Anda di halaman 1dari 8

ABADIMAS ADI BUANA e-ISSN : 2622 – 5719, P – ISSN : 2622 - 5700

VOL. 02. NO. 1, JULI 2018

KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


(1)
Khairun Nisa, (2)Sambira Mambela dan (3)Lutfi Isni Badiah
(1)
Mahasiswa (2,3)Dosen Pogram Studi Pendidikan Khusus
FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Email: (1) Khairunnisa@gmail.com, (2)Sam.Mambela@gmail.com , (3) Lutfiisnibadiah@gmail.com

ABSTRAK
Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan
berbagai perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Istilah anak-anak dengan kebutuhan
khusus tidak mengacu pada sebutan untuk anak-anak penyandang cacat, tetapi mengacu pada
layanan khusus yang dibutuhkan anak-anak dengan kebutuhan khusus. Ada berbagai jenis kategori
dalam lingkup jangka waktu anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dalam konteks pendidikan
khusus di Indonesia, anak-anak dengan kebutuhan khusus dikategorikan dalam hal anak-anak
tunanetra, anak-anak tuna rungu, anak-anak dengan kecacatan intelektual, anak-anak penyandang
cacat motorik, anak-anak dengan gangguan emosi sosial, dan anak-anak dengan bakat cerdas dan
khusus. Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik berbeda dari satu ke yang
lain. Selain itu, setiap anak dengan kebutuhan khusus juga membutuhkan layanan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik mereka. Penting untuk melaksanakan kegiatan
identifikasi dan penilaian untuk mengidentifikasi karakteristik dan kebutuhan mereka. Hal ini
dianggap penting untuk mendapatkan layanan yang tepat sesuai dengan karakteristik, kebutuhan
dan kemampuannya.
Kata kunci: Karakteristik, Kebutuhan, Anak Berkebutuhan Khusus

ABSTRACT
Children with special needs (ABK) are children who grow and develop with various differences
with children in general. The term of children with special needs does not refer to the designation
for children with disabilities, but refers to the special services that children with special needs
need. There are various types of categories within the scope of the term of children with special
needs. In the context of special education in Indonesia, children with special needs are
categorized in terms of children with visual impairment, deaf children, children with intelectual
disability, children with motoric disabilities, children with social emotional disorder, and children
with intelligent and special talents. Each child with special needs has different characteristics
from one to another. Moreover, each child with special needs also needs special services tailored
to their abilities and characteristics. It is necessary to carry out identification and assessment
activities to identify their characteristics and needs. It is considered important to get the right
service according to the characteristics, needs and abilities.
Keyword: Characteristic, Needs, Children with Special Needs

1. PENDAHULUAN pemenuhan hak untuk ABK saat ini pun telah


Anak berkebutuhan khusus (ABK) tertuang dalam UU No.8 Tahun 2016.
menjadi sorotan masyarakat maupun Bahkan, pemerintah saat ini sedang gencar
pemerintah selama hampir satu dekade menggalakkan pendidikan dan lingkungan
terakhir. Baik dari segi layanan pendidikan, yang ramah bagi ABK. Hal tersebut
layanan terapi, aksesibilitas umum, dan diwujudkan oleh pemerintah dalam bentuk
berbagai hal terkait dengan pemenuhan hak pendidikan inklusif serta mulai diperketatnya
bagi ABK. Terbaru, berbagai layanan dan bangunan-bangunan dan fasilitas umum yang

33
ABADIMAS ADI BUANA e-ISSN : 2622 – 5719, P – ISSN : 2622 - 5700
VOL. 02. NO. 1, JULI 2018

harus memenuhi standar aksesibilitas bagi pendengaran, intelegensi, fisik dan


ABK. motorik, pervasif.
Secara sederhana, anak berkebutuhan
khusus dapat diartikan sebagai anak yang Pemberian materi disampaikan oleh
memerlukan layanan khusus untuk dapat Drs. Sambira Mambela, M.Pd dan Lutfi Isni
menjalani aktivitas sehari-hari dengan baik. Badiah, S.Pd.,M.Pd pada tanggal 23 Maret
Hal tersebut mencakup anak-anak yang 2018. Kegiatan dilaksanakan dengan
mengalami permasalahan maupun yang menyampaikan paparan materi kemudian
memiliki kelebihan terkait tumbuh kembang dilakukan tanya jawab dan diskusi dengan
yang kaitannya dengan intelegensi, inderawi, orang tua anak berkebutuhan khusus. Di
dan anggota gerak. Seperti yang diungkapkan akhir kegiatan dilakukan pengambilan
oleh Efendi (2006) bahwa anak berkebutuhan kesimpulan dari paparan materi tersebut oleh
khusus merupakan suatu kondisi yang pemateri dan juga oleh peserta.
berbeda dari rata-rata anak pada umumnya.
Perbedaan dapat berupa kelebihan maupun 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
kekurangan. Dari adanya perbedaan ini, akan A. Karakteristik dan Kebutuhan ABK
menimbulkan berbagai akibat bagi 1. Tunanetra
penyandangnya. Heward menyatakan bahwa Istilah anak tunanetra secara
anak berkebutuhan khusus merupakan anak mendasar dapat diartikan sebagai
dengan karakteristik khusus yang berbeda anak-anak yang mengalami
dengan anak pada umumnya tanpa selalu gangguan pada fungsi penglihatan.
menunjukkan pada ketidakmampuan mental, Kita perlu mendefinisikan
emosi atau fisik (Rejeki & Hermawan, 2010) ketunanetraan berdasarkan fungsi
Namun daripada itu, kondisi atau kemampuan penglihatan yang
masyarakat saat ini masih banyak yang tersisa. Hal ini bertujuan untuk
belum terbuka dengan ABK. Permaslahan ini membantu mempermudah dalam
menunjukkan budaya masyarakat Indonesia penyediaan layanan baik dalam
yang masih belum tumbuh menjadi budaya bentuk akademik maupun layanan
yang inklusif yang ramah dengan ABK. tambahan sebagai keterampilan
Penulisan artikel ini bertujuan untuk pendamping. Dengan
memberikan wawasan kepada pembaca mendefinisikan ketunanetraan sesuai
tentang karakteristik setiap jenis ABK dan dengan tingkatan fungsi penglihatan,
bagaimana pemenuhan kebutuhan layanan maka kita tidak akan mengartikan
yang disesuaikan dengan setiap karakteristik secara mendasar bahwa anak
mereka. tunanetra adalah anak yang
2. METODE PELAKSANAAN mengalami kebutaan.
Kegiatan Pengabdian Kepada Beberapa ahli seperti Djaja
Masyarakat di PK-PLK Cinta Ananda Rahardja dan Sujarwanto (2010)
Kabupaten Sumenep dilaksanakan dengan serta Gargiulo (2006)
memberikan materi tentang: mendefinisikan ketunanetraan
1. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, menjadi 3 kategori yaitu buta buta,
dijelaskan klasifikasi anak berkebutuhan buta fungsional dan low vision.
khusus terdiri dari Anak dengan Seseorang disebut mengalami
gangguan penglihatan, pendengaran, kebutaansecara legal jika
intelegensi, fisik dan motorik, pervasif. kemampuan penglihatannya berkisar
2. Karakteristik Anak Berkebutuhan 20/200 atau dibawahnya, atau
Khusus, dijelaskan tentang masing- lantang pandangannya tidak lebih
masing karateristik khusus dari Anak dari 20 derajat. Pada pengertian ini,
dengan gangguan penglihatan, seorang anak di tes dengan
menggunakan snellen chart (kartu
snellen) dimana anak harus dapat

34
ABADIMAS ADI BUANA e-ISSN : 2622 – 5719, P – ISSN : 2622 - 5700
VOL. 02. NO. 1, JULI 2018

mengidentifikasi huruf pada jarak 20 penglihatannya meskipun pada jarak


kaki atau 6 meter. Dengan yang sangat dekat.
pengertian lain anak-anak dikatakan Berdasarkan pengertian
buta secara legal jika mengalami tersebut dapat kita simpulkan bahwa
permasalahan pada sudut pandang anak-anak tunanetra adalah anak
penglihatan, yaitu kemampuan yang mengalami permasalahan pada
menggerakkan mata agar dapat fungsi penglihatannya, sehingga
melihat ke sisi samping kiri dan mereka mengalami permasalahan
kanan. dalam berorientasi dengan
Seorang anak dikatakan lingkungan melalui indera
mengalami kebutaan apabila mereka penglihatannya. Tentunya anak yang
hanya memiliki sedikit persepsi mengalami ketunanetraan akan
tentang rangsangan cahaya yang menglami permasalahan dalam
diterima atau mungkin tidak mempu proses belajarnya, berbeda dengan
mengidentifikasi apapun dengan anak normal yang dapat menerima
kemampuan penglihatannya dengan informasi dari indera
kata lain disebut dengan buta total. penglihatannya. Maka dalam hal ini
Anak-anak pada kategori ini anak tunanetra membutuhkan
memanfaatkan indera pendegaran layanan khusus dalam proses
dan perabanya sebagai alat utama belajarnya. Secara umum, anak
untuk mendapatkan informasi tunanetra harus belajar dengan
tentang keadaan disekitar. menggunakan tulisan braille, yaitu
Seorang anak dikatakan dengan memanfaatkan indera
mengalami buta fungsional apabila perabanya untuk mengidentifikasi
mereka memiliki sisa penglihatan tulisan braille. Meskipun demikian,
untuk mengidentifikasi cahaya anak-anak tunanetra juga dilatihkan
disekitar. Anak-anak pada kategori memanfaatkan sisa penglihatannya
ini masih mampu mengidentifikasi untuk berorientasi dengan
stimulus cahaya di lingkungan lingkungan sekitar, misalnya yang
sekitar. Beberapa dari mereka masih mengalami buta fungsional, mereka
mampu mengidentifikasi pantulan harus mampu memanfaatkan sisa
cahaya dari benda-benda disekitar, penglihatannya untuk membantu
sehingga dengan adanya sisa mereka dalam proses belajar
penglihatan ini dapat memudahkan orientasi mobilitas. Sedangkan anak
mereka untuk belajar orientasi low vision juga harus dikenalkan
mobilitas. dengan tulisan awas sehingga tidak
Sedangkan anak dikatakan low terbatas belajar dengan tulisan
vision apabila mereka masih braille.
memiliki sisa penglihatan untuk Selain membutuhkan tulisan
berorientasi dengan lingkungan braille untuk dapat belajar, anak-
sekitar. Bahkan, anak-anak low anak dengan ketunanetraan juga
vision masih mampu memerlukan pendekatan yang
mengidentifikasi huruf dan angka berbeda pada proses belajarnya.
dengan kata lain dapat digunakan Guru perlu menggunakan media
untuk membaca meskipun pembelajaran yang mirip dengan
membutuhkan bantuan kaca bentuk nyata (tiruan,replika),
pembesar. Pada kategori ini, anak sehingga anak tunanetra dapat
yang mengalami low vision masih memanfaatkan indera perabanya
mampu mengidentifikasi wajah untuk membantu mendapatkan
seseorang dengan kemampuan informasi dalam kegiatan

35
ABADIMAS ADI BUANA e-ISSN : 2622 – 5719, P – ISSN : 2622 - 5700
VOL. 02. NO. 1, JULI 2018

belajarnya. Namun demikian, anak tunarungu. Terdapat 4 klasifikasi


tunanetra juga perlu pengalaman anak tunarungu yaitu tunarungu
nyata untuk memperluas ringan (15-30 db), tunarungu sedang
pengetahuan dan mempermudah (31-60 db), tunarungu berat (61-90
proses belajar seperti halnya anak- db), dan tunarungu sangat berat (91-
anak pada umumnya. 120 db).
Lebih daripada itu, dalam Dampak secara khusus,
lingkungan masyarakat anak-anak hilangnya fungsi dengar pada
perlu bantuan aksesibilitas untuk seseorang dapat mempengaruhi
dapat memanfaatkan fasilitas umum proses komunikasi dengan orang
yang tersedia. Sebagai contoh lain. Telinga atau indera pendengar
trotoar atau lantai yang dilengkapi merupakan organ yang berperan
dengan bidang timbul yang dapat sentral dalam proses penerimaan
memudahkan mereka untuk informasi berupa suara, yang
mengidenfi arah mereka berjalan. kemudian diproses oleh otak
Selain itu diperlukan pula, tulisan- sehingga menghasilkan persepsi
tulisan braile yang terpasang pada tertentu. Setiap manusia dapat
ruang umum untuk memudahkan berkomunikasi dan berbicara secara
mereka dalam menemukan fasilitas verbal dikarenakan otak dapat
yang mereka perlukan. merekam setiap informasi yang
2. Tunarungu diterima oleh telinga sejak usia dini.
Tunarungu dapat diartikan Dengan demikian, hilangnya fungsi
sebagai gangguan pendengaran, pendengaran sejak usia dini sama
dimana anak yang mengalami saja seorang anak akan mengalami
ketunarunguan adalah menglami miskin kosakata karena
permasalahan pada hilangnya atau terhambatnya proses masuknya
berkurangnya kemampuan informasi berupa suara melalui
pendengaran. Andreas telinga (Soemantri, 2007).
Dwijosumarto (dalam Soemantri, Berdasarkan permasalahan
2007) menyatakan bahwa anak yang tersebut dapat kita simpulkan bahwa
dapat dikatakan tunarungu jika pada dasarnya anak tunarungu tidak
mereka tidak mampu atau kurang mengalami hambatan pada
mampu mendengar. Menurutnya, perkembangan intelegensi dan
tunarungu dapat dibedakan menjadi aspek-aspek lain, selain yang
dua kategori yaitu tuli dan kurang berkaitan dengan pendengaran dan
dengar. Tuli merupakan suatu komunikasi. Oleh karena itu, dalam
kondisi dimana seseorang benar- segi pelayanan pendidikan anak
benar tidak dapat mendengar tunarungu memiliki kemampuan
dikarenakan hilangnya fungsi yang tidak berbeda dengan anak-
dengar pada telinganya. Sedangkan anak pada umumnya. Namun
kurang dengar merupakan kondisi daripada itu, guru memerlukan
dimana seseorang yang mengalami metode khusus dalam
kerusakan pada organ menyampaikan materi pelajaran
pendengarannya tetapi masih dapat kepada anak tunarungu. Guru harus
berfungsi untuk mendengar mampu berbicara dengan mimik
meskipun dengan atau tanpa alat mulut yang jelas, sehingga
bantu dengar. meskipun tanpa mendengar anak
Sedangkan Boothroyd (dalam tunarungu dapat mencerna informasi
Winarsih, 2007) memiliki padangan yang disampaikan. Lebih daripada
berbeda tentang kasifikasi anak itu, guru juga harus mampu

36
ABADIMAS ADI BUANA e-ISSN : 2622 – 5719, P – ISSN : 2622 - 5700
VOL. 02. NO. 1, JULI 2018

menggunakan bahasa isyarat atau lain mental retardasi, mental


bahasa tubuh untuk membantu defectif, mental defisiensi, dan lain-
proses penyampaian informasi. lain (Somantri, 2007).
Metode pembelajaran seperti ini Berbagai istilah yang
dapat disebut dengan pendekatan digunakan untuk menyebut anak
Komtal (Komunikasi Total) tunagrahita pada dasarnya memiliki
(Suparno, 1989). arti yang sama, yaitu menjelaskan
3. Tunagrahita tentang anak yang memiliki
Tunagrahita merupakan keterbatasan intelegensi di bawah
istilah yang disematkan bagi anak- rata-rata sehingga berdampak pada
anak berkebutuhan khusus yang permasalahan akademik dan
mengalami permasalahan seputar kesulitan dalam menjalani aktivitas
intelegensi. Di Indonesia istilah sehari-hari (Somantri, 2007). Anak
tunagrahita merupakan tunagrahita dapat diklasifikasikan
pengelompokan dari beberapa anak berdasarkan tingkatan intelegensi
berkebutuhan khusus, namun dalam dengan dasar intelegensi normal
bidang pendidikan mereka memiliki manusia dengan Skala Binet
hambatan yang sama dikarenakan berkisar antara 90-110. Adapun
permasalahan intelegensi. Dalam klasifikasi berdasarkan tingkat
bahasa asing, anak yang mengalami intelegensi adalah Ringan (IQ 65-
permasalahan intelegensi memiliki 80), Sedang (IQ 50-65), Berat (IQ
beberapa istilah penyebutan antara 35-50), Sangat bera
t (IQ dibawah 35). yang memiliki tingkat berat atau
Sedangkan klasifikasi lain dapat sangat berat, mereka memiliki
didasarkan pada kemampuan yang karkateristik lebih khusus dimana
dimiliki yaitu Ringan (Mampu mereka akan kesulitan untuk
didik), Sedang (Mampu latih), Berat menjalani aktivitas sosial sehari-
(Mampu rawat). hari. Anak-anak pada kategori
Berdasarkan teori-teori tersebut membutuhkan bantuan
tersebut maka kita dapat mengetahui orang lain untuk dapat mengurus
kebutuhan mendasar anak dirinya sendiri.
tunagrahita. Dalam proses 4. Tunadaksa
pembelajran, anak tunagrahita Dalam konteks pendidikan
memerlukan pendekatan yang khusus di Indonesia, tunadaksa
berbeda dengan anak-anak pada dapat diartikan sebagai gangguan
umumnya karena kecepatan proses motorik. Pada konteks lain dapat
penerimaan pengetahuan tentu lebih kita temui penggunaan istilah lain
lambat. Hal tersebut tentu hanya dalam menyebut anak tunadaksa
berlaku bagi anak tunagrahita yang misalnya anak dengan hambatan
memang masih memeiliki gerak. Utamanya, anak tunadaksa
kemampuan untuk menerima adalah anak yang mengalami
pelajaran, dengan kata lain adalah gangguan fungsi gerak yang
anak tunagrahita mampu didik. disebabkan oleh permasalahan pada
Akan tetapi bagi anak tunagrahita organ gerak pada tubuh. Somantri
yang mampu latih, maka perlunya (2007) menjelaskan bahwa
mereka mendapat latihan-latihan tunadaksa merupakan suatu keaadan
bina diri untuk dapat membantu rusak atau terganggu yang
dirinya lebih mandiri dan tidak disebabkan karena bentuk abnormal
bergantung pada orang lain. atau organ tulang, otot, dan sendi
Sedangkan bagi anak tunagrahita tidak dapat berfungsi dengan baik.

37
ABADIMAS ADI BUANA e-ISSN : 2622 – 5719, P – ISSN : 2622 - 5700
VOL. 02. NO. 1, JULI 2018

Pada hakikatnya, anak pembelajaran berbasis akademik,


tunadaksa memiliki berbagai jenis anak tunadaksa juga memerlukan
klasifikasi tergantung pada bagian pembelajaran-pembelajaran khusus
anggota gerak mana yang untuk melatih Soft Skill agar dapat
mengalami permasalahan. Adapun memanfaatkan sisa kemampuan atau
beberapa jenis tunadaksa adalah fungsi gerak untuk dapat
Club-foot (kaku kai), Club-hand menghasilkan karya cipta.
(kaku tangan), Polydactylism (jari Pelayanan-pelayanan tersebut sangat
lebih banyak), Syndactylism (jari diperlukan anak-anak tunadaksa
berselaput), Torticolis (gangguan agar dapat membantu kualitas
tulang leher), Spina Bifida hidupnya lebih baik dan mandiri.
(abnormalitas sumsum tulang 5. Tunalaras
belakang), dll. Pendidikan khusus di Anak tunalaras merupakan
Indonesia menggolongkan anak konteks dengan batasan-batasan
cerebral palsy pada kumpulan anak yang sangat rumit tentang anak-anak
berkebutuhan khusus tunadaksa. yang mengalami masalah tignkah
Meskipun termasuk jenis disabilitas laku. Istilah tunalaras itu sendiri
Brain Injury, anak cerebral palsy belum dapat diterima secara umum
digolongkan dalam anak tunadaksa karena batasan-batasan penyebutan
karena mengalami gangguan pada anak tunalaras yang kurang saklek.
fungsi gerak terutama pada otot Pada intinya sebutan anak tunalaras
(Somantri, 2007). merupakan gangguan perilaku yang
Anak tundaksa mengalami menunjukan suatu penentangan
gangguan pada anggota gerak, yang terus menerus pada
namun pada umumnya anak-anak masyarakat, merusak diri sendiri,
tunadaksa tidak mengalami serta gagal dalam proses belajar di
permasalahan kemampuan sekolah (Somantri, 2007). Somantri
intelegensi. Secara umum, anak menambahkan, sebutan lain anak
tunadaksa mengalami tunalaras yaitu anak tunasosial
perkembangan normal seperti anak- karena anak tersebut selalu
anak pada umumnya. Namun, lebih melakukan penentangan terhadap
daripada itu kita perlu lebih norma dan aturan sosial di
memberikan perhatian pada anak masyarakat seperti mencuri,
tunadaksa dalam segi perkembangan mengganggu ketertiban, melukai
sosial emosional. Anak tunadaksa orang lain, dll. Kauffman (dalam
tumbuh dengan kondisi tubuh yang Somantri, 2007) menyatakan tentang
bermasalah, tentu hal tersebut batasan-batasan anak dapat disebut
sedikit banyak akan mempengaruhi tunalaras jika secara nyata dan
perkembangan sosial emosional. menahun merespon lingkungan yang
Anak tunadaksa rawan akan perilaku menyimpang tanpa ada kepuasan
minder, menutup diri, dan bahkan pribadi namun masih dapat
rawan bullying. diajarkan perilaku baik.
Dalam proses pembelajaran, Dalam konteks pendidikan
anak tunadaksa memerlukan metode- khusus di Indonesia menyebut anak
metode khusus yang disesuaikan tunalaras mengalami permasalahan
dengan kondisi tubuh. Tidak setiap pada perilaku, sosial, dan emosional.
anak tunadaksa dapat menulis Berdasar pada permasalahan
dengan baik dikarenakan kondisi tersebut, anak tunalaras dapat
motorik halus yang tidak mengalami dampak yang sangat
memungkinkan. Selain besar jika tidak mendapatkan

38
ABADIMAS ADI BUANA e-ISSN : 2622 – 5719, P – ISSN : 2622 - 5700
VOL. 02. NO. 1, JULI 2018

layanan secara khusus. anak-anak menunjang pesatnya perkembangan


tunalaras memerlukan layanan pada aspek-aspek tertentu.
konseling dan rehabilitasi untuk Anak dengan kecerdasan dan
menerapkan latihan-latihan secara bakat istimewa memang mengalami
khusus agar dapat berperilaku sesuai perkembangan yang cepat pada
dengan norma dan aturan sosial aspek tertentu, tapi bukan berarti hal
dalam bermasyarakat. tersebut tidak membawa ancaman
6. Anak cerdas dan bakat istimewa negatif terhadap aspek sosial
Anak berbakat dan emosional mereka. Anak dengan
kecerdasan istimewa sesuai undang kecerdasan dan bakat istimewa akan
undang termasuk anak yang mendapat prestasi lebih banyak dan
memerlukan layanan khusus, hal tingkat keberhasilan lebih tinggi
tersebut tertuang pada UU Sisdiknas dibanding anak lain. Namun tentu
No.2 2003. Menurut Somantri dapat berakibat fatal jika mereka
(2007) anak berbakat dan cerdas mengalami kegagalan, hal yang
istimewa memiliki kebutuhan dan dapat terjadi adalah menutup diri,
karakteristik yang berbeda dengan stress tinggi, sampai dengan bunuh
anak-anak pada umumnya. istilah diri dapat terjadi pada anak dengan
anak berbakat memiliki kesamaan kecerdasan dan bakat istimewa yang
dengan istilah-istilah asing, yang mengalami kegagalan. Oleh karena
mana dapat diartikan bahwa anak itu, selain layanan untuk menunjang
berbakat merupakan anak yang kecerdasan dan bakat mereka
memiliki kemampuan atau talenta di memerlukan layanan konseling serta
atas rata-rata anak pada umumnya. pendampingan untuk memperkuat
Serupa dengan anak dengan sisi sosial emosional mereka.
kecerdasan istimewa yang memiliki 4. KESIMPULAN
kecerdasan di atas IQ rata-rata anak Anak berkebutuhan khusus merupakan
pada umumnya. Namun, terdapat anak yang tumbuh dan berkembang dengan
pendapat lain tentang istilah anak berbagai perbedaan dengan anak-anak pada
berbakat dan cerdas istimewa, yaitu umumnya. Sebutan anak berkebutuhan
mereka yang memiliki kemampuan khusus tidak selalu merujuk pada kecacatan
atau IQ di atas rata-rata serta dapat yang dialami, namun merujuk pada layanan
berprestasi karena kemampuan khusus yang dibutuhkan karena mengalami
tersebut. suatu hambatan atau kemampuan diatas rata-
Pada umumnya, tumbuh rata. Meskipun jenis anak berkebutuhan
kembang anak dengan kecerdasan khusus sangat beragam, namun dalam
dan bakat istimewa sama seperti konteks pendidikan khusus di Indonesia anak
anak-anak normal. Namun, lebih berkebutuhan khusus di kategorikan dalam
ditekankan pada perkembangan istilah anak tunanetra, anak tunarungu, anak
pada aspek tertentu dimana mereka tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras,
mengalami perkembangan yang dan anak cerdas dan bakat istimewa.
lebih cepat dibanding anak-anak Setiap anak berkebutuhan khusus
seusianya. Hal tersebut dapat memiliki karakteristik yang berbeda-beda
berlaku pada aspek apapun, baik antara satu dengan yang lain. Layanan untuk
pemahaman tentang ilmu anak berkebutuhan khusus tidak dapat
pengetahuan, kinestetik, seni, dll. disamakan antara satu dengan yang lain, akan
Oleh karena itu, anak dengan tetapi perlu diberikan sesuai dengan
kecerdasan dan bakat istimewa karakteristik kebutuhan dan kemampuan
memerlukan layanan khusus untuk mereka. Untuk mendapatkan layanan yang
sesuai dengan karakteristik kebutuhan dan

39
ABADIMAS ADI BUANA e-ISSN : 2622 – 5719, P – ISSN : 2622 - 5700
VOL. 02. NO. 1, JULI 2018

kemampuannya, perlu dilakukan identifikasi ofAbnormal Child Psychology, 35, pp.


dan asesmen terhadap anak berkebutuhan 475-495
khusus. Berbagai bentuk layanan perlu .
diberikan untuk menunjang kebutuhan
mereka, tidak hanya pada bidang pendidikan
namun layanan non akademik juga sangat
diperlukan untuk meningkatkan kualitas
hidup mereka menjadi lebih baik dan
mandiri.
5. REFERENSI
Efendi, M. (2006). Pengantar
Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: PT. Bumi Aksara
Gargiulo, Richard M. 2012. Special
Education in Contemporary Society:
An Introduction Exceptionality. Betty
Nelson. USA: Sage Publication
Maternal Reflection Metod. Swetz &
Zeitlinger. Amsterdam & Lisse.
Holland
Rahardja, Djaja & Sujarwanto. 2010.
Pengantar Pendidikan Luar Biasa.
Surabaya: UNESA
Rejeki, D.S. & Hermawan. 2010. Pendidikan
Inklusi dan Kemampuan
Menyesuaikan Diri Anak
Berkebutuhan Khusus Terhadap
Keberhasilan Sosialisasi. Jurnal
pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16,
Edisi Khusus II.
Soemantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak
Luar Biasa. Bandung: Reflika Aditama
Winarsih, Murni. 2007. Intervensi Dini Bagi
Anak TunarunguDalam Pemerolehan
Bahasa. DEPDIKNAS
Sunardi dan Sunaryo. 2007. Intervensi Dini
Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta :
Depdiknas.
Thomas J. Berndt (1997) Parental
Socialization Of Positive and Negative
Emotions:
Associations With Children’s Everyday
Coping and Display Rule Knowledge.
Dissertation. North Carolina
University.
Thomas, R. & Zimmer-Gembeck, M. (2007).
Behavioral outcomes of parent-child
interaction therapy and Triple P ¿
Positive Parenting Program: A review
and meta-analysis. Journal

40

Anda mungkin juga menyukai