MAKALAH
“REFERENDUM SWITZERLAND TAHUN 2021 TERHADAP EKSPOR
UNGGULAN KELAPA SAWIT INDONESIA”
OLEH:
Kelompok 2
UNIVERSITAS JEMBER
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat berbagi pengetahuan dan menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-
teman yang telah berkontribusi meluangkan pikiran dan tenaganya, sehingga kami
harapkan makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca mengenai “Referendum Switzerland Tahun 2021 terhadap Ekspor
Unggulan Kelapa Sawit Indonesia” agar kedepannya dapat bermanfaat bagi kita
semua. Namun terlepas dari itu semua kami memahami bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar kami bisa menciptakan makalah yang lebih baik lagi
selanjutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Dasar Dilakukannya Referendum Perdagangan Bebas Sawit Swiss-Indo.....4
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.4.5 Dapat mengetahui dasar pemikiran masyarakat yang kontra dalam
referendum tersebut.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pemerintah Swiss dan dunia usaha Swiss sangat ingin agar IE CEPA
segera mulai berlaku untuk meningkatkan perdagangan dan investasi dengan
Indonesia. KBRI beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Pemerintah Swiss
dan pihak Kadin Swiss untuk memberikan lebih jelas kepada masyarakat Swiss
tentang pentingnya IE CEPA. Kontroversi seputar keberlanjutan impor minyak
sawit Indonesia menimbulkan kekhawatiran yang cukup serius di Swiss hingga
4
memicu pemungutan suara atas perjanjian tersebut. Perjalanan melelahkan ekspor
kelapa sawit Indonesia ke Swiss berakhir sudah. Melalui referendum per 7 Maret
2021, sebanyak 51,7 persen rakyat Swiss menyetujui perjanjian dagang antara
Indonesia dan Swiss. Dengan hasil referendum ini, maka Swiss dan Indonesia
akan meratifikasi perjanjian dagang tersebut.
6
2.3 Dasar Pemikiran Masyarakat yang Kontra dalam Referendum
Kubu pro lingkungan Swiss berhasil menuntut referendum. Parlemen
Swiss sebetulnya telah meratifikasi kesepakatan tersebut pada tahun 2019, tetapi
gerakan "Hentikan Minyak Sawit" - yang digalang terutama oleh Partai Hijau
serta LSM lingkungan - berhasil menuntut penyelenggaraan referendum di bawah
sistem demokrasi langsung yang berlaku di Swiss. Dalam jajak pendapat terbaru
oleh lembaga peneliti pasar GFS Bern untuk stasiun siaran Swiss SRG, 52%
pemilih Swiss mengatakan mereka bermaksud mendukung kesepakatan tersebut.
Tetapi penentangnya juga banyak. Para produsen anggur organik menentang
perjanjian perdagangan bebas karena menghapus bea cukai yang diterapkan untuk
mencegah persaingan tidak sehat di negara-negara berbiaya rendah.
7
sebelum pemungutan suara populer. Ini adalah kedua kalinya dalam 50 tahun
perjanjian perdagangan bebas menjadi sasaran referendum. Perjanjian tersebut
akan mengurangi sebagian besar bea masuk untuk produk yang diekspor dari
Swiss ke Indonesia sekaligus menghapus tarif atas produk industri yang diimpor
ke Swiss. Tarif minyak sawit akan diturunkan 20 hingga 40 persen hingga kuota
maksimum 12.500 ton. Juga akan ada persyaratan keberlanjutan seputar impor
minyak sawit.
Perusahaan harus menyatakan bahwa mereka tidak terlibat dalam
deforestasi dalam produksi minyak sawit. Jika terjadi pelanggaran, Swiss bisa
membalikkan penurunan tarif. Para pendukung berpendapat bahwa perjanjian
tersebut akan meningkatkan perdagangan untuk Swiss sambil memberlakukan
persyaratan hak asasi manusia, hutan hujan dan produksi minyak sawit
berkelanjutan. Para penentang telah menunjukkan bahwa produksi minyak sawit
merusak lingkungan dan merugikan petani lokal. Selain itu, mereka khawatir
minyak sawit yang lebih murah akan menggantikan barang-barang yang
diproduksi secara lokal seperti rapeseed dan minyak bunga matahari yang lebih
berkelanjutan. Terakhir, pihak penentang menuduh bahwa mekanisme dan sanksi
atas pelanggaran regulasi keberlanjutan kurang memadai.
Pasar Swiss untuk minyak sawit sekitar 32.000 ton per tahun dari 2012
hingga 2019 dan pendukung perjanjian menyarankan bahwa penghematan bagi
perusahaan Swiss bisa sekitar CHF 25 juta dengan biaya CHF 8 juta karena tarif
yang hilang. Pihak yang mendukung perjanjian tersebut termasuk The
Center , FDP. Liberal , Swiss People's Party , Green Liberal Party of
Switzerland dan Federal Democratic Union of Swiss . Yang ditentang
adalah Partai Hijau Swiss , Partai Sosial Demokrat Swiss, dan Partai Rakyat
Evangelis Swiss.
8
2.5 Keunggulan Komparatif Kelapa Sawit Indonesia Dibandingkan Negara
Lain yang Mengekspor Sawit
Indonesia sebagai eksportir utama CPO dunia memiliki keunggulan
komparatif dibandingkan Malaysia dan Thailand. Terdapat beberapa faktor yang
mendukung keunggulan komparatif Indonesia dalam perdagangan internasional.
Pertama, tersedianya lahan kelapa sawit yang luas dan tersebar di wilayah
Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua dengan kondisi iklim
yang sangat potensial. Kedua, ketersediaan sumber daya manusia sebagai tenaga
kerja dalam jumlah banyak dan dengan upah yang rendah. Ketiga, rendahnya
biaya input yang dibutuhkan untuk memproduksi sawit serta tersedianya bahan
baku dan bahan pendukung yang mudah ditemukan di dalam negeri. Keempat,
tersedianya industri sarana dan prasarana produksi terkait seperti industri benih,
pupuk hingga industri hilir dalam kegiatan usaha tani kelapa sawit.
9
diperkirakan akan tertahan oleh adanya keterbatasan sumber daya lahan dan
tingginya tingkat upah kerja. Sedangkan Indonesia masih mempunyai potensi
untuk berkembang karena dukungan lahan potensial yang masih tersedia dan
masih terdapat peluang untuk peningkatan produktivitas.
BAB III
PENUTUP
10
3.1 Kesimpulan
Pemerintah Swiss dan dunia usaha Swiss sangat ingin agar IE CEPA segera mulai
berlaku untuk meningkatkan perdagangan dan investasi dengan Indonesia.
Kontroversi seputar keberlanjutan impor minyak sawit Indonesia menimbulkan
kekhawatiran yang cukup serius di Swiss hingga memicu pemungutan suara atas
perjanjian tersebut. Kesepakatan perdagangan bebas dengan Indonesia memiliki
pengecualian khusus pada produk pertanian, guna melindungi produksi minyak
bunga matahari dan minyak rapeseed Swiss. Melalui perjanjian ini Indonesia
nantinya dapat menjual produk industrinya di pasar EFTA dan menikmati
penurunan tarif yang saat ini direncanakan untuk produk pertanian tertentu,
khususnya minyak sawit yang merupakan salah satu komoditas ekspor utama
Indonesia. Indonesia didorong untuk terus meningkatkan standar dan praktik
keberlanjutan yang tertuang dalam Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang
menjadi perhatian bagi Swiss dan menjadi faktor utama diadakannya referendum
yang baru saja terjadi.
11
DAFTAR PUSTAKA
Patone, Carina D dkk. 2020. Analisis Daya Saing Ekspor Sawit Indonesia Ke
Negara Tujuan Ekspor Tiongkok dan India. Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Ekonomi Pembangunan. Universitas Sam Ratulangi. Diakses pada
file:///C:/Users/user/Downloads/30423-63259-1-SM.pdf
12