Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai fenomena


yang terjadi di alam. Ilmu ini didasarkan pada pengamatan dan percobaan. Pengamatan
merupakan pengkajian suatu gejala yang terjadi di alam. Hanya saja, sayangnya suatu
gejala alam yang muncul secara alamiah belum tentu terjadi dalam waktu tertentu,
sehingga menyulitkan pengamatan. Untuk mensiasati ini, maka dilakukan percobaan yang
menyerupai gejala alamiah itu di bawah kendali dan pengawasan khusus. Tanpa
percobaan ini, ilmu fisika tak mungkin berkembang seperti saat sekarang ini.

Dalam ilmu fisika, pengukuran dan besaran merupakan hal yang bersifat dasar,
dan pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Aktivitas
mengukur menjadi sesuatu yang sangat penting untuk selalu dilakukan dalam
mempelajari berbagai fenomena yang sedang dipelajari. Sebelumnya ada baiknya jika
kita mengingat definisi pengukuran atau mengukur itu sendiri. Mengukur adalah kegiatan
membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang telah disepakati. Misalnya
menghitung volume balok, maka harus mengukur untuk dapat mengetahui panjang, lebar
dan tinggi balok, setelah itu baru menghitung volume.

Mengukur dapat dikatakan sebagai usaha untuk mendefinisikan karakteristik suatu


fenomena atau permasalahan secara kualintatif. Dan jika dikaitkan dengan proses
penelitian atau sekedar pembuktian suatu hipotesis maka pengukuran menjadi jalan untuk
mencari data-data yang mendukung. Dengan pengukuran ini kemudian akan diperoleh
data-data numeric yang menunjukan pola-pola tertentu sebagai bentuk karakteristik dari
permasalahan tersebut. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan suatu besaran
yang sudah distandar.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan teknik grafik ?
2. Bagaimana cara menuliskan ketidakpastian dalam pengukuran ?
3. Bagaimana penjumlahan dan pengurangan hasil pengukuran ketidakpastian ?

1
C. Tujuan
Tujuan dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui teknik grafik dalam alat-alat ukur
2. Untuk mengetahui cara penulisan ketidakpastian dalam pengukuran
3. Untuk mengetahui cara penjumlahan dan pengurangan hasil pengukuran
ketdakpastian ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengukuran

Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai fenomena


yang terjadi di alam. Ilmu ini didasarkan pada pengamatan dan percobaan. Pengamatan
merupakan pengkajian suatu gejala yang terjadi di alam.

Pengukuran dapat dikatakan sebagai usaha untuk mendefinisikan karakteristik


suatu fenomena atau permasalahan secara kualintatif. Dan jika dikaitkan dengan proses
penelitian atau sekedar pembuktian suatu hipotesis maka pengukuran menjadi jalan untuk
mencari data-data yang mendukung. Dengan pengukuran ini kemudian akan diperoleh
data-data numeric yang menunjukan pola-pola tertentu sebagai bentuk karakteristik dari
permasalahan tersebut.

Untuk mencapai suatu tujuan tertentu, di dalam fisika,kita biasanya melakukan


pengamatan yang diikuti dengan pengukuran. Pengamatan suatu gejala secara umum
tidaklah lengkap bila tidak dilengkapi dengan data kuantitatif yang didapat dari hasil
pengukuran. Lord Kelvin, seorang ahli fisika berkata, bila kita dapat mengukur apa yang
sedang kita bicarakan dan menyatakannya dengan angka-angka, berarti kita menghetahui
apa yang sedang kita bicarakan itu. Sedangkan arti dari pengukuran itu sendiri adalah
membandingkan sesuatu yang sedang diukur dengan besaran sejenis yang ditetapkan
sebagai satuan, misalnya bila kita mendapat data pengukuran panjang sebesar 5 meter,
artinya benda tersebut panjangnya 5 kali panjang mistar yang memiliki panjang 1 meter.

B. Teknik Grafik

Grafik adalah sebuah hukum atau teori bisa dinyatakan sebagai hubungan antar
variabel atau besar yang terlihat semakin jelas. Hubungan antar variabel disajikan dalam
bentuk grafik, seperti kurva, balok atau lambang yang merupakan kumpulan dari
pasangan koordinat. Jika dalam matematika umum sumbu mendatar dinamakan X dan
sumbu Tinggi dinamakan Y, maka dalam fisika nama sumbu disesuaikan dengan nama
variabel atau besarannya. Sumbu X menyatakan variabel bebas, sedangkan sumbu Y
menyatakan variabel melanjutkan ( variabel yang berubah oleh perubahan variabel
bebas). Grafik sangat penting artinya dalam fisika. Analisis data atau penjelasan suatu

3
konsep kadang lebih mudah jika digunakan grafik. Grafik yang sering digunakan dalam
fisika adalah grafik kurva atau garis.

Seringkali sebuah grafik sangat membantu kita untuk melihat pola hubungan antara dua
variabel yang sedang kita ukur. Dibandingkan dengan mengamati angka-angka dalam
sebuah tabel, melihat bagaimana bentuk sebuah grafik adalah lebih mudah. Bayangkan,
jika sebuah percobaan dilakukan 100 kali, maka akan terdapat sebanyak 100 pasang data
hasil pengukuran yang kita masukkan dalam sebuah tabel, sedangkan ketika dibuat

4
grafiknya, bisa jadi hanya akan terbentuk sebuah garis lurus saja. Inilah mengapa grafik
sangat bermanfaat bagi para ilmuwan untuk melihat pola-pola hubungan antar- variabel.

Ketika melakukan percobaan fisika, biasanya kita ingin mengetahui hubungan antara dua
variabel fisika (atau dua besaran). Kita sebut salah satu variabel yang kita ubah-ubah
sebagai variabel bebas, sedangkan variabel lainnya yang kita amati sebagai variabel tak
bebas. Perhatikan contoh sederhana berikut. Dalam sebuah percobaan, seorang siswa
ingin mengetahui hubungan antara jarak lemparan bola dengan massa bola yang
dilempar. Dalam kasus ini, massa bola disebut variable bebas, karena variabel massa
bola inilah yang bisa kita ubah-ubah dengan mudah. Variabel jarak lemparan disebut
variabel tak bebas, karena nilainya tergantung pada nilai variabel bebas, dalam hal ini
massa bola.

Ketika percobaan melempar bola ini dilakukan, variabel yang diubah- ubah adalah massa
bola, yaitu dengan cara memakai beberapa bola yang massanya berbeda-beda. Hasil
lemparan seorang siswa diukur untuk berbagai massa bola dan dicatat dalam sebuah
tabel. Sebagai catatan, akan lebih baik jika yang melemparkan bola bukan manusia,
tetapi semacam ketapel besar, karena kekuatan lemparan manusia bisa berubah-ubah.
Bentuk tabel hasil pengukuran bisa seperti berikut ini.

Massa Bola (kg)

Jarak Lemparan (m)

5
Setelah data percobaan diperoleh dan dimasukkan dalam data tersebut, cobalah
menarik 1 kesimpulan dari angka-angka dalam tabel tersebut. I Tidak mudah bukan?
Untuk memudahkannya, sebaiknya data-data tersebut diplot dalam sebuah grafik. Untuk
membuat sebuah grafik yang baik, biasanya variabel bebas kita plot pada sumbu-X
(sumbu mendatar), sedangkan variabel tak bebas kita plot pada sumbu-Y (sumbu
vertikal. Dari grafik yang diperoleh pada percobaan sederhana di atas, kita dapat lebih
mudah melihat bagaimana pengaruh massa bola terhadap jarak lemparan. Atau dengan
kata lain, melalui grafik kita bisa lebih mudah membaca pola hubungan antara dua
variabel yang sedang kita selidiki.

Adapun aturan dalam pembuatan grafik yaitu sebagai berikut :

1. Buatlah grafik dengan ukuran yang cukup besar, minimal separo halaman buku agar
bisa menunjukkan pola hubungan dua variabel dengan lebih baik. Grafik yang terlalu
kecil akan sulit menunjukkan pola hubungan dua variabel.

2. Beri nama sumbu-sumbu grafik dengan besaran dan satuan yang sesuai. Biasanya,
sumbu mendatar adalah untuk variabel bebas, sedangkan sumbu vertikal adalah untuk
variabel tak bebas.

3. Jika grafik yang diharapkan berupa sebuah garis lurus, gunakan sebuah penggaris
untuk mendapatkan garis terbaik. Jangan dipaksakan bahwa garis lurus tersebut harus
melalui pusat koordinat. Persamaan garis lurus pada grafik y versus x dapat ditulis
sebagai y = mx + b, dengan m = gradien garis, dan b = titik potong garis pada
sumbu -y (atau nilai y ketika x = 0).

4. Untuk grafik yang berupa garis lurus, hitunglah gradien garis lurus dengan cara
menghitung rasio ∆y/∆x (∆ dibaca “delta”) pada suatu jangkauan yang cukup lebar.
Jangan menggunakan sebuah titik data untuk meng¬hitung gradien, tetapi gunakan
titik-titik yang dilalui oleh garis lurus yang diperoleh. Hitunglah gradien garis disertai
dengan satuan-satuannya.

5. Jika satu titik data tidak berada cukup dekat dengan garis lurus yang diperoleh, titik
data tersebut harus diperiksa kembali untuk mencari tahu apakah terjadi kesalahan
pada saat dilakukan pengukuran, atau memang terjadi suatu pengecualian atau sesuatu
lain yang penting pada titik data tersebut (misalnya, titik di mana suatu hukum fisika

6
sudah tidak berlaku lagi). Pengulangan pengukuran pada titik data tersebut perlu
dilakukan untuk meyakinkannya.

6. Jika gradien grafik digunakan untuk menghitung nilai suatu besaran, perhatikan
persamaan garis dan satuan-satuan pada sumbu-sumbu koordinatnya. Besaran yang
dihitung bisa jadi merapakan kebalikan atau setengah dari gradien grafik. Misalnya,
jika kita ingin menghitung nilai a dalam persamaan s = 1/2ah, dan
grafik s versus h menunjukkan gradien 1/2a, maka nilai a adalah dua kali gradien
garis.

7. Jika grafik yang diharapkan bukan bempa garis lurus. cara terbaik untuk menguji
hubungan dua variabel adalah dengan memanipulasi data secara aljabar sehingga
diperoleh grafik garis lurus. Ini disebabkan mata kita lebih bisa diandalkan untuk
menunjukkan sebuah garis lurus atau tidak dibandingkan untuk menunjukkan sebuah
kurva berupa parabola atau eksponensial. Untuk menguji hubungan x = 1/2at2, di
mana x dan t adalah variabel yang diukur, grafik yang kita buat adalah grafik
antara x versus t2, bukannya x versus t.

C. Cara Menuliskan Ketidakpastian dalam pengukuran


Saat melakukan pengukuran mengunakan alat, tidaklah mungkin kita
mendapatkan nilai yang pasti benar (xo), melainkan selalu terdapat ketidakpastian.
Apakah penyebab ketidakpastian pada hasil pengukuran?

Ketidakpastian dalam pengukuran disebabkan oleh adanya kesalahan dalam


pengukuran. Secara umum penyebab ketidakpastian hasil pengukuran ada tiga, yaitu :

1. Kesalahan Umum

Kesalahan umum adalah kesalahan yang disebabkan keterbatasan pada pengamat


saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan membaca
skala kecil, dan kekurangterampilan dalam menyusun dan memakai alat, terutama untuk
alat yang melibatkan banyak komponen.

2. Kesalahan Sistematik

7
Kesalahan sistematik merupakan kesalahan yang disebabkan oleh alat yang
digunakan dan atau lingkungan di sekitar alat yang memengaruhi kinerja alat.
Misalnya, kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan komponen alat atau
kerusakan alat, kesalahan paralaks, perubahan suhu, dan kelembaban.

a. Kesalahan Kalibrasi, Kesalahan kalibrasi terjadi karena pemberian nilai skala pada
saat pembuatan atau kalibrasi (standarisasi) tidak tepat. Hal ini mengakibatkan
pembacaan hasil pengukuran menjadi lebih besar atau lebih kecil dari nilai
sebenarnya. Kesalahan ini dapat diatasi dengan mengkalibrasi ulang alat
menggunakan alat yang telah terstandarisasi.

b. Kesalahan Titik Nol, Kesalahan titik nol terjadi karena titik nol skala pada alat yang
digunakan tidak tepat berhimpit dengan jarum penunjuk atau jarum penunjuk yang
tidak bisa kembali tepat pada skala nol. Akibatnya, hasil pengukuran dapat
mengalami penambahan atau pengurangan sesuai dengan selisih dari skala nol
semestinya. Kesalahan titik nol dapat diatasi dengan melakukan koreksi pada
penulisan hasil pengukuran.

c. Kesalahan Komponen Alat, Kerusakan pada alat jelas sangat berpengaruh pada
pembacaan alat ukur. Misalnya, pada neraca pegas. Jika pegas yang digunakan sudah
lama dan aus, maka akan berpengaruh pada pengurangan konstanta pegas. Hal ini
menjadikan jarum atau skala penunjuk tidak tepat pada angka nol yang membuat
skala berikutnya bergeser.

d. Kesalahan Paralaks, Kesalahan paralaks terjadi bila ada jarak antara jarum
penunjuk dengan garis-garis skala dan posisi mata pengamat tidak tegak lurus dengan
jarum.

3. Kesalahan Acak

Kesalahan acak adalah kesalahaan yang terjadi karena adanya


fluktuasifluktuasi halus pada saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat
disebabkan karena adanya gerak brown molekul udara, fluktuasi tegangan listrik,
lkitasan bergetar, bising, dan radiasi.

a. Gerak Brown Molekul Udara, Molekul udara seperti kita ketahui keadaannya selalu
bergerak secara tidak teratur atau rambang. Gerak ini dapat mengalami fluktuasi yang

8
sangat cepat dan menyebabkan jarum penunjuk yang sangat halus seperti pada
mikrogalvanometer terganggu karena tumbukan dengan molekul udara.

b. Fluktuasi Tegangan Listrik, Tegangan listrik PLN atau sumber tegangan lain
seperti aki dan baterai selalu mengalami perubahan kecil yang tidak teratur dan cepat
sehingga menghasilkan data pengukuran besaran listrik yang tidak konsisten.

c. Ikitasan yang Bergetar

Getaran pada lkitasan tempat alat berada dapat berakibat pembacaan skala
yang berbeda, terutama alat yang sensitif terhadap gerak. Alat seperti seismograf
butuh tempat yang stabil dan tidak bergetar. Jika lkitasannya bergetar, maka akan
berpengaruh pada penunjukkan skala pada saat terjadi gempa bumi.

d. Bising, Bising merupakan gangguan yang selalu kita jumpai pada alat elektronik.
Gangguan ini dapat berupa fluktuasi yang cepat pada tegangan akibat dari komponen
alat bersuhu.

e. Radiasi Latar Belakang, Radiasi gelombang elektromagnetik dari kosmos (luar


angkasa) dapat mengganggu pembacaan dan menganggu operasional alat. Misalnya,
ponsel tidak boleh digunakan di SPBU dan pesawat karena bisa mengganggu alat
ukur dalam SPBU atau pesawat. Gangguan ini dikarenakan gelombang
elektromagnetik pada telepon seluler dapat mengasilkan gelombang radiasi yang
mengacaukan alat ukur pada SPBU atau pesawat.

Adanya banyak faktor yang menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan


dalam suatu pengukuran, menjadikan kita tidak mungkin mendapatkan hasil
pengukuran yang tepat benar. Oleh karena itu, kita harus menuliskan
ketidakpastiannya setiap kali melaporkan hasil dari suatu pengukuran. Untuk
menyatakan hasil ketidakpastian suatu pengukuran dapat menggunakan cara penulisan
x = (xo ± Δx), dengan x merupakan nilai pendekatan hasil pengukuran terhadap nilai
benar, xo merupakan nilai hasil pengukuran, dan Δx merupakan ketidakpastiannya
(angka taksiran ketidakpastian).

 Ketidakpastian dalam pengukuran

Ada dua jenis ketidakpastian pengukuran, yaitu pengukuran tunggal dan


pengukuran berulang.

9
1. Ketidakpastian pengukuran tunggal

Pengukuran tunggal merupakan pengukuran yang hanya dilakukan sekali saja.


Pada pengukuran tunggal, nilai yang dijadikan pengganti nilai benar adalah hasil
pengukuran itu sendiri. Sedangkan ketidakpastiannya diperoleh dari setengah nilai
skala terkecil instrumen yang digunakan. Misalnya, kita mengukur panjang sebuah
benda menggunakan mistar.

Pada gambar diatas ujung benda terlihat pada tanda 15,6 cm lebih sedikit.
Berapa nilai lebihnya? Ingat, skala terkecil mistar adalah 1 mm. Telah kita sepakati
bahwa ketidakpastian pada pengukuran tunggal merupakan setengah skala terkecil
alat. Jadi, ketidakpastian pada pengukuran tersebut adalah sebagai berikut.

Karena nilai ketidakpastiannya memiliki dua desimal (0,05 mm), maka hasil
pengukurannya pun harus kita laporkan dalam dua desimal. Artinya, nilai x harus kita
laporkan dalam tiga angka. Angka ketiga yang kita laporkan harus kita taksir, tetapi
taksirannya hanya boleh 0 atau 5. Karena ujung benda lebih sedikit dari 15,6 cm,
maka nilai taksirannya adalah 5. Jadi, pengukuran benda menggunakan mistar
tersebut dapat kita laporkan sebagai berikut.

Panjang benda (l)

l = x0± Δx

= (15,6 ± 0,05) cm

Arti dari laporan pengukuran tersebut adalah kita tidak tahu nilai x (panjang
benda) yang sebenarnya. Namun, setelah dilakukan pengukuran sebanyak satu kali
kita mendapatkan nilai 15,6 cm lebih sedikit atau antara 15,60 cm sampai 15,70 cm.

10
Secara statistik ini berarti ada jaminan 100% bahwa panjang benda terdapat pada
selang 15,60 cm sampai 15,7 cm atau (15,60 ≤ x ≤ 15,70) cm.

2. Ketidakpastian pada Pengukuran Berulang

Agar mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, kita dapat melakukan


pengukuran secara berulang. Lantas bagaimana cara melaporkan hasil pengukuran
berulang? Pada pengukuran berulang kita akan mendapatkan hasil pengukuran
sebanyak N kali. Berdasarkan analisis statistik, nilai terbaik untuk menggantikan nilai
benar x0adalah nilai ratarata dari data yang diperoleh (x0). Sedangkan untuk nilai
ketidakpastiannya (Δx ) dapat digantikan oleh nilai simpangan baku nilai rata-rata
sampel. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.

Pada pengukuran tunggal nilai ketidakpastiannya (Δx ) disebut ketidakpastian


mutlak. Makin kecil ketidakpastian mutlak yang dicapai pada pengukuran tunggal,
maka hasil pengukurannya pun makin mendekati kebenaran. Nilai ketidakpastian
tersebut juga menentukan banyaknya angka yang boleh disertakan pada laporan hasil
pengukuran. Bagaimana cara menentukan banyaknya angka pada pengukuran
berulang? Cara menentukan banyaknya angka yang boleh disertakan pada pengukuran
berulang adalah dengan mencari ketidakpastian relatif pengukuran berulang tersebut.
Ketidakpastian relatif dapat ditentukan dengan membagi ketidakpastian pengukuran
dengan nilai rata-rata pengukuran. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.

11
Setelah mengetahui ketidakpastian relatifnya, kita dapat menggunakan aturan
yang telah disepakati para ilmuwan untuk mencari banyaknya angka yang boleh
disertakan dalam laporan hasil pengukuran berulang. Aturan banyaknya angka yang
dapat dilaporkan dalam pengukuran berulang adalah sebagai berikut.

1. ketidakpastian relatif 10% berhak atas dua angka


2. ketidakpastian relatif 1% berhak atas tiga angka
3. ketidakpastian relatif 0,1% berhak atas empat angka

Ketidakpastian hasil pengukuran sering muncul akibat ketelitian alat ukur


yang memiliki skala teratas. Misalnya Anda mengukur tebal buku dengan
menggunakan mistar diperoleh bahwa tebal buku tersebut adalah 3,8 cm. Angka 3 dan
angka 8 merupakan angka pasti karena kedua angka tersebut tercantum pada skala
mistar. Kemudian jika buku tersebut diukur dengan jangka sorong, hasil pengukuran
menunjukan 3,85 cm. Angka 3,85 adalah angka pasti karena angka tersebut tercantum
pada skala jangka sorong. Bagaimana jika diukur dengan menggunakan mikrometer
skrup? Tentu hasilnya akan lebih teliti lagi dibandingkan dengan menggunakan mistar
maupun jangka sorong.

Untuk menuliskan hasil pengukuran, perlu disertakan nilai ketidakpastian


sesuai tingkat ketelitian alat ukur yang digunakan. Hasil pengukuran sering ditulis
dalam bentuk x ± Δx. Misalnya hasil dari pengukuran tebal sebuah buku dengan
mistar diketahui bahwa tebal buku tersebut adalah (3 ± 0,1) cm. ±0,1 cm menyatakan
ketidakpastian absolut dalam pengukuran tersebut sehingga hasil pengukuran tebal
buku tersebut yang paling mungkin adalah 3,1 cm atau 2,9 cm. Persentase
ketidakpastian merupakan perbandingan antara ketidakpastian dan nilai yang diukur
dikalikan dengan 100 sehingga ketidakpastian relatif hasil pengukuran dengan mistar
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.

Ketidakpastian = 0,1/3 x 100% = 3,33%

Hasil pengukuran tebal buku tersebut dapat ditulis menjadi: tebal = 3 cm ± 3,33%

Contoh Soal :

12
13
D. Perhitungan Ketidakpastian

Dalam fisika sering dijumpai perhitungan yang melibatkan beberapa besaran hasil
pengukuran yang mengandung nilai ketidak pastian. Hal ini berarti bahwa perhitungan

14
juga melibatkan ketidak pastian. Ada empat aturan dasar dalam perhitungan yang
melibatkan teori ketidakpastian fisika.

1. Aturan Penjumlahan dan Pengurangan

Jika dua besaran dijumlahkan atau dikurangkan aturannya adalah tambahkan


ketidakpastian mutlaknya. Secara matematis dituliskan:

(x±Δx)+(y±Δy)=(x+y)±(Δx+Δy)

(x±Δx)−(y±Δy)=(x−y)±(Δx+Δy)

Contoh:

Penjumlahan: (6,0±0,5) m+(3,5±0,1) m=(9,5±0,6)m

Pengurangan: (6,0±0,5) m−(3,5±0,1) m=(2,5±0,6)m

2. Aturan Perkalian dan Pembagian

Jika dua besaran terlibat operasi perkalian dan pembagian maka tambahkan ketidak
pastian relatifnya. Misal untuk menghitung luas persegi panjang L=p×l dengan p=x±Δx
dan l=y±Δy. Ketidakpastian luas persegi panjang dituliskan sebagai:

ΔL/L=Δx/x+Δy/y

Contoh:

Ukuran sebuah persegi panjang adalah 2±0,1 cm dan 10±0,5 cm, maka ketidak
pastian luasnya adalah....

Jadi luas persegi panjang dapat dituliskan sebagai L=(20±2)cm2.

3. Aturan Pangkat

15
Aturan pangkat sebenarnya sama dengan aturan perkalian, namun karena yang
dikalikan adalah bilangan yang sama maka secara sederhana dapat dituliska sebagai
berikut.

Jika P=xn dengan x=xo±Δx, maka ΔPP=n Δx/x.

4. Aturan Perkalian dengan Konstanta

Jika nilai hasil pengukuran yang mengandung ketidak pastian relatif dikalikan
dengan sebuah konstanta maka ketidak pastian relatif tidak ikut dikalikan. Tetapi jika hasil
pengukurannya mengandung ketidak pastian mutlak maka nilai ketidak pastian harus ikut
dikalikan dengan konstanta.

Jika x = xo ± Δx /xo , maka kx = kxo ± Δx /xo

Jika x = xo ± Δx , maka kx = kxo ± kΔx

Contoh Soal & Pembahasan

1. Pak Arifin mengukur ketebalan uang logam menggunakan mikrometer sekrup dan
diperoleh hasil bahwa ketebalan uang logam adalah 1,80 mm. Penulisan hasil
pengukuran yang tepat adalah…
Penyelesaian:
x0 =1,80 mm dan nilai skala terkecil = 0,01 mm, maka penulisan yang tepat adalah
x= x0 ±12 nst = 1,80 ± 0,005 mm.
2. Suatu pengukuran berulang terhadap panjang pensil diperoleh hasil seperti berikut.

Laporkan hasil pengukuran berulang tersebut lengkap dengan ketidakpastiannya!

Penyelesaian:

16
Untuk mempermudah perhitung dapat digunakan tabel seperti berikut.

Karena ketidak pastian relatif dekat dengan 1% maka pelaporan hasil pengukuran hanya
berhak dengan 3 angka. Jadi penulisan hasil pengukurrannya adalah x=12,1±0,08 cm.
Pengukuran diameter dan tinggi sebuah silinder adalah (80,0±0,05)cm dan (25,0±0,05)cm.
Nilai prosentase ketidak pastian volume silinder tersebut adalah….

Penyelesaian:

Volume silinder adalah V=1/4πd2t, sehingga prosentase ketidakpastiannya adalah...

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam seperti gerak, kalor, cahaya,
bunyi, listrik, dan magnet. Proses pengamatan gejala alam tersebut bermula dari
pengamatan yang dilakukan oleh indera kita. Akan tetapi pengamatan tersebut harus
disertai dengan data kuantitatif yang dapat diperoleh dari hasil pengukuran. Pada proses
pengukuran, alat ukur merupakan bagian terpenting dari sebuah pengamatan. Dalam
kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari sesungguhnya kita tidak pernah luput dari
kegiatan pengukuran. Kita membeli minyak goreng, gula, beras, daging, mengukur tinggi
badan, menimbang berat, mengukur suhu tubuh merupakan bentuk aktivitas pengukuran.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengukuran merupakan bagian dari kehidupan
manusia. Melalui hasil pengukuran kita bisa membedakan antara satu dengan yang
lainnya. Pengukuran agar memberikan hasil yang baik maka haruslah menggunakan alat
ukur yang memenuhi syarat.

Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan suatu besaran dengan suatu


besaran yang sudah distandar. Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan
mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Pengukuran berat menggunakan neraca
dengan berbagai ketelitian, mengukur kuat arus listrik menggunakan ampermeter,
mengukur waktu dengan stopwatch, mengukur suhu dengan termometer, dan lain
sebagainya. Mistar, jangka sorong, mikrometer sekrup, neraca, amper meter, termometer
merupakan alat ukur yang sudah distandar. Penggunaan alat ukur yang sudah distandar,
maka siapapun yang melakukan pengukuran, dimanapun pengukuran itu dilakukan, dan
kapanpun pengukuran itu dilaksanakan akan memberikan hasil yang relatif sama.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, mengukur adalah kegiatan membandingkan suatu


besaran dengan besaran lain yang telah disepakati dan usaha untuk mendefinisikan
karakteristik suatu fenomena atau permasalahan secara kualintatif. Maka saran kami bagi
para pembaca, agar terus berpikir secara kritis tentang ketidakpastian dalam pengukuran
memperbanyak buku referensi mengenai ketidakpastian dalam pengukuran.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://buku2gratis.blogspot.com/2013/01/ebook-fisika-dasar-oleh-m-satriawan.html

https://www.siswapedia.com/ketidakpastian-pengukuran/

shofaifa.blogspot.com/2013/02/laporan-fisika-dasar pengukuran.html

http://muhammadnuruddin.blogspot.com

19

Anda mungkin juga menyukai