Anda di halaman 1dari 4

Nama : Gunawan Candra

Npm : 19071010143
Mata Kuliah : Hukum dan HAM A

Analisis Pelanggaran HAM pada insiden Alas Tlogo

Kronologi :
Pada 30 Mei 2007, di desa Alas Tlogo, kabupaten Pasuruan telah terjadi insiden
penembakan oleh tentara (TNI AL) yang menewaskan empat orang yaitu Mistin (25), Utam(40),
Khotijah(23), dan Rohman (25) serta mengakibatkan luka-luka kebeberapa orang lainnya.
Insiden ini didasari oleh adanya sengketa tanah seluas 539 Hektar antara warga dan TNI AL.
Kekisruhan ini berawal dari sebuah lahan yang dibeli TNI AL pada tahun 1961-1963.
Lahan ini rencananya diperuntukkan bagi pusat pendidikan dan latihan TNI AL terlengkap dan
terbesar untuk marinir. Akan tetapi realisasinya itu tersendat-sendat karena masalah dana, dan
akhirnya terlantar. Karena kendala tersebut, pada tahun 1974 lahan ini digunakan untuk
transmigrasi lokal keluarga prajurit TNI AL. Pada saat itulah konflik pertama terjadi, karena di
lahan transmigrasi tersebut warga digusur dengan disertai intimidasi.
Semenjak itu, konflik terus berulang. Ditambah lagi setelah pihak swasta diberi hak
untuk menyewa lahan. Pada tahun 1978 lahan tersebut disewakan oleh kepada oleh TNI AL
kepada PT. Asembagus. Kemudian tahun 1981 di lahan tersebut, Induk Koperasi Angkatan Laut
(Inkopal) bersama PT. Rajawali Nusantara berpatungan mendirikan PT. Kebun Grati Agung. TNI
AL memiliki 20 persen saham, sedangkan 80 persen lainnya dimiliki PT Rajawali Nusantara.
Kontrak penyewaan lahan berlangsung sampai tahun 2018.
Setelah runtuhnya Orde Baru, warga berusaha untuk merebut kembali tanah tersebut.
Pada tahun 2006 warga Alas Tlogo melakukan upaya Upaya hukum dengan menggugat TNI AL
dan PT. Rajawali atas penguasaan tanah tersebut di Pengadilan Negeri Bangil. Pada Maret 2007
lalu, putusan pengadilan menolak gugatan warga. Kompromi pun sebenarnya sudah ditempuh
antara warga dengan pihak TNI AL. Ganti rugi yang ditawarkan TNI AL adalah setiap keluarga
diberi imbalan tanah seluas 500 meter persegi serta uang Rp10 juta apabila bersedia
dipindahkan. Tapi sebelum kesepakatan tercapai, terjadi tragedi penembakan. Tragedi ini
menyulut kemarahan publik. Baik kalangan pemerintah maupun masyarakat umum, mengecam
peluru TNI AL yang membunuh warganya sendiri. Beberapa lembaga membentuk tim
independen untuk melakukan penyelidikan insiden berdarah tersebut.
Satu hari setelah insiden tersebut, Polisi Militer Angkatan Laut (POMAL) Pangkalan
Utama TNI AL di Surabaya telah menahan 13 anggota marinir yang diduga sebagai pelaku
penembakan. 12 orang bintara dan 1 orang berpangkat Letnan Dua. Dua hari kemudian 13
anggota marinir tersebut ditetapkan sebagai tersangka.
Analisis
Pelanggaran HAM yang terjadi di Alas Tlogo ini menambah panjang deretan
pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut menunjukan kurangnya
penghormatan dan penegakan HAM dinegeri ini.
Menurut Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
terdapat dua macam kejahatan yang digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat, yaitu :
kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida. Secara umum, peristiwa Alas Tlogo
bukanlah sebagai bagian dari tindakan pemusnahan etnis, tetapi merupakan suatu serangan
terhadap penduduk sipil. Oleh karena itu, pada peristiwa Alas Tlogo dapat dipastikan tidak
terjadi kejahatan genosida, tetapi, masih besar kemungkinannya terjadi kejahatan yang disebut
sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity).
Menurut pasal 9 Undang-undang nomor 26 tahun 2000, kejahatan terhadap
kemanusiaan diartikan sebagai salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukan
kepada penduduk sipil, berupa : a. pembunuhan; b. pemusnahan; c. perbudakan; d. pengusiran
atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok
hukum internasional; f. penyiksaan; g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan
seksual lain yang setara; h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan
yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin
atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional; i. penghilangan orang secara paksa; atau j. kejahatan apartheid.
Sehingga menurut pasal 9 undang-undang nomor 26 tahun 2000 dan buku saku
Mahkamah Agung, Pedoman Unsur unsur Tindak Pidana Pelanggaran HAM yang Berat dan
Pertanggungjawaban Komando, 2006. Menjelaskan beberapa unsur-unsur tindak pidana yang
termasuk dalam kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu :
1. Unsur salah satu perbuatan
Setiap tindakan yang disebutkan dalam pasal 9 merupakan tindakan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Tidak ada syarat yang mengharuskan adanya lebih dari satu
tindak pidana yang dilakukan, atau kombinasi dari tindak-tindak pidana.
Apabila dikaitkan dengan kasus insiden Alas Tlogo, telah ada korban yang mati
dan juga korban luka tembak, sehingga dapat disimpulkan bahwa kasus insiden Alas
Tlogo ini sudah ada dua tindak pidana, yaitu: pembunuhan (9a) dan penganiayaan (9h).

2. Unsur yang dilakukan sebagai serangan


Serangan, baik yang secara meluas ataupun sistematis, tidak harus merupakan
“serangan militer”, tetapi dapat juga diartikan lebih luas, misalnya meliputi kampanye
atau operasi yang dilakukan terhadap penduduk sipil. Serangan tersebut harus hanya
melibatkan angkatan bersenjata, atau kelompok bersenjata. Persyaratan dianggap
terpenuhi jika penduduk sipil adalah obyek utama serangan tersebut. Selanjutnya,
berdasarkan Statuta Roma maupun undang-undang Nomor 26 tahun 2000, serangan
tersebut tidak harus dilakukan dalam situasi konflik senjata.
Pada kasus insiden Alas Tlogo, penduduk sipil merupakan target utama serangan
yang dilakukan angkatan bersenjata yang terkait pada operasi tertentu. Dalam hal ini
operasi mengamankan sebidang tanah. Metode yang digunakan untuk menyerang
penduduk sipil adalah memberondongkan senjata yang berakibat terjadi massivitas
jumlah korban, dan para penyerang sama sekali tidak dalam suasana perang. Kalaupun
masyarakat melakukan perlawanan, tindakan yang menggunakan senjata api dalam
membalas serangan penduduk sipil telah melanggar asas porposional. Dalam situasi
tersebut, tidak ada alasan yang sangat memaksa untuk menggunakan senjata api.

3. Unsur meluas dan sistematis yang ditunjukan kepada kelompok sipil


Kata meluas menunjuk pada jumlah korban, dan konsep ini mencakup massif,
sering atau berulang-ulang, tindakannya dalam skala besar, dilaksanakan secara kolektif
dan berakibat serius. Istilah sistematis mencerminkan suatu pola atau metode tertentu
yang diorganisir secara menyeluruh, dan menggunakan pola yang tetap berdasarkan
kebijakan yang melibatkan sumber daya publik atau privat yang substansial. Selain itu,
dalam penjelasan Pasal 9 disebutkan bahwa serangan yang ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil adalah suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap
penduduk sipil sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan
dengan organisasi.
Pada kasus insiden Alas Tlogo dapat dikatakan telah terjadi jumlah korban yang
massif (dalam skala besar) akibat dari serangan yang dilakukan secara kolektif. Dengan
demikian, unsur meluas dapat dikatakan telah terpenuhi. Sementara itu untuk
memenuhi unsur sistematis masih diperlukan penyelidikan lebih lanjut apakah
perbuatan tersebut merupakan suatu kelanjutan kebijakan yang diperintahkan oleh
organisasi yang membawahi para pelaku. Meskipun demikian, unsur meluas atau
sistematis tidak harus dibuktikan keduanya, kejahatan yang dilakukan dapat saja
merupakan bagian dari serangan meluas saja atau sistematis saja.

4. Unsur yang diketahuinya


Arti kata “diketahuinya” adalah pelaku harus melakukan kejahatan tersebut
dengan pengetahuan untuk melakukan serangan yang ditujukan secara langsung kepada
penduduk sipil. Hal ini tidak berarti bahwa dalam semua serangan harus selalu ada
pengetahuan. Pengetahuan tersebut bisa pengetahuan yang aktual, dalam atau
konstruktif.
Secara khusus, pelaku perlu mengetahui bahwa tindakannya itu adalah tindakan
yang tidak manusiawi. Dalam kasus insiden Alas Tlogo sangat jelas bahwa tindakan yang
dilakukan aparat militer tersebut adalah tindakan tidak manusiawi. Mereka
memberondongkan senjata kepada penduduk sipil yang akibatnya perempuan hamil
dan anak-anak turut menjadi korban.
Berdasarkan uraian di atas, secara umum pada peristiwa Alas Tlogo terdapat indikasi yang
sangat kuat telah terjadi pelanggaran HAM yang berat berupa kejahatan terhadap
kemanusiaan. Oleh karena itu, mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM berat-lah yang
harusnya digunakan, dengan didahului penyelidikan oleh Komnas HAM untuk menentukan
apakah dalam peristiwa tersebut ada unsurunsur pelanggaran HAM yang berat.
Dikarenakan sudah terindikasi merupakan pelanggaran HAM berat, namun tetap saja
kasus insiden Alas Tlogo ini malah dibawa ke Pengadilan Militer dan bukan ke Pengadilan HAM
yang seharusnya kompetensi absolutnya Pengadilan HAM. Selain itu ketika persidangan digelar,
ada beberapa permasalahan yang ditemukan seperti dangkalnya kualitas dakwaan dan
tuntutan pidana kepada kepada 13 terdakwa penembakan yakni hanya menggunakan
ketentuan Pasal 170 (penganiayaan) ayat 1 dan 2 KUHP sebagai dakwaan primer, lalu
ketentuan Pasal 338 (pembunuhan) juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan alternatif,
khusus terhadap Lettu Budi Santoso didakwakan Pasal 103 ayat 1 KUHP Militer sebagai
dakwaan alternatif kedua. Meskipun demikian, majelis hakim telah menghadirkan saksi ahli
yang menyatakan bahwa penembakan dilakukan secara sengaja dan menunjuk langsung
kepada masyarakat sipil. Namun hal ini justru tidak menjadi pertimbangan dalam putusan
majelis hakim. Sehingga majelis hakim Pengadilan Militer III Surabaya menjatuhkan hukuman
penjara hanya 1-3 tahun saja. Hukuman tersebut tergolong ringan untuk sebuah kasus
pelanggaran HAM berat.
Selain itu, dalam kasus sengketa tanahpun, ketika diteruskan sampai tingkat kasasi,
sengketa tanah tersebut dimenangkan oleh TNI AL.

Anda mungkin juga menyukai