Anda di halaman 1dari 18

BAB I

BATUK

1.1 Definisi Batuk

Batuk merupakan refleks yang terangsang oleh iritasi paru-paru atau saluran

pernapasan. Bila terdapat benda asing selain udara yang masuk atau merangsang saluran

pernapasan, otomatis akan batuk untuk mengeluarkan atau menghilangkan benda tersebut.

Batuk biasanya merupakan gejala infeksi saluran pernapasan atas (misalnya batuk-pilek,

flu) dimana sekresi hidung dan dahak merangsang saluran pernapasan. Batuk juga

merupakan cara untuk menjaga jalan pernapasan tetap bersih. Ada dua jenis batuk yaitu

batuk berdahak dan batuk kering. Batuk berdahak adalah batuk yang disertai dengan

keluarnya dahak dari batang tenggorokan. Batuk kering adalah batuk yang tidak disertai

keluarnya dahak (Depkes RI, 2007).

Gejala-gejala batuk antara lain :

a. Pengeluaran udara dari saluran pernapasan secara kuat, yang mungkin disertai dengan

pengeluaran dahak.

b. Tenggorokan sakit dan gatal (Depkes RI, 2007).

1.2 Jenis-jenis penyakit

Jenis-jenis Batuk Berdasarkan Waktu

Batuk berdasarkan durasi atau waktu dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

a. Akut merupakan fase awal dan masih mudah untuk sembuh. Jangka waktunya kurang

dari tiga minggu dan dapat terjadi karena iritasi, bakteri, virus, penyempitan saluran

nafas atas.
b. Sub akut merupakan fase peralihan dari akut menjadi kronis. Dapat dikategorikan

sebagai sub akut jika batuk sudah 3-8 minggu dan dapat terjadi karena gangguan pada

epitel.

c. Kronis merupakan batuk yang sulit untuk disembuhkan karena penyempitan saluran

nafas bagian atas dan terjadi lebih dari 8 minggu.

Batuk Berdahak yaitu batuk yang terjadi berdasarkan sebabnya dapat dibedakan menjadi 2

yaitu :

a. Batuk Berdahak yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak pada tenggorokan.

Batuk berdahak disebabkan oleh paparan debu, lembab berlebih, alergi dan lainnya.

Batuk berdahak merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan zat-zat asing dari

saluran nafas, termasuk dahak. Batuk jenis ini terjadi relatif singkat.

b. Batuk Kering yaitu batuk yang tidak mengeluarkan dahak. Pada batuk jenis ini

tenggorokan akan terasa gatal, sehingga merangsang timbulnya batuk.

1.3 Pengobatan farmakologi

Terapi farmakologi.

Menurut Depkes RI (2007). Obat batuk dibagi menjadi 2 yaitu ekspektoran

(pengencer dahak) dan antitusif (penekan batuk).

A. Obat Batuk Berdahak (Ekspektoran)

1. Gliseril Guaiakolat

Kegunaan obat mengencerkan lendir saluran napas, hal yang harus diperhatikan :

Hati-hati atau minta saran dokter untuk penggunaan bagi anak dibawah 2 tahun dan ibu

hamil. Aturan pemakaian, dewasa 1-2 tablet (100 -200 mg), setiap 6 jam atau 8 jam

sekali, anak 2-6 tahun : ½ tablet (50 mg) setiap 8 jam, 6-12 tahun : ½ - 1 tablet (50-100

mg) setiap 8 jam.

2. Bromheksin
Kegunaan obat mengencerkan lendir saluran napas, hal yang harus diperhatikan :

Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita tukak lambung dan wanita hamil

3 bulan pertama. Efek samping, rasa mual, diare dan perut kembung ringan. Aturan

pemakaian, dewasa 1 tablet (8 mg) diminum 3 x sehari (setiap 8 jam), anak > 10 tahun 1

tablet (8 mg) diminum 3 kali sehari (setiap 8 jam), 5-10 tahun : 1/2 tablet (4 mg)

diminum 2 kali sehari (setiap 8 jam).

3. Kombinasi Bromheksin dengan Gliseril Guaiakolat

Kegunaan obat mengencerkan lendir saluran napas, hal yang harus diperhatikan

konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi anak di bawah 2 tahun, konsultasikan ke

dokter atau Apoteker bagi penderita tukak lambung, dan konsultasikan ke dokter atau

Apoteker bagi ibu hamil. Efek samping, rasa mual, diare, kembung ringan.

4. Obat Batuk Hitam (OBH)

Obat batuk hitam adalah obat untuk mengatasi batuk berdahak. Obat ini

merupakan golongan obat bebas. Efek sampingnya terasa mual, muntah dan

perasaan tidak nyaman di perut. Dosis, dewasa : 1 sendok makan (15 ml) 4 x sehari

(setiap 6 jam). Anak : 1 sendok teh (5 ml) 4 x sehari (setiap 6 jam).

B. Obat Penekan Batuk (antitusif)

1. Dekstrometorfan HBr (DMP HBr)

Kegunaan obat, penekan batuk cukup kuat kecuali untuk batuk akut yang berat. Hal

yang harus diperhatika, hati-hati atau minta saran dokter untuk penderita hepatitis.

Jangan minum obat ini bersamaan obat penekan susunan syaraf pusat. Tidak digunakan

untuk menghambat keluarnya dahak. Efek samping seperti mual dan pusing. Dosis

terlalu besar dapat menimbulkan depresi pernapasan. Aturan pemakaian


Dewasa, 10-20 mg setiap 8 jam, anak : 5-10 mg setiap 8 jam, dan bayi : 2,5-5 mg

setiap 8 jam.

2. Difenhidramin HCl

Kegunaan obat, penekan batuk dan mempunyai efek antihistamin (antialergi). Hal

yang harus diperhatikan, karena menyebabkan kantuk, jangan mengoperasikan mesin

selama meminum obat ini. Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita asma,

ibu hamil, ibu menyusui dan bayi/anak. Efek Samping, pengaruh pada kardiovaskular dan

SSP seperti sedasi, sakit kepala,gangguan psikomotor, gangguan darah, gangguan saluran

cerna, 13 reaksi alergi, efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan

kabur dan gangguan saluran cerna, palpitasi dan aritmia, hipotensi, reaksi

hipersensitivitas, ruam kulit, reaksi fotosensitivitas, efek ekstrapiramidal, bingung,

depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, berkeringat dingin, mialgia, paraestesia,

kelainan darah, disfungsi hepar, dan rambut rontok. Aturan Pemakaian, dewasa 1-2

kapsul (25-50 mg) setiap 8 jam, anak : ½ tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam.

1.4 Pengobatan non farmakologi

Terapi non farmakologi

Adapun terapi yang termasuk ke dalam terapi pengatasan batuk secara non farmakologi

menurut Depkes 2007 adalah :

1. Minum banyak cairan (air atau sari buah) akan menolong membersihkan tenggorokan,

jangan minum soda atau kopi.

2. Hentikan kebiasaan merokok.

3. Hindari makanan yang merangsang tenggorokan (makanan dingin atau berminyak)

dan udara malam.


4. Madu dan tablet hisap pelega tenggorokan dapat menolong meringankan iritasi

tenggorokan dan dapat membantu mencegah batuk kalau tenggorokan anda kering

atau pedih.

5. Hirup uap air panas (dari semangkuk air panas) untuk mencairkan sekresi hidung

yang kental supaya mudah dikeluarkan. Dapat juga ditambahkan sesendok teh

balsam/minyak atsiri untuk membuka sumbatan saluran pernapasan.

6. Minum obat batuk yang sesuai.


BAB II

RHINITIS ALERGI (RA)

2.1. Definisi

Rhinitis alergi merupakan bengkak pada saluran nafas dikarenakan alergi. Menurut WHO
ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rhinitis alergi adalah kelainan pada gejala
bersin-bersin,, rasa gatal dan tersumbat. (Permenkes 2014)

Reaksi alergi adalah reaksi dari system kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal
mengalami cedera/luka. (Septriana, Purnamasari & Studiawan 2019)

Maka dibutuhkan adanya manajemen rinitis alergi berupa terapi farmakologi dan terapi non
farmakologi. Ada beberapa golongan obat untuk pengobatan terapi farmakologi yaitu golongan
antihistamin, dekongestan, kortikosteroid, anti-leukotrien (LTRA) dan immunoterapi(6). Semakin
meningkatnya kecerdasan masyarakat saat ini, ada kecenderungan untuk melakukan pengobatan
sendiri (swamedikasi) untuk penyakit-penyakit ringan tertentu. (Lorensia & Sari 2017)

2.2. Gejala

Rhinitis alergi akan bersin (gejala khas) biasanya terjadi berulang - ulang di pagi hari. Bersin
lebih dari lima kali perlu dicurigai adanya rhinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat,
keluarnya cairan encer dari hidung (rhinorhea), dan yang sangat sering adalah sumbatan hidung dan
rasa gatal pada hidung. Ini menjadi gejala yang sangat mengganggu pada pasien rhinitis alergi. Gejala
lain adalah allergic shiners yaitu berupa mata gatal dan banyak air mata. (Septriana, Purnamasari &
Studiawan 2019)

2.3. Jenis jenis

Berdasarkan tipe dibagi menjadi: (Nisa 2017)

a. Rinitis alergika intermiten


Apabila gejala timbul kurang dari 4 hari per minggu atau berlangsung kurang dari 4
minggu.
b. Rinitis alergika persisten
Apabila gejala timbul lebih dari 4 hari per minggu dan berlangsung lebih dari 4
minggu.

2.4. Sasaran

Rhinitis ditemukan di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi terutama anak
laki-laki. Memasuki usia dewasa ( laki-laki dan perempuan ). Insidensi tertinggi terdapat pada anak-
anak dan dewasa muda dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80% kasus rhinitis alergi
berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insidensi rhinitis alergi pada anak-anak 40% dan menurun
sejalan dengan usia sehingga pada usia tua rhinitis alergi jarang ditemukan. (Permenkes 2014)
2.5. Tatalaksana pengobatan (Permenkes 2014)

Penatalaksanaan RA terdiri dari menghindari penyebab/faktor pemicu, menggunakan


imunoterapi. Imunoterapi adalah pengobatan kausal untuk desensitisasi yang membutuhkan waktu
lama (±5tahun) serta biaya yang besar. Oleh karena penatalaksanaan RA membutuhkan waktu yang
lama dan biaya yang besar serta kepatuhan dari penderita, apabila RA tidak dilakukan tatalaksana
dengan baik maka akan berakibat timbulnya komplikasi seperti sinusitis, dan otitis media. Pada
penatalakanaan RA diperlukan seumur hidup selama gejala RA timbul.

2.6. Pengobatan non farmakologi

Swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi
dengan dokter terlebih dahulu

a. Menghindari alergen spesifik

b. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam menurunkan
gejala alergis

c. Perubahan pola hidup menjadi lebih sehat dan kemampuan dalam manajemen diri dapat membantu
mengatasi perburukan penyakit seperti asma yang erat kaitannya dengan rhinitis alergi.

d. Memodififikasi gaya hidup pasien dalam menghindari alergen pemicu rhinitis alergi. Jika tidak
dapat menghindari alergen, biasanya digunakan terapi farmakologi membantu meringankan gejala
yang muncul . Pencegahan dapat berpengaruh pada manajemen diri (self management) masyarakat
yaitu proses dimana seseorang mengembangkan keterampilan untuk mengelola kondisi mereka.
(Lorensia & Sari 2017)

2.7. Pengobatan Farmakologi

a. Terapi topikal dapat dengan melalui semprot hidung. Obat yang biasa digunakan adalah
oxymetazolin atau xylometazolin, namun hanya bila hidung sangat tersumbat dan dipakai beberapa
hari (< 2 minggu) untuk menghindari rhinitis medikamentosa.

b. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak dapat
diatasi dengan obat lain. Obat yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal: beklometason,
budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat dan triamsinolon.

c. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida yang bermanfaat untuk mengatasi
rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.

d. Terapi oral sistemik

1. Antihistamin

- Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin.

- Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine

2. Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa dapat dipakai sebagai dekongestan hidung
oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin. Dekongestan oral: pseudoefedrin, fenilpropanolamin,
fenilefrin.
e. Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat kelainan anatomi, selain itu dapat juga
dengan imunoterapi

Obat-obatan:(dr Mahrus 2016)

Nama dan juga Nama generik Mekanisme kerja Efek samping Keterangan
dikenal
sebagai
Antihistamin Generasi II - Menghamb Generasi II - Antihistamin
H1 oral Cetirizin at reseptor - Tidak H1 oral
Ebastin H1 terjadi generasi baru
Fexofenadin - Beberapa sedasi lebih disukai
Loratadin aktivitas pada karena rasio
Mizolastin antialergi keban efikasi/keaman
Akrivastin - Obat yakan an dan sifat
Azelastin generasi obat farmako-
Desloratadin baru dapat - Tidak kinetikanya
Levocetirizin diberikan ada - Mulai kerjanya
Generasi I satu kali efek cepat (kurang
Klorfeniramin sehari antikol dari 1 jam)
Klemastin - Tidak inergik pada gejala
Hidroksizin menimbulk - Tidak nasal dan mata
Ketotifen an ada - Efeknya buruk
Mequitazin takifilaksi kardiot pada sumbatan
Oxatomid oksisit nasal
Lain-lainnya as - Obat
Kardiotoksik - Akriva kardiotoksik
Astemizol stin sebaiknya
Terfenadin memili dihindarkan
ki efek
sedativ
e
- Azelas
tin
oral
dapat
menye
babka
n
sedasi
dan
rasa
pahit
Generasi I
- Umum
nya
menye
babka
n
sedasi
- Dan/at
au
efek
antikol
inergik
Antihistamin Azelastin - Menghamb - Efek Mulai kerja cepat (<30
H1 lokal Levocabastin at reseptor sampi menit) pada gejala
(intranasal, H1 ng hidung atau mata
intraokuler) - Azelastin lokal
memiliki ringan
aktivitas - Azelas
anti alergi tin:
rasa
pahit
pada
bebera
pa
pender
ita
Kortikosteroid Beklometason - Mengurang - Efek - Pengobatan
intranasal Budesonid i sampi farmakologis
Flunisolid hiperreakti ng rinitis alergi
Flutikason vitas lokal yang paling
Mometason hidung ringan efektif
Triamcinolon - Sangat - Batas - Efektif pada
poten keama sumbatan nasal
mengurang nan - Berdampak
i inflamasi yang pada penghidu
hidung lebar - Efeknya masih
terhad terlihat setelah
ap 6-12 jam tetapi
efek efek
sampi maksimalnya
ng terjadi setelah
sistemi beberapa hari
k
- Gangg
uan
pertum
buhan
yang
diakib
atkan
bebera
pa
molek
ul
tertent
u
- Pada
anak
kecil
pertim
bangk
an
kombi
nasi
obat
intrana
sal dan
inhalas
i
Kortikosteroid Deksametason - Mengurang - Sering - Jika mungkin,
oral/IM Hidrokortison i inflamasi terjadi sebaiknya
Metilprednisol nasal efek diutamakan
on Prednisolon secara sampi kortikosteroid
Prednison poten ng intranasal
Triamsinolon - Mengurang sistemi daripada obat
Betametason i k pada oral atau IM
Deflazacort hiperreakti obat- - Namun
vitas nasal obat kortikosteroid
IM oral jangka
- Suntik pendek
an mungkin
depot diperlukan pada
dapat gejala bera
menye
babka
n
atrofi
jaringa
n lokal
Kromolin local Kromoglikat Mekanisme kerja Efek samping - Kromolin
(intranasal, Nedokromi hanya diketahui lokal ringan intraocular
intraokuler) sedikit sekali sangat efektif
- Kromolin
intranasal
kurang efektif
dan hanya
bekerja singkat
- Secara
keseluruhan
tingkat
keamanannya
sangat bai
Dekongestan Efedrin - Obat - Hipert - Penggunaan
oral Fenilefrin golongan ensi dekongestan
Pseudoefedrin simpatomi - Palpita oral pada
Lain-lain metik si penderita
- Menghilan - Gelisa penyakit
gkan gejala h jantung harus
sumbatan - Agitasi sangat hatihati
nasal - Tremo - Kombinasi
r dekongestan
- Insom dengan anti-
nia histamin H1
- Sakit oral lebih
kepala efektif
- Memb dibanding
ran sendiri-sendiri,
mukos namun efek
a sampingnya
kering menjadi
- Retens kombinasi
i urin
- Eksase
rbasi
glauco
ma
atau
tirotok
sikosis
Dekongestan Epinefrin - Obat - Efek - Bekerja lebih
intranasal Naftazolin golongan sampi cepat dan
Oximetazolin simpatomi ng efektif
Fenilefrin metik sama dibandingkan
Tetrahidrozoli - Menghilan denga oral
n gkan gejala n - Batasi
Xilometazolin sumbatan dekon pemakaian <10
Lain-lain nasal gestan hari untuk
oral, menghindari
hanya rinitis
intensi medikamentos
tasnya a
kurang
- Rinitis
medik
ament
osa
(feno
mena
rebou
nd
yang
terjadi
akibat
pemak
aian
lama
lebih
dari 10
hari)
Antikolinergik ipratropium Antikolinergik - Efek Efektif pada penderita
intranasal memblok hanya sampi alergi atau non-alergi
rinore ng dengan rinore
lokal
ringan
- Hampi
r tidak
ada
efek
anti-
koliner
gik
sistem
ik
Anti- Montelukast Menghambat Toleransi baik Obat baru yang
leukotrien Pranlukast reseptor CystL T diharapkan dapat
zafirlukast diberikan baik secara
tunggal atau kombinasi
dengan antihistamin H1
oral, namun masih
dibutuhkan lebih
banyak data untuk
menentukan tempat
obat-obat ini
BAB III

INFLUENZA

3.1 Definisi
Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus influenza. Virus
influenza merupakan virus RNA yang dapat hidup pada manusia, kuda, babi, ayam dan
burung. Virus adalah jasad biologis, bukan hewan atau tanaman, tanpa struktur sel dan
tidak berdaya untuk hidup dan memperbanyak diri secara mandiri. Di luar tubuh manusia,
seringkali virus berbentuk kristal tanpa tanda hidup, tahan asam dan basa, serta resisten
terhadap suhu sangat rendah atau tinggi. Jika keadaan lingkungan membaik, seperti di
dalam tubuh manusia atau hewan, kristal tersebut akan hidup dan mampu memperbanyak
diri. Mikroorganisme ini menggunakan sistem enzim dari sel tuan rumah untuk
mensintesis asam nukleat, protein dan perkembangbiakannnya (Tjay dan Rahardja, 2002).
Untuk menimbulkan penyakit, virus harus memasuki suatu inang, melakukan kontak
dengan sel yang dapat dimasukinya, bereplikasi dan menimbulkan cedera sel. Agar
infeksi dapat terjadi, virus mula-mula harus melekat dan memasuki sel dari suatu
permukaan tubuh (dapat melalui kulit, saluran pernafasan, pencernaan, saluran kemih
atau konjungtiva). Sebagian besar virus memasuki inang melalui mukosa saluran
pernafasan atau pencernaan, namun ada virus yang langsung masuk ke dalam aliran darah
atau melalui gigitan serangga (Prasetyo, 2005).
3.2 Gejala
Infeksi influenza terjadi melalui inhalasi dari tetesan air liur misalnya pada waktu
bersin, batuk dan berbicara dengan masa inkubasi selama satu sampai tiga hari. Gejala-
gejalanya muncul setelah masa inkubasi dari satu sampai empat hari dan berupa demam
sampai 40°C, nyeri sendi dan otot di seluruh tubuh, sakit tenggorok dan kepala, radang
mukosa hidung dan kadang disertai batuk (Tjay dan Rahardja, 2002).
Menurut Soedarmo (2002), gejala dan tanda influenza pada anak dan dewasa berbeda,
yaitu anoreksia, nyeri perut, muntah, mual, pembesaran kelenjar servikal dan demam
sampai 38,9°C, lebih sering ditemukan pada anak dibandingkan dengan pasien dewasa
lain, berbeda dengan pendapat Biddulp (1999), menurutnya gejala dan tanda influenza
adalah demam, malaise (merasa kurang enak badan), nausea (mual, seperti mau muntah),
sakit kepala, muntah, sakit tenggorokan, sakit mata, nyeri otot dan ingus encer. Influenza
dapat berlangsung selama tiga sampai sepuluh hari.
3.3 Jenis-jenis penyakit
Virus influenza yang dikenal dibagi menjadi tiga tipe yaitu tipe A, B dan C. Tipe A
terbagi dalam lima subtipe yaitu H1,H2,H3,H4 dan H5 yang bermutasi setiap satu sampai
dua tahun (Tjay dan Rahardja, 2002). Gejala klinik yang ditimbulkan oleh virus influenza
A lebih berat dibandingkan dengan influenza tipe B, sedangkan influenza tipe C
merupakan yang paling ringan (Soedarto, 1995).

3.4 Tatalaksana pengobatan


3.5 Pengobatan farmakologi
a. Analgetik Antipiretik
Analgetika menimbulkan efek analgetik dengan cara menghambat secara langsung
dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis
prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa
sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin, serotonin,
prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang merangsang rasa sakit
secara mekanis atau kimiawi.
Antipiretik menimbulkan efek dengan meningkatkan eliminasi panas, pada
penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh
darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran
keringat (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Contoh: asetaminofen (parasetamol),
asetosal.
1) Asetaminofen (parasetamol)
Asetaminophen umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga
untuk swamedikasi. Efek analgetiknya dapat diperkuat oleh kofein dengan kira-
kira 50%. Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih
lambat. Dalam hati, zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang
diekskresi lewat kemih sebagai konjugat glukuronida dan sulfat. Efek samping
tak jarang terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan darah. Parasetamol
termasuk dalam daftar obat kategori aman untuk wanita hamil juga selama laktasi
walaupun mencapai air susu ibu. Dosis dewasa untuk nyeri dan demam oral 2-3
kali sehari 0,5-1 gram, maksimum 4 gram/hari (Tjay dan Rahardja, 2002).
2) Asetosal (asam asetilsalisilat atau aspirin)
Asetosal merupakan obat antinyeri berkhasiat sebagai antidemam, namun pada
dosis tinggi lebih bekerja sebagai analgetik karena bekerja dengan perintangan
prostaglandin di ujung- ujung saraf. Pada umumnya mulai kerjanya agak cepat,
dalam 20-30 menit dan efeknya bertahan hingga 5 jam (Tjay dan Rahardja, 1993).
Asetosal dapat menimbulkan efek samping iritasi lambung. Iritasi lambung akut
kemungkinan berhubungan dengan gugus karboksilat yang bersifat asam,
sedangkan iritasi kronik dapat disebabkan oleh penghambatan pembentukan
prostaglandin E1 dan E2 yaitu senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi
mukosa lambung, sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan
vasokonstriksi mukosa lambung yang menyebabkan nekrosis iskemik dan
kerusakan mukosa lambung (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Sehingga, untuk
mengatasi hal tersebut sebaiknya diberikan sesudah makan atau dalam bentuk
garam kalsiumnya (Ascal) (Tjay dan Rahardja, 1993). Obat ini tidak dianjurkan
untuk anak-anak karena berisiko menimbulkan Sindroma Rye yang berbahaya.
Sindrom ini berciri muntah hebat, termangu-mangu, gangguan pernafasan,
konvulsi dan adakalanya koma. Begitu pula wanita hamil sebaiknya tidak
mengkonsumsinya, terutama pada trimester terakhir dan sebelum persalinan,
karena lama kehamilan dan persalinan dapat diperpanjang, juga kecenderungan
perdarahan meningkat. Pada laktasi sebaiknya juga dihindari karena dapat
mencapai ASI, sehingga dapat mengganggu perkembangan bayi. Dosisnya untuk
nyeri dan demam oral 4 kali sehari 0,5-1 gram, maksimum 4 gram sehari (Tjay
dan Rahardja, 2002).

b. Dekongestan
Dekongestan merupakan golongan simpatomimetika yang bekerja pada reseptor
adrenergik. Contoh dekongestan dalam obat flu antara lain: Efedrin, Epinefrin, Fenilefrin
HCl, Pseudoefedrin HCl (Tjay dan Rahardja, 2002).
Usaha yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan influenza antara lain:
a. Vaksinasi
Untuk pencegahan influenza di banyak negara Barat, setiap tahun diberikan 2
minggu sebelumnya epidemi yang diperkirakan. Namun, vaksinasi tidak memberikan
jaminan terhindar dari influenza. Tetapi, jika terserang infeksi biasanya gejala-
gejalanya lebih ringan (Tjay dan Rahardja,1993).
b. Antibiotik
Antibiotika hanya digunakan pada orang-orang yang berisiko tinggi dengan daya
tangkis lemah, seperti pada penderita bronkitis kronis, jantung atau ginjal. Mereka
mudah dihinggapi infeksi sekunder dengan bakteri, yang tak jarang berakhir fatal
(Tjay dan Rahardja,2002).
c. Vitamin C
Adanya radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tubuh.
Kerusakan jaringan tersebut dapat terlihat pada proses menua, kanker, dan penyakit
lain seperti jantung, pembuluh, mata, paru, lambung, usus dan sistem imun. Menurut
ahli ortomolekuler, vitamin C 500-1000 mg berguna sebagai antioksidan, yakni
melindungi jarigan tubuh terhadap kerusakan oksidatif oleh radikal bebas yang
merugikan jaringan tubuh, antara lain membran sel dan inti DNA. Perlindungan
dilakukan dengan mengaktifasi fagosit dan menstimulasi produksi interferon dengan
daya antiviral. Oleh karena itu dalam keadaan stres kontinu dan pembebanan
belebihan sehingga daya tahan tubuh menurun, asupan vitamin C dalam dosis tinggi
sangat berguna (Tjay dan Rahardja, 2002).

3.6 Pengobatan non farmakologi


Resiko adan infeksi dapat diperkecil dengan cara hidup yang ditujukan untuk
meningkatkan sistem daya tahan tubuh (Tjay dan Rahardja, 1993). Hal-hal yang dapat
dilakukan diantaranya dengan (Nainggolan, 2002):
1. Tidak makan makanan yang berlemak, gula, garam tinggi, berbumbu dan alkohol
2. Makan buah, sayur, bawang merah dan bawang putih
3. Istirahat cukup dan olahraga ringan
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

375/MENKES/SK/III/2007 tentang saluran pernapasan. Jakarta: Depkes RI.

Lorensia, A. & Sari, N.P., 2017, ‘EFEKTIVITAS EDUKASI UNTUK MENINGKATKAN


PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM PENANGANAN RINITIS ALERGI’, 11.
Mahrus, A.R. dr, 2016, SMF ILMU KESEHATAN ANAK.
Nisa, R., 2017, ‘Kejadian Rinitis Alergi dengan Komplikasi Otitis Media Akut pada Anak Usia 5
Tahun’, 7, 6.
Permenkes, 2014, Permenkes nomor 5 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer.
Septriana, M., Purnamasari, N. & Studiawan, H., 2019, ‘ALLERGIC RHINITICAL THERAPY
WITH ACUPUNCTURE, LEGUNDI AND TEMULAWAK HERBS’, Journal Of Vocational Health
Studies, 2(2), 60.

Anda mungkin juga menyukai