahagiaan: Memahami Pikiran... 31
yang menonjolkan dualisme internal ver- sionalisasi egoistik yang sudah ada tentang
sus eksternal. Internal dan eksternal perlu arti mendapatkan dan menikmati sebuah
dipahami sebagai sebuah kesatuan. Kita barang/jasa. Jika framing effect tidak lagi
akan berbahagia jika orang lain berbahagia berorientasi pada kepentingan egois, label
(Hanh, 2012). yang diberikan untuk sumber dan penggu-
Akuntansi, dengan demikian, perlu naan uang (specific account) akan berorien-
bertransformasi menjadi alat pertanggung- tasi pada manfaat bagi semua pihak secara
jawaban sejauh mana perusahaan dapat berkesinambungan.
mengelola sumber dayanya menjadi sarana Pembenahan ini dapat terjadi karena
yang memberi manfaat nyata bagi masyara- kebahagiaan diri dan orang lain dianggap se-
kat dan lingkungan hidup. Akuntabilitas se- bagai satu kesatuan, yaitu saya berbahagia
buah perusahaan bukan lagi terletak pada jika orang lain berbahagia. Konflik kepen
kinerja finansialnya semata melainkan pada tingan tidak harus terjadi dan setiap orang
kemaslahatan yang diberikannya bagi selu- akan selalu berupaya mencari cara terbaik
ruh stakeholders dan alam semesta. Akun- untuk menghasilkan manfaat bagi semua
tansi sebagai alat pembangun spiritualitas orang dan alam semesta.
atau yang disebutkan oleh Triyuwono (2000) Setiap orang juga perlu terlatih untuk
sebagai alat untuk mendekonstruksi ilusi melakukan kontemplasi reflektif. Kontem-
keterpisahan antara subjek (pelaku) dan plasi ini digunakan untuk melihat secara
objek (masyarakat). Kesehatan finansial me- utuh apa yang sudah pernah dialami dan
mang perlu, tetapi bukan untuk mengaku- mensyukuri apa yang ada dalam kondisi
mulai kekayaan pemilik semata, melainkan status quo (seperti yang terungkap pada dua
agar perusahaan dapat terus menghasilkan orang partisipan Mr. Y dan Mr. DO). Kon-
kebaikan untuk menyelesaikan berbagai ma- templasi ini juga memunculkan self control
salah sosial dan ekologis (Efferin, 2016). Un- dalam mengambil tindakan yang diambil
tuk itu, perubahan paling fundamental yang dari sudut padang orang lain. Selanjutnya,
harus dilakukan dalam akuntansi pertama setiap pengambilan putusan bukan lagi me-
kali bukan pada sistem pelaporan, metode lihat pada utilitasnya (acquisition dan trans-
perhitungan, standar akuntansi, sertifikasi action utility), melainkan pada manfaat atau
profesi, audit, ataupun perangkat institu- kebahagiaan yang dihasilkan untuk pihak
sional lainnya. Secanggih apa pun perangkat lain. Evaluasi sebuah tindakan tidak lagi
institusionalnya, jika niat yang mendasari terpaku pada perolehan keuntungan sese
adalah egoism, orang akan selalu mencari orang sebagai akibat dari sebuah transaksi,
jalan untuk mengooptasinya demi mengejar tetapi kepada cara lain yang lebih efektif dan
pemuasan ego. Namun, kebutuhan utama efisien untuk mendatangkan manfaat lebih
dari dunia akuntansi adalah transformasi besar bagi semua makhluk.
internal yaitu pikiran kita: bagaimana be-
lajar meninggalkan mental accounting dan SIMPULAN
menumbuhkembangkan pola pikir yang ti- Studi ini menunjukkan bahwa akun-
dak egois, menyadari kesalingterkaitan an- tansi yang seringkali dianggap sebagai ba-
tarmakhluk hidup, dan berusaha memberi hasa bisnis tidak terlepas dari cara kerja
bukan mengambil. Ini selaras dengan yang pikiran kita sendiri. Setiap orang ternyata
dikemukakan Efferin (2015) dan Molisa memiliki cara kerja pikiran yang disebut
(2011) bahwa perubahan perlu dimulai dari mental accounting. Mental accounting ini
dalam diri sendiri dan bukannya menuntut menunjukkan kemiripan yang sangat tinggi
lingkungan eksternal untuk berubah sesuai dengan sistem akuntansi yang dikembang-
kemauan kita. kan dan digunakan di dunia bisnis. Cara
Ini semua dapat terjadi jika ada pembe- kerja pikiran yang berbasiskan mental ac-
nahan fundamental dalam pendidikan kita counting akan berimplikasi terhadap pe
sejak dini untuk mengikis mental accounting. ngambilan keputusan pada tataran individu
Pembenahan tersebut adalah mengubah maupun organisasi atau perusahaan. De
persepsi (framing effect) sejak dini mengenai ngan demikian, pemaknaan cara kerja men-
hakikat sumber kebahagiaan sejati bagi se- tal accounting pada tataran individu akan
tiap orang. Sumber kebahagiaan berasal dari menambah penyebab akuntansi mendorong
dalam diri, bukan bergantung pada objek perkembangan bisnis yang cenderung ber-
eksternal. Kesadaran ini akan mengikis ra- wajah egois dan tamak.
Rospitadewi, Efferin, Mental Accounting dan Ilusi Kebahagiaan: Memahami Pikiran... 33
Sistem dan output informasi akuntansi sejak usia dini tentunya membutuhkan ka-
yang digunakan dan dihasilkan dalam dunia jian tersendiri.
bisnis adalah proyeksi egoisme pikiran kita
sendiri. Akuntansi adalah rasionalisasi dari DAFTAR RUJUKAN
keinginan kita untuk mengambil dari “luar” Ahuvia, A. (2008). If Money Doesn’t Make Us
untuk kesenangan yang di “dalam”. Hal ini Happy,Why Do We Act as if It Does?
menjadi penyebab banyak orang merasa Journal of Economic Psychology, 29(4),
nyaman dengan eksistensi akuntansi seba 491–507. https://doi.org/10.1016/j.
gai instrumen “objektif” pengukur “kesuk- joep.2007.11.005
sesan” sebuah bisnis. Selain itu, hal ini juga Eblin, S. (2014). Overworked and Over-
membutuhkan upaya yang besar untuk ke- whelmed: The Mindfulness Alternative.
luar dari zona nyaman tersebut. John Wiley & Sons: New Jersey.
Perubahan terhadap mental accounting Efferin, S. (2015). Akuntansi, Spiritu-
membutuhkan transformasi fundamental alitas, dan Kearifan Lokal: Bebera-
pa Agenda Penelitian Kritis. Jurnal
pikiran daripada sekadar mengubah perang-
Akuntansi Multiparadigma, 6(3), 466-
kat institusionalnya. Perubahan yang ha
480. http://dx.doi.org/10.18202/ja-
nya berfokus pada perangkat hanya meng
mal.2015.12.6037
undang model kooptasi berikutnya, yang
Efferin, S. (2016). Sistem Pengendalian Mana-
tetap mengedepankan ego pelaku bisnis.
jemen Berbasis Spiritualitas. Yayasan
Meskipun demikian, transformasi diri bu- Rumah Peneleh: Jakarta
kanlah sesuatu yang mudah untuk dilaku- Ernst & Young. (2013). Hitting the Sweet
kan. Pendidikan di sekolah dan keluarga se- Spot: The Growth of the Middle Class in
jak dini membutuhkan reorientasi berpikir Emerging Markets. EYGM Limited: Lon-
secara fundamental untuk mengikis mental don.
accounting tersebut. Oleh karena itu, akar Fenech, C., & Perkins, B. (2014). The Deloitte
masalahnya bukan terletak pada institusi Consumer Review Africa: A 21st-century
akuntansi karena ia hanyalah akibat bukan View. Deloitte: London.
sebab. Guven, C., & Sørensen, B. E. (2012). Sub-
Penyebab sesungguhnya ada dalam jective Well-Being: Keeping Up with
pikiran kita yang seringkali egois. Pendidikan the Perception of the Joneses. Social
sejak dini merupakan alternatif yang mung- Indicators Research, 109(3), 439–469.
kin terjadi dan ini membutuhkan sebuah https://doi.org/10.1007/s11205-011-
transformasi fundamental multidisiplin, dari 9910-x
fokus ke materialitas menjadi spiritualitas. Hesse-Biber, S. N., & Leavy, P. (2011). In-
Transformasi spiritual memacu perubahan troduction to Qualitative Research Me
pola pemikiran institusi akuntansi secara thods. In S.N. Hesse-Biber & P. Leavy
gradual. (Eds.), The Practice of Qualitative Re-
Studi ini tidak bermaksud mengecilkan search Second Edition (pp. 3–14). Bos-
upaya perubahan dalam institusi akuntansi ton: Sage Publication.
yang makin hangat disuarakan oleh berbagai Hanh, T.H. (1975). The Miracle of Mindful-
pihak untuk mengurangi ketidakadilan dan ness. Boston: Beacon Press.
kerusakan sosial dan ekologis. Pesan utama Hanh, T.H. (2012). The Science of the Budha:
yang hendak peneliti sampaikan adalah 21 Day Retreat. Dieulivol: Plum Village.
akuntansi membutuhkan perubahan dari Kamayanti, A., Triyuwono, I., Irianto, G.,
dan Mulawarman, A. D. (2011). Ex-
segala lini secara fundamental, bukan par-
ploring the Presence of Beauty Cage in
sial. Jika perubahan tersebut tidak menyen-
Accounting Education: Evidence from
tuh akar masalah yang ada, dampaknya ti-
Indonesia. The Indonesian Journal of
dak akan terlalu besar untuk dirasakan dan
Accounting Research, 14(3), 273-295.
dikhawatirkan hanya menghasilkan ilusi. Karabati, S., & Cemalcilar, Z. (2010). Values,
Penciptaan dunia yang lebih baik memang Materialism, and Well-being: A study
membutuhkan proses serta kerja sama ba with Turkish University Students.
nyak pihak. Selain itu, penciptaan ini sudah Journal of Economic Psychology, 31(4),
selayaknya melibatkan upaya multidisiplin 624–633. https://doi.org/10.1016/j.
(kependidikan, akuntansi, psikologi, bisnis, joep.2010.04.007
dan sebagainya). Langkah-langkah perubah Lamberton, G. (2015). Accounting and Hap-
an yang konkret dalam bidang pendidikan
34 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 8, Nomor 1, April 2017, Hlm. 18-34
piness. Critical Perspectives on Ac- piness Research Can Tell Us about Self-
counting, 29, 16–30. https://doi. Control Problems and Utility Mispredic-
org/10.1016/j.cpa.2014.10.005 tion. In B.S. Frey & A. Stutzer (Eds.)
Line, N. D., Hanks, L., & Kim, W. G. (2016). Economics and Psychology: A Promising
Hedonic Adaptation and Satiation: New Cross-Disciplinary Field. London:
Understanding Switching Behavior in MIT. Press.
the Restaurant Industry. International Thaler, R. H. (1999). Mental Account-
Journal of Hospitality Management, 52, ing Matters. Journal of Behavioral
143–153. https://doi.org/10.1016/j. Decision Making, 12(3), 183–206.
ijhm.2015.10.005 https://doi.org/10.1002/(SICI)1099-
Lyubomirsky, S. (2008). The How of Happi- 0771(199909)12:3<183::AID-
ness. A New Approach to Getting the Life BDM318>3.0.CO;2-F
You Want. London: Penguin. Thaler, R., & Sunstein, C. (2008). Nudge:
McPhail, K. (2011). A Review of the Emer- Improving Decisions about Health,
gence of Post-secular Critical Account- wealth, and Happiness. Michigan: Ca
ing and a Provocation from Radical ravan Book. https://doi.org/10.1007/
Orthodoxy. Critical Perspectives on Ac- s10602-008-9056-2
counting, 22(5), 516–528. https://doi. The Secret of Happiness Revealed by Harvard
org/10.1016/j.cpa.2011.01.007 Study. (2015). Diambil 17 Februari
Molisa, P. (2011). A Spiritual Reflection on 2016, dari http://www.huffingtonpost.
Emancipation and Accounting. Criti- com/george-bradt/the-secret-of-happi-
cal Perspectives on Accounting, 22(5), ness-r_b_7450384.html
453–484. https://doi.org/10.1016/j. Triani, N.N.A., & Satyawan, M.D. (2016). Me-
cpa.2011.01.004 maknai Sisi Akuntansi dari Sumbangan
Neuman, W.L. (2011). Social Research Me Keagamaan Masyarakat Hindu Bali.
thods: Qualitative and Quantitative Ap- Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 7(2),
proaches7th. Boston: Pearson Educa- 240-255. http://dx.doi.org/10.18202/
tion Inc. jamal.2016.08.7019
Rospitadewi, E. (2016). Mental Accounting Triyuwono, I. (2000). Organisasi dan Akun-
dan Pencarian Kebahagiaan: Kritis Ilusi tansi Syari’ah. Yogyakarta: LKiS.
Kepuasan dalam Masyarakat Modern. Vohs, K.D., Finkenauer, C. & Baumeiter,
Universitas Surabaya. R.F. (2011). The Sum of Friends and
Stutzer, A., & Frey, B. S. (2007). What Hap- Lovers Self-Control Scores Predicts Re-
lationship Quality. Social and Personal-
ity Psychology, 2(2), 138-145.