PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ilmu fisika, pengukuran dan besaran merupakan hal yang bersifat dasar,
dan pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Aktivitas
mengukur menjadi sesuatu yang sangat penting untuk selalu dilakukan dalam
mempelajari berbagai fenomena yang sedang dipelajari. Sebelumnya ada baiknya jika
kita mengingat definisi pengukuran atau mengukur itu sendiri. Mengukur adalah kegiatan
membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang telah disepakati. Misalnya
menghitung volume balok, maka harus mengukur untuk dapat mengetahui panjang, lebar
dan tinggi balok, setelah itu baru menghitung volume.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan teknik grafik ?
2. Bagaimana cara menuliskan ketidakpastian dalam pengukuran ?
3. Bagaimana penjumlahan dan pengurangan hasil pengukuran ketidakpastian ?
1
C. Tujuan
Tujuan dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui teknik grafik dalam alat-alat ukur
2. Untuk mengetahui cara penulisan ketidakpastian dalam pengukuran
3. Untuk mengetahui cara penjumlahan dan pengurangan hasil pengukuran
ketdakpastian ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengukuran
B. Teknik Grafik
Grafik adalah sebuah hukum atau teori bisa dinyatakan sebagai hubungan antar
variabel atau besar yang terlihat semakin jelas. Hubungan antar variabel disajikan dalam
bentuk grafik, seperti kurva, balok atau lambang yang merupakan kumpulan dari
pasangan koordinat. Jika dalam matematika umum sumbu mendatar dinamakan X dan
sumbu Tinggi dinamakan Y, maka dalam fisika nama sumbu disesuaikan dengan nama
variabel atau besarannya. Sumbu X menyatakan variabel bebas, sedangkan sumbu Y
menyatakan variabel melanjutkan ( variabel yang berubah oleh perubahan variabel
bebas). Grafik sangat penting artinya dalam fisika. Analisis data atau penjelasan suatu
3
konsep kadang lebih mudah jika digunakan grafik. Grafik yang sering digunakan dalam
fisika adalah grafik kurva atau garis.
Seringkali sebuah grafik sangat membantu kita untuk melihat pola hubungan antara dua
variabel yang sedang kita ukur. Dibandingkan dengan mengamati angka-angka dalam
sebuah tabel, melihat bagaimana bentuk sebuah grafik adalah lebih mudah. Bayangkan,
jika sebuah percobaan dilakukan 100 kali, maka akan terdapat sebanyak 100 pasang data
hasil pengukuran yang kita masukkan dalam sebuah tabel, sedangkan ketika dibuat
4
grafiknya, bisa jadi hanya akan terbentuk sebuah garis lurus saja. Inilah mengapa grafik
sangat bermanfaat bagi para ilmuwan untuk melihat pola-pola hubungan antar- variabel.
Ketika melakukan percobaan fisika, biasanya kita ingin mengetahui hubungan antara dua
variabel fisika (atau dua besaran). Kita sebut salah satu variabel yang kita ubah-ubah
sebagai variabel bebas, sedangkan variabel lainnya yang kita amati sebagai variabel tak
bebas. Perhatikan contoh sederhana berikut. Dalam sebuah percobaan, seorang siswa
ingin mengetahui hubungan antara jarak lemparan bola dengan massa bola yang
dilempar. Dalam kasus ini, massa bola disebut variable bebas, karena variabel massa
bola inilah yang bisa kita ubah-ubah dengan mudah. Variabel jarak lemparan disebut
variabel tak bebas, karena nilainya tergantung pada nilai variabel bebas, dalam hal ini
massa bola.
Ketika percobaan melempar bola ini dilakukan, variabel yang diubah- ubah adalah massa
bola, yaitu dengan cara memakai beberapa bola yang massanya berbeda-beda. Hasil
lemparan seorang siswa diukur untuk berbagai massa bola dan dicatat dalam sebuah
tabel. Sebagai catatan, akan lebih baik jika yang melemparkan bola bukan manusia,
tetapi semacam ketapel besar, karena kekuatan lemparan manusia bisa berubah-ubah.
Bentuk tabel hasil pengukuran bisa seperti berikut ini.
5
Setelah data percobaan diperoleh dan dimasukkan dalam data tersebut, cobalah
menarik 1 kesimpulan dari angka-angka dalam tabel tersebut. I Tidak mudah bukan?
Untuk memudahkannya, sebaiknya data-data tersebut diplot dalam sebuah grafik. Untuk
membuat sebuah grafik yang baik, biasanya variabel bebas kita plot pada sumbu-X
(sumbu mendatar), sedangkan variabel tak bebas kita plot pada sumbu-Y (sumbu
vertikal. Dari grafik yang diperoleh pada percobaan sederhana di atas, kita dapat lebih
mudah melihat bagaimana pengaruh massa bola terhadap jarak lemparan. Atau dengan
kata lain, melalui grafik kita bisa lebih mudah membaca pola hubungan antara dua
variabel yang sedang kita selidiki.
1. Buatlah grafik dengan ukuran yang cukup besar, minimal separo halaman buku agar
bisa menunjukkan pola hubungan dua variabel dengan lebih baik. Grafik yang terlalu
kecil akan sulit menunjukkan pola hubungan dua variabel.
2. Beri nama sumbu-sumbu grafik dengan besaran dan satuan yang sesuai. Biasanya,
sumbu mendatar adalah untuk variabel bebas, sedangkan sumbu vertikal adalah untuk
variabel tak bebas.
3. Jika grafik yang diharapkan berupa sebuah garis lurus, gunakan sebuah penggaris
untuk mendapatkan garis terbaik. Jangan dipaksakan bahwa garis lurus tersebut harus
melalui pusat koordinat. Persamaan garis lurus pada grafik y versus x dapat ditulis
sebagai y = mx + b, dengan m = gradien garis, dan b = titik potong garis pada
sumbu -y (atau nilai y ketika x = 0).
4. Untuk grafik yang berupa garis lurus, hitunglah gradien garis lurus dengan cara
menghitung rasio ∆y/∆x (∆ dibaca “delta”) pada suatu jangkauan yang cukup lebar.
Jangan menggunakan sebuah titik data untuk meng¬hitung gradien, tetapi gunakan
titik-titik yang dilalui oleh garis lurus yang diperoleh. Hitunglah gradien garis disertai
dengan satuan-satuannya.
5. Jika satu titik data tidak berada cukup dekat dengan garis lurus yang diperoleh, titik
data tersebut harus diperiksa kembali untuk mencari tahu apakah terjadi kesalahan
pada saat dilakukan pengukuran, atau memang terjadi suatu pengecualian atau sesuatu
lain yang penting pada titik data tersebut (misalnya, titik di mana suatu hukum fisika
6
sudah tidak berlaku lagi). Pengulangan pengukuran pada titik data tersebut perlu
dilakukan untuk meyakinkannya.
6. Jika gradien grafik digunakan untuk menghitung nilai suatu besaran, perhatikan
persamaan garis dan satuan-satuan pada sumbu-sumbu koordinatnya. Besaran yang
dihitung bisa jadi merapakan kebalikan atau setengah dari gradien grafik. Misalnya,
jika kita ingin menghitung nilai a dalam persamaan s = 1/2ah, dan
grafik s versus h menunjukkan gradien 1/2a, maka nilai a adalah dua kali gradien
garis.
7. Jika grafik yang diharapkan bukan bempa garis lurus. cara terbaik untuk menguji
hubungan dua variabel adalah dengan memanipulasi data secara aljabar sehingga
diperoleh grafik garis lurus. Ini disebabkan mata kita lebih bisa diandalkan untuk
menunjukkan sebuah garis lurus atau tidak dibandingkan untuk menunjukkan sebuah
kurva berupa parabola atau eksponensial. Untuk menguji hubungan x = 1/2at2, di
mana x dan t adalah variabel yang diukur, grafik yang kita buat adalah grafik
antara x versus t2, bukannya x versus t.
1. Kesalahan Umum
2. Kesalahan Sistematik
7
Kesalahan sistematik merupakan kesalahan yang disebabkan oleh alat yang
digunakan dan atau lingkungan di sekitar alat yang memengaruhi kinerja alat.
Misalnya, kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan komponen alat atau
kerusakan alat, kesalahan paralaks, perubahan suhu, dan kelembaban.
a. Kesalahan Kalibrasi, Kesalahan kalibrasi terjadi karena pemberian nilai skala pada
saat pembuatan atau kalibrasi (standarisasi) tidak tepat. Hal ini mengakibatkan
pembacaan hasil pengukuran menjadi lebih besar atau lebih kecil dari nilai
sebenarnya. Kesalahan ini dapat diatasi dengan mengkalibrasi ulang alat
menggunakan alat yang telah terstandarisasi.
b. Kesalahan Titik Nol, Kesalahan titik nol terjadi karena titik nol skala pada alat yang
digunakan tidak tepat berhimpit dengan jarum penunjuk atau jarum penunjuk yang
tidak bisa kembali tepat pada skala nol. Akibatnya, hasil pengukuran dapat
mengalami penambahan atau pengurangan sesuai dengan selisih dari skala nol
semestinya. Kesalahan titik nol dapat diatasi dengan melakukan koreksi pada
penulisan hasil pengukuran.
c. Kesalahan Komponen Alat, Kerusakan pada alat jelas sangat berpengaruh pada
pembacaan alat ukur. Misalnya, pada neraca pegas. Jika pegas yang digunakan sudah
lama dan aus, maka akan berpengaruh pada pengurangan konstanta pegas. Hal ini
menjadikan jarum atau skala penunjuk tidak tepat pada angka nol yang membuat
skala berikutnya bergeser.
d. Kesalahan Paralaks, Kesalahan paralaks terjadi bila ada jarak antara jarum
penunjuk dengan garis-garis skala dan posisi mata pengamat tidak tegak lurus dengan
jarum.
3. Kesalahan Acak
a. Gerak Brown Molekul Udara, Molekul udara seperti kita ketahui keadaannya selalu
bergerak secara tidak teratur atau rambang. Gerak ini dapat mengalami fluktuasi yang
8
sangat cepat dan menyebabkan jarum penunjuk yang sangat halus seperti pada
mikrogalvanometer terganggu karena tumbukan dengan molekul udara.
b. Fluktuasi Tegangan Listrik, Tegangan listrik PLN atau sumber tegangan lain
seperti aki dan baterai selalu mengalami perubahan kecil yang tidak teratur dan cepat
sehingga menghasilkan data pengukuran besaran listrik yang tidak konsisten.
Getaran pada lkitasan tempat alat berada dapat berakibat pembacaan skala
yang berbeda, terutama alat yang sensitif terhadap gerak. Alat seperti seismograf
butuh tempat yang stabil dan tidak bergetar. Jika lkitasannya bergetar, maka akan
berpengaruh pada penunjukkan skala pada saat terjadi gempa bumi.
d. Bising, Bising merupakan gangguan yang selalu kita jumpai pada alat elektronik.
Gangguan ini dapat berupa fluktuasi yang cepat pada tegangan akibat dari komponen
alat bersuhu.
9
1. Ketidakpastian pengukuran tunggal
Pada gambar diatas ujung benda terlihat pada tanda 15,6 cm lebih sedikit.
Berapa nilai lebihnya? Ingat, skala terkecil mistar adalah 1 mm. Telah kita sepakati
bahwa ketidakpastian pada pengukuran tunggal merupakan setengah skala terkecil
alat. Jadi, ketidakpastian pada pengukuran tersebut adalah sebagai berikut.
Karena nilai ketidakpastiannya memiliki dua desimal (0,05 mm), maka hasil
pengukurannya pun harus kita laporkan dalam dua desimal. Artinya, nilai x harus kita
laporkan dalam tiga angka. Angka ketiga yang kita laporkan harus kita taksir, tetapi
taksirannya hanya boleh 0 atau 5. Karena ujung benda lebih sedikit dari 15,6 cm,
maka nilai taksirannya adalah 5. Jadi, pengukuran benda menggunakan mistar
tersebut dapat kita laporkan sebagai berikut.
l = x0± Δx
= (15,6 ± 0,05) cm
Arti dari laporan pengukuran tersebut adalah kita tidak tahu nilai x (panjang
benda) yang sebenarnya. Namun, setelah dilakukan pengukuran sebanyak satu kali
kita mendapatkan nilai 15,6 cm lebih sedikit atau antara 15,60 cm sampai 15,70 cm.
10
Secara statistik ini berarti ada jaminan 100% bahwa panjang benda terdapat pada
selang 15,60 cm sampai 15,7 cm atau (15,60 ≤ x ≤ 15,70) cm.
11
Setelah mengetahui ketidakpastian relatifnya, kita dapat menggunakan aturan
yang telah disepakati para ilmuwan untuk mencari banyaknya angka yang boleh
disertakan dalam laporan hasil pengukuran berulang. Aturan banyaknya angka yang
dapat dilaporkan dalam pengukuran berulang adalah sebagai berikut.
Hasil pengukuran tebal buku tersebut dapat ditulis menjadi: tebal = 3 cm ± 3,33%
Contoh Soal :
12
13
D. Perhitungan Ketidakpastian
Dalam fisika sering dijumpai perhitungan yang melibatkan beberapa besaran hasil
pengukuran yang mengandung nilai ketidak pastian. Hal ini berarti bahwa perhitungan
14
juga melibatkan ketidak pastian. Ada empat aturan dasar dalam perhitungan yang
melibatkan teori ketidakpastian fisika.
(x±Δx)+(y±Δy)=(x+y)±(Δx+Δy)
(x±Δx)−(y±Δy)=(x−y)±(Δx+Δy)
Contoh:
Jika dua besaran terlibat operasi perkalian dan pembagian maka tambahkan ketidak
pastian relatifnya. Misal untuk menghitung luas persegi panjang L=p×l dengan p=x±Δx
dan l=y±Δy. Ketidakpastian luas persegi panjang dituliskan sebagai:
ΔL/L=Δx/x+Δy/y
Contoh:
Ukuran sebuah persegi panjang adalah 2±0,1 cm dan 10±0,5 cm, maka ketidak
pastian luasnya adalah....
3. Aturan Pangkat
15
Aturan pangkat sebenarnya sama dengan aturan perkalian, namun karena yang
dikalikan adalah bilangan yang sama maka secara sederhana dapat dituliska sebagai
berikut.
Jika nilai hasil pengukuran yang mengandung ketidak pastian relatif dikalikan
dengan sebuah konstanta maka ketidak pastian relatif tidak ikut dikalikan. Tetapi jika hasil
pengukurannya mengandung ketidak pastian mutlak maka nilai ketidak pastian harus ikut
dikalikan dengan konstanta.
1. Pak Arifin mengukur ketebalan uang logam menggunakan mikrometer sekrup dan
diperoleh hasil bahwa ketebalan uang logam adalah 1,80 mm. Penulisan hasil
pengukuran yang tepat adalah…
Penyelesaian:
x0 =1,80 mm dan nilai skala terkecil = 0,01 mm, maka penulisan yang tepat adalah
x= x0 ±12 nst = 1,80 ± 0,005 mm.
2. Suatu pengukuran berulang terhadap panjang pensil diperoleh hasil seperti berikut.
Penyelesaian:
16
Untuk mempermudah perhitung dapat digunakan tabel seperti berikut.
Karena ketidak pastian relatif dekat dengan 1% maka pelaporan hasil pengukuran hanya
berhak dengan 3 angka. Jadi penulisan hasil pengukurrannya adalah x=12,1±0,08 cm.
Pengukuran diameter dan tinggi sebuah silinder adalah (80,0±0,05)cm dan (25,0±0,05)cm.
Nilai prosentase ketidak pastian volume silinder tersebut adalah….
Penyelesaian:
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam seperti gerak, kalor, cahaya,
bunyi, listrik, dan magnet. Proses pengamatan gejala alam tersebut bermula dari
pengamatan yang dilakukan oleh indera kita. Akan tetapi pengamatan tersebut harus
disertai dengan data kuantitatif yang dapat diperoleh dari hasil pengukuran. Pada proses
pengukuran, alat ukur merupakan bagian terpenting dari sebuah pengamatan. Dalam
kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari sesungguhnya kita tidak pernah luput dari
kegiatan pengukuran. Kita membeli minyak goreng, gula, beras, daging, mengukur tinggi
badan, menimbang berat, mengukur suhu tubuh merupakan bentuk aktivitas pengukuran.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengukuran merupakan bagian dari kehidupan
manusia. Melalui hasil pengukuran kita bisa membedakan antara satu dengan yang
lainnya. Pengukuran agar memberikan hasil yang baik maka haruslah menggunakan alat
ukur yang memenuhi syarat.
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
http://buku2gratis.blogspot.com/2013/01/ebook-fisika-dasar-oleh-m-satriawan.html
https://www.siswapedia.com/ketidakpastian-pengukuran/
shofaifa.blogspot.com/2013/02/laporan-fisika-dasar pengukuran.html
http://muhammadnuruddin.blogspot.com
19