Anda di halaman 1dari 17

SENGKETA STATUS DAN PEMANFAATAN

PERAIRAN SILALA ANTARA BOLIVIA VS CHILI

DISUSUN OLEH:

1. RIZQI ROHMATUL FIRDAUS


2. RIZZQI MUKKARAM
3. RIZKI MUH IBNU SABILILLAH
4. ROIN RESAL MANDANA SUTTA (D1A020462)
5. ROYANISSA JULIA RAHMADEWI NANGURMAN (D1A020466)
6. REZA RIZKI SABILLA (D1A019494)
7. RIZAL ADI SATRIA WIBAWA (D1A020454)
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sengketa wilayah atau masalah perbatasan antar negara adalah hal yang lazim terjadi di dunia

internasional, dimana permasalahan yang seperti ini dapat mengancam perdamaian dan

keamanan internasional.Dalam kasus seperti ini kedaulatan suatu negara seringkali menjadi

persoalan utama dimana hal ini seringkali sulit untuk di negosiasikan (non negotiable) yang tak

jarang menimbulkan konflik antar negara.Konflik antar wilayah atau territorial salah satu

konflik yang sulit untuk di selesaikan.

Setiap negara pada dasarnya selalu berupaya menetapkan garis batas wilayah secara

komprehensif dengan negara-negara tetangganya.Adanya penetapan garis batas wilayah secara

lengkap dapat memperkecil kemungkinan terjadinya sengketa perbatasan.Sebaliknya,

ketidakpastian batas wilayah dapat berakibat timbulnya klaim teritorial yang tumpang tindih

yang memicu konflik. Walaupun demikian dengan adanya garis batas wilayah yang pasti, tidak

otomatis akan menghentikan konflik antar negara.

Hal ini terjadi pada hubungan antara chili dan Bolivia dimana kedua negara terlibat konflik

megenai batas atau status sungai silala. Pada bulan maret 2016 bolivia menggugat chile ke

mahkamah internasional dengan klaim wilayah perairan silala, Bolivia sendiri mengkalim

sebagai pemilik mata air silala dan chile tidak membayar kompensasi atas penggunaan air silala

sedangkan chile mengklaim bahwa perairan adalah sungai internasional.


Sistem air Silala berasal dari mata air tanah yang terletak di ketinggian sekitar 4.400 meter di
Bolivia dan beberapa kilometer di timur laut batas internasional ChiliBolivia. Sebagian besar
mata air dikeringkan oleh serangkaian saluran buatan manusia di wilayah Bolivia dan
bergabung untuk membentuk kanal utama yang kemudian melintasi ke Chili dan terhubung
dengan sungai lain untuk membentuk anak sungai Loa. Bolivia sendiri mengatakan bahwa
bahwa Silala tidak memenuhi syarat sebagai 'jalur air internasional' dan bahwa Chili tidak
memiliki hak untuk menggunakan perairannya tanpa persetujuan Bolivia dan tanpa membayar
ganti rugi.Aktivitas seperti iini dilakukan untuk menghukum pelaku kesalahan.Yang dimaksud
disini adalah chili yang di duga melakukan kesalahan tersebut.

Dari hal-hal yang telah dipaparkan di atas penulis sendiri tertarik untuk mengkaji masalah ini

dalam bentuk analisis dengan berdasarkan pada hukum Penggunaan Non-Navigasi Dari Jalur

Air Internasional maupun dengan instrumen hukum lainnya yang terkait dengan menganalisis

pasal-pasal terkait dengan permasalahan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.


BAB II

PEMBAHASAN

Asal Mula Konflik Antara Bolivia dan Chili Terkait Perairan Silala

Awal mula permasalahan konflik antara Bolivia dan Chili adalah status hukum

Silala sebagai “Jalur Internasional”. Dimana sistem air Silala naik dari mata air Air Tanah yang

terletak di ketinggian sekitar 4.400 meter di Bolivia dan beberapa kilometer di timur laut batas

internasional Chili-Bolivia. Perusahaan tambang Chili membangun saluran buatan pada tahun

1908 di bawah konsesi yang diberikan oleh Bolivia untuk membawa air ke Chili. Chili

mengeklaim bahwa Silala melintasi perbatasan dari Bolivia ke Chili secara alami dikarenakan

adanya gravitasi, dan saluran buatan tidak merubah aliran alaminya, maka dari itu menjadi

“internasional”. Sedangkan, Bolivia menyangkal Silala sungai dan mengeklaim kepemilikan

penuh Silala mata air tanah yang berasal dari wilayah Bolivia dan air tersebut diangkat secara

artificial ke Chili sebagai akibat dari perubahan buatan manusia untuk jalan alami dengan

kanalisasi. Oleh karena itu, Bolivia menyatakan bahwa Silala tidak memenuhi syarat sebagai

“jalur air internasional” dan Chili tidak memiliki hak untuk menggunakan perairan Silala

tersebut tanpa ada persetujuan dari Bolivia dan tanpa membayar ganti rugi.

Chili mengajukan permohonannya dengan meminta Pengadilan untuk

menyatakan bahwa sisitem Sungai silala sebenarnya dan secara hukum merupakan jalur air

internasional, yang akan memberikan hak bagian perairan yang masuk akal dan adil. Namun,

Bolivia menyangkal dan menyatakan sebaliknya bahwa saluran buatan tidak memenuhi syarat

jalur internasional. Sengketa antara Bolivia dengan chili sudah menyentuh ranah hukum

internasional karena melibatkan dua negara yang berbeda. Dimana hukum internasional sendiri
merupakan sistem hukum yang terutama berkaitan dengan hubungan antar negara. Kedua belah

pihak sebelum akan lebih baik menyelesaikan sengketa melalui arbitrase internasional sebelum

menyelesaikannya di mahkamah internasional. Definisi arbitrase sendiri menurut pasal 1 ayat

1 undangundang no.30 tahun 1999 tentang arbitrase dan penyelesaian sengketa, arbitrase

adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar pengadilan yurisdiksi umum berdasarkan

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang berselisih.” Melihat dari

defenisi diatas adalah salah satu pilihan yang harusnya diutamakan terlebih dahulu oleh kedua

belah pihak dimana dengan menempuh cara seperti itu dapat menjaga hubungan baik antar

pihak yang bersengketa tentang jalur air internasional tadi. Menurut Konvensi PBB 1997

tentang Hukum Non-Navigasi. Uses of International Watercourses (UNWC), Jalur Air sebagai

sistem perairan permukaan dan air tanah berdasarkan hubungan fisik mereka secara

keseluruhan yang utuh dan biasanya mengalir ke terminal umum. Sedangkan, Jalur Air

Internasional didefinisikan sebagai jalur air yang sebagiannya ditetapkan di Negara yang

berbeda, yang akan tergantung pada faktor fisik yang keberadaannya dapat dibangun dengan

pengamatan sederhana dalam sebagian besar kasus. Oleh sebab itu, kanal buatan yang melintasi

batas antar negara akan menjadi internasional bila dianggap sebagian sistem dari jalur air dan

persyaratan sudah terpenuhi. Dalam pengajuan sengketa ke pengadilan internasional,

pengadilan memiliki kekuatan yang melekat dan berakar pada fungsi yudisialnya dalam

mengidentifikasi masalah-masalah utama dalam perslisihan untuk menentukan apakah

memiliki kemampuan memdengar sengketa yang diajukan.

Berdasarkan definisi „jalur air‟ UNMC terdapat 2 (dua) persyaratan kondisi, yaitu:

“berdasarkan hubungan fisik mereka satu kesatuanyang utuh” dan “biasanya mengalir ke

terminal umum”. Persyaratan pertama diartikan oleh ILC bahwa komponen-komponen sistem

hidrologi, yaitu sungai, danau, akuifer, gletser, waduk, dan kanal, saling terkait satu sama lain

sehingga membentuk bagian dari aliran air.

Termasuk „kanal‟ yang menunjukan bahwa dapat diterapkan pada saluran air buatan

manusia.Akan tetapi, pada persyaratan kedua saluran buatan atau kanal mungkin tidak dapat
dengan mudah sendirinya mengubah dua sistem jalur air yang berbeda menjadi satu. Maka dari

itu, definisi “jalur air internasional” adalah masalah utama baik dalam saluran air dan

pertimbangan ILC dan UNWC .

Analisis Sengketa Silala Berdasarkan Hukum Penggunaan Non-Navigasi Dari Jalur Air

Internasional

Dalam kasus sengketa silala, pertanyaan mendasar yang perlu di ajukan adalah jenis aliran air

apakah silala water ini? Jalur air internasional didefinisikan sebagai sistem air permukaan dan

air tanah yang terbentuk berdasarkan fisik mereka yang terhubung satu sama lain secara

keseluruhan.

Karena dalam pandangan Bolivia silala water merupakan bukan jalur air internasional

melainkan milik dari negara Bolivia sendiri akan tetapi chili berpendapat lain soal itu dimana

chili mengatakan bahwa silala adalah jalur air internasional yang dapat digunakan bersama

berdasarkan hukum kebiasaan internasional. Karena pada kenyataannya adalah setiap negara

tunduk kepada hukum, terlepas dari tentang kedaulatan negara tersebut di gunakan.Jalur air

internasional sendiri didefinisikan sebagai jalur air yang sebagiannya ditempatkan atau berada

di Negara yang berbeda. Oleh karena itu, jika kanal buatan dianggap sebagai bagian dari 'sistem

jalur air' dan jika persyaratan lain dari definisi tersebut terpenuhi, jalur air yang diberikan akan

menjadi internasional setelah salah satu bagiannya melintasi batas antar negara, termasuk

kanal buatan. Akan tetapi pembacaan sepintas definisi UNWC gagal untuk mengklarifikasi

apakah kanal buatan akan dianggap sebagai bagian dari jalur air dimana hukum jalur air

internasional berlaku di mana ia merupakan satu-satunya penghubung antara sistem terpisah

yang terletak di negara bagian yang berbeda.

Definisi 'jalur air internasional' adalah masalah yang sangat serius dalam pertimbangan ILC

yang mengarah pada kesimpulan dari UNWC. Pada tahun 1980, Komisi memutuskan untuk

melanjutkan berdasarkan hipotesis kerja sementara berikut mengenai konsep 'sistem jalur air

internasional. Sistem jalur air terbentuk dari komponen hidrografi seperti sungai, danau, kanal,

gletser dan air tanah yang membentuk berdasarkan hubungan fisik mereka keseluruhan
kesatuan. Dengan demikian, setiap penggunaan yang mempengaruhi perairan di satu bagian

sistem dapat mempengaruhi perairan di bagian lain. “Sistem jalur air internasional” adalah

sistem jalur air, yang komposisinya berada di dua atau lebih Negara. Sejauh bagian-bagian

perairan di satu Negara tidak terpengaruh atau tidak mempengaruhi penggunaan air di Negara

lain, mereka tidak akan diperlakukan sebagai termasuk dalam sistem jalur air internasional.

Dengan demikian, untuk menyatakan bahwa penggunaan perairan sistem memiliki efek pada

satu sama lain, sejauh sistem itu bersifat internasional, tetapi hanya sejauh itu; dengan

demikian, tidak ada karakter absolut, tetapi relatif, internasional dari aliran air”.

Dalam kasus sengketa silala salah satu yang terpenting penentuan status aliran air yang

menjadi permasalahan mendasar sehinga kasus sengketa ini tak kunjung menemui titik

temu.Dari beberapa instrument hukum memiliki pandangan yang berbeda soal ini.Bahkan

hukum belum dapat dikatakan sebagai hukum baru sekedar positif morality saja.Beberapa pakar

hukum bahkan mengatakan bahwa secara logika tidak ada heirarki dalam hukum internasional

mengingat sistem hukum ini berlandaskan prinsip koordinatif, prinsip desentralisasi juga

persamaan kedudukan negara-negara berdaulat.10 Saluran air buatan atau kanal banyak yang

beranggapan tidak masuk dalam saluran air internasional karena tidak bersifat alami atau bukan

buatan manusia akan tetapi beberapa instrumen hukum berpendapat bahwa aliran air termasuk

sungai, danau maupun kanal merupakan saluran air internasional ketika saluran air tersebut

melintasi batas suatu negara atau begiannya berada pada dua atau lebih negara.

Pelapor Khusus yang berasal dari pihak Bolivia sendiri Tuan McCaffrey, agak beranjak dari

keberatannya dengan dimasukkannya kanal buatan manusia dalam definisi jalur air

internasional, mencatat dalam Laporannya tahun 1991 bahwa air permukaan membentuk

bagian dari “sistem aliran air” dapat mengambil beberapa bentuk alami, termasuk sungai, danau

dan kolam, dan berbagai bentuk buatan seperti kanal dan waduk. Dia juga merekomendasikan

dimasukkannya sebuah artikel tentang 'penggunaan istilah' yang mendefinisikan 'sistem aliran

air' sebagai 'sistem perairan yang terdiri dari komponen hidrografi, termasuk sungai, danau, air

tanah dan kanal, yang dibentuk berdasarkan hubungan fisik mereka satu kesatuan.
Dalam Laporan 1983 untuk ILC, Pelapor Khusus Mr. Jens Evensen mencatat bahwa danau

(termasuk kanal) membentuk bagian alami dari sejumlah “jalur air internasional” dan istilah

“sistem jalur”cukup komprehensif untuk memasukkan hal tersebut di samping sungai, danau

dan anak sungai akan tetapi termasuk komponen lainnya seperti kanal , aliran sungai dan

akuifer dan air tanah.

Instrumen internasional lainnya

Hukum internasional di depan negara-negara di dunia memiliki perlakuan yang berbeda dalam

praktek antara negara satu dengan negara yang lainnya. Contohnya saja inggris yang

menerapkan blackstone doctrine yang dimana doktrin ini menganggap bahwa hukum

internasional adalah bagian dari common law sehingga dapat diberlakukan tanpa persyaratan

apapun. Tidak hanya inggris, amerika serikat juga menerapkan doktrin inkoorporasi, bahwa

hukum internasional sebagai bagian dari hukum nasional mereka (the law of the lands).

Pemeriksaan pendahuluan atas instrumen internasional dan definisi mereka tentang “jalur air”

dan “jalur air internasional”, atau istilah yang identik secara fungsional mengungkapkan tidak

adanya instrumen yang secara eksplisit mengecualikan kanal buatan. Namun, beberapa

instrument ini merujuk pada perairan dalam “jalur alami” atau “sistem hidrologis alami”,

dengandemikian secara implisit tidak termasuk aliran air buatan. Ada juga beberapa instrumen

ditemukan yang tetap diam tentang masalah ini, meninggalkan pertanyaan terbuka tentang

saluran air buatan.Misalnya,UNECE 1992 Konvensitentang Perlindungan dan Penggunaan

Jalur Air Lintas Batas dan Danau Internasional mendefinisikan “perairan lintas batas” secara

luas sebagai “air permukaan atau tanah yang menandai, menyeberang atau terletak pada batas

antara dua atau lebih Negara”. Panduan untuk Konvensi lebih lanjut menjelaskan bahwa

'permukaan air meliputi pengumpulan air di tanah dalam aliran, sungai, saluran, danau, waduk

atau lahan basah', tidak secara khusus merujuk pada gua buatan. Di sisi lain, beberapa

instrumen internasional ditemukan yang secara eksplisit memasukkan saluran air atau buatan

lainnya dalam inisiasi “jalur air” maupun “jalur air internasional”, atau istilah-istilah yang

selaras secara fungsional. Beberapa instrumen ini bersifat umum, lainnya khusus untuk
masalah polusi, sementara yang lain berhubungan dengan penggunaan navigasi aliran air

internasional.

Dalam sengketa silala, chili menggunakan air silala untuk keperluannya atau keperluan negara

yang jelas-jelas berada di dalam wilayah territorial mereka.Dengan demikian kedaulatan negara

chili dalam mengelola jalur air tersebut sudah jelas memiliki hak mengatur regulasinya sendiri.

Negara mempunyai kedaulatan penuh atas orang, barang dan perbuatan yang ada di dalamnya

akan tetapi negara tidak boleh menggunakan kedaulatan itu seenaknya. Hukum internasional

sendiri sudah mengatur tentang penggunaan kedaulatan tersebut. Maka dari itu negara dapat

dimintai pertanggungjawaban untuk perbuatan melawan hukum. Dalam interaksinya satu sama

lain sangat besar kemungkinannya negara membuat kesalahan atau pelanggaran yang

merugikan negara lain, disinilah muncul pertanggungjawaban negara tersebut.

Dalam Hukum Penggunaan Non-Navigasi dari Jalur Air Internasional dimuat beberapa

ketentuan yang tertuang dalam bentuk pasal.Dimana pasal tersebut mengatur regulasi maupun

klasifikasi tentang jalur air internasional. Beberapa diantaranya sebagai berikut :

Pasal 2 tentang penggunaan istilah

Untuk keperluan konvensi ini:

1. “Jalur air” berarti suatu sistem perairan permukaan dan air tanah berdasarkan hubungan

fisiknya satu kesatuan yang utuh dan biasanya mengalir ke terminal umum;

2. “Jalur air internasional” berarti jalur air, yang sebagian terletak di Negara yang berbeda;

3. “Negara Jalur Air” berarti suatu pihak pada negara Konvensi ini di mana wilayah

bagian dari jalurair internasionalnya berada, atau suatu Pihak yang merupakan

organisasi integrasi ekonomi regional,di dalam wilayah satu atau lebih dari negara-

negara anggotanya yang merupakan bagian dari jalur

airinternasional terletak;

Dalam pasal ini dapat dilihat mengenai apa yang dimaksud dengan jalur air, jalur air

internasional maupun negara jalur air atau negara yang dilalui dengan jalur air internasional.

Pada pasal 2 ayat 2 jelas dikatakan bahwa jalur air internasional merupakan jalur air yang
mengalir atau berada di dua negara atau lebih tanpa adanya penjelasan lebih rinci tentang

klasifikasi jalur air seperti apa yang di maksudkan di atas tadi. Kata “terletak” pada pasal

diatas menjadi salah satu kata kunci ataupun poin penting dalam pemberian status kepada jalur

air yang mana dapat dikatakan sebagai jalur air internasional atau tidak.

Pasal 5 pemanfaatan dan partisipasi

1.Negara-negara aliran air di wilayahnya masing-masing akanmenggunakan jalur air

internasional dengan cara yang adil dan masuk akal. Khususnya, jalur airinternasional harus

digunakan dan dikembangkan oleh Negara-negara jalur air dengan tujuan untukmencapai

pemanfaatan dan manfaatnya yang optimal dan berkelanjutan darinya,

denganmempertimbangkan kepentingan negara-negara aliran air yang bersangkutan, konsisten

denganperlindungan yang memadai

terhadap jalur air tersebut.

Dalam pasal ini jelas bagaimana dijelaskan bahwa negara yang diwilayahnya dilalui oleh jalur

air internasional harus memanfaatkannya dengan optimal dengan prinsip keadilan dan juga

batas wajar demi keberlangsungan darinya.Disini negara keduanya yaitu hak dan kewajiban

dimana hak mereka untuk memanfaatkan jalur air tersebut dengan adil dan masuk akal serta

kewajiban mereka unutk tidak melebihi hak mereka. Dalam pemanfaatannya dalam batas wajar

adalah dengan cara tidak membabi buta sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dari

pemanfaatan yang berlebihan. Sehingga hal tersebut tetap dapat mengendalikan aliran air dan

juga tetpa menjaga kerjasama antara negara jalur air internasional tersebut agar tetap

terlindunginya keberlangsungan jalur air tersebut.

Pasal 8 tentang kewajiban umum untuk bekerja sama

1. Negara-negara aliran air harus bekerja sama berdasarkan kesetaraan kedaulatan,


integritaswilayah, saling menguntungkan dan itikad baik untuk mencapai pemanfaatan
yang optimal dan perlindungan yang memadai atas jalur air internasional.
2. Dalam menentukan cara kerja sama seperti itu, negara-negara aliran air dapat
mempertimbangkan pembentukan mekanisme atau komisi bersama,
sebagaimana dianggap perlu oleh mereka, untuk memfasilitasi kerja sama pada
langkah-langkah dan prosedur yang relevan mengingat pengalaman yang diperoleh
melalui kerja sama dalam mekanisme dan komisi bersamayang ada di berbagai daerah.
Dalam pasal ini dijelaskan bagaimana kewajiban tiap-tiap negara jalur air internasional untuk

bekerjasama berdasarkan kesetaraan kedaulatan, integritaswilayah, saling menguntungkan dan

itikad baik guna mencapai pemanfaatan yang optimal.Dalam menjalin kerjasama seperti yang

dimaksud dalam pasal diatas negara terkait memiliki kewenangan tersendiri dalam mengatur

mekanisme kerjasama mereka demi menjaga keberlangsungan dan perlindungan atas jalur air

internasionaldemi kepentingan bersama.

Pasal 20 Perlindungan dan pelestarian ekosistem

“Negara-Negara Jalur Air secara individu harus dan jika sesuai bersama-sama melindungi dan

melestarikan ekosistem perairan-perairan internasional.”

Dalam pasal ini kembali di tegaskan secara jelas bagaimana pentingnya kerjasama antara

negara-negara jalur air internasional dalam melindungi dan melestarikan ekosistem perairan

internasional. Kata “ekosistem” disini memiliki makna yang luas yang memiliki ruang lingkup

tidak hanya di bagian perairan saja akan tetapi mencakup komponen ekologi baik yang hidup

maupun yang tidak hidup demi menjaga keseimbangan alam sekitar jalur air tersebut.

Pasal 25 tentang regulasi

1. Negara-negara aliran air harus bekerja sama jika perlu untuk menanggapi kebutuhan

ataupeluang untuk pengaturan aliran air dari jalur air internasional.

2. Kecuali disepakati lain, Negara-negara aliran air harus berpartisipasi secara adil dalam

konstruksidan pemeliharaan atau pembiayaan biaya pekerjaan peraturan tersebut

sebagaimana mereka mungkin telah sepakat untuk melakukannya.

Dalam pasal ini tetap dijelaskan mengenai kerjasama antarnegara yang tetap perlu untuk

dilakukan dalam membentuk pengaturan atau regulasi mengenai tata kelola jalur air

internasional.Akan tetapi, terdapat kata “jika perlu” yang menimbulkan tafsir yang berbeda dan

menjadi kata yang dapat memperlemah keharusan kerjasama antar negara aliran air.Serta

terdapat pula kata “kecuali disepakati lain” yang merujuk dapat tidak dilaksanakannya aturan-

aturan atau ketentuan seperti yang telah dijelaskan dalam pasal diatas.Kata seperti diatas dapat

membuat multitafsir didalam suatu pasal sehingga membuat kepastian makna dalam pasal
tersebut menjadi tidak jelas.Misalnya saja chili yang yang mengatur atau mengelola jalur

airinternasional yang ada dalam

wilayahnya.Dalam situasi saling ketergantungan seperti ini,tidak ada negara yang dapat

mengisolasi dirinya sendiri dengan mempertahankan prinsip absolute sovereignty seperti yang

pernah di yakini di era sebelumnya.

Pasal 32 tentang non diskriminasi

“Kecuali negara aliran air yang bersangkutan telah menyetujui

sebaliknya untuk melindungi kepentingan orang, alam atau yuridis, yang telah menderita atau

berada di bawah ancaman seriusmenderita kerusakan lintas batas yang signifikan sebagai akibat

dari kegiatan yang terkait dengan jalurairinternasional. , suatu negara aliran air tidak boleh

mendiskriminasi berdasarkan kebangsaan atau tempat tinggal atau tempat di mana cedera

terjadi, dalam memberikan kepada orang-orang tersebut, sesuai dengan sistem hukumnya,

akses ke prosedur hukum atau prosedur lainnya, atau hak untukmenuntut kompensasi atau

bantuan lain sehubungan dengan kerusakan signifikan yang disebabkanoleh kegiatan-kegiatan

tersebut yang dilakukan di wilayahnya.”

Dalam pasal ini telah diatur bagaimana pemberian akses jalur air internasional baik dari segi

yuridis maupun prosedur lainnya tidak boleh menganut prinsip diskriminasi baik itu

berdasarkan kebangsaan, tempat tinggal maupun tempat dimana kerusakan terjadi.Dalam pasal

ini terdapat dua elemen penting dimana mengatur tentang non-diskriminasi berdasarkan

kebangsaan dan non-diskriminasi berdasarkan tempat kerusakan terjadi. Aturan yang di

tetapkan mewajibkan negara untuk memastikan bahwa siapapun, apapun kebangsaannya atau

tempat tinggalnya menerima perlakuan yang sama seperti yang diberikan negara asal kepada

warga negaranya.

Kalimat “Kecuali negara aliran air yang bersangkutan telah menyetujui sebaliknya untuk

melindungi kepentingan orang” memiliki arti bahwa negara dapat menyepakati sebaliknya yang

terbaik dalam memberi bantuan kepada orang yang telah menderita atau yang berada di dalam

ancaman serius misalnya saja bantuan saluran diplomatik serta dalam pemberian bantuan
tersebut tak boleh menggunakan hak atas kompensasi ataupun semacamnya.Karena pada

kenyataannya negara-negara untuk mengadakan konsultasi dengan itikad baik dan secepatnya.

Dalam kasus silala water disputes, penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan tanpa melalui

proses peradilan atau melalui mahkamah internasional adalah dengan jalur mediasi atau

arbitrase. Jalur seperti ini akan lebih mudah menjaga hubungan baik kedua negara

dibandingkan dengan menempuh jalur peradilan internasional. Selain dari mahkamah

internasional, penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan di depan mahkamah pidana

internasional apabila ada pengakuan dari negara-negara yang bersengketa terhadap yurisdiksi

mahkamah pidana internasional dalam sengketa hukum negara yang bersengketa. Salah satu

pengakuan yang dapat diberikan adalah memalui klausul pilihan.Status silala dalam kasus ini

sebelum dan sesudah adanya Hukum Penggunaan Non-Navigasi dari Jalur Air Internasional

menjadi berbeda.Setelah adanya peraturan ini maka silala pun dapat dikatakan sebagai jalur air

internasional ketika mengacu pada hukum penggunaan non-navigasi jalur air internasional.

Dengan begitu secara yuridis normatif maka status silala yang sudah menjadi jalur air

internasional tidak perlu lagi di persengketakan dimana jalur air internasional dapat digunakan

bersama-sama oleh negara-negara yang di lalui jalur air tersebut.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penyebab awal terjadinya konflik antara Bolivia dan Silala ialah mengenai status dari kanal

buatan yang melintasi batas negara yang dapat dikatakan Jalur Air Internasional apabila sudah

memenuhi syarat sebagaian sistem dari jalur air internasional. Berdasarkan UNWC definisi

Jalur Air terdapat 2 (dua) persyaratan bahwa adanya jalur air akibat dari kondisi, yaitu

komponen-komponen sistem hidrologi. Serta akibat dari kanal buatan, yaitu saluran yang tidak

dapat dengan mudah mengubah jalur air dengan sendirinya.

Perairan Silala merupakan jenis aliran air permukaan dan air tanah yang terbentuk berdasarkan

fisik mereka yang terhubung satu sama lain secara keseluruhan. Berdasarkan pernyataan

beberapa pakar hukum, bahwa tidak ada heirarki dalam hukum internasional mengingat sistem

hukum ini berlandaskan prinsip koordinatif, prinsip desentralisasi dan persamaan kedududkan

negara- negara berdaulat. Saluran air buatan atau kanal tidak termasuk dalam saluran air

internasional sebab tidak bersifat alami. Namun terdapat beberapa instrument hukum

menyatakan bahwa aliran air sungai, danau maupun kanal termasuk saluran air internasional

jika saluran air tersebut melintasi batas suatu negara atau bagiannya berada pada dua atau lebih

negara.

Dalam Hukum Internasional lainnya, definisi mengenai jalur air secara fungsional tidak

instrument secara eksplisit pengecualian kanal buatan. Namun, instrument yang ada merujuk

pada sistem hidrologis sehingga secara implisit aliran air buatan tidak termasuk. Pengaturan

terkait jalur air dalam Hukum Penggunaan NonNavigasi dari Jalur Air Internasional termuat

pada Pasal 2, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 32. Status Silala menjadi jalur air
internasional ketika mengacu pada hukum penggunaan non-navigasi. Sehingga status Silala

telah memiliki landasan yuridis normatif.

Saran
Dalam penyelesaian sengketa yang terjadi pada kasus silala antara Bolivia dengan chili

merupakan kasus yang hendaknya diselesaikan dengan cara arbitrase tanpa harus melalui

pengadilan internasional. Karena dengan penyelesain konflik dengan cara arbitrase ataupun

mediasi akan tetap menjaga hubungan baik antara kedua negara dengan melihat itikad baik

kedua negara dalam penyelesaian sengketa tersebut. Sedangkan menyelesaikan konflik dengan

mengajukan ke mahkamah internasional justru dapat berakibat menimbulkan konflik-konflik

baru dengan ketegangan yang terjadi diantara kedua negara. Dimana hubungan baik antara

kedua negara yang berbatasan langsung harusnya tetap dijaga dalam hubungan bernegara baik

dalam penyelesaian konflik seperti yang di atas maupun konflik yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adolf, H. (2006). Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional . Bandung : Sinar

Grafika.

Ariatno, M. K. (2007). Hukum Internasional Hukum Yang Hidup. Jakarta: Diadit

Media.

Buga, I. (2012). Territorial Sovereignty Issues In Maritime Disputes: A Jurisdictional Dilemma

For Law Of The Sea Tribunals. The International Journal Of Merine And Coastal Law 27, 89.

D.Madzger, S. (1954). Settlement Of International Disputes By Non-Judicial Methods.

American Journal Of International Law , 409.

Dr. Sefriani, S. M. (2018). Hukum Internasional Suatu Pengantar. Depok: PT

Rajagrafindo Persada.

John O‟Brian, International Law, Cavendish Publishing Limited, Great Britain, 2001.
Kusumaatmadja, M. (1982). Pengantar Hukum Internasional (Bagian Umum). Jakarta:

Binacipta.

Latif, Y. (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, Dan Aktualitas

Pancasila. Jakarta: Kompas Gramedia.

Malcolm, E. (2003). International Law. Oxford University press.

Mauna, B. (2000). Hukum Internasional: Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global. Bandung : Alumni.

Mccaffrey, S. (2001). The Contribution Of The UN Convention On The Law Of The

Non-Navigational Uses Of International Watercourses. International Journal Global

Environmental Issues, 251.

Meshel, t. (2017). What‟s In A Name? The Silala Waters And The Applicability Of

International Watercourse Law.

n.shaw, m. (2008). hukum internasional . bandung: nusa media.

S.H, Soehino. (2013). Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.


Sodik, D. M. (2016). Hukum Laut Internasional Dan Pengaturannya. Bandung: Pt

Rafika Aditama.

Tsani, M. B. (1990). Hukum Dan Hubungan Internasional . Yogyakarta: Liberty.

Y Gunawan, 2017, Arbitration Award of ICSID on the Investment Disputes of

Churchill Mining PLC v. Republic og Indonesia, Hasanuddin Law Review,

Volume 3 Issue 1 April 2017, Makassar, DOI:

http://dx.doi.org/10.20956/halrev.v3i1.948diakses juga pada laman

http://pasca.unhas.ac.id/ojs/index.php/halrev/article/view/948/0

Anda mungkin juga menyukai