Anda di halaman 1dari 15

Tugas Kelompok Ke-3

MAKALAH
“REFERENDUM SWITZERLAND TAHUN 2021 TERHADAP EKSPOR
UNGGULAN KELAPA SAWIT INDONESIA”

Guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ekonomi Perdagangan


Internasional

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Sebastiana Viphindrartin, M.Kes.

OLEH:

Kelompok 2

Anggi Rizky Fauzi 180810101050


Alda Putri Maulidini 180810101067
Adelia Setyo Palupi 180810101075
Atikah Salsabila 180810101114

JURUSAN ILMU EKONOMI

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JEMBER

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat berbagi pengetahuan dan menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-
teman yang telah berkontribusi meluangkan pikiran dan tenaganya, sehingga kami
harapkan makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca mengenai “Referendum Switzerland Tahun 2021 terhadap Ekspor
Unggulan Kelapa Sawit Indonesia” agar kedepannya dapat bermanfaat bagi kita
semua. Namun terlepas dari itu semua kami memahami bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar kami bisa menciptakan makalah yang lebih baik lagi
selanjutnya.

Jember, 23 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................2

1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Dasar Dilakukannya Referendum Perdagangan Bebas Sawit Swiss-Indo.....4

2.2 Manfaat Referendum bagi Masyarakat yang Pro Swiss-Indonesia.................5

2.3 Dasar Pemikiran Masyarakat yang Kontra dalam Referendum.......................7

2.4 Hasil Referendum...........................................................................................7

2.5 Keunggulan Komparatif Kelapa Sawit Indonesia Dibandingkan Negara Lain


yang Mengekspor Sawit.............................................................................................8

BAB III PENUTUP..............................................................................................11


3.1 Kesimpulan...................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan bagi Indonesia dalam
perdagangan internasional. Kelapa sawit termasuk dalam sepuluh komoditas
ekspor utama. Salah satu hal yang membuat kelapa sawit masuk ke dalam sepuluh
komoditas ekspor utama Indonesia adalah daya saingnya yang kompetitif dalam
perdagangan internasional. Daya saing tersebut didasarkan pada produktivitas
perhektar kelapa sawit di Indonesia yang cukup tinggi.
Daya saing yang dimiliki kelapa sawit dalam perdagangan internasional
telah berhasil menjadikan Indonesia sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di
dunia. Pada dasarnya kelapa sawit dipanen dalam bentuk tandan buah segar
(TBS). TBS ini diolah menjadi produk setengah jadi dalam bentuk minyak kelapa
sawit atau crude palm oil (CPO) dan inti kelapa sawit atau palm kernel. Jika
dikaitkan dengan perdagangan internasional, Indonesia merupakan penghasil CPO
terbesar di dunia.
Beberapa waktu lau, terdapat permasalahan dalam penjanjian Indonesia-
EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA). Organisasi
lingkungan dari Swiss sedang berusaha melakukan referendum untuk menolak
minyak sawit Indonesia. Mereka ingin agar minyak sawit dikeluarkan dari
perjanjian perdagangan bebas dengan Swiss. Uniterre ingin agar minyak sawit
tidak disertakan di perjanjian itu karena merusak lingkungan. Di bawah perjanjian
itu, tarif-tarif akan dihapus secara bertahap dari hampir semua ekspor terbesar
Swiss ke negara terpadat keempat di dunia itu. Sementara Swiss akan menghapus
bea atas produk-produk industri Indonesia. Siapapun yang mengimpor minyak
kelapa sawit Indonesia harus bisa membuktikan bahwa produk itu telah memenuhi
standar-standar lingkungan dan sosial. Berbagai dampak juga dituduhkan kepada
palm oil Indonesia, yang paling banyak pembabatan hutan, penggunaan pupuk
kimia, dan lain-lain. Dengan permasalahan-permasalahan yang timbul, dalam
makalah ini kelompok kami akan membahas mengenai REFERENDUM
SWITZERLAND TAHUN 2021 TERHADAP EKSPOR UNGGULAN
KELAPA SAWIT INDONESIA.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa dasar dilakukannya referendum perdagangan bebas kelapa sawit
Swiss-Indonesia?
1.2.2 Apa manfaat referendum tersebut bagi masyarakat yang pro Swiss dan
Indonesia?
1.2.3 Apa dasar pemikiran masyarakat yang kontra dalam referendum
tersebut?
1.2.4 Bagaimana isi lampiran yang terdapat pada referendum tersebut?
1.2.5 Bagaimana analisis rinci mengenai keunggulan komparatif kelapa sawit
Indonesia dibandingkan negara lain yang mengekspor sawit?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Untuk mengetahui dasar dilakukannya referendum perdagangan bebas
kelapa sawit Swiss-Indonesia.
1.3.2 Untuk mengetahui manfaat referendum tersebut bagi masyarakat yang
pro Swiss dan Indonesia.
1.3.3 Untuk mengetahui dasar pemikiran masyarakat yang kontra dalam
referendum tersebut.
1.3.4 Untuk mengetahui isi lampiran yang terdapat pada referendum tersebut.
1.3.5 Untuk mengetahui analisis rinci mengenai keunggulan komparatif
kelapa sawit Indonesia dibandingkan negara lain yang mengekspor
sawit.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Dapat mengetahui dasar dilakukannya referendum perdagangan bebas
kelapa sawit Swiss-Indonesia.
1.4.2 Dapat mengetahui manfaat referendum tersebut bagi masyarakat yang
pro Swiss dan Indonesia.
1.4.3 Dapat mengetahui isi lampiran yang terdapat pada referendum tersebut.
1.4.4 Dapat mengetahui analisis rinci mengenai keunggulan komparatif
kelapa sawit Indonesia dibandingkan negara lain yang mengekspor
sawit.

2
1.4.5 Dapat mengetahui dasar pemikiran masyarakat yang kontra dalam
referendum tersebut.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Dilakukannya Referendum Perdagangan Bebas Sawit Swiss-Indo


Referendum adalah bagian proses demokrasi di Swiss, banyak hal yang
diputuskan melalui referendum. Setelah Indonesia EFTA CEPA ditanda tangani
bulan Desember 2018, Pemerintah mulai melakukan proses ratifikasi. Parlemen
Swiss menyetujui IE CEPA bulan Desember 2019 dan tahap selanjutnya kalau di
negara lain adalah ratifikasi. Selanjutnya di Swiss diberi kesempatan kepada
rakyat untuk berpendapat mengenai apa yang telah diputuskan Pemerintah
tersebut. Lalu munculah inisiatif dari seorang pengusaha anggur organik di
Jenewa yang kemudian didukung oleh sejumlah kelompok petani dan LSM.
Kelompok ini menggunakan isu kelapa sawit untuk menolak IE CEPA. Lembaga
swadaya masyarakat (LSM) di Swiss ingin menghentikan penggunaan produk
CPO dan turunannya di Swiss melalui referendum perjanjian dagang kedua
negara.

Organisasi lingkungan dari Swiss berusaha melakukan referendum untuk


menolak minyak sawit Indonesia. Mereka ingin agar minyak sawit dikeluarkan
dari perjanjian perdagangan bebas dengan Swiss. Perjanjian yang
dipermasalahkan adalah Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership
Agreement (IE-CEPA). Uniterre ingin agar minyak sawit tidak disertakan di
perjanjian itu karena merusak lingkungan. Petisi 'Stop Minyak Sawit' dari Uniterre
berhasil mengumpulkan hingga 59 ribu tanda tangan. Alhasil, referendum
melawan minyak sawit itu terlaksana akhir tahun 2020. Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Bern sudah turun tangan untuk memastikan minyak sawit
mendapatkan dukungan pemerintah dan komunitas bisnis di Swedia. KBRI juga
membantah tudingan bahwa sawit merusak lingkungan.

Pemerintah Swiss dan dunia usaha Swiss sangat ingin agar IE CEPA
segera mulai berlaku untuk meningkatkan perdagangan dan investasi dengan
Indonesia. KBRI beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Pemerintah Swiss
dan pihak Kadin Swiss untuk memberikan lebih jelas kepada masyarakat Swiss
tentang pentingnya IE CEPA. Kontroversi seputar keberlanjutan impor minyak
sawit Indonesia menimbulkan kekhawatiran yang cukup serius di Swiss hingga
4
memicu pemungutan suara atas perjanjian tersebut. Perjalanan melelahkan ekspor
kelapa sawit Indonesia ke Swiss berakhir sudah. Melalui referendum per 7 Maret
2021, sebanyak 51,7 persen rakyat Swiss menyetujui perjanjian dagang antara
Indonesia dan Swiss. Dengan hasil referendum ini, maka Swiss dan Indonesia
akan meratifikasi perjanjian dagang tersebut.

2.2 Manfaat Referendum bagi Masyarakat yang Pro Swiss-Indonesia


Terdapat beberapa manfaat dengan adanya referendum perdagangan bebas
antara Swiss dengan Indonesia ini diantaranya:

 Meningkatkan Hubungan Bilateral dengan Indonesia-Swiss


Dengan adanya perjanjian tersebut bertujuan untuk meningkatkan
hubungan dengan Indonesia, meskipun hanya menjadi mitra ekonomi ke-44
Swiss dan pasar ekspor terbesar ke-16 di Asia. Pada tahun 2020, ekspor
Swiss ke Indonesia hanya berjumlah 498 juta franc Swiss (Rp 7,6 triliun).
Kesepakatan perdagangan bebas dengan Indonesia memiliki pengecualian
khusus pada produk pertanian, guna melindungi produksi minyak bunga
matahari dan minyak rapeseed Swiss. Lolosnya perjanjian dagang ini di
parlemen Swiss menjadi angin segar karena Indonesia-EFTA CEPA sempat
tersandung penolakan dari berbagai kelompok. Sejumlah lembaga
masyarakat dan kelompok sayap kiri menyatakan penolakan atas perjanjian
ini karena mengakomodasi perdagangan CPO yang dinilai menjadi
penyebab deforetasi di Indonesia. Di sisi lain, pendukung perjanjian dagang
ini menyatakan bahwa Indonesia-EFTA CEPA justru akan mengakomodasi
masuknya CPO dengan standar keberlanjutan mengingat hanya produk
bersertifikasi yang akan menikmati penurunan tarif.
 Berpeluang Meningkatkan Ekspor Sawit Indonesia
Perjanjian IE-CEPA diharapkan dapat membuka akses pasar,
memperkuat transfer teknologi, pengetahuan, dan kapasitas, serta
mendorong investasi bagi Indonesia. Melalui perjanjian ini Indonesia
nantinya dapat menjual produk industrinya di pasar EFTA dan menikmati
penurunan tarif yang saat ini direncanakan untuk produk pertanian tertentu,
khususnya minyak sawit yang merupakan salah satu komoditas ekspor
utama Indonesia. Indonesia didorong untuk terus meningkatkan standar dan
praktik keberlanjutan yang tertuang dalam Indonesia Sustainable Palm Oil
5
(ISPO) yang menjadi perhatian bagi Swiss dan menjadi faktor utama
diadakannya referendum yang baru saja terjadi. Jika Indonesia ingin
mengoptimalkan manfaat IE-CEPA dan meningkatkan ekspor ke pasar
EFTA, maka Indonesia perlu terus menunjukkan komitmennya dalam
peningkatan praktik keberlanjutan dan perhatian pada aspek lingkungan.
Dengan adanya perjanjian ini maka ekspor produk pertanian RI seperti
minyak sawit akan menikmati pemangkasan tarif masuk. Ekspor minyak
sawit ke Swiss cukup positif meskipun negara tersebut juga memproduksi
minyak nabati lain seperti minyak bunga matahari dan minyak biji rapa.
Minyak sawit Indonesia digunakan cukup luas di industri makanan dan
minuman di negara tersebut. Swiss menjadi negara yang paling potensial
sebagai pasar ekspor Indonesia. Sebelum ratifikasi, ekspor Indonesia ke
Swiss telah menunjukkan peningkatan yang drastis. Total perdagangan
Indonesia dengan Swiss pada 2020 mencapai US$3,09 miliar dengan nilai
ekspor RI berjumlah US$2,39 miliar. Nilai ekspor RI jauh meningkat
dibandingkan dengan nilai pada 2019 yang hanya mencapai US$740,71 juta.
 Memudahkan Akses Swiss ke Pasar yang Menjanjikan
Lewat kemitraan ini, ekspor Swiss seperti keju, produk farmasi, dan
jam bakal dibebaskan dari bea masuk ke Indonesia. Besarnya jumlah
penduduk Indonesia tentunya berdampak pada konsumsi yang meningkat.
Seperti ekspor keju Swiss ke Indonesia cenderung positif, meningkatnya
permintaan keju yang berkualitas baik mendorong Indosenesia
meningkatkan impor keju dari Swiss. Hal ini dikarenakan Swiss memang
memiliki produk unggulan terutama pada komoditas susu. Impor Indonesia
dari Swiss mengalami peningkatan dalam lima bulan pertama 2020. Data
Swiss Federal Customs Administration menyatakan nilai impor Indonesia
pada Januari -Mei 2020 mencapai USD 308 juta dengan peningkatan 74%
dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Impor produk farmasi adalah
salah satu sektor yang meningkat antara lain karena upaya mengatasi
penyebaran COVID-19 di Indonesia. Selain itu mesin turbin, suku cadang
dan perlengkapan elektronik dan kimia organik, instrumen optik juga
memiliki angka yang lumayan tinggi. Dalam lima bulan pertama 2020 ini
kita surplus sebesar USD 721 juta.

6
2.3 Dasar Pemikiran Masyarakat yang Kontra dalam Referendum
Kubu pro lingkungan Swiss berhasil menuntut referendum. Parlemen
Swiss sebetulnya telah meratifikasi kesepakatan tersebut pada tahun 2019, tetapi
gerakan "Hentikan Minyak Sawit" - yang digalang terutama oleh Partai Hijau
serta LSM lingkungan - berhasil menuntut penyelenggaraan referendum di bawah
sistem demokrasi langsung yang berlaku di Swiss. Dalam jajak pendapat terbaru
oleh lembaga peneliti pasar GFS Bern untuk stasiun siaran Swiss SRG, 52%
pemilih Swiss mengatakan mereka bermaksud mendukung kesepakatan tersebut.
Tetapi penentangnya juga banyak. Para produsen anggur organik menentang
perjanjian perdagangan bebas karena menghapus bea cukai yang diterapkan untuk
mencegah persaingan tidak sehat di negara-negara berbiaya rendah.

Hal ini dikarenakan akan mengarah pada masyarakat yang membuang-


buang sumber daya. Standar untuk melindungi lingkungan atau kesehatan dan
keselamatan orang juga terlupakan. Kubu yang tidak setuju mengatakan,
kesepakatan itu akan meningkatkan permintaan minyak sawit murah,
menghancurkan hutan tropis dan memengaruhi produksi minyak nabati Swiss
sendiri.

Swiss menghadapi penolakan dari kalangan LSM lingkungan karena isu


komoditas kelapa sawit yang dituduh merusak lingkungan. Sesuai hukum Swiss,
ratifikasi perjanjian tersebut harus melalui persetujuan rakyat dalam sebuah
referendum. Seorang diaspora Indonesia yang kini menjadi warga Swiss, Dewi
Pratiwi, mengungkapkan, pandangan masyarakat Swiss dan juga diaspora
Indonesia di sana mengenai isu sawit terbelah tajam. Sebagian pro dan sebagian
kontra, dengan jarak yang tipis. Hal tersebut tercermin dari hasil akhir
referendum. Narasi pihak yang kontra dengan perjanjian dagang itu menyatakan,
walaupun volume impor sawit Swiss per tahun sangat kecil, tetap saja sawit itu
dipanen dari perkebunan yang menyebabkan kerusakan hutan dan hilangnya
habitat satwa liar. Isu itulah yang membuat publik galau.

2.4 Hasil Referendum


Pada tahun 2018, Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa menandatangani
perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia. Pada tahun 2020, penentang
perjanjian mengajukan 60.000 tanda tangan untuk membawa perjanjian tersebut

7
sebelum pemungutan suara populer. Ini adalah kedua kalinya dalam 50 tahun
perjanjian perdagangan bebas menjadi sasaran referendum. Perjanjian tersebut
akan mengurangi sebagian besar bea masuk untuk produk yang diekspor dari
Swiss ke Indonesia sekaligus menghapus tarif atas produk industri yang diimpor
ke Swiss. Tarif minyak sawit akan diturunkan 20 hingga 40 persen hingga kuota
maksimum 12.500 ton. Juga akan ada persyaratan keberlanjutan seputar impor
minyak sawit.
Perusahaan harus menyatakan bahwa mereka tidak terlibat dalam
deforestasi dalam produksi minyak sawit. Jika terjadi pelanggaran, Swiss bisa
membalikkan penurunan tarif. Para pendukung berpendapat bahwa perjanjian
tersebut akan meningkatkan perdagangan untuk Swiss sambil memberlakukan
persyaratan hak asasi manusia, hutan hujan dan produksi minyak sawit
berkelanjutan. Para penentang telah menunjukkan bahwa produksi minyak sawit
merusak lingkungan dan merugikan petani lokal. Selain itu, mereka khawatir
minyak sawit yang lebih murah akan menggantikan barang-barang yang
diproduksi secara lokal seperti rapeseed dan minyak bunga matahari yang lebih
berkelanjutan. Terakhir, pihak penentang menuduh bahwa mekanisme dan sanksi
atas pelanggaran regulasi keberlanjutan kurang memadai.
Pasar Swiss untuk minyak sawit sekitar 32.000 ton per tahun dari 2012
hingga 2019 dan pendukung perjanjian menyarankan bahwa penghematan bagi
perusahaan Swiss bisa sekitar CHF 25 juta dengan biaya CHF 8 juta karena tarif
yang hilang. Pihak yang mendukung perjanjian tersebut termasuk The
Center , FDP. Liberal , Swiss People's Party , Green Liberal Party of
Switzerland dan Federal Democratic Union of Swiss . Yang ditentang
adalah Partai Hijau Swiss , Partai Sosial Demokrat Swiss, dan Partai Rakyat
Evangelis Swiss.

Sumber: Federal Chancellery

8
2.5 Keunggulan Komparatif Kelapa Sawit Indonesia Dibandingkan Negara
Lain yang Mengekspor Sawit
Indonesia sebagai eksportir utama CPO dunia memiliki keunggulan
komparatif dibandingkan Malaysia dan Thailand. Terdapat beberapa faktor yang
mendukung keunggulan komparatif Indonesia dalam perdagangan internasional.
Pertama, tersedianya lahan kelapa sawit yang luas dan tersebar di wilayah
Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua dengan kondisi iklim
yang sangat potensial. Kedua, ketersediaan sumber daya manusia sebagai tenaga
kerja dalam jumlah banyak dan dengan upah yang rendah. Ketiga, rendahnya
biaya input yang dibutuhkan untuk memproduksi sawit serta tersedianya bahan
baku dan bahan pendukung yang mudah ditemukan di dalam negeri. Keempat,
tersedianya industri sarana dan prasarana produksi terkait seperti industri benih,
pupuk hingga industri hilir dalam kegiatan usaha tani kelapa sawit.

Indonesia sebagai Negara produsen sawit terbesar di dunia, luas areal


perkebunan sawit di Indonesia pada tahun 1980 hanya 295 ribu hektare, tahun
2015 tercatat 11,3 juta hektare dan pada 2019 naik menjadi 14,68 juta hektare
bertambah hampir 50 kali lipat, dengan produksi tahun 2019 bisa mencapai 43
juta ton pertahun, menempatkan Indonesia sebagai Negara produsen terbesar
sawit di dunia di ikuti oleh Malaysia dengan volume produksi 18,5 juta ton
pertahun dan Thailand 2,8 juta ton pertahun. Luas lahan sawit dan volume
produksi sawit Indonesia naik setiap tahunnya. Kondisi produksi minyak sawit
Indonesia saat ini, menurut data yang didapat perkembangan volume produksi
minyak sawit Indonesia mulai tahun 2015 hingga tahun 2019 mengalami
peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2015 produksi minyak sawit Indonesia
sebesar 32 juta ton naik menjadi 43 juta ton pada tahun 2019. Dapat dikatakan,
mulai tahun 2015 hingga 2019, peningkatan volume produksi minyak sawit
Indonesia sebesar 25,5%.

Sebagai Negara agraris dan maritim Indonesia mempunyai keunggulan


komparatif (comparative advantage). Keunggulan komparatif merupakan dasar
perekonomian yang perlu didayagunakan melalui pembangunan ekonomi
sehingga menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage). Negara pesaing
utama sawit Indonesia adalah Malaysia. Bahkan produksi dan mutu minyak sawit
Malaysia lebih baik. Namun, perkembangan ekspor minyak sawit Malaysia

9
diperkirakan akan tertahan oleh adanya keterbatasan sumber daya lahan dan
tingginya tingkat upah kerja. Sedangkan Indonesia masih mempunyai potensi
untuk berkembang karena dukungan lahan potensial yang masih tersedia dan
masih terdapat peluang untuk peningkatan produktivitas.

Peningkatan produksi kelapa sawit Indonesia yang besar di Indonesia


ternyata melebihi kebutuhan didalam negeri Indonesia.Di antara negara produsen
CPO seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Kolombia, tingkat konsumsi CPO
Indonesia merupakan yang terbesar, di mana pada akhir tahun 2015 konsumsi
CPO Indonesia mencapai 8,620 juta metrik ton dengan rata-rata tingkat
pertumbuhan konsumsi sebesar 7,41% per tahun. Rata-rata tingkat pertumbuhan
konsumsi CPO tertinggi dimiliki oleh Thailand yang tumbuh sebesar
11,75%/tahun. Malaysia dan Kolombia memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan
konsumsi CPO sebesar 5,45%/tahun dan 6,42%/tahun. Besarnya konsumsi CPO
suatu negara bergantung dari besarnya jumlah penduduk dan preferensi konsumen
suatu negara terhadap CPO. Indonesia menjadi negara produsen dengan konsumsi
CPO tertinggi dikarenakan jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbesar
dibandingkan negara produsen CPO yang lain. Konsumen di Indonesia juga pada
umumnya sangat menyukai dan menggunakan CPO untuk pemenuhan kebutuhan
minyak goreng untuk keperluan hidup sehari-hari (Prasetyo, et al., 2017)

BAB III
PENUTUP

10
3.1 Kesimpulan
Pemerintah Swiss dan dunia usaha Swiss sangat ingin agar IE CEPA segera mulai
berlaku untuk meningkatkan perdagangan dan investasi dengan Indonesia.
Kontroversi seputar keberlanjutan impor minyak sawit Indonesia menimbulkan
kekhawatiran yang cukup serius di Swiss hingga memicu pemungutan suara atas
perjanjian tersebut. Kesepakatan perdagangan bebas dengan Indonesia memiliki
pengecualian khusus pada produk pertanian, guna melindungi produksi minyak
bunga matahari dan minyak rapeseed Swiss. Melalui perjanjian ini Indonesia
nantinya dapat menjual produk industrinya di pasar EFTA dan menikmati
penurunan tarif yang saat ini direncanakan untuk produk pertanian tertentu,
khususnya minyak sawit yang merupakan salah satu komoditas ekspor utama
Indonesia. Indonesia didorong untuk terus meningkatkan standar dan praktik
keberlanjutan yang tertuang dalam Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang
menjadi perhatian bagi Swiss dan menjadi faktor utama diadakannya referendum
yang baru saja terjadi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Suwastoyo, Bhimanto. 2021. Hasil Referendum di Swiss Harus Mendorong


Keberlanjutan Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta : The Palm Scribe. Diakses
pada:https://thepalmscribe.id/id/hasil-referendum-di-swiss-harus-
mendorong-keberlanjutan-kelapa-sawit-indonesia/?
utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=hasil-referendum-di-
swiss-harus-mendorong-keberlanjutan-kelapa-sawit-indonesia

Puspaningrum. 2021. Referendum IE-CEPA Lolos di Swiss, Diharap Bisa


Percepat Pemulihan Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi. Jakarta :
Kompas.com. diakses pada
https://www.kompas.com/global/read/2021/03/08/165148170/referendum-
ie-cepa-lolos-di-swiss-diharap-bisa-percepat-pemulihan-ekonomi?page=all

Xx. 2021. 2021 Swiss Referendums. En.m.wikipedia.org. Diakses pada


https://en.m.wikipedia.org/wiki/2021_Swiss_referendums

Patone, Carina D dkk. 2020. Analisis Daya Saing Ekspor Sawit Indonesia Ke
Negara Tujuan Ekspor Tiongkok dan India. Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Ekonomi Pembangunan. Universitas Sam Ratulangi. Diakses pada
file:///C:/Users/user/Downloads/30423-63259-1-SM.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai