Anda di halaman 1dari 24

RESUME

Proses Pemulihan Bentuk Uterus Pasca Melahirkan, Proses Pemulihan Jalan Lahir,
Pengeluaran Lochea
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Asuhan Kehamilan,Persalinan Nifas,BBL

Dosen Pengajar; Yuliana Wigontoro ,SST.,M.Keb

Disusun oleh
Rika Afriyani E.0106.20.023
D3 Kebidanan TK.l

Sekolah tinggi ilmu kesehatan budi luhur cimahi tahun ajaran 2020/2021
A. Proses Pemulihan Bentuk Uterus Pasca Melahirkan

 Berapa lama rata-rata kembali normal bentuknya seperti sebelum hamil?

Jurnal
HUBUNGAN VULVA HYGIENE IBU NIFAS DENGAN KESEMBUHAN LUKA JAHITAN
PERINEUM DI PUSKESMAS MERGANGSAN DAN PUSKESMAS JETIS KOTA YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh : Mery Harty
Program Studi Bidan Pendidik Jenjang D Iv Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
Yogyakarta Tahun 2015

Abstrak :

Latar Belakang Studi: Di dunia pada tahun 2009 ada 2,7 juta kasus luka robekan perineum pada
ibu, dan 26% di antaranya mengalaminya penyembuhan luka lambat lebih dari 7 hari setelah
melahirkan. Karena kurangnya postingan ibu partum dalam menjaga kebersihan diri terutama
kebersihan vulva, gitu kadang terjadi jahitan panjang atau nanti kering, keluarnya cairan putih
dan bau, nyeri di bagian area infeksi dan bahkan hilangnya jahitan. Setiap ibu melahirkan pasti
mengalami proses persalinan yang berbeda-beda, sehingga berapa lama pemulihan organ
dalam rahim usai melahirkan pun berbeda-beda. Tak hanya operasi caesar,
melahirkan normal pun akan memakan waktu berapa lama pemulihan organ dalam rahim usai
melahirkan. Persalinan normal tentu cukup mengubah bentuk vagina Moms karena proses
panjang yang luar biasa. Lalu berapa lama sebenarnya vagina kembali normal setelah
melahirkan normal? Mengutip dari Tabloid Nakita, obgyn bersertifikasi bernama Pari Ghodsi,
M.D, mengungkapkan bila pemulihannya tak berlangsung lama. "Setelah melahirkan, vagina
membutuhkan waktu enam minggu untuk proses pemulihan,” jelas Pari Ghodsi, M.D. Selama
enam minggu tersebut, Moms masih bisa mengalami pendarahan dan menemukan noda-noda
pekat, setidaknya di awal minggu. Dokter Ghodsi menjelasikan bahwa jika selama bersalin ada
kulit vagina yang terluka, maka dibutuhkan lebih kurang satu bulan untuk masa penyembuhkan
dan terasa lebih nyaman di bawah sana. Vagina pulih dan kembali normal, kata Dr  Ghodsi,
merupakan dua hal yang berberda. Dia juga mengatakan pada masa-masa itu, aktivitas seks pun
akan terasa tidak sama. "Vagina mungkin terasa lebih perih karena proses melahirkan dan
pemulihan luka, sehingga membutuhkan proses pengeringan," jelasnya. Oleh karena itu, untuk
menguatkan dan mengembalikan kekencangan vagina secara maksimal, Dr Ghodsi
menyarankan melakukan senam kegel. Hal paling penting sebenarnya adalah memberikan
waktu untuk vagina rehat dari segala aktivitas seksual, setidaknya lebih kurang satu bulan
setelah melahirkan Kali pertama berhubungan seksual usai bersalin, Anda akan terasa janggal
dan aneh, tetapi semua akan normal seiring waktu," pungkasnya. Meski begitu, pada kasus
umum, vagina seorang perempuan tidak bisa berfungsi normal sebelum masa menyusui selesai.
Hormon estrogen yang rendah selama menyusui dapat membuat vagina menjadi kering, dan
menimbulkan rasa sakit saat berhubungan intim. Perlu Moms tahu bahwa vagina yang longgar
pasca melahirkan tidak akan memengaruhi bentuk dan elastisitasnya. Bagi kebanyakan
perempuan, hal ini tidak memengaruhi dan tidak mengurangi kenikmatan dalam berhubungan
intim. Namun, jika Moms merasa mengalami hal tersebut, Moms perlu ingat bahwa vagina
terdiri atas otot. selanjutnya, cara paling benar untuk memperbaiki otot adalah dengan
olahraga. Dalam kasus ini, ahli sama sekali tidak merekomendasikan penggunaan obat herbal
untuk mengencangkan otot vagina. Mengutip dari WebMD, obat herbal cenderung dapat
membuat kulit iritasi dan melemahkan sistem imun tubuh. Terapi laser vagina atau yang lebih
dikenal dengan 'Peremajaan Vagina' dilakukan untuk mengurangi kekeringan dan juga rasa sakit
pasca melahirkan. Terapi ini tidak dimaksudkan untuk mengencangkan organ intim tersebut.
Apabila dengan olahraga vagina Moms masih belum juga kembali normal dan gairah untuk
berhubungan intim masih rendah, Moms bisa langsung menemui dokter untuk berkonsultasi.

Resume:

Jadi rata-rata kembali normal bentuk uterus pasca melahirkan adalah penyembuhan luka
lambat lebih dari 7 hari setelah melahirkan. Karena kurangnya postingan ibu partum dalam
menjaga kebersihan diri terutama kebersihan vulva, gitu kadang terjadi jahitan panjang atau
nanti kering, keluarnya cairan putih dan bau, nyeri di bagian area infeksi dan bahkan hilangnya
jahitan.
selanjutnya, ada pun cara paling benar untuk memperbaiki otot adalah dengan cara
berolahraga. Dalam kasus ini, ahli sama sekali tidak merekomendasikan penggunaan obat
herbal untuk mengencangkan otot vagina. Mengutip dari WebMD, obat herbal cenderung
dapat membuat kulit iritasi dan melemahkan sistem imun tubuh. Terapi laser vagina atau yang
lebih dikenal dengan 'Peremajaan Vagina' dilakukan untuk mengurangi kekeringan dan juga
rasa sakit pasca melahirkan. Terapi ini tidak dimaksudkan untuk mengencangkan organ intim
tersebut. Apabila dengan olahraga vagina Moms masih belum juga kembali normal dan gairah
untuk berhubungan intim masih rendah, Moms bisa langsung menemui dokter untuk
berkonsultasi.

 Apa Asuhan Kebidanan Yang Dapat Diberikan Pada Ibu Nifas Untuk Proses Ini ?
Jurnal
TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POST PARTUM YANG MELAKSANAKAN SENAM
NIFAS
Indra Gunawan dan Titi Astuti
Alumni SI keperawatan Umitra Bandarlampung
Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang

Abstrak :

Pada ibu post partum involusi uterus merupakan proses yang sangat penting karena ibu
memerlukan perawatan yang khusus, bantuan dan pengawasan demi pulihnya kesehatan
seperti sebelum hamil. Salah satu indikator dalam proses involusi adalah tinggi fundus uteri.
Tujuan penelitian ini diketahui pengaruh pelaksanaan senam nifas terhadap penurunan tinggi
fundus uteri (TFU) pada ibu post partum di Puskesmas Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun
2015. Senam nifas disebut juga sebagai senam pemulihan sesudah melahirkan. Ukuran dengan
sentimeter yang diukur dari umbilicus sebagai indikasi dari proses involusi uteri. Sekitar 12 jam
setelah melahirkan TFU akan turun 1 cm dibawah umbilicus dan selanjutnya akan turun 1cm
atau 1jari perhari menuju simpisis.Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif
dengan desain Quasi Eksperimen serta pendekatan Non Equivalen Control Group, pemilihan
sampel dengan teknik Accidental Sampling, dengan mengambil 40 responden. Instumen
penelitian menggunakan lembar observasi.Hasil analisa data dengan menggunakan uji statistik
T Test, didapatkan penurunan tinggi fundus uteri klien pada kelompok yang tidak mendapatkan
senam nifas. Rata-rata penurunan tinggi fundus uteri pada kelompok yang tidak mendapatkan
senam nifas sebelum sebesar 9,85 dan sesudah 5,50, meskipun secara statistik menurun, akan
tetapi jika dilihat nilai selisih antara kedua kelompok tersebut, maka kelompok eksprimen lebih
besar dalam mengalami penurunan, pada kelompok eksperimen selisihnya sebesar 8,85 dan
kelompok kontrol sebesar 4,35. Saran agar hasil penelitian ini menjadi pola acuan untuk
melakukan penyuluhan-penyuluhan terkait dengan penerapan senam nifas di Puskesmas Ulu
Belu.

Resume :

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa mengenai pengaruh
pelaksanaan senam nifas terhadap penurunan tinggi fundus uteri pada ibu post partum di
Puskesmas Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun 2015; Ada pengaruh pelaksanaan senam
nifas terhadap penurunan tinggi fundus uteri pada ibu post partum dengan P value 0,000.
Keuntungan ibu dalam melakukan senam nifas antara lain memberikan rasa enak badan,
turunya berat badan, berkurangnya stress, berkurangnya warna pucat dan depresi yang
mungkin terjadi setelah melahirkan, berkurangnya masalah tidur karena dapat dibugarkan
kembali dengan senam. Sedangkan senam nifas yang tidak dilakukan oleh ibu nifas, maka
perubahan-perubahan fisik maupun pemulihan organ-organ reproduksi akan lebih lambat dari
ibu nifas yang melakukan senam nifas (Maryunani & Yetti, 2011).
B.Proses pemulihan jalan lahir
 Teknik perawatan luka parineum?

Jurnal
PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS TENTANG
PERAWATAN LUKA PERINEUM
Rini Hariani Ratih
Universitas Abdurrab Pekanbaru
Rini.hariani.ratih@univrab.ac.id

ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang perawatan
luka perineum. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang
digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian berdasarkan analisis dengan menggunakan uji
statistik chi square > 0,05 diketahui bahwa nilai p sebesar 0,02 untuk variabel pengetahuan dan
0,04 untuk variabel sikap. Simpulan, ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan
perawatan perineum luka, ada hubungan antara sikap pascapersalinan terhadap perawatan
luka perineum.
Kata Kunci: Nifas, Pengetahuan, Perawatan Luka Perineal, Sikap

ABSTRACT
This study aimed to determine the relationship between the mother's knowledge and attitudes
about care for perineal wounds. This research uses quantitative research. The research design
used was cross-sectional. The results of the study are based on analysis using the chi square>
0.05 statistical test. It is known that the p-value is 0.02 for the knowledge variable and 0.04 for
the attitude variable. In conclusion, there is a significant relationship between knowledge and
wound care perineum; there is a relationship between postpartum attitudes to care for perineal
wounds.
Keywords: Postpartum, Knowledge, Perineal Wound Care, Attitude

PEMBAHASAN
Dari hasil analisis didapatkan ada hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas terhadap
perawatan luka perenium dengan (P value 0,02), tingginya pengetahuan yang dimiliki oleh
responden akan mendukung mereka untuk bisa merawat luka perineum dengan baik. Dari hasil
uji statistic diperoleh nilai P <0,05 (P = 0,04), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara sikap ibu nifas terhadap perawatan luka perineum. Menurut Notoatmodjo, (2003)
pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu.
Infeksi masa nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu terutama di
Negara berkembang seperti Indonesia, masalah itu terjadi akibat dari pelayanan kebidanan
yang masih jauh dari sempurna. Faktor penyebab lain terjadinya infeksi nifas diantaranya, daya
tahan tubuh yang kurang, perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi/ mal nutrisi, anemia,
hygiene yang kurang baik, serta kelelahan (Widyastuti, 2016). Faktor penyebab terjadinya
infeksi nifas diantaranya: daya tahan tubuh yang kurang, perawatan nifas yang kurang baik,
kurang gizi/mal nutrisi, hygiene yang kurang baik, serta kelelahan. Faktor penyebab utama
terjadinya infeksi pada masa nifas ialah adanya perlukaan pada perineum (Widyastuti, 2016;
Dwijayanti, 2019).
Infeksi nifas ditandai dengan suhu 38oC atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 hari
postpartum dan diukur paling sedikit 4 kali sehari.Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam
masa nifas yang di anggap sebagai infeksi nifas, jika tidak ditemukan sebab-sebab ekstra
genitalia (Listinawati, 2013).
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada
biasa, kepala janin melewati pintu panggul bahwa dengan ukuran yang lebih besar dari pada
sirkumferensia suboksipito bregmatika. Luka perineum adalah perlukaan pada diagfragma
urogenitalis dan musculus lefator ani, yang terjadi pada waktu persalinan normal, atau
persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina,
sehingga tidak terlihat dari luar (Nurjanah et al., 2017).
Penelitian ini sesuai dengan teori Walyani (2015) dimana pengetahuan tentang luka
perineum merupakan pemahaman ibu untuk merawat luka perineum dengan baik agar tidak
terjadi infeksi yaitu dengan cara melakukan kompres es pada daerah luka perineum untuk
mengurangi rasa nyeri; memberikan cairan antiseptic seperti povidone iodine pada daerah luka
perineum; dan melakukan senam kegel. Perawatan luka perineum bisa dilakukan pada saat
mandi, saat buang air kecil, dan saat buang air besar (Ririn, 2013).
Dengan pengetahuan yang baik ibu dapat melakukan perawatan luka perineum dengan
baik.Pengetahuan merupakan faktor penting dalam perawatan luka perineum, bila seorang ibu
yang memiliki luka perineum kurang pengetahuannya tentang perawatan luka perineum maka
ibu berisiko mengalami infeksi yang bisa membahayakan dirinya (Sari, 2014).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Suryati et al., (2013) hasil univariat menunjukkan
bahwa dari 40 responden, sebanyak 28 responden (70%) yang memiliki tingkat pengetahuan
baik tentang perawatan luka perineum, 31 responden (77,5%) yang memiliki status gizi baik, 25
responden (62,5%) yang melalui proses penyembuhan luka normal. Dari hasil uji statistik chi
square diketahui bahwa ada hubungan antara pengetahuan (𝜌 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 0,03), status gizi (𝜌
𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 0,008) dengan proses penyembuhan luka. Hasil penelitian yang dilakukan Kurniati et
al., (2014) hasil univariat menunjukakan bahwa dari 34 responden, sebanyak 14 responden
(31,8%) yang memiliki tingkat pengetahuan baik tentang penyembuhan luka perineum, 13
responden (29,5%) yang memiliki pengetahuan cukup baik tentang penyembuhan luka
perineum, 17 responden (38,6%) yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang
penyembuhan luka perineum. Berdasarkan uji chi-square p value = 0,003 dengan demikian
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan senam kegel terhadap penyembuhan
luka perineum pada ibu nifas.
Responden yang berpengetahuan baik cenderung akan melakukan perawatan luka
perineum dengan baik dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan kurang baik. Hal
ini dikarenakan ibu yang tingkat pengetahuannya baik lebih memahami cara dan manfaat
perawatan luka perineum, sedangkan ibu yang tingkat pengetahuannya kurang baik cenderung
kurang memahami cara dan manfaat perawatan luka perineum (Devita, Aspera, 2019).
Hasil penelitian oleh Pasiowan et al., (2015) di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.V. L
Ratumbuysang Manado pada 3 bulan terakhir tahun 2013 terdapat 98 ibu yang bersalin dan 82
(83,67%) ibu bersalin dengan robekan jalan lahir. Primipara 53 (54%) 40 episiotomi 13 robekan
perineum, multipara 29 ( 29%) 15 episiotomi dan 14 robekan perineum.
Penelitian yang dilakukan Losu et al., (2018) menunjukkan bahwa Ada hubungan antara
pengetahuan dengan sikap ibu nifas tentang perawatan luka perineum di RSU GMIM Pancaran
Kasih Manado.
Sejalan dengan penelitian Nurrahmaton, Sartika (2018) yang menunjukkan bahwa dari
32 responden mayoritas pengetahuan responden tentang perawatan luka perineum adalah
cukup yaitu sebanyak 15 orang (46,9%) dan minoritas berpengetahuan baik sebanyak 8 orang
(25%), penyembuhan luka normal yaitu sebanyak 12 orang ( 37,5%) dan minoritas cepat yaitu
sebanyak 9 orang (28,1%). Hasil uji Chi-Square (person Chi-Square) dengan nilai p 0,00 <α=0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
tentang perawatan luka perineum dengan proses penyembuhan luka.
Pengetahuan yang tinggi belum menjamin seseorang untuk memiliki sikap yang baik
(positif). Hal ini dikarenakan selain pengetahuan, ada banyak faktor yang mempengaruhi
perilaku diantaranya adalah kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai tersedia tidaknya fasilitas atau
sarana kesehatan serta perilaku petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2011).
Pengetahuan merupakan faktor yang penting namun tidak memadai dalam perubahan
perilaku kesehatan. Pengetahuan seseorang mengenai kesehatan mungkin penting sebelum
perilaku terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali
seseorang mempunyai motivasi untuk bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya
(Notoarmodjo, 2014).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang atau over behavior. Makin tinggi pengetahuan kesadaran untuk berperan dan
memberi dampak positif terhadap kesehatan seseorang yang berpengetahuan adekuat tentang
perawatan luka perineum, maka pengetahuan, sikap sebagai modal dasar untuk bertindak
sehingga dapat menimbulkan tindakan pada ibu pasca salin yang berupa pelaksanaan
perawatan perineum yang baik dan benar setelah persalinan.
Hasil penelitian Widyastuti et al., (2016) menunjukkan sikap ibu nifas di RSUD Wonosari
Gunung Kidul yaitu positif 43 orang (81,1%) dan negatif 10 orang (18, 9%). Karakteristik ibu
nifas yang dapat mempengaruhi sikap ibu nifas yaitu kebanyakan usia 2035 tahun 72,1%,
lulusan SMP dan SMA 39,5%, ibu multipara 69,8%, dan ibu yang tidak bekerja yaitu 60,5%.
Sedangkan berdasarkan indikator perawatan luka perineum mayoritas ibu nifas memiliki sikap
positif terhadap cara perawatan luka perineum yaitu 81%. Sikap ibu nifas yang memiliki sikap
positif akan menimbulkan rasa yakin akan pentingnya perawatan luka perineum.
Selain hal tersebut banyak hal yang dapat mempengaruhi sikap seseorang, salah satunya
sikap yang sangat mendukung ini dipengaruhi oleh pengetahuan ibu yang cukup baik. Ada
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan
(Rismawati, 2012).
Menurut teori yang ada sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak
dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek tertentu sebagai suatu penghayatan yang terdiri dari menerima, merespon,
menghargai dan bertanggung jawab. Sikap membuat seseorang untuk dekat atau menjauhi
sesuatu. Sikap akan diikuti atau tidak oleh suatu tindakan berdasarkan pada sedikit atau
banyaknya pengalaman seseorang.
Masalah kesehatan ibu dan anak tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan
lingkungan di dalam masyarakat tempat mereka berada. Didasari atau tidak, faktor-faktor
kepercayaan dan pengetahuan tradisional seperti konsepkonsep mengenai berbagai
pantangan, hubungan sebab akibat, dan konsep tentang sehat dan sakit, serta
kebiasaankebiasaan ada kalanya mempunyai dampak positif atau negatif terhadap Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) (Yulianti, 2014).
Infeksi masa nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu terutama di
Negara berkembang seperti Indonesia, masalah itu terjadi akibat dari pelayanan kebidanan
yang masih jauh dari sempurna. Faktor penyebab lain terjadinya infeksi nifas diantaranya, daya
tahan tubuh yang kurang, perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi/ mal nutrisi, anemia,
hygiene yang kurang baik, serta kelelahan (Andriani, 2015).
Sikap mempunyai segi motivasi yang berarti segi dinamis menuju suatu tujuan, berusaha
untuk mencapai suatu tujuan. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam
sikap positif kecenderungan untuk mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu,
sedangkan sikap negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci atau tidak
menyukai objektertentu. Ini bisa disebabkan oleh karena lokasi responden tersebut berdekatan
dengan petugas kesehatan atau fasilitas kesehatan sehingga memudahkan mendapatkan
pengobatan.
Responden dengan Pengetahuan baik tetapi tidak melakukan perawatan luka perineum.
Hal ini bisa disebabkan oleh personal higyene yang kurang, ibu-ibu kurang memperhatikan
kebersihan daerah perineum dan tidak merawat luka perineum dengan baik dan benar.
Untuk meningkatkan pengetahuan ibu nifas bisa didukung oleh Ante natal care (ANC)
yang baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diharapkan kepada tenaga kesehatan agar
dapat memberikan informasi secara akurat kepada ibu-ibu nifas yang mengalami luka perenium
tentang praktik perawatan luka prrenium terutama pada saat ibu mau pulang kerumah.
Resume
Dari hasil analisis didapatkan ada hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas terhadap perawatan
luka perenium dengan (P value 0,02), tingginya pengetahuan yang dimiliki oleh responden akan
mendukung mereka untuk bisa merawat luka perineum dengan baik. Dari hasil uji statistic
diperoleh nilai P <0,05 (P = 0,04), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap
ibu nifas terhadap perawatan luka perineum. Menurut Notoatmodjo, (2003) pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu.
Penelitian ini sesuai dengan teori Walyani (2015) dimana pengetahuan tentang luka perineum
merupakan pemahaman ibu untuk merawat luka perineum dengan baik agar tidak terjadi
infeksi yaitu dengan cara melakukan kompres es pada daerah luka perineum untuk mengurangi
rasa nyeri; memberikan cairan antiseptic seperti povidone iodine pada daerah luka perineum;
dan melakukan senam kegel. Perawatan luka perineum bisa dilakukan pada saat mandi, saat
buang air kecil, dan saat buang air besar (Ririn, 2013).
Dengan pengetahuan yang baik ibu dapat melakukan perawatan luka perineum dengan
baik.Pengetahuan merupakan faktor penting dalam perawatan luka perineum, bila seorang ibu
yang memiliki luka perineum kurang pengetahuannya tentang perawatan luka perineum maka
ibu berisiko mengalami infeksi yang bisa membahayakan dirinya (Sari, 2014).
Responden yang berpengetahuan baik cenderung akan melakukan perawatan luka perineum
dengan baik dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan kurang baik. Hal ini
dikarenakan ibu yang tingkat pengetahuannya baik lebih memahami cara dan manfaat
perawatan luka perineum, sedangkan ibu yang tingkat pengetahuannya kurang baik cenderung
kurang memahami cara dan manfaat perawatan luka perineum (Devita, Aspera, 2019).
 Berapa lama proses pemulihannya ?
Jurnal

HUBUNGAN VULVA HYGIENE IBU NIFAS DENGAN KESEMBUHAN LUKA JAHITAN PERINEUM DI
PUSKESMAS MERGANGSAN DAN PUSKESMAS JETIS KOTA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh : Mery Harty

Program Studi Bidan Pendidik Jenjang D Iv Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
Yogyakarta Tahun 2015

Abstrak :

Latar Belakang Studi: Di dunia pada tahun 2009 ada 2,7 juta kasus luka robekan perineum pada
ibu, dan 26% di antaranya mengalaminya penyembuhan luka lambat lebih dari 7 hari setelah
melahirkan. Karena kurangnya postingan ibu partum dalam menjaga kebersihan diri terutama
kebersihan vulva, gitu kadang terjadi jahitan panjang atau nanti kering, keluarnya cairan putih
dan bau, nyeri di bagian area infeksi dan bahkan hilangnya jahitan.

Menurut DEPKES pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait
kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28 persen. Sebab lain, yaitu eklampsi 24
persen, infeksi 11 persen, partus lama 5 persen, dan abortus 5 persen.

Menurut profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 jumlah seluruh ibu nifas di Indonesia
sekitar 4.830.609 ibu nifas normal, sedangkan di jawa tengah terdapat 589.019 ibu nifas normal
(Depkes, 2011).
Di dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus luka robekan perineum pada ibu bersalin, dan
26% diantaranya mengalami penyembuhan luka yang lambat lebih dari 7 hari setelah
persalinan. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050 (Hilmy, 2010).

Di Ingris, tiap tahunnya terdapat 20.000 ibu bersalin yang mengalami luka robekan perineum
sebanyak 15% diantaranya mengalami penyembuha luka yang lambat dan 6% diantaranya
mengalami infeksi karena kurangnya kebersihan vulva pada saat proses penyembuhan
(Himburger, 2009).

Perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi perineum yang terkena
lokhea dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. Munculnya infeksi pada perineum dapat
berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kencing maupun infeksi pada jalan lahir.
Penanganan komplikasi terutama infeksi pada jalan lahir yang lambat dapat menyebabkan
terjadinya kematian ibu post partum mengingat ibu post pastum masih lemah (Suwiyoga,
2004).

Menurut Denise (2006) untuk menghindari infeksi perineum perlu dilakukan perawatan vulva
yang disebut vulva hygiene. Menurut Dinkes (2008) vulva hygiene adalah membersihkan daerah
vulva pada ibu yang telah melahirkan sampai 42 hari pasca salin. Manfaat vulva hygiene yaitu
untuk menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman, mencegah munculnya
keputihan, bau tak sedap dan gatal-gatal serta menjaga pH vagina tetap normal (3,5-4,5).

Berdarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Mergangsan pada tanggal 10


November 2014 terdapat 20 orang ibu nifas yang mengalami luka jahitan perineum. Terdapat
17 ibu nifas yang memiliki kesembuhan luka 7 hari dan terdapat 3 ibu nifas yang mengalami
kesembuhan luka jahitan perineum lebih dari 7 hari, ibu mengatakan luka jahitan terasa nyeri
tetapi tidak berbau dan tidak mengeluarkan cairan yang abnormal.

Ibu mengatakan kurang memahami cara vulva hygiene dan ibu takut untuk membersihkan
bagian lukanya. Walaupun jumlah ibu nifas yang mengalami kesembuhan luka jahitan sedikit
tetapi jumlah tersebut akan berpengaruh pada angka kematian ibu.
Perawatan vulva dilakukan setiap pagi dan sore sebelum mandi, sesudah buang air kecil atau
buang air besar dan bila ibu nifas merasa tidak nyaman karena lokea berbau atau ada keluhan
rasa nyeri.

Resume

Perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi perineum yang terkena
lokhea dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. Munculnya infeksi pada perineum dapat
berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kencing maupun infeksi pada jalan lahir.
Penanganan komplikasi terutama infeksi pada jalan lahir yang lambat dapat menyebabkan
terjadinya kematian ibu post partum mengingat ibu post pastum masih lemah (Suwiyoga,
2004). Menurut Denise (2006) untuk menghindari infeksi perineum perlu dilakukan perawatan
vulva yang disebut vulva hygiene. Menurut Dinkes (2008) vulva hygiene adalah membersihkan
daerah vulva pada ibu yang telah melahirkan sampai 42 hari pasca salin. Manfaat vulva hygiene
yaitu untuk menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman, mencegah
munculnya keputihan, bau tak sedap dan gatal-gatal serta menjaga pH vagina tetap normal
(3,5-4,5).

Berdarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Mergangsan pada tanggal 10


November 2014 terdapat 20 orang ibu nifas yang mengalami luka jahitan perineum. Terdapat
17 ibu nifas yang memiliki kesembuhan luka 7 hari dan terdapat 3 ibu nifas yang mengalami
kesembuhan luka jahitan perineum lebih dari 7 hari, ibu mengatakan luka jahitan terasa nyeri
tetapi tidak berbau dan tidak mengeluarkan cairan yang abnormal.

 Cara Memulihkan Otot Pelvis/Jalan Lahir


Jurnal
HUBUNGAN PERAWATAN PERINEUM DENGAN KESEMBUHAN LUKA PERINEUM
PADA IBU NIFAS
HARI KEENAM DI BIDAN PRAKTIK SWASTA (BPS)
NY. SRI SUHERSI MOJOKERTO KEDAWUNG SRAGEN
Puspitarani Herawati,.
Abstrak
Saat proses persalinan normal berlangsung, ibu akan mengejan kuat untuk membuka jalan lahir
agar bayi dapat dilahirkan. Ketika ibu mengejan dan mendorong bayi keluar dari rahim, vagina
dan perineumnya akan mengalami tekanan yang sangat kuat.

Hal ini berisiko tinggi menyebabkan luka robekan pada vagina dan perineum yang dapat
menyebabkan perdarahan pascapersalinan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki bagian yang
robek tersebut, dokter atau bidan akan melakukan penjahitan.

Selain robekan alami akibat proses mengejan, jahitan pasca melahirkan normal juga dilakukan
apabila ibu menjalani prosedur episiotomi, yaitu sayatan yang dibuat di perineum dan vagina
ibu untuk mempermudah proses kelahiran bayi.

Prosedur ini biasanya dilakukan pada ibu yang memiliki kondisi tertentu, seperti menderita
penyakit serius, misalnya penyakit jantung, persalinan lama, dan bayi sungsang.

Tingkat Robekan Vagina Setelah Melahirkan

Robekan pada vagina dan perineum setelah melahirkan dapat dikelompokkan menjadi
beberapa tingkatsesuai ukuran atau kedalamannya, yaitu:

Tingkat 1

Robekan terjadi di lapisan kulit dan jaringan sekitar vagina, namun belum mencapai otot.
Robekan berukuran kecil dan dapat sembuh tanpa proses penjahitan.

Tingkat 2

Robekan yang terjadi lebih dalam dan tidak hanya melibatkan kulit dan jaringan sekitar vagina,
tapi juga otot. Robekan tingkat 2 sering kali perlu dijahit lapis demi lapis dan membutuhkan
waktu berminggu-minggu agar bekas jahitan bisa pulih.

Tingkat 3

Robekan tingkat 3 mencakup robekan pada kulit, otot perineum, hingga otot yang mengelilingi
anus. Robekan ini tergolong parah dan harus dijahit di ruang operasi. Pada kasus tertentu, ibu
yang mengalami robekan perineum yang berat ini bisa mengalami komplikasi
berupa inkontinensia tinja dan nyeri saat berhubungan seksual.

Tingkat 4

Robekan tingkat 4 lebih dalam dari otot anus, bahkan mencapai usus. Proses penjahitan pun
juga harus dilakukan di ruang operasi.

Sama seperti robekan tingkat 3, robekan tingkat 4 juga dapat menimbulkan komplikasi meski
sudah dijahit. Komplikasi tersebut dapat berupa inkontinensia tinja dan rasa nyeri yang bisa
berlangsung selama berbulan-bulan.

Ibu yang melahirkan normal kebanyakan akan mengalami robekan perineum tingkat 1 dan
2 dan hanya sebagian kecil ibu yang mengalami robekan perineum tingkat 3 dan 4. Ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang ibu melahirkan lebih berisiko mengalami
robekan tingkat 3 dan 4, yaitu:

 Melahirkan anak pertama atau bayi sungsang


 Menjalani persalinan dengan bantuan forceps
 Melahirkan bayi dengan ukuran besar atau berat bayi lebih dari 4 kilogram
 Mengejan terlalu lama
 Memiliki riwayat robekan tingkat 3 atau 4 pada persalinan sebelumnya

Untuk mengurangi risiko terjadinya robekan yang parah pada perineum ketika melahirkan, ibu
hamil disarankan untuk rutin berolahraga serta melakukan senam Kegel.

Selain itu, untuk meningkatkan kelenturan otot jalan lahirnya dan mencegah terjadinya robekan
perineum yang parah, ibu hamil juga bisa melakukan pijat perineum ketika usia kehamilannya
sudah sekitar 34 minggu.

Cara Merawat Jahitan Pasca Melahirkan Normal

Hampir 90% ibu yang melahirkan normal akan mendapatkan jahitan pasca melahirkan normal.
Untuk menunjang proses pemulihan luka pasca melahirkan dan merawat luka jahitan dengan
baik, ada beberapa hal yang bisa ibu lakukan, yaitu:
 Duduk secara perlahan dan gunakan bantal berbentuk donat untuk menyangga tubuh
ketika hendak duduk.
 Hindari mengangkat beban berat atau mengejan selama beberapa hari setelah luka
dijahit.
 Kompres luka jahitan dengan es batu yang dibungkus kain, untuk mengurangi gatal dan
nyeri di daerah ini.
 Bersihkan luka jahitan setelah buang air kecil dan buang air besar, lalu keringkan area
luka.
 Ganti pembalut pasca persalinan secara teratur dan selalu cuci tangan sebelum dan
setelah memasangnya.
 Lakukan senam Kegel untuk memperkuat otot dan mempercepat penyembuhan luka
jahitan pasca melahirkan.
 Konsumsi makanan kaya serat dan banyak minum air putih untuk untuk
mencegah konstipasi, sehingga buang air besar menjadi lebih mudah dan tidak
mengganggu luka jahitan perineum.

Untuk mengatasi nyeri berat akibat luka jahitan pasca melahirkan normal, ibu juga bisa
mengonsumsi obat antinyeri, seperti paracetamol, sesuai anjuran dokter. Selain itu, biasanya
dokter juga akan meresepkan antibiotik untuk mencegah infeksi setelah luka pada vagina dan
perineum dijahit.

Secara umum, jahitan pasca melahirkan normal merupakan prosedur yang aman dan umum
dilakukan. Anda juga biasanya akan pulih dalam waktu beberapa hari setelah mendapatkan
jahitan pasca melahirkan normal.

Namun, segeralah periksakan diri ke dokter kandungan jika Anda mengalami gejala infeksi pada
jahitan, seperti demam dan luka terasa sangat nyeri, bengkak, atau bernanah. Untuk mengatasi
infeksi pada luka jahitan pasca melahirkan normal, dokter akan memberikan obat-obatan, baik
obat oles maupun obat minum, serta melakukan perawatan luka.

Resume
Saat proses persalinan normal berlangsung, ibu akan mengejan kuat untuk membuka jalan lahir
agar bayi dapat dilahirkan. Ketika ibu mengejan dan mendorong bayi keluar dari rahim, vagina
dan perineumnya akan mengalami tekanan yang sangat kuat, dan mengalami kerobekan.

Cara Merawat Jahitan Pasca Melahirkan Normal

Hampir 90% ibu yang melahirkan normal akan mendapatkan jahitan pasca melahirkan normal.
Untuk menunjang proses pemulihan luka pasca melahirkan dan merawat luka jahitan dengan
baik, ada beberapa hal yang bisa ibu lakukan, yaitu:

 Duduk secara perlahan dan gunakan bantal berbentuk donat untuk menyangga tubuh
ketika hendak duduk.
 Hindari mengangkat beban berat atau mengejan selama beberapa hari setelah luka
dijahit.
 Kompres luka jahitan dengan es batu yang dibungkus kain, untuk mengurangi gatal dan
nyeri di daerah ini.
 Bersihkan luka jahitan setelah buang air kecil dan buang air besar, lalu keringkan area
luka.
 Ganti pembalut pasca persalinan secara teratur dan selalu cuci tangan sebelum dan
setelah memasangnya.
 Lakukan senam Kegel untuk memperkuat otot dan mempercepat penyembuhan luka
jahitan pasca melahirkan.
 Konsumsi makanan kaya serat dan banyak minum air putih untuk untuk
mencegah konstipasi, sehingga buang air besar menjadi lebih mudah dan tidak
mengganggu luka jahitan perineum.

Untuk mengatasi nyeri berat akibat luka jahitan pasca melahirkan normal, ibu juga bisa
mengonsumsi obat antinyeri, seperti paracetamol, sesuai anjuran dokter. Selain itu, biasanya
dokter juga akan meresepkan antibiotik untuk mencegah infeksi setelah luka pada vagina dan
perineum dijahit.

C.Pengeluaran Lokhea

 Periode Waktu Pengeluaran Lokhea ?

Jurnal
PENGELUARAN LOCHEA RUBRA DITINJAU DARI MOBILISASI DINI PADA IBU PASCA
OPERASI SECTIO CAESAREA EMANATION OF LOCHEA RUBRA BASED ON EARLY
MOBILIZATION OF MATERNAL WITH POST-SURGICAL SECTIO CAESAREA

Willy Astriana Program Studi Diploma III Kebidanan STIKES AL-Ma’arif


Baturaja Jl. Dr. Moh. Hatta No. 678 C Baturaja 32112
E-mail: willy.astriana@yahoo.co.id

Abstark:

Sectio Caesarea adalah persalinan melalui sayatan dinding abdomen. Pasien pasca bedah sectio
caesarea pada 6 jam pertama dianjurkan untuk segera menggerakkan lengan, tangan, kaki dan
jari-jarinya agar kerja organ pencernaan dapat kembali normal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini pada ibu post operasi
sectio caesarea dengan pengeluaran lochea rubra.

Metode yang digunakan adalah survey analitik cross sectional dan tehnik pengambilan sampel
menggunakan metode accidental sampling dengan menggunakan lembar check list sebagai
instrumen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita yang baru saja menjalani
operasi sectio caesarea. Hasil uji statistik chi square diperoleh p value 0,001 < 0,05.

diketahui bahwa dari 38 responden yang melakukan mobilisasi dini terdapat 36 responden
(85,7%) dengan pengeluaran lochea rubra ≤ 4 hari dan 2 responden (25,0%)
denganpengeluaran lochea rubra > 4 hari. Sedangkan dari 12 responden yang tidak melakukan
mobilisasi dini terdapat 6 responden (14,3%) dengan pengeluaran lochea rubra ≤ 4 hari dan 6
responden (75,0%) dengan pengeluaran lochea rubra > 4 hari.

Uji statistik chi-squre menunjukkan p value 0,001 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang
bermakna antara mobilisasi dini terhadap pengeluaran lochea rubra pada ibu post sectio
caesarea. Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa semakin dini responden melakukan mobilisasi
semakin cepat proses pengeluaran lochea rubra nya, sedangkan semakin tidak dini responden
melakukan mobilisasi maka akan semakin lambat proses pengeluaran lochea rubra nya.

Salah satu tujuan mobilisasi dini adalah memperlancar pengeluaran lochea pada wanita
postpartum dalam posisi berbaring lebih sedikit keluar daripada berdiri.

Hal initerjadi akibat pembuangan bersatu divagina bagian atas saat wanita dalam posisi
berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwanti (2013) pengeluaran lochea rubra semakin
banyak dirasakan oleh ibu post sectio caesarea apabila melakukan mobilisasi dini dan
pengeluaran lochea rubra lebih sedikit apabila ibu post sectio caesarea berbaring atau tidak
melakukan mobilisasi dini.

Ini dibuktikan dengan hasil uji chi-square dengan nilai ρ-value 0.000 < 0,05. Mobilisasi dini pada
pasien post sectio caesarea harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi, oleh karena
setelah mengalami sectio caesarea seorang ibu disarankan tidak malas untuk bergerak.

Semakin cepat bergerak akan semakin baik, namun mobilisasi dini harus tetap dilakukan secara
hati-hati. Pada pasien post sectio caesarea 6 jam pertama dianjurkan untuk segera
menggerakkan anggota tubuhnya.
Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkkan lengan, tangan, kaki dan jari-jarinya
agar kerja organ pencernaan segera kembali normal. Mobilisasi dini pada hari pertama setelah
pembedahan, pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentar
sekurang-kurangnya 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.

Pengeluaran lochea rubra semakin banyak dirasakan oleh ibu post sectio caesarea apabila
melakukan mobilisasi dini dan pengeluaran lochea rubra lebih sedikit apabila ibu post sectio
caesarea berbaring/tidak melakukan mobilisasi dini.

Sesuai dengan teori Manuaba (2010) mobilisasi dini atau aktivitas segera dilakukan dapat
mengurangi lochea rahim, meningkatkan peredarahan darah sekitar alat kelamin,
mempercepat normalisasi alat kelamin dalam keadaan semula.

Early ambulation (ambulasi dini) memberi beberapa keuntungan seperti pelemasan otot-otot
yang lebih baik, sirkulasi darah lebih lancar mempercepat penyembuhan, mempercepat
pengeluaran lochea, berarti mempercepat involusi, penderita merasa sehat dan tidak bersikap
seperti orang sakit dan mengurangi bahaya embolus dan trombosis.

Salah satu tujuan mobilisasi adalah memperlancar pengeluaran lochea karena pengeluaran
lochea pada wanita post partum dalam posisi berbaring lebih sedikit keluar daripada berdiri, hal
ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring
dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Mobilisasi dini mempunyai beberapa efek
yaitu melancarkan pengeluaran lochea rubra, mengurangi infeksi, mempercepat involusi alat
kandungan, serta meningkatkan fungsi peredaran darah.

Resume:

diketahui bahwa dari 38 responden yang melakukan mobilisasi dini terdapat 36 responden
(85,7%) dengan pengeluaran lochea rubra ≤ 4 hari dan 2 responden (25,0%)
denganpengeluaran lochea rubra > 4 hari. Sedangkan dari 12 responden yang tidak melakukan
mobilisasi dini terdapat 6 responden (14,3%) dengan pengeluaran lochea rubra ≤ 4 hari dan 6
responden (75,0%) dengan pengeluaran lochea rubra > 4 hari.
Uji statistik chi-squre menunjukkan p value 0,001 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang
bermakna antara mobilisasi dini terhadap pengeluaran lochea rubra pada ibu post sectio
caesarea. Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa semakin dini responden melakukan mobilisasi
semakin cepat proses pengeluaran lochea rubra nya, sedangkan semakin tidak dini responden
melakukan mobilisasi maka akan semakin lambat proses pengeluaran lochea rubra nya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwanti (2013) pengeluaran lochea rubra semakin
banyak dirasakan oleh ibu post sectio caesarea apabila melakukan mobilisasi dini dan
pengeluaran lochea rubra lebih sedikit apabila ibu post sectio caesarea berbaring atau tidak
melakukan mobilisasi dini.

Ini dibuktikan dengan hasil uji chi-square dengan nilai ρ-value 0.000 < 0,05. Mobilisasi dini pada
pasien post sectio caesarea harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi, oleh karena
setelah mengalami sectio caesarea seorang ibu disarankan tidak malas untuk bergerak.

 Isi Lokhea?
jurnal
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN KEBIDANAN MEDAN
LAPORAN TUGAS AKHIR, Juli 2018
HESTI SEMBIRING Asuhan Kebidanan Pada Ny.
“NH” Pada Masa Nifas P2A0 di Puskesmas Namo Trasi Kecamatan Sei Bingai
Kabupaten Langkat Tahun 2018

Abstrak

 Lochea

Lochea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Macam-macam lochea:

Lochea Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra(cruenta) 1-3 hari postpartum Merah Berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua
,verniks kaseosa,lanugo dan
mekonium.
Sanguinolenta 3-7 hari postpartum Berwarna Berisi darah dan lender
merah
kekuningan
Serosa 7-14 hari postpartum Merah jambu Cairan serum,jaringn desidua,
kemudian leukosit, dan eritrosit.
kuning
Alba 2 minggu postpartum Berwarna putih Cairan berwarna putih seperti krim
terdiri dari leukosit dan sel-sel
desidua.

Purulenta Terjadi infeksi, keluar cairan seperti


nanah berbau busuk

Resume :

Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menggambarkan
kesejahteraan masyarakat orang di suatu negara. Berdasarkan Survei Demografi Keluarga
Indonesia 2012 (SDKI), saat ini AKI di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Komplikasi kebidanan adalah nyeri pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas. Cakupan Kunjungan
Nifas (KF3) di Sumatera Utara adalah 86,96%.

Perawatan persalinan diberikan kepada ibu segera setelah lahir sampai dengan 6 minggu
setelah lahir bertujuan untuk memberikan perawatan yang memadai dan standar. Ruang
lingkup perawatan diberikan fisiologis ibu postpartum, dalam penyusunan LTA ini penulis
melaksanakan pengasuhan berdasarkan standar pengasuhan saat persalinan sejak pertama
mengunjungi.
 Informasi Bebas Terkait Lokhea?
jurnal
PENGELUARAN LOCHEA RUBRA DITINJAU DARI MOBILISASI DINI PADA IBU PASCA
OPERASI SECTIO CAESAREA EMANATION OF LOCHEA RUBRA BASED ON EARLY
MOBILIZATION OF MATERNAL WITH POST-SURGICAL SECTIO CAESAREA
Willy Astriana Program Studi Diploma III Kebidanan
STIKES AL-Ma’arif Baturaja Jl. Dr. Moh. Hatta
No. 678 C Baturaja 32112

Abstrak

Sectio Caesarea adalah persalinan melalui sayatan dinding abdomen. Pasien pasca bedah sectio
caesarea pada 6 jam pertama dianjurkan untuk segera menggerakkan lengan, tangan, kaki dan
jari-jarinya agar kerja organ pencernaan dapat kembali normal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan mobilisasi dini pada ibu post operasi sectio caesarea dengan
pengeluaran lochea rubra. Metode yang digunakan adalah survey analitik cross sectional dan
tehnik pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling dengan menggunakan
lembar check list sebagai instrumen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita yang
baru saja menjalani operasi sectio caesarea. Hasil uji statistik chi square diperoleh p value 0,001
< 0,05.

Pengeluaran lochea rubra semakin banyak dirasakan oleh ibu post sectio caesarea apabila
melakukan mobilisasi dini dan pengeluaran lochea rubra lebih sedikit apabila ibu post sectio
caesarea berbaring/tidak melakukan mobilisasi dini. Sesuai dengan teori Manuaba (2010)
mobilisasi dini atau aktivitas segera dilakukan dapat mengurangi lochea rahim, meningkatkan
peredarahan darah sekitar alat kelamin, mempercepat normalisasi alat kelamin dalam keadaan
semula. Early ambulation (ambulasi dini) memberikan beberapa keuntungan seperti pelemasan
otot-otot yang lebih baik, sirkulasi darah lebih lancar mempercepat penyembuhan,
mempercepat pengeluaran lochea, berarti mempercepat involusi, penderita merasa sehat dan
tidak bersikap seperti orang sakit dan mengurangi bahaya embolus dan trombosis. Salah satu
tujuan mobilisasi adalah memperlancar pengeluaran lochea karena pengeluaran lochea pada
wanita post partum dalam posisi berbaring lebih sedikit keluar daripada berdiri, hal ini terjadi
akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan
kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Mobilisasi dini mempunyai beberapa efek yaitu
melancarkan pengeluaran lochea rubra, mengurangi infeksi, mempercepat involusi alat
kandungan, serta meningkatkan fungsi peredaran darah.

Resume:

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan mobilisasi dini dengan
pengeluaran lochea rubra pada ibu post SC dengan p value = 0.001. Dari total 50 responden
mengalami pengeluaran lochea rubra ≤ 4 hari sebanyak 42 (76,4%) dan yang mengalami
pengeluaran lochea rubra > 4 hari sebanyak 8 responden (14,5%). Dari 50 responden
didapatkan yang melakukan mobilisasi dini sebanyak 38 responden (69,1%) dan yang tidak
melakukan mobilisasi dini sebanyak 12 responden (21,8%).

diketahui bahwa dari 38 responden yang melakukan mobilisasi dini terdapat 36 responden
(85,7%) dengan pengeluaran lochea rubra ≤ 4 hari dan 2 responden (25,0%)
denganpengeluaran lochea rubra > 4 hari. Sedangkan dari 12 responden yang tidak melakukan
mobilisasi dini terdapat 6 responden (14,3%) dengan pengeluaran lochea rubra ≤ 4 hari dan 6
responden (75,0%) dengan pengeluaran lochea rubra > 4 hari.

Anda mungkin juga menyukai