Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

Anak hisprung

Oleh
Rismawati
18301104

Dosen pembimbing
Ns. Yurea Nita. M,Kep.

PROGRAM STUDI
S1KEPERAWATAN
STIKes PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2021
1. Definisi Hisprung
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari
anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-
beda untuk setiap individu. Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak
adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada
usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138). Penyakit hirschsprung adalah anomali
kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan
motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

2. Macam-macam Penyakit Hirschprung


Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe
yaitu :
1) Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini
merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
2) Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh
kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun
prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)

3. Etiologi
Hisprung Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional
yang berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus
dan submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding
usus. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum
dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang
berlebihan pada kolon. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 :
1134).
a. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.
b. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.
(Suriadi, 2001 : 242).

4. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala setelah bayi lahir


a. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
b. Muntah berwarna hijau
c. Distensi abdomen, konstipasi.
d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /
pengeluaran gas yang banyak. Karena gejala tidak jelas.
Gejala pada anak yang lebih besar waktu lahir.
a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir
b. Distensi abdomen bertambah
c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
d. Terganggu tumbang karena sering diare.
e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
f. Perut besar dan membuncit.

5. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal
sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke
segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan
terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S &
Wilson ).

6. Manifestasi Klinis
a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja
seperti pita.
c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
d. Nyeri abdomen dan distensi.
e. Gangguan pertumbuhan. (Suriadi, 2001 : 242)
a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketiadaan evaluai mekonium.
b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang
membaik secara spontan maupun dengan edema.
c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
Gejala hanya konstipasi ringan. (Mansjoer, 2000 : 380)
 Masa Neonatal :
1) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
2) Muntah berisi empedu.
3) Enggan minum.
4) Distensi abdomen.
 Masa bayi dan anak-anak :
1) Konstipasi
2) Diare berulang
3) Tinja seperti pita, berbau busuk
4) Distensi abdomen
5) Gagal tumbuh
(Betz, 2002 : 197)

7. Komplikasi
a. Gawat pernapasan (akut)
b. Enterokolitis (akut)
c. Striktura ani (pasca bedah)
d. Inkontinensia (jangka panjang)
(Betz, 2002 : 197)
a. Obstruksi usus
b. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
c. Konstipasi
(Suriadi, 2001 : 241)

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap
and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
b. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
c. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit
ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
d. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
(Ngatsiyah, 1997 : 139)
a. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
b. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
c. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
d. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan
eksterna. (Betz, 2002 : 197).

9. Penatalaksanaan
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi
loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu
dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur berikut :
a. Prosedur Duhamel:
Penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya
dibelakang usus aganglionik.
b. Prosedur Swenson :
Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran
anal yang dibatasi.
c. Prosedur saave :
Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
d. Intervensi bedah
Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang
mengalami obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik
pull-through dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua
atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi.
Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.
1. Persiapan prabedah
a. Lavase kolon
b. Antibiotika
c. Infuse intravena
d. Tuba nasogastric
e. Perawatan prabedah rutin
f. Pelaksanaan pasca bedah
 Perawatan luka kolostomi
 Perawatan kolostomi
 Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan
peningkatan suhu.
 Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk
diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan
suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana
membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan kantong kolostomi.
(Betz, 2002 : 198)

10. ASUHAN KEPERAWATAN HIRSPRUNG


1. Pengkajian
a. Informasi identitas/data
dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal
pengkajian, pemberi informasi.
b. b.Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB,
distensi abdomen, kembung, muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam
setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan
sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana
upaya klien mengatasi masalah tersebut.
d. Riwayat kesehatan masa lalu Apakah sebelumnya klien pernah
melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran,
riwayat alergi, imunisasi.
e. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
f. Riwayat psikologis Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang
diderita apakah ada perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien
mengekspresikannya.
g. Riwayat kesehatan keluarga Tanyakan pada orang tua apakah ada
anggota keluarga yang lain yang menderita Hirschsprung.
h. Riwayat social Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak
adekuatnya dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain.
i. Riwayat tumbuh kembang Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien
merasakan sudah BAB.
j. Riwayat kebiasaan sehari-hari Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat
dan aktifitas.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh,
pada palpasi dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi
pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur,
gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya
nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen, adanya
distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya
keram, tendernes.

3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus
dan tidak adanya daya dorong.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat.
c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi
abdomen.

Post operasi
a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
b. Nyeri b/d insisi pembedahan
c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan
perawatan kolostomi.

4. . Intervensi Keperawatan
Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus
dan tidak adanya daya dorong.
Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria
defekasi normal, tidak distensi abdomen.
Intervensi :
1) Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.
Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan
rencana selanjutnya
2) Pantau jumlah cairan kolostomi.
Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk
penggantian cairan
3) Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.
Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi
terganggu.

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang inadekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi
diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
Intervensi :
1) Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
2) Pantau pemasukan makanan selama perawatan.
Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-
3400 kalori
3) Pantau atau timbang berat badan.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.


Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak
mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda dehidrasi.
Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
2) Monitor cairan yang masuk dan keluar.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
3) Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.
Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak
menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi :
1) Kaji terhadap tanda nyeri. Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan
menentukan langkah selanjutnya
2) Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus,
ketenangan. Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa
nyeri
3) Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program.
Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada
sistem saraf pusat

Post operasi
a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
Tujuan :memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan operasi
1) kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.
2) Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
3) Oleskan krim jika perlu.

3) Nyeri b/d insisi pembedahan


Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak
menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
1) Observasi dan monitoring tanda skala nyeri.
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah
selanjutnya
2) Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung
dansentuhan.
Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
3) Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan
. Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada
sistem saraf pusat
d. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan
perawatan kolostomi.
Tujuan : pengetahuan keluarga pasien tentang cara menangani kebutuhan
irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi tambah adekuat.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan
di rumah dan pengobatan.
2) Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan,
kecemasan dan perhatian tentang irigasi rectal dan perawatan
ostomi.
3) Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.
4) Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai
ilustrasi misalnya bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi
5) Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan
supervisi saat orang tua melakukan perawatan ostomi.

5. Evaluasi
Pre operasi Hirschsprung
a. Pola eliminasi berfungsi normal
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
c. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
d. Nyeri pada abdomen teratasi

Post operasi Hirschsprung


a. Integritas kulit lebih baik
b. Nyeri berkurang atau hilang
c. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama
pembedahan kolon
DX 1: Konstipasi b.d dengan efek usus
aganglionik
WOC
DS:
MD : HISPRUNG 1. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
2. Pengeluaran feses lama dan sulit
KA:
3. Feses keras
1. Kegagalan untuk mengeluarkan
mekonium dalam 24 hingga 48 DO:
jam pertama setelah kelahiran
1. Mengejan saat defekasi
2. Distensi abdomen
2. Distensi abdomen
3. Muntah 3. Kelemahan umum
4. Feses cair 4. Teraba masa pada rektal
5. Feses memiliki bau yang khas
Terapi farmakologi: obat supositorial
6. Enterokolitis (Distensi abdomen,
diare, dan demam)
7. Hematochezia DX 3: gangguan rasa nyaman b.d adanya distensi
8. Kegagalan dalam berkembang abdomen.

DS:

1. URGENCY
2. Nyeri/kram abdomen

DX 2: Nyeri akut b.d inkontinuitas DO:


jaringan 
1. Frekuensi pristaltik meningkat
DS:
2. Bising usus hiperaktif
1. Pasien mengeluh nyeri
Terapi farmakologi: pemberian oralit
2. Pasien sulit tidur

DO:

1. Pasien tampak meringis DX 4: Konstipasi b.d aganglionikpenyakit hisprung


2. Bersikap protektif pada bagian yg sakit
DS:
3. Pasien tampak gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat 1. Mengejan saat defekasi

Terapi farmakologi: gunakan analgetik DO:

1. Distensi abdomen
2. Kelemahan umum
3. Teraba massa pada rektal
Terapi farmakologi : ceftriapsi
Dx 1. Konstipasi b.d dengan efek usus aganglionik

SLKI SIKI
Eliminasi fekal Manajemen eliminasi fekal
Setelah dilakukan prawatan 1x24 jam di O:
harapkan prores defekasi membaik  Identifikasi masalah usus dan
Kriteria Hasil: penggunaan obat pencahar
 Kontrol pengeluaran feses  Identifikasi pengobatan yang
 Mengejan saat defekasi berefek pada konstipasi
 Distensi abdomen gastrointestinal
 Teraba massa pada rektum  Monitor buang air besar (mis.

 Konsistensi feses Warna, frekuensi, konsistensi,

 Frekuensi BAB volume)

 Peristaltik usus  Monitor tanda dan gejala diare,


konstipasi, atau impaksi
N:
 Berikan air hangat sesudah
makan
E:
 Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik usus
 Ajarkan mencatat warna,
frekuensi, konsistensi, volume
feses
 anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan
pembentukan gas
 Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung
tinggi serat
 Anjurkan meningkatkan asupan,
jika tidak ada kontraindikasi

Dx 2 Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan 

SLKI SIKI
Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Setelah di lakukan perawatan selama O:
3x24 jam di harapkan nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik,
berkurang( menurun) dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas,
hasil: intensitas nyeri
 Kemampuan menuntaskan  Identifikasi skala nyeri
aktifitas: MENINGKAT  Identifikasi respon nyeri non
 Ketegangan otot: MENURUN verbal
 Perasaan Depresi: MENURUN  Identifikasi faktor yang
 Gelisah: MENURUN memperberat dan memperingan
nyeri
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
N:
 Berikan teknik non-farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
E:
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
 ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
K:
 Kolaborasi pemberian analgetik
jika perlu
SLKI SIKI
Setelah di lakukan perawatan TERAPI RELAKSASI
1x24 di harapkan rasa nyaman O:
pasien kembali stabil  Identifikasi penurunan tingkat
( meningkat) energi, ketidakmampuan
 Kesejahteraan fisik: berkonsentrasi, ataupun gejala
MENINGKAT lain yang mengganggu
 Kesejahteraan psikologis : kemampuan kognitif
MENINGKAT  Identifikasi teknik relaksasi yang
 keluhan sulit tidur: MENURUN pernah efektif digunakan
 Mual: MENURUN  Identifikasi kesediaan,
 Merintih: MENURUN kemampuan dan penggunaan

 Menangis: MENURUN teknik sebelumnya


 Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
 Monitor respon terhadap terapi
relaksasi
N:
 Ciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruangan
nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain
E:
 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan,
Dan jenis relaksasi yang tersedia
 Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
 Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
K:

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3.

Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih


(Fd), Monica

Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai