Anda di halaman 1dari 17

TINDAK PIDANA KENAKALAN REMAJA

OLEH

MUH.MIRAJZ IANO

H1A119266

KELAS:E

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan seakan menjadi sebuah kata yang akrab di telinga bangsa Indonesia. Lahir
dan hidup menjadi miskin pasti bukan mimpi siapapun. Kebutuhan yang semakin banyak,
harga-harga yang semakin melambung tinggi serta sulitnya mendapat pekerjaan dan upah
yang tidak sesuai dengan pekerjaan menjelma menjadi permasalahan utama yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi yang sulit khususnya bagi mereka yang tidak memiliki
kemampuan untuk berkembang dikarenakan tidak adanya dukungan keahlian. Ironisnya
tidak hanya orang dewasa yang merasakan dampak dari kemiskinan ini, anak-anak pun ikut
merasakan dampaknya dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar di keluarga mereka.
Kemiskinan yang melanda orang tua mereka akan berpengaruh besar pada kehidupan anak-
anak, dan hak-hak mereka menjadi terampas. Mereka yang seharusnya mendapatkan
pendidikan dan kehidupan yang layak serta masa kecil yang bahagia, terpaksa harus
berkorban demi satu alasan, yaitu ekonomi. Jika melihat lebih jauh fenomena kemiskinan di
depan mata, kita dapat melihat bahwa semakin banyak anak usia sekolah atau bahkan pada
tingkatan usia balita yang sudah harus berjuang hidup di jalanan sebagai dampak dari
kemiskinan akhir-akhir ini. Juga hampir bisa dipastikan, masa depan mereka akan terenggut
karenanya.

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia lebih mengacu kepada keadaan berupa kekurangan
hal-hal yang berkaitan terhadap pemenuhan kebutuhan yang bersifat primer, seperti sandang,
pangan dan papan pada lingkungan keluarga. Masalah kemiskinan ini mempengaruhi
banyak hal, diantaranya pengangguran, tingkat kesejahteraan masyarakat dan perilaku social
pada remaja. Bukan hal baru lagi jika kita melihat anak-anak usia sekolah atau bahkan usia
prasekolah harus berjuang hidup di jalan-jalan lalu lintas di Indonesia. Tidak jarang diantara
anak-anak tersebut terpaksa putus sekolah. Semua itu mereka lakukan atas alasan ekonomi,
demi membantu orang tua mereka atau dengan alasan lingkungan keluarga yang tidak
harmonis (Broken home). Hal ini sangatlah memprihatinkan, karena kemiskinan yang
menimpa anak-anak akan menyebabkan kerusakan jangka panjang terhadap perkembangan
anak-anak itu sendiri baik secara fisik maupun psikis(kejiwaan). Keadaan ini lah yang
terkadang menjadikan remaja enggan untuk tinggal di rumah dan menggelandang di jalanan
yang dampak buruknya adalah pergaulan yang melenceng dari norma-norma yang berlaku
sehingga memungkinkan remaja-remaja tersebut untuk melakukan tindak kejahatan seperti
mencuri, merampok, memeras bahkan membunuh. Berdasarkan latar belakang tersebut
dapat diketahui bahwa remaja dapat melakukan kenakalan bahkan melakukan tindakan
kriminal yang merugikan orang lain bahkan menimbulkan korban jiwa. Salah satu alasan
mendasar terjadinya hal tersebut karena masa remaja merupakan masa transisi dari masa
anak-anak menuju ke masa dewasa. Dalam masa ini, remaja mulai memiliki interaksi secara
aktif dan mulai mencerna nilai-nilai yang berasal dari luar lingkungan keluarganya. Dapat
dikatakan bahwa ketika seseorang mendapatkan nilai yang berasal dari lingkungan keluarga
dan mulai mendapatkan nilai-nilai baru yang berasal dari lingkungan luar seperti sekolah,
teman sebaya dan lingkungan sosial, maka seseorang tersebut akan mengalami kondisi yang
tidak seimbang. Kondisi yang tidak seimbang tersebut mengakibatkan remaja mengalami
kebingungan tentang seperti apa perilaku, sikap, nilai, aturan dan aspek lainnya yang
seharusnya dilakukan oleh dirinya, atau yang biasa disebut sebagai proses pencarian jati diri.
Sehingga masa remaja menjadi masa yang penting dalam perkembangan individu serta
melibatkan banyak pihak dalam proses tersebut.

Sebagai makhluk sosial, manusia sangatlah bergantung dengan orang lain. Oleh karena
itu kemampuan adaptasi remaja dalam menginternalisasi nilai-nilai yang didapatnya dari
lingkungan sosial, dan lingkungan keluarga menjadi sebuah nilai dirinya sendiri sangatlah
diperlukan untuk dapat diterima dalam masyarakat. Namun pada kenyataannya, banyak
remaja yang justru melakukan kenakalan dan tindak kriminalitas dimana hal tersebut
melanggar norma sosial dan norma hukum yang berlaku. Hal tersebut dibuktikan dengan
meningkatnya angka kasus kriminalitas oleh remaja tiap tahunnya menurut data badan pusat
statistik Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan dari segi kuantitas dari tahun
2007 yang tercatat sekitar 3100 orang remaja yang terlibat dalam kasus kriminalitas, serta
pada tahun 2008 dan 2009 yang meningkat menjadi 3.300 dan sekitar 4.200 remaja. (Badan
Pusat Statistik Indonesia, 2010).

Banyaknya perilaku kenakalan dan kriminalitas remaja tersebut tentunya membuat


banyak pihak yang menyayangkan hal tersebut karena masa depan bangsa ada di tangan
generasi muda. Sehingga dalam hal ini sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang
menjadi penyebab perilaku kenakalan dan kriminalitas remaja agar dapat dilakukan tindakan
preventif yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kenakalan dan tindakan kriminal yang
dilakukan oleh remaja. Karena sangat disayangkan apabila generasi muda yang seharusnya
meneruskan perjuangan bangsa Indonesia justru melakukan kenakalan dan terlibat dalam
tindakan kriminal yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian


tentang ”Tindak Pidana Kenakalan Remaja’

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar Belakang Masalah tersebut diatas, maka penulis mengemukakan
Rumusan Masalah di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindakan kriminal pada remaja,


dalam hal ini pengamen?
2. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindakan kriminal pada remaja?

BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A.KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengatahuan yang mempelajari kejahatan dari berbagai


aspek. Nama kriminologi pertama kali dikemukakan oleh P. Topinard (1830-1911),
seorang ahli antropologi perancis.

Kriminologi terdiri dari dua kata yakni kata crime yang berarti kejahatan dan logos
yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi adalah ilmu tentang kejahatan (A.S.Alam
dan Amir Ilyas 2010:1).

Pengertian kriminologi (Hari Saherodji, 1980:9) yaitu:

Mengandung pengertian yang sangat luas, dikatakan demikian, karena dalam


mempelajari kejahatan tidak dapat lepas dari pengaruh dan sudut pandang. Ada yang
memandang kriminologi dari sudut perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat.

Menurut Edwin H. Sutherland (A.S. Alam Amir 2010) kriminologi adalah


“criminology is the body of knowledge regarding delinquency and crime as social
phenomena“ (kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas kenakalan
remaja dan kejahatan sebagai gejala sosial)

Moeljatno (1986 : 3) mengemukakan bahwa kriminlogi adalah “sebagai suatu istilah


global atau umum suatu lapangan ilmu pengetahuan yang sedemikian rupa dan beraneka
ragam, sehingga tidak mungkin dikuasai oleh seorang ahli saja”

Sedangkan menurut Wilhelm Saver (Moeljatno, 1986 :3) bahwa :


Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan oleh individu dan
bangsa-bangsa yang berbudaya, sehingga objek penelitian kriminologi ada dua, yaitu :1.
Perbuatan individu (Tat Und Tater), 2.Perbuatan kejahatan.

Van bammelen (Moeljatno 1986: 3) mengatakan bahwa Kriminologi mempelajari


interaksi yang ada antara kejahatan dengan perwujudan lain dari kehidupan masyarakat,
maka kriminologi merupakan bagian dari ilmu tentang kehidupan masyarakat, yaitu ilmu
sosiologi dan ilmu biologi, karena manusia adalah mahluk hidup.

Menurut ahli U.S.A: Thorsten Sellin (Moeljatno, 1986:3), “istilah criminology di


U.S.A dipakai untuk menggambarkan ilmu tentang penjahat dan cara penanggulanginya
(treatment)”.

Kita melihat pendapat ahli U.S.A lain Sutherland (Moeljatno 1986:4) yang
beranggapan bahwa kriminologi sebagai keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat (social). Ilmu meliputi:

1. Cara proses pembuatan undang-undang,

2. Pelanggaran terhadap undang-undang dan

3. Reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran ini, hal-hal mana merupakan 3 segi


pandangan (aspek) dari suatu rangkaian hubungan timbal balik yang sedikit banyak
merupakan suatu kesatuan.

Menurut Moeljatno, (1986:6) menyatakan bahwa “kriminologi merupakan ilmu


pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut
pada kejahatan dan kelakuan jelek itu”.

Berdasarkan uraian singkat di atas ditarik suatu pemikiran, bahwa kriminologi adalah
bidang ilmu yang cukup penting dipelajari karena dengan adanya kriminologi, dapat
dipergunakan sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana.
Munculnya lembaga- lembaga kriminologi di beberapa perguruan tinggi sangat diharapkan
dapat memberikan sumbangan-sumbangan dan ide-ide yang dapat dipergunakan untuk
mengembangkan kriminologi sebagai science for welfare of society.
Dengan kata lain, kriminologi adalah salah satu cabang ilmu yang diajarkan dalam
bidang ilmu hukum. Jika diklasifikasikan, kriminologi merupakan bagian dari ilmu sosial,
akan tetapi kriminologi tidak bisa dipisahkan dengan bidang ilmu hukum, khsususnya
hukum pidana.

Kriminologi merupakan bagian dari kurikulum program studi ilmu hukum Karena
berdasarkan symposium international society of riminology, kriminologi perlu diajarkan
bagi sekolah tinggi hukum atau bagi aparat penegak hukum.

Wolfgang, Savitz dan Jonhston (Topo Santoso dan Eva Achjani ulfa, 2001:12),
dalam The Sociology of Crime and Delinquency memberikan definisi kriminologi sebagai
kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan dan pengertian tentang dua puluh gejala kejahatan dengan jalan mempelajari
dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman- keseragaman, pola-
pola, dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta
reaksi masyarakat terhadap keduanya. Jadi obyek studi kriminologi melingkupi :

a. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan.

b. Pelaku kejahatan.

c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap


pelakunya.

Ketiganya tidak dapat dipisah-pisahkan. Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai
kejahatan bila ia mendapat reaksi dari masyarakat.

Kriminologi secara spesifik mempelajari kejahatan dari segala sudut pandang, namun
lebih khusus kejahatan yang diatur dalam undang- undang (selanjutnya UU). Pelaku
kejahatan dibahas dari segi kenapa seseorang melakukan kejahatan (motif) dan kategori
pelaku kejahatan (tipe–tipe penjahat). Kemudian kriminologi juga mempelajari reaksi
masyarakat terhadap kejahatan sebagai salah satu upaya kebijakan pencegahan dan
pemberantasan kejahatan.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan yang objek kajiannya adalah kejahatan, dimana
kejahatan ini adalah gejala sosial, maka kriminologi pada dasarnya adalah suatu disiplin
ilmu yang bersifat faktual. Dalam hal ini kriminologi merupakan non legal discipline.

J. Contstant (A.S Alam dan Amir Ilyas, 2010:2) memberikan definisi kriminologi
sebagaiilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab-
musabab terjadinya kejahatan atau penjahat.

Sutherland (A. S. Alam dan Amir Ilyas, 2010:3) menambahkan bahwa dalam
mempelajari kriminologi memerlukan bantuan berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Dengan
kata lain kriminologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat interdisiplin. Berbagai disiplin
yang sangat erta kaitannya dengan kriminologi antara lain hukum pidana, hukum acara
pidana, antropologi fisik, antropologi budaya, psikologi, biologi, ekonomi, kimia, statistik,
dan banyak lainnya.

2.2. Teori-teori Kriminologi tentang Sebab-sebab Kejahatan

Sesuai dengan perkembangan teori-teori yang dikembangkan oleh mazhab-mazhab


dalam bidang etiologi criminal, di bawah ini berturut-turut akan dibicarakan teori-teori
yang mencari sebab-sebab kejahatan dari beberapa aspek yaitu:

1. Teori-teori yang Mencari sebab Kejahatan dari Aspek Fisik (Biologis Kriminal)

Usaha-usaha mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri biologis di pelopori


oleh ahli-ahli frenologi, seperti Gall (1758-1828), Spurzheim (1776-1832), yang
mencoba mencari hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengan tingkah laku.
Mereka mendasarkan pada pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa otak
merupakan organ dari akal. ajaran ahli-ahli frenologi ini mendasarkan pada preposisi
dasar:

a) Bentuk luar tengkorak kepala sesuai dengan apa yang ada didalamnya dan
bentuk dari otak,

b) Akal terdiri dari kemampuan atau kecakapan,dan


c) Kemampuan atau kecakapan ini berhubungan dengan bentuk otak dan tengkora
kepala.

2. Teori-teori yang Mencari sebab Kejahatan dari Faktor Psikologis dan Psikiatris
(Psikologi Kriminal)

Usaha untuk mencari sebab-sebab kejahatan dari faktor psikis termasuk agak
baru.seperti halnya para positivistis pada umumnya, usaha mencari ciri-ciri psikis
pada para penjahat didasarkan anggapan bahwa penjahat merupakan orang-orang
yang mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda dengan orang-orang yang bukan
penjahat, dan ciri-ciri pisikis tersebut terletak pada intelegensinya yang rendah.
Mengingat konsep tentang jiwa yang sehat sangat sulit dirumuskan, dan kalaupun,
ada maka perumusannya sangat luas. Adapun bentuk-bentuk gangguan mental yaitu:

a) Psikoses

b) Neoroses

c) Cacat Mental

3. Teori-teori yang Mencari sebab Kerajahatan dari Faktor Sosiologi Kultural


(Sosiologi Kriminal)

Objek utama sosiologi kriminal adalah mempelajari hubungan antara


masyarakat dengan anggotanya, antara kelompok, baik karena hubungan tempat
maupun etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok, sepanjang
hubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan. Secara umum dapat dikatakan
setiap masyarakat memiliki tipe kejahatan dan penjahat sesuai dengan budayanya,
moralnya, kepercayaannya serta kondisi-kondisi sosisl, politik, ekonomi, hukum dan
hankam

serta struktu-struktur yang ada. Mempelajari tindak penyimpangan sosial


(kejahatan), dapat melalui 2 cara pendekatan yaitu:

- Melihat penyimpangan sebagai kenyataan objektif


- Penyimpangan sebagai problematika subjektif

B .PEMBAHASAN

3.1. Faktor Penyebab Remaja Melakukan Tindakan Kriminal

Kenakalan remaja sangat erat kaitannya dengan kriminalitas remaja. Menurut Santrock
(1995) kenakalan remaja sendiri mengacu pada rentang perilaku yang luas mulai dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial seperti tindakan berlebihan di sekolah,
pelanggaran-pelanggaran seperti melarikan diri dari rumah sampai pada perilaku-perilaku
kriminal. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja tidak
hanya meliputi tindakan-tindakan kriminal saja, melainkan segala tindakan yang dilakukan
oleh remaja yang dianggap melanggar nilai-nilai sosial, sekolah ataupun masyarakat.
Sedangkan remaja yang dimaksud disini adalah individu yang berusia 12 hingga 18 tahun
(UU Peradilan Pidana Anak, Pasal 1 ayat 3). Ketika kita membahas masalah mengenai
kenakalan atau bahkan tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja dalam hal ini adalah
pengamen dan gelandangan, hal terbesar yang perlu diketahui adalah apa yang
melatarbelakangi atau faktor yang menyebabkan remaja tersebut melakukan tindakan
kriminal. Ada dua faktor yang menyebabkan remaja menjadi salah asuhan dan akirnya hidup
menggelandang dan kemungkinan besar melakukan tindakan kriminal.

-Faktor Internal

Menurut Jessor (1977) perilaku kenakalan yang dilakukan oleh remaja salah satunya
merupakan akibat dari aspek psikososial (Novita & Rehulina, 2012). Dimana aspek
psikososial yang dimaksud disini adalah kondisi psikologis seorang remaja secara
umum serta kaitannya dengan kondisi sosial tempat dimana remaja tersebut
berinteraksi. Kondisi psikologis seseorang pada saat remaja memiliki karakteristik yang
labil, sulit dikendalikan, melawan dan memberontak, memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, agresif, mudah terangsang serta memiliki loyalitas yang tinggi (Sarwono, 2006).
Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang di atas, bahwa remaja mulai mengenali
dan berinteraksi dengan lingkungan selain lingkungan keluarganya. Sehingga, ada
kecenderungan bahwa remaja akan membandingkan kondisi di lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan teman sebayanya atau bahkan lingkungan sosial dimana
masing-masing lingkungan tersebut memiliki kondisi yang berbeda-beda. Sehingga
remaja akan mengalami kebingungan dan mencari tahu serta berusaha beradaptasi agar
diterima oleh masyarakat dengan kondisi psikologis remaja yang masih labil. Hal
tersebutlah yang dapat menimbulkan terbentuknya perilaku kenakalan dan tindakan
kriminal yang dilakukan oleh remaja. Hal ini serupa dengan pernyataan Jessor (1977)
yang menyebutkan adanya tiga aspek yang mempengaruhi remaja dalam melakukan
kenakalan. Aspek yang pertama adalah adanya aspek kepribadian remaja. Aspek
kepribadiann remaja ini tidak hanya berupa karakter ciri khas remaja melainkan juga
meliputi nilai individual, harapan serta keyakinan yang dianut oleh remaja itu sendiri.
Kemudian aspek kedua yang mempengaruhi remaja melakukan kenakalan adalah
system lingkungan yang diterima oleh remaja tersebut. Sistem lingkungan yang
dimaksud disini adalah, system lingkungan tempat remaja tersebut tinggal atau
melakukan interaksi dengan orang lain seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
ataupun lingkungan teman sebaya. Kemudian aspek yang terakhir adalah aspek sistem
perilaku. Aspek yang ketiga ini meliputi cara-cara seperti apa yang digunakan atau
dipilih oleh remaja untuk berperilaku dalam aktivitas sehari-harinya (Novita &
Rehulina, 2012).

Aspek kepribadian remaja menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku
kenakalan karena mereka masih berada dalam tahapan perkembangan remaja yang
merupakan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dimana tugas
perkembangan dari masa remaja ini adalah pencarian jati diri, tentang seperti apa dan
akan menjadi apa mereka nantinya. Konsep diri adalah bagaimana individu memandang
dirinya sendiri meliputi aspek fisik dan aspek psikologis. Aspek fisik adalah bagaimana
individu memandang kondisi tubuh dan penampilannya sendiri. Sedangkan aspek
psikologi adalah bagaimana individu tersebut memandang kemampuan-kemampuan
dirinya, harga diri serta rasa percaya diri dari individu tersebut yang dalam hal ini
adalah remaja. Dengan pendapat tersebut ditemukan bahwa remaja yang melakukan
kenakalan adalah remaja yang memiliki konsep diri yang rendah (Yulianto, 2009).
Sehingga, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek kepribadian yang
menjadi faktor penyebab munculnya perilaku kenakalan merupakan faktor internal dari
dalam diri remaja itu sendiri diantaranya konsep diri yang rendah, penyesuaian sosial
serta kemampuan menyelesaikan masalah yang rendah, sikap yang berlebihan serta
pengendalian diri yang rendah.

-Faktor Eksternal

Aspek kedua yang dianggap sebagai penyebebab terbentuknya perilaku kenakalan


dan kriminalitas remaja adalah sistem lingkungan seperti lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan teman sebaya. Dalam sebuah penelitian di Surakarta
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara interaksi remaja dengan
teman sebayanya, keluarga broken home, serta pola asuh orang tua (Murtiyani, 2011)
dengan terbentuknya perilaku kenakalan ata bahkan tindakan kriminal (Sujoko, 2011).
Artinya, ketika remaja berinteraksi dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan
atau kondisi teman sebaya yang buruk, maka remaja akan cenderung mengembangkan
perilaku kenakalan dan tindak kriminal. Kemudian mengapa lingkungan keluarga
memiliki pengaruh dan menjadi faktor penyebab dari terbentuknya kenakalan atau
tindakan kriminal remaja? Karena perilaku remaja sebenarnya dapat dikatakan sebagai
sebuah produk yang dihasilkan oleh keluarga, terutama orang tua. Keluarga adalah
pihak yang memiliki intensitas kebersamaan paling besar dengan anak sejak anak masih
bayi. Selain itu, lingkungan keluarga adalah pihak pertama yang memberikan dasar-
dasar nilai bagi anak. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengajaran pertama mengenai
nilai-nilai kehidupan yang diterima oleh anak berasal dari keluarga dan mereka
meneruskan nilai-nilai tersebut hingga mereka remaja atau bahkan dewasa. Dalam
kaitannya dengan tindakan kriminal yang dilakukan gelandangan berdasarkan kenakalan
remaja, salah satu penyebab utamanya adalah keadaan keluarga, kemiskinan, ketidak
kondusifan, dan kharakter dari keluarga tersebut yang salah satu dampaknya adalah
tindakan kriminalitas pada remaja, dalam hal ini remaja yang menggelandang di
jalanan. Artinya saat terdapat remaja yang melakukan tindakan kriminal, maka remaja
tersebut tidak hanya dikatakan sebagai pelaku, melainkan dapat dikatakan sebagai
korban karena mereka tidak mampu melakukan perilaku adaptif yang dapat diterima
oleh masyarakat.

Kondisi lingkungan keluarga pada masa perkembangan anak dan remaja telah lama
dianggap memiliki hubungan dengan munculnya perilaku antisosial dan kejahatan.
Beberapa penelitian mengenai perkembangan kenakalan dan kriminalitas pada remaja,
ditemukan bahwa tindak kriminal disebabkan adanya pengalaman pada pengasuhan
yang buruk, mulai dari pengasuhan yang kasar, kedisiplinan yang tidak menentu,
perilaku pengasuhan yang sembrono, konflik dalam pengasuhan, kemiskinan, serta
pengawasan yang teledor pada masa kanak-kanak. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Wilson pada remaja di Inggris serta penelitian oleh Snyder dan Sickmund (2006) di
Amerika Serikat menemukan bahwa remaja pelaku kejahatan dan kekerasan adalah
remaja yang berasal dari lingkungan rumah atau keluarga yang tidak harmonis, anak-
anak dari latar belakang sosio-eknomi rendah, anak-anak dengan akses senjata tanpa
pengawasan yang cukup, anak-anak yang pernah mengalami kekerasan dan pengabaian,
serta yang menggunakan atau menyalahgunakan obat-obatan terlarang (Brown &
Campbell, 2010). Penelitian serupa juga menunjukkan adanya pengaruh yang
siginifikan antara sikap negatif yang ditunjukkan oleh orang tua berupa kedisiplinan
yang keras, kemarahan dan kekerasan yang ditunjukkan orang tua dalam pengasuhan
dengan perilaku antisosial remaja (Larsson, Viding, & Rijsdijk, 2008). Sedangkan
pengasuhan yang diberikan oleh ibu memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap
munculnya perilaku kenakalan dan tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja
(Torrente & Vazsonyi, 2008). Hal tersebut dikarenakan ibu memiliki lebih banyak
waktu dalam berinteraksi dengan anaknya, jika dibandingkan dengan ayah. Sehingga
ketika ibu tidak memberikan pengasuhan yang tepat, tidak memberikan perhatian yang
cukup pada anak seperti tentang kegiatan di sekolah, kegiatannya dengan temannya
serta hal yang lainnya dapat memicu terbentuknya perilaku kenakalan dan tindak
kriminal pada remaja tersebut karena kurangnya perhatian dan pengawasan oleh
orangtua terutama oleh ibu. Tidak hanya itu, kepercayaan atau pandangan orangtua
terutama ibu, mengenai perilaku anaknya seperti agresi dan perilaku antisosial juga
mempengaruhi pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua seperti otoriter dan
permisif (tidak mempedulikan). Dimana kemudian pola pengasuhan orangtua tersebut
mempengaruhi munculnya perilaku antisosial pada anak (Evans, Nelson, Porter, &
Nelson, 2012). Artinya, lingkungan awal yang menjadi faktor resiko dalam perilaku
kenakalan dan tindakan kriminal oleh remaja adalah lingkungan keluarga. Hal tersebut
dikarenakan lingkungan keluarga-lah yang menjadi awal terbentuknya nilai yang
diterima oleh anak melalui pola pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua.

3.2. Upaya Penanggulangan Terhadap Tindakan Kriminal Pengamen dalam Kaitannya


dengan Kenakalan Remaja

1. Lingkungan keluarga

Meskipun tidakl memiliki struktur kurikulum sebagaimana lazimnya lembaga


sekolah, lingkungan keluarga dipercaya menjadi pondasi yang kuat bagi pendidikan
anak. Hal ini cukup beralasan, anak lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga.
Keadaan ini menjadi saat yang tepat untuk menenamkan nilai-nilai karakter, budi
pekerti dan tingkah laku yang baik bagi orang tua. Kedua orang tua atau orang
dewasa lainnya di rumah tangga akan menjadi pendidik pertama. Selain itu, waktu
anak lebih banyak di lingkungan keluarga jika dibanding dengan lingkungan lainnya.
Oleh sebab itu pendidikan di lingkungan keluarga berperan sangat strategis dalam
pembentukan karakter dan budi pekerti remaja dalam pencegahan adanya kesalahan
dalam bergaul hingga masalah-masalah dalam pergaulan remaja..

2. Peningkatan taraf hidup

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang di hadapi oleh seluruh


pemerintahan yang ada di dunia ini. Ia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Faktor tersebut salah satunya tingkat
pendapatan, pendidikan dan kondisi lingkungan. Kemiskinan merupakan kondisi
dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju
kehidupan yang lebih bermartabat, yang salah satu dampak dari kemiskinan ini
adalah meningkatnya kriminalitas suatu daerah dalam hal ini sangat disayangkan bila
subjeknya adalah remaja yang merupakan generasi penerus bangsa. Oleh karena itu,
kemiskinan wajib untuk ditanggulangi, sebab jika tidak tertanggulangi akan dapat
mengganggu pembanguan nasional.
3. Pendidikan

Pendidikan formal merupakan pendidikan di sekolah yang di peroleh secara


teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara
efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang
berkewajiban memberikan pelayanan kepada generasi muda dalam mendidik warga
negara. Diharapkan dengan adanya mutu pendidikan yang baik, akan berdampak pula
pada penurunan jumlah gelandangan dan pengemis usia remaja

4. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial dalam hal ini yang dikaji adalah dari sisi pergaulan, merupakan
jalinan hubungan sosial antara seseorang dengan orang lain yang berlangsung dalam
jangka relatif lama sehingga terjadi saling mempengaruhi satu dengan lainnya.
Pergaulan merupakan kelanjutan dari proses interaksi sosial yang terjalin antara
individu dalam lingkungan sosialnya. Kuat lemahnya suatu interaksi sosial
mempengaruhi erat tidaknya pergaulan yang terjalin. Seorang anak yang selalu
bertemu dan berinteraksi dengan orang lain dalam jangka waktu relatif lama akan
membentuk pergaulan yang lebih. Beda dengan orang yang hanya sesekali bertemu
atau hanya melakukan interaksi sosial secara tidak langsung. Dalam kehidupan sosial
ada berbagai bentuk pergaulan, ada yang sehat ada pula yang dikategorikan
pergaulan yang tidak sehat. Pergaulan sehat adalah pergaulan yang membawa
pengaruh positif bagi perkembangan kepribadian seseorang. Sebaliknya pergaulan
tidak sehat mengarah kepada pola perilaku yang merugikan bagi perkembangan
dirinya sendiri maupun dampaknya bagi orang lain. Pergaulan yang sehat adalah
pergaulan yang mengarah kepada pembentukan kepribadian yang sesuai dengan nilai
dan norma sosial, kesusilaan dan kesopanan yang berlaku. Sehingga dapat di ambil
kesimpulan bahwa lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik
pula.
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma


hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya
sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja dapat dikelompokkan


menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa krisis identitas
dan kontrol diri yang lemah. Sedangkan faktor eksternal berupa kurangnya perhatian
dari orang tua; minimnya pemahaman tentang keagamaan; pengaruh dari lingkungan
sekitar dan pengaruh budaya barat serta pergaulan dengan teman sebaya; dan tempat
pendidikan. Untuk menanggulanginya Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak
mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan
baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada
tahap ini. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya merupakan hal-hal
yang bisa dilakukan juga mampu mengatasi kenakalan remaja

B.SARAN

Disarankan kepada orangtua untuk dapat menjaga hubungan yang hangatdalam keluarga
dengan cara saling menghargai, pengertian, dan penuh kasihsayang serta tidak bertengkar di
depan anak. Serta memberi pengarahan tentang cara bergaul. Orang tua harus bisa menjadi
teman, agar anak dapat terbuka dan anak dapat menjadikan orang tua sebagai seorang sahabat
terpercaya.

Perlu adanya tindakan-tindakan dari pemerintah untuk mengawasi tindakan remaja di


Indonesia agar tidak terjerumus pada kenakalan remaja.

Anda mungkin juga menyukai