Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AKUNTANSI KEPRILAKUAN
Dosen : Karlina Ghazalah Rahman, SE.,M.Ak

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9 (SEMBILAN)
MUHAMMAD QUDU’A AKASAFANI
(2020222596)
NURUL FAJRIAH AY
(2020222586)

INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS


NOBEL INDONESIA MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat dan
rahmat-Nya lah sehingga kami dapat menyusun makalah ini yang berisikan tentang
“konsep dasar keuangan pemerintah”. Dimana maksud dari penyusunan makalah ini
adalah sebagai kewajiban untuk melengkapi tugas kelompok sebagai mahasiswa
Institut Teknologi Dan Bisnis Nobel Indonesia Makassar untuk jurusan Akuntansi
untuk mata kuliah Akuntansi Keprilakuan.

Makalah ini disusun sesuai infomasi yang telah dijelaskan oleh dosen dan
juga bedasarkan hasil pencarian referensi pada media elektronik internet yang
disusun secara sederhana guna memenuhi kebutuhan mahasiswa yang ingin
mempelajari tentang Mental Accounting. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih terdapat kekurangan baik dalam isi maupun sistematika
penulisannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan
yang kami miliki serta kami hanya manusia biasa yang takluput dari kesalahan.

Oleh karena itu, kami berharap kepada pembaca untuk memberikan saran
dan kritik yang bersifat membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini dan
dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat, khususnya untuk kami yang meyusun makalah ini dan umumnya
untuk para pembaca makalah ini. kami sebagai penyusun makalah ini mohon maaf
apabila dalam penulisan makalah terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan
sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud penulis. Sekian dan
terima kasih.

Makassar, 14 oktober 2021

Peyusun,
KELOMPOK 9

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian akuntansi untuk seorang individu atau sebuah rumah
tangga adalah sama dengan pengertian akuntansi untuk perusahaan bisnis
pada umumnya, yaitu untuk mencatat, mengelompokan, menganalisis dan
melaporkan transaksi ataukejadian ekonomi. Alasan mereka melakukan
proses akuntansi juga sama dengan alasan perusahaan menerapkan
akuntansi manajerial, yaitu untuk menelusuri kemana saja uang atau aset
mereka digunakan sehingga pembelanjaan yang mereka lakukan dapat
dikendalikan.
Setiap individu tentunya dihadapkan dengan situasi Pengambilan
keputusan, oleh karena itu pengambil keputusan Harus mengedepankan
rasionalitas sehingga tidak mengarah Pada hasil yang tidak optimal.
Kenyataan menunjukan bahwa individu seringkali tidak rasional dalam
pengambilan keputusan karena pengelolaan keuangan yang tidak baik.
Masalah keuangan yang dihadapi oleh setiap individu disebabkan karena
sebagian individu tidak mampu membedakan mana kebutuhan primer dan
sekunder serta tidak ada skala prioritas. Untuk mengatasi masalah keuangan
ini, individu memanfaatkan kemudahan fasilitas kredit yang diberikan oleh
pihak perbankan untuk membiayai kebutuhan mereka. Bahkan juga membuat
individu meningkatkan tingkat konsumsinya. Sehingga muncullah konsep
Akuntansi mental (atau akuntansi psikologis ) ini yang mana mencoba untuk
menggambarkan proses di mana orang mengkode, mengkategorikan, dan
mengevaluasi hasil ekonomi.
Proses akuntansi mental membantu dalam memahami pilihan-pilihan
yang dilakukan oleh setiap individu karena kaidah dari akuntansi mental ini
sifatnya tidak netral. Dalam akuntansi mental dikenal istilah fungsi nilai.
Fungsi nilai ini adalah representasi dari beberapa komponen pusat dari
kebahagiaan manusia. Mental accounting berkaitan dengan penganggaran
dan kategorisasi pengeluaran. Orang menganggarkan uang ke dalam
rekening mental untuk pengeluaran (misalnya, menabung untuk rumah) atau
kategori pengeluaran (misalnya, uang bensin, pakaian, utilitas. Akun mental
diyakini bertindak sebagai strategi pengendalian diri. Orang-orang dianggap
membuat akun mental sebagai cara untuk mengelola dan melacak
pengeluaran dan sumber daya mereka. Orang juga diasumsikan membuat
akun mental untuk memfasilitasi tabungan untuk tujuan yang lebih besar
(misalnya, biaya rumah atau kuliah).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Mental Accounting
2. Teori yang Mendasari mental Accounting
3. Mental Accounting Di Akuntansi

C. Tujuan
Mahasiswa Mampu Menjelaskan dan memahami tentang Mental Accounting

PEMBAHASAN
A. Pengertian Mental Accounting

Mental Accounting (Akuntansi Mental) merupakan akuntansi yang mengacu


kepada kecenderungan orang untuk memisahkan uang mereka ke dalam rekening
yang terpisah (berbeda) berdasarkan kriteria subjektif, seperti sumber uang dan niat
untuk setiap akun.

Berbagai pendapat yang mengemukakan tentang pengertian dari accounting mental


yaitu:

1. THALER (1985)

Mental Accounting adalah suatu rangkaian operasi kognitif yang


dipergunakan oleh individu atau rumah tangga dalam mengkode, membuat
kategori, dan mengevaluasi aktifitas finansialnya

2. TVERSKY DAN KHANEMAN (1981)


Menyatakan bahwa mental accounting berfokus kepada bentuk dari
keputusan individu dalam keuangan
3. CHEEMA DAN SOMAN (2006)
mental accounting adalah sebuah perumpamaan yang digunakan
dalam pengambilan keputusan belanja karena kegunaannya di dalam sebuah
konsep fenomena empiris
4. NIKMATUS (2016)
Prilaku individu menggunakan mental menghitung dalam mengambil
keputusan investasi dengan menimbang cost dan benefit dari semua aksi
yang mereka lakukan.
Komponen dari akuntansi mental terdiri dari tiga macam, yaitu:
1. Menangkap bagaimana outcome dirasakan dan dialami, dan
bagaimanakeputusan dibuat dan dievaluasi.Pilihan konsumen dapat dipahami
dengan menggabungkan nilai yang disepakatidengan perhitungan yang
berkaitan dengan keputusan pembelian.
2. Melibatkan penempatan aktivitas dalam akun-akun tertentu.Baik sumber
maupun penggunaan dana harus dikelompokan dalam sistem akuntansi
mental sebagaimana dalam sistem akuntansi.
3. Frekuensi dari evaluasi suatu akun. Saldo akun dapat dicatat secara
harian, mingguan, bulanan, atau tahunan.
B. Teori yang Mendasari mental Accounting

1. Prospect Theory (Teori Prospek)


Dikembangkan oleh Kahneman dan Tversky (1979) merupakan teori
yang paling berkembang dalam studi perilaku keuangan. Dimana, Prospect
theory mendeskripsikan bagaimana orang-orang sering membuat keputusan
dan menilai keputusan dalam resiko dan ketidakpastian. Kahneman dan
Tversky pada penelitian mereka terhadap prilaku manusia yang dianggap
aneh dan kontradiktif dalam mengambil suatu keputusan. Subyek penelitian
yang sama diberikan pilihan yang sama namun diformulasikan secara
berbeda, dan mereka menunjukkan dua prilaku yang berbeda.
Teori prospek ini dapat dipakai untuk melihat banyak sekali fenomena
perilaku manusia di berbagai bidang kehidupan, khususnya pada proses
pengambilan keputusan yang kadangkala ‘tidak masuk akal’. Teori ini dipakai
untuk mengukur (melakukan measurementperspective) terhadap perilaku
orang atau organisasi dalam mengambil keputusan, dan hal-hal yang melatar
belakangi keputusannya itu. Secara singkat dapat dikatakan teori prospek
menunjukkan, bahwa orang akan memiliki kecenderungan irasional untuk
lebih enggan mempertaruhkan keuntungan (gain) daripada kerugian (loss).
Dalam kondisi rugi, seseorang akan cenderung lebih berani menanggung
risiko dibandingkan pada saat kondisi berhasil. Seseorang akan merasakan
seolah-olah nilai kerugian pada sejumlah uang tertentu dalam suatu taruhan
lebih menyakitkan daripada nilai keuntungan dari sejumlah uang yang sama,
sehingga dalam situasi rugi orang lebih berani untuk menanggung risiko.
Teori prospek tersebut sejalan dengan mental accounting yang berfokus pada
bagaimana seseorang harus menyikapi dan mengevaluasi suatu situasi saat
terdapat dua atau lebih kemungkinan hasil, khususnya bagaimana
mengkombinasikan kemungkinan-kemungkinan hasil tersebut.

2. Behavioral Life-CycleTheory (Shefrin dan Thaler, 1988)


Teori ini berkaitan dengan penggunaan pendapatan dalam perilaku
konsumsi seseorang. Menurut Shefrin dan Thaler (1988), seseorang
mengkategorikan kekayaannya ke dalam tiga akun yaitu currentincome,
currentassets, dan futureincome. Menurut teori ini, seseorang tidak
memperlakukan kekayaan mereka dengan cara yang sama, tetapi sangat
bergantung bagaimana ia memandang uang yang dimilikinya sebagai
currentincome, currentassets, atau futureincome. Dari ketiga akun tersebut
seseorang lebih banyak melakukan pengeluaran untuk akun currentincome.
Behavioral Life-CycleTheory menekankan pada pengendalian diri, mental
accounting, dan framing terkait dengan pengendalian diri. Thaler dan Shefrin
mengatakan bahwa seseorang seharusnya mengadopsi aturan yang dapat
membatasi kesempatan untuk membelanjakan uang, baik itu dari dalam
dirinya sendiri maupun dari luar dirinya. Terkait dengan mental accounting,
Thaler dan Shefrin (1988) mengatakan pengkategorian dan evaluasi dalam
aktivitas finansial diasumsikan dapat membantu menerapkan batasan
terhadap uang belanja. Behavioral Life-CycleTheory juga terkait dengan
hipotesis pendapatan permanen (Friedman, 1957) yang menunjukkan bahwa
seseorang akan mengambil pinjaman (kredit) ketika pendapatan mereka
lebih rendah dari yang diharapkan dan menyimpan ketika pendapatan
mereka lebih tinggi dari yang diharapkan. Keputusan untuk mengambil
pinjaman ketika pendapatan mereka lebih rendah dari yang diharapkan
adalah untuk tetap dapat memenuhi konsumsi mereka.

3. Penggunaan Kartu Kredit


Kartu kredit sudah menjadi media pembayaran lazim terutama di kota-
kota besar, bahkan pola hidup konsumtif mendorong orang untuk memiliki
lebih dari satu kartu kredit. Kartu kredit adalah alat pembayaran dengan
menggunakan kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk melakukan
pembayaraan atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi,
dalam hal ini termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan
penarikan tunai dimana kewajiban pemegang kartu kredit dipenuhi terlebih
dahulu oleh pihak penerbit dan pemegang kartu kredit berkewajiban untuk
melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati. Kartu kredit merupakan
salah satu alat pembayaran dengan cara kredit,dimana konsumen dapat
berbelanja meskipun pada saat itu tidak mempunyai uang. Prinsipnya,
konsumen berbelanja dengan cara utang. Lebih dari itu, konsumen
diperkenankan membayar utang itu dengan mencicil sejumlah minimum
tertentu dari total transaksi. Jumlah pembayaran minimum itu biasanya
sebesar 10 sampai 20 persen dari saldo tagihan.

4. Faktor Demografis
Variabel demografis menurut Robb dan Sharpe (2009) adalah suatu
studi yang mempelajari karakteristik, sikap, dan perilaku seseorang yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya jenis kelamin, status pendidikan
dan pendapatan. Faktor lain yang termasuk dalam demografis adalah usia.
Faktor-faktor demografis biasanya mempengaruhi perilaku seseorang,
termasuk dalam perilaku keuangan. Pria memiliki pengetahuan lebih banyak
tentang uang dan lebih percaya diri dalam kecerdasan finansial mereka
daripada wanita. Pria memiliki pandangan yang lebih positif dan percaya
dengan memiliki uang mereka akan lebih diterima dalam lingkungan sosial
mereka. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih memandang negatif
terhadap uang. Ada enam jenis kepercayaan tentang uang dan menemukan
bahwa wanita muda dan pria di Inggris memiliki perbedaan pandangan
terhadap uang. Pria lebih terobsesi dengan uang dibandingkan wanita.
Sebaliknya, wanita lebih konservatif dalam keuangan mereka. Orang tua
lebih cenderung melihat diri mereka sebagai penabung daripada pemboros
dan menggambarkan diri mereka bukan sebagai pembeli impulsif. Hal
tersebut berbeda dengan orang pada usia muda yang lebih fleksibel dan
secara konsisten memiliki pandangan bahwa pinjaman (penggunaan kredit)
lebih menguntungkan. Pendapatan juga merupakan salah satu faktor
demografis yang mempengaruhi perilaku keuangan. Menurut hipotesis
pendapatan permanen (Friedman, 1957) menunjukkan bahwa seseorang
akan mengambil pinjaman (kredit) ketika pendapatan mereka lebih rendah
dari yang diharapkan dan menyimpan ketika pendapatan mereka lebih tinggi
dari yang diharapkan. Hipotesis pendapatan relatif (Duesenberry, 1949)
dalam Hollander 2001 mengatakan seseorang cenderung membandingkan
diri dengan kebiasaan konsumsi orang lain. Jika mereka memiliki lebih sedikit
sumber daya keuangan yang tersedia, mereka mencoba untuk mengatasi
kesenjangan keuangan mereka dengan cara meminjam uang (kredit).
C. Mental Accounting Di Akuntansi

Apa pengaruh akuntansi ke pasar saham? Ada yang berpendapat data


akuntansi dipakai penganut analisis fundamental untuk mengambil keputusan
investasi. Sebagian analisa fundamental melibatkan data-data akuntansi untuk
menemukan perusahaan yang baik, punya peluang pertumbuhan dan menemukan
harga wajar. Secara pendekatan psikologi, pola pikir akuntansi ternyata juga
mempengaruhi pola pikir pelaku pasar dalam mengambil keputusan transaksi.

Mental accounting atau akuntansi mental adalah sebuah fenomena


seseorang membagi uang dalam beberapa akun atau rekening terpisah
berdasarkan tujuan dan sumber uang tersebut. Contoh, si A berencana membeli
mobil tahun ini dan rumah lima tahun yang akan datang. Si A sudah membuat
tabungan terpisah untuk kedua tujuan tersebut. Ia secara rutin menyisihkan
pendapatan per bulan dalam dua rekening berbeda. Ternyata uang untuk membeli
mobil masih kurang Rp 50 juta, sedang rekening untuk membeli rumah sudah ada
dana Rp 200 juta. Bunga kredit membeli mobil sekitar 15% per tahun sedang bunga
tabungan 8% per tahun. Tuan A akhirnya memutuskan membeli mobil secara kredit
untuk menutupi kekurangan dana dan tidak mengganggu tabungan yang disiapkan
untuk membeli rumah. Sekilas keputusan ini terlihat disiplin. Tetapi keputusan ini
sebenarnya tidak rasional, karena terdapat selisih suku bunga kredit dan tabungan
sebesar 7%. Harusnya tuan A menggunakan sebagian dana pembelian rumah
untuk menutup kekurangan dana pembelian mobil. Lalu, pendapatan bulan-bulan
berikutnya yang harusnya dipakai membayar cicilan mobil disimpan ke rekening
pembelian rumah.

Mental accounting juga terjadi ketika seseorang membagi rekening


berdasarkan sumber pendapatan. Ada yang menempatkan dalam akun yang
berbeda, ada juga membuatnya secara virtual, ada juga yang dalam catatannya.
Sumber uang ternyata mempengaruhi bagaimana nantinya uang digunakan. Uang
yang dihasilkan dari gaji karena bekerja selama sebulan berbeda perlakukannya
dengan uang yang didapatkan dari hadiah, bonus atau warisan. Orang cenderung
lebih mudah menggunakan dan menghabiskan uang hasil bonus, hadiah dan
warisan, dibandingkan uang hasil bekerja selama sebulan, biarpun nilainya sama.
Thaler (1980) pertama kali menggagas fenomena akuntansi mental ini, di
mana seseorang membuat pemikiran yang menyerupai cara sebuah organisasi atau
perusahaan dalam membuat sebuah sistem akuntansi untuk mengelola keputusan
keuangan yang akan dilakukan. Perlakuan akuntansi perusahaan tersebut ternyata
mempengaruhi para individu dalam membuat keputusan keuangan. Ada banyak
akun, baik secara riil ataupun virtual yang terbentuk di pemikiran seseorang saat
mengelola uang. Uang yang nilainya sama-sama Rp 10 juta rupiah seharusnya tidak
mendapat perlakuan berbeda.

Mental acconting ternyata juga terjadi dalam aktivitas transaksi saham, baik trading
maupun investasi. Sejumlah pelaku pasar pernah berdiskusi dengan penulis tentang
posisi transaksi saham yang sedang rugi. Pelaku pasar tadi menanyakan waktu dan
level harga yang tepat untuk melakukan pembelian saham yang merugi untuk
menyelamatkan posisi rugi tersebut dengan melakukan pembelian di level bawah
(averagingdown).

Dengan melakukan averagingdown, rata-rata harga beli akan turun dan kalau harga
saham naik lebih mudah untuk keluar dari posisi saham tersebut dengan
breakeventpoint. Fokus yang dilakukan investor adalah mencari cara
menyelamatkan posisi yang rugi tadi, di mana seolah-olah ada akun tersendiri untuk
posisi saham tersebut.

Seharusnya pelaku pasar tidak perlu fokus pada setiap posisi sahamnya, tetapi lebih
melihat keseluruhan portofolio. Bila berpikir setiap posisi saham adalah akun yang
terpisah dan harus keluar pasar atau dijual dalam posisi untung, maka yang akan
terjadi adalah kerugian besar.

Pelaku pasar tidak berani melakukan cut loss dan berpikir menyelamatkan posisi
rugi tersebut dengan melakukan averagingdown. Bagaimana kalau saham tersebut
terus turun atau diam tidak bergerak. Menahan posisi rugi dan melakukan pembelian
di bawah membuat risiko menjadi lebih besar.

Tidak masalah bila ada beberapa posisi terpaksa keluar dari pasar atau dijual dalam
posisi rugi. Fokus harus diarahkan bagaimana supaya posisi portofolio secara
keseluruhan tidak mengalami kerugian, bahkan kalau bisa mengalami keuntungan
atau pertumbuhan.
Penulis juga pernah ditanya pelaku pasar yang ingin melakukan buyback saham
yang telah dijual rugi sebelumnya. Alasannya ingin mengembalikan kerugian yang
dialami di saham tersebut. Ada akun kerugian yang tertinggal di posisi saham
tersebut dan harus dikembalikan dengan meraih keuntungan di saham tersebut.

Penulis lantas bertanya ke pelaku pasar tersebut, apakah kerugian di saham A


harus ditutup dengan keuntungan dari saham yang sama? Kenapa tidak membeli
saham B yang punya peluang naik lebih tinggi? Jadi pelaku pasar tersebut telah
terjebak dalam akuntansi mental, di mana terbentuk akun-akun virtual di
pemikirannya tentang posisi sebuah saham.

Bila pelaku pasar berpikir lebih jernih dan mampu mengesampingkan fenomena
akuntansi mental ini, tentu keputusan investasinya akan lebih baik dan punya
potensi keuntungan lebih besar.

PENUTUP

KESIMPULAN
Mental accounting dapat digunakan sebagai perangkat self control dalam
mencegah pemanfaatan dana untuk kepentingan yang bersifat komsumtif
atau overspending karena dana sudah dipisah dalam rekening tertentu.
Sehingga dana tidak mudah digunakan untuk kepentingan lain. Dengan
demikian semakin tinggi mental accounting pada diri seseorang maka
semakin rendah kemungkinan terkena masalah dalam kehidupan yang
dijalani. Alasan utama untuk mempelajari akuntansi mental ini adalah untuk
meningkatkan pemaham mengenai pilihan dari aspek psikologi.

DAFTAR PUSTAKA
Micrets Agustina Silaya, dkk. 2017. “Mental accounting Dan Faktor Demografi:
Fenomena Penggunaan Kartu Kredit Pada Pegawai Bank Danamon Cabang
Ambon” https://ojs.unpatti.ac.id/index.php/sosoq/article/download/112/64, 11
Oktober 2021 pukul 21.30

Harian kontan. 2019.”akuntansi mental”, .https://amp.kontan.co.id/news/akuntansi-


mental diakses pada 13 Oktober 2021 pukul15.48

Dona Primasari Zulkifli,2017.”mental accounting”.


https://www.scribd.com/user/231513916/Dona-Primasari-
Zulkiflihttps://id.scribd.com/document/357941279/Mental-Accounting diakses pada
14 Oktober 16.05

Linda Ariany Mahastanti, ,”MENTAL ACCOUNTING DAN VARIABEL DEMOGRAFI


SEBUAH FENOMENA PADA PENGGUNAAN KARTU KREDIT”.
https://media.neliti.com,14 Oktober 2021 pukul 15:54

https://en-m-wikipedia-org.translate.goog/wiki/Mental_accounting?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=nui,tc,sc

https://aditya140.wordpress.com/2020/10/17/pengertian-mental-accounting/

Anda mungkin juga menyukai