UPBJJ PALEMBANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
1. Jelaskan dan uraikan pengertian Pendidikan Khusus menurut UU No. 20/2003 ?
Sejak berlakunya UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas maka digunakan istilah pendidikan
khusus, yang menurut Pasal 32, ayat 1 “merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”. Dengan demikian, istilah anak
luar biasa dan keluarbiasaan tidak dipakai lagi, tetapi diganti dengan istilah peserta didik berkelainan
(PP No. 17/2010, Pasal 29). Secara lebih halus, kita dapat menyebutnya sebagai anak berkebutuhan
khusus, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai special need children atau special need students
atau child with special needs. Kebutuhan khusus itu terkait dengan kesulitan yang dihadapi peserta
didik karena adanya kelainan pada diri anak tersebut. Sejalan dengan ini, istilah anak luar biasa
diubah menjadi anak berkebutuhan khusus (ABK), sedangkan keluarbiasaan diganti dengan
kelainan. Sesuai dengan UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, anak berkebutuhan khusus dapat
dimaknai sebagai anak yang karena kondisi fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki
kecerdasan atau bakat istimewa memerlukan bantuan khusus dalam pembelajaran. Dalam konteks
penyediaan layanan pendidikan, istilah peserta didik atau anak berkelainan dan anak berkebutuhan
khusus tersebut mempunyai makna yang sama. Oleh karena itu, dalam modul ini istilah-istilah
tersebut sering dipertukarkan atau dipakai secara bergantian agar kita ingat bahwa satu kondisi dapat
disebut dengan berbagai nama.
Kebutuhan khusus dapat dimaknai sebagai kebutuhan khas setiap anak terkait dengan kondisi
fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau kecerdasan atau bakat istimewa yang dimilikinya. Tanpa
dipenuhinya kebutuhan khusus tersebut, potensi yang dimiliki tidak akan berkembang optimal.
Misalnya, anak tuna rungu akan terbantu dalam pembelajaran jika kebutuhan khususnya, yaitu lebih
banyak berinteraksi melalui penglihatan daripada pendengaran dipenuhi. Sementara itu, anak
dengan kecerdasan atau bakat istimewa akan terbantu dalam proses pembelajaran jika materi yang
harus dia pelajari diperkaya. Mengapa istilah-istilah ini terus berubah? Alasan yang utama adalah
menekankan sisi positif dari anak-anak ini. Setiap anak mempunyai potensi, namun karena kondisi
yang dialaminya, ia memerlukan bantuan khusus agar kesulitan dapat diatasi dan potensi yang
dimiliki dapat berkembang optimal. Bantuan khusus inilah yang disebut sebagai kebutuhan khusus.
Sejalan dengan uraian di atas, dalam modul ini, istilah anak berkebutuhan khusus (ABK)
digunakan sebagai istilah umum untuk semua anak yang mempunyai kebutuhan khusus karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau kecerdasan atau bakat istimewa yang dimilikinya,
dan untuk menggantikan berbagai istilah yang selama ini digunakan, yaitu anak luar biasa dan anak
atau peserta didik berkelainan. Dalam bahasa Inggris, istilah yang pernah digunakan untuk
menyebut anak-anak ini bahkan sangat banyak, seperti handicapped children, impaired children,
disabled children, retarded children, gifted children. Pada dasarnya, semua istilah digunakan untuk
menyebut anak-anak yang kita sebut sebagai anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Secara
harfiah, handicapped children, berarti anak-anak yang mempunyai rintangan, impaired children,
berarti anak-anak yang memiliki kendala khusus, disabled children, berarti anak yang tidak mampu
(dalam bidang tertentu), retarded children, berarti anak cacat, dan gifted children, berarti anak
berbakat. Cobalah Anda cari makna kata-kata tersebut di kamus, kemudian cocokkan pengertian dari
kamus dengan pengertian di atas! Penggunaan istilah ini masih menimbulkan silang pendapat,
bahkan di Indonesia sendiri belum ada kesepakatan tentang penggunaan istilah baku. Istilah anak
penyandang cacat, anak berkelainan, anak luar biasa, masih sering dipakai secara bergantian,
meskipun sejak diundangkannya UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, istilah yang digunakan adalah
anak berkebutuhan khusus (ABK) atau peserta didik berkelainan. Tampaknya, kita semua berupaya
agar istilah yang digunakan untuk anakanak yang mempunyai kebutuhan khusus memberi konotasi
yang positif, yaitu lebih mengedepankan potensi yang dimiliki anak ini serta kebutuhan khusus yang
diperlukan.
Dari uraian di atas, dapat disimak bahwa istilah anak berkebutuhan khusus (ABK) memang
mewakili semua anak yang mempunyai kelainan atau penyimpangan dari anak normal, baik
penyimpangan tersebut bersifat fisik, tingkah laku maupun kemampuan. Istilah yang lebih halus
digunakan untuk menggambarkan kondisi setiap jenis penyimpangan, terutama yang
penyimpangannya berada di bawah normal, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan
tunalaras. Istilah-istilah ini meskipun menggambarkan kekurangan, tetapi mengandung rasa bahasa
yang dapat diterima.
5. Jelaskan tim pelayanan pendidikan bagi ABK sesuai dengan keahliannya ? jelaskan satu
persatu
Pelayanan pendidikan untuk ABK merupakan satu kegiatan atau proses yang sangat
kompleks yang memerlukan kerja sama dari berbagai pakar/personel yang terkait dengan ABK.
Oleh karena itu, Anda barangkali sepakat bahwa pelayanan pendidikan terhadap ABK tidak
dapat dilakukan seorang diri, lebih-lebih untuk ABK tingkat parah. Sebagai seorang guru, Anda
memerlukan bantuan profesional dari berbagai bidang yang terkait dengan ABK yang Anda
layani, dengan perkataan lain jika Anda mengharapkan hasil optimal, Anda tidak mungkin
melayani kebutuhan pendidikan ABK seorang diri.
Contoh Kasus :
Tina berusia 10 tahun, sejak lahir menderita gangguan pendengaran yang cukup parah.
Ia bersekolah di SLB-B sejak usia 6 tahun. Di samping menderita gangguan pendengaran, Tina
juga mengalami masalah dalam bergaul dengan anak-anak di sekitarnya. Oleh karena telinganya
masih sering berair, ia secara teratur dirawat oleh dokter THT. Untuk pelajaran sehari-hari di
SLB Tina ditangani oleh Ibu Wita, sedangkan untuk latihan berbicara, Tina ditangani oleh Ibu
Linda, seorang speech therapist. Secara teratur, Tina juga mendapat pelayanan dari seorang
audiolog yang selalu memeriksa alat bantu dengar yang dia pakai dan mengukur tingkat
kehilangan pendengaran Tina. Seorang pekerja sosial dan seorang psikolog kadang-kadang
berkunjung ke rumah Tina untuk membantu keluarga Tina mengatasi masalah sosialisasi yang
dialami Tina.
Dari kasus di atas, Anda dapat menyimak bahwa pelayanan pendidikan untuk ABK pada
hakikatnya tidak mungkin dilakukan oleh satu orang, apakah ia seorang guru, seorang psikolog,
dokter, atau ahli lainnya. Kalau kita memang ingin memenuhi kebutuhan pelayanan pendidikan
bagi ABK, dengan perkataan lain pelayanan pendidikan yang diberikan benar-benar
komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan mereka, pelayanan pendidikan ini harus diberikan
oleh satu tim yang bekerja sama untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi ABK. Inilah
esensi dari pendekatan kolaboratif atau sering juga disebut pendekatan tim (team approach),
yang berasumsi bahwa pelayanan pendidikan yang efektif hanya akan terjadi jika diberikan oleh
satu tim yang bekerja sama (berkolaborasi) dalam membantu ABK mengembangkan potensinya
secara optimal.
Kerja sama atau kolaborasi diwujudkan dalam pertemuan bersama yang membahas kasus
yang ditangani. Setiap anggota tim akan membahas kasus dari bidang keahliannya masing-
masing, dan berdasarkan pembahasan tersebut, tim akan mengambil keputusan, yang akan
ditindaklanjuti oleh seluruh anggota tim. Inilah sebenarnya yang merupakan esensi dari
kolaborasi. Jika setiap anggota tim bertindak sendiri-sendiri, tanpa pernah bertemu dengan
anggota tim lain, pendekatan yang diterapkan bukan kolaboratif. Misalnya, dalam kasus Tina di
atas, Ibu Wita tidak pernah berkomunikasi dengan Ibu Linda, demikian pula dokter THT dan
audiolog tidak pernah mengomunikasikan perkembangan Tina kepada anggota tim lainnya, serta
pekerja sosial dan psikolog datang sendiri-sendiri ke rumah Tina tanpa ada komunikasi antara
yang satu dengan yang lain maka dapat dikatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam
memberikan pelayanan kepada Tina bukan pendekatan kolaborasi, meskipun pelayanan tersebut
diberikan oleh banyak pakar. Anda tentu dapat membayangkan akibat dari pelayanan pendidikan
yang diberikan oleh banyak pakar yang tidak pernah bertemu. Masing-masing akan bekerja
dengan caranya sendiri sehingga jenis pelayanan pendidikan yang diberikan mungkin
bertumpang tindih, serta kebutuhan ABK tidak akan tertangani secara komprehensif. Sebagai
akibatnya, tidak mustahil potensi ABK bukannya berkembang, melainkan tertekan.
Mereka yang mungkin terlibat sebagai anggota tim pelayanan pendidikan bagi ABK
berasal dari berbagai bidang keahlian yang relevan dengan kebutuhan ABK yang ditangani.
Secara umum, anggota tim mencakup para pakar/personel berikut.
1. Guru sekolah biasa.
2. Guru Pendidikan Khusus.
3. Pengawas sekolah.
4. Kepala sekolah.
5. Orang tua ABK.
6. ABK sendiri.
7. Psikolog sekolah.
8. Guru bina wicara dan persepsi bunyi.
9. Dokter dari berbagai keahlian (dokter spesialis).
10. Perawat sekolah.
11. Guru pendidikan jasmani yang sudah mendapat pelatihan khusus untuk menangani ABK.
12. Ahli terapi fisik (physical therapist).
13. Pekerja sosial dan konselor.
14. Personel lain, sesuai dengan keperluan.
Kolaborasi dilakukan sejak awal perencanaan pelayanan pendidikan sampai dengan
penilaian dan tindak lanjut pelayanan pendidikan. Dalam setiap tahap pelayanan pendidikan, tim
mengambil keputusan tentang tindak lanjut yang harus dilakukan. Dengan demikian,
keberhasilan atau kegagalan pelayanan pendidikan terhadap ABK merupakan tanggung jawab
tim, bukan tanggung jawab perorangan. Sebagai guru di sekolah biasa, barangkali muncul
pertanyaan besar dalam pikiran Anda. Dengan siapa Anda harus berkolaborasi jika di kelas
Anda ternyata ada siswa luar biasa? Menurut Reynold & Birch (1988), paling tidak Anda dapat
membentuk tim atau berkolaborasi dengan teman sejawat (guru lain di sekolah tersebut) dan
dengan orang tua siswa. Teman sejawat akan dapat membantu Anda memahami kemampuan
belajar dan perilaku ABK, menyediakan bantuan untuk memberikan pelajaran individual pada
ABK, serta menilai kemajuan yang dicapai oleh ABK. Kolaborasi dengan orang tua siswa
sangat mungkin dilakukan karena ada kecenderungan meningkatnya perhatian orang tua pada
proses belajar anaknya dan banyak orang tua yang sering datang ke sekolah dan ingin membantu
guru. Berkaitan dengan hal ini, sebagai satu tim, guru diharapkan melakukan hal-hal berikut
terhadap orang tua siswa.
1. Memberikan supervisi kepada orang tua yang ingin membantu guru dalam pendidikan
anaknya.
2. Menilai kemajuan siswa, serta melaporkan dan menginterpretasikan hasil penilaian tersebut
kepada orang tua siswa.
3. Bekerja sama dengan orang tua siswa dalam membuat perencanaan dan mengambil
keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dan penyelenggaraan sekolah.
4. Berkonsultasi dengan orang tua siswa tentang situasi sekolah dan situasi rumah yang
mungkin mempengaruhi anak.
5. Jika dianggap perlu dan tepat, guru bertindak sebagai orang tua terhadap siswa asuhannya.