Dungtji Munawar at 2013 Memahami Pengert
Dungtji Munawar at 2013 Memahami Pengert
Oleh:
Dungtji Munawar
Abstrak
Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga
yang memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak
sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Belanja subsidi
terdiri dari subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV serta subsidi listrik)
dan subsidi nonenergi (subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi PSO, subsidi
bunga kredit program, dan subsidi pajak/DTP).
Kebijakan subsidi yang dilakukan pemerintah selalu menimbulkan pendapat pro dan
kontra. Ada kalangan yang berpendapat bahwa subsidi itu tidak sehat sehingga berapapun
besarnya, subsidi harus dihapuskan dari APBN. Sementara pihak lain berpendapat bahwa
subsidi masih diperlukan untuk mengatasi masalah kegagalan pasar.
Ambil contoh saja, kasus subsidi BBM yang sering menjadi pemicu berbagai
demontrasi masyarakat di Indonesia. Subsidi BBM adalah jenis subsidi energi yang
berkaitan erat dengan hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Subsidi BBM jelas
berbeda dengan kasus subsidi lain (subsidi non BBM). Sebagai ilustrasi untuk subsidi
pupuk, pihak pemerintah mengeluarkan anggaran yang dibayarkan kepada industri pupuk
dalam bentuk insentif. Misalnya seperti menjual gas alam (LNG, bahan baku utama
pembuatan urea) dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar, memberikan potongan
harga untuk pasokan energi (listrik dan BBM), dan bentuk insentif lainnya yang dapat
menurunkan harga pokok. Tulisan ini akan membahas subsidi dimulai dari pengertian,
konsepsi kebijakan dan arah kebijakan subsidi yang dituangkan dalam RAPB 2014.
Pengertian Subsidi
Arti kata subsidi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bantuan uang dan
sebagainya kepada yayasan, perkumpulan, dan sebagainya (biasanya dari pihak
pemerintah). Menurut Milton H. Spencer dan Orley M. Amos, Jr. dalam
bukunyaContemporary Economics Edisi ke-8 halaman 464 sebagaimana dikutip oleh Rudi
Handoko dan dan Pandu Patriadi menulis bahwa subsidi adalah pembayaran yang
dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan
tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk
dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi,
tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output).
Pengertian tentang subsidi ini dapat pula ditemukan dalam tulisan Erwan dalam
blognya (Erwan, 2010) yang menjelaskan lebih jauh tentang subsidibahwa subsidi adalah
suatu pemberian (kontribusi) dalam bentuk uang atau finansial yang diberikan oleh
pemerintah atau suatu badan umum (public body). Kontribusi pemerintah tersebut dapat
berupa antara lain:
Subsidi juga dapat dianggap sebagai suatu bentuk proteksionisme atau penghalang
perdagangan dengan memproduksi barang dan jasa domestik yang kompetitif terhadap
barang dan jasa impor. Subsidi dapat mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi
Adapun menurut Nota Keuangan dan RAPBN 2014, subsidi merupakan alokasi
anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yangmemproduksi, menjual barang
dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga
jualnya dapat dijangkau masyarakat.
Pada pendekatan profit loss istilah subsidi ditemukan pada penghitungan biaya
pokok dan umumnya digunakan dalam lingkup mikroekonomi. Sebagaimana dimaklumi,
tujuan organisasi dalam melakukan produksi adalah untuk memperoleh keuntungan dari
selisih antara harga pokok dan harga jual. Harga pokok adalah harga yang diperoleh dari
komponen-komponen biaya dengan menggunakan metode perhitungan tertentu. Harga jual
adalah besarnya harga pokok ditambah besarnya laba atau keuntungan yang dikehendaki.
Dengan demikian, dalam pendekatan profit lossini seperti dijelaskan di atas, pihak
produsen tidak mendapatkan keuntungan, tetapi tidak pula mengalami kerugian. Produsen
dikatakan rugi apabila harga yang dijual di bawah harga pokoknya. Penghitungan harga
pokok sudah memperhitungkan keseluruhan ongkos produksi yang dibayarkan oleh pihak
konsumen. Sebagai ilustrasi, apabila Pertamina(yang ditunjuk pemerintah) memproduksi
bensin premium dengan harga pokok sebesar Rp 6.500 per liter. Tentu saja, harga pokok
tersebut sudah memperhitungkan pula biaya distribusi dan sebagainya. Jika
Pertaminakemudian menjual bensin premium dengan harga jual sebesar Rp 6.500 per liter,
maka disebutkan Pertamina menjual dengan memberikan subsidi atas produknya. Jika
harga pasar untuk bensin premium sejenis sebesar Rp 9.900 per liter, maka seharusnya
Pertamina akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 3.400 per liter bensin premium. Ini
berarti apabila bensin premium tersebut dijual sebesar harga pokoknya, maka Pertamina
memberikan subsidi sebesar Rp 3.400 per liter bensin premium yang dijual.
Berbeda halnya apabila Pertamina tadi kemudian menjual bensin premium di bawah
harga pokoknya. Pertamina sebagai produsen bensin premium tadi tidak bisa disebut
memberikan subsidi, melainkan telah mengalami kerugian. Besarnya kerugian yang
ditanggung oleh Pertamina adalah selisih antara besarnya harga pokok dan harga jual di
mana harga jualnya di bawah atau lebih rendah daripada harga pokok. Sekali lagi, harga
yang dijual di mana produsen mengalami kerugian tidak bisa dikatakan bahwa produsen
memberikan subsidi, melainkan produsen mengalami kerugian dalam penjualan.
Adanya subsidi yang diberikan pemerintah atas penjualan suatu barang atau jasa
akan menyebabkan produsen menurunkan harga jual barang atau jasa tersebut sebesar
subsidi per unit (s), sehingga fungsi penawarannya akan berubah yang pada akhirnya
keseimbangan pasar akan berubah pula. Fungsi penawaran dapat digambarkan dalam
kurva sebagai berikut:
P
15
Q s Tanpa subsidi
Q ' s Setelah diberi subsidi
E
7 E'
6
3 Qd
1,5
0 8 9 15 Q
Dari ilustrasi di atas, apabila tidak diberikan subsidi, keseimbangan pasar terjadi di
titik E yaitu pada penawaran 8 unit dengan harga 7. Setelah diberikan subsidi (s) sebesar
1,5, maka kurvanya bergeser turun. Dengan subsidi, harga jual yang ditawarkan oleh
produsen menjadi lebih murah, persamaan penawaran berubah dan titik keseimbangan
pasar bergeser ke titik E’ yaitu pada penawaran dengan jumlah 9 unit dan harga 6. Jadi
harga barang atau jasa menjadi lebih murah dan jumlah produksi barang atau jasa bisa
bertambah.
Sedangkan bagian subsidi yang dinikmati produsen, dalam contoh kasus di atas,
sp = s - sk maka sp = 1,5 – 1 = 0,5.
Adapun jumlah subsidi yang harus dibayarkan oleh pemerintah, dalam hal ini
besarnya jumlah subsidi yang diberikan oleh pemerintah (S) dapat dihitung dengan
mengalikan jumlah barang yang terjual sesudah subsidi (Q’e) dengan besarnya subsidi per
unit barang (s) yang besarnya 1,5. Dalam contoh kasus diatas, S = Q'e ´s maka S = 9 x
1,5 = 13,5.
Manfaat Subsidi
Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang
memiliki positif eksternalitas dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak
sumber daya yang dialokasikan ke barang dan jasa tersebut. Dalam ini meliputi pula bidang
pendidikan dan teknologi tinggi.
(1) Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen
membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar
maka ada kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang
disubsidi. Karena harga yang disubsidi lebih rendah daripada biaya kesempatan
(opportunity cost) maka terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk
memproduksi barang yang disubsidi.
Dungtji Munawar@2013| Pengaruh Subsidi terhadap Keseimbangan Pasar 8
(2) Subsidi menyebabkan distorsi harga.
Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targeted akan
mengakibatkan:
a. Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung
menciptakan distorsi baru dalam perekonomian
b. Subsidi menciptakan suatu inefisiensi
c. Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak (Basri, 2002)
(3) Subsidi dapat mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar.
(4) Mematikan para pesaing, dalam arti pihak swasta yang dirugikan.
Subsidi tetap diberikan untuk membantu menstabilkan harga barang dan jasa yang
berdampak luas ke masyarakat. Pelaksanaannya diupayakan untuk mempertajam sasaran
subsidi agar lebih terarah dan menyentuh kehidupan masyarakat miskin. Namun, tetap
memperhitungkan sisi efisiensi dan kemampuan keuangan negara.
ü Kebijakan subsidi yang efisien dengan penerima subsidi yang tepat sasaran, yaitu
melalui pengendalian besaran subsidi energi dan subsidi non‐energi;
ü Menyediakan tambahan anggaran untuk antisipasi subsidi tepat sasaran;
Implementasi kebijakan subsidi yang ditempuh oleh pemerintah ini perlu didukung
dengan pendataan penduduk dan statistik pelaporan yang lebih baik. Pemerintah Daerah
juga diharapkan dapat membantu mengawasi pelaksanaan pemberian subsidi agar tepat
sasaran dan meminimalkan kebocoran.
Berikut ini penjelasan lebih lanjut dari belanja subsidi sebagaimana dijelaskan dalam
Nota Keuangan dan RAPBN 2014. Belanja subsidi ditujukan untuk menjaga stabilitas harga
barang dan jasa di dalam negeri, memberikan perlindungan pada masyarakat
berpendapatan rendah, meningkatkan produksi pertanian, serta memberikan insentif bagi
dunia usaha dan masyarakat.
Pemberian subsidi juga ditujukan untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa di
dalam negeri, memberikan perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah,
meningkatkan produksi pertanian, serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan
masyarakat. Dengan subsidi tersebut diharapkan bahan kebutuhan pokok masyarakat
tersedia dalam jumlah yangmencukupi, dengan harga yang stabil, dan terjangkau oleh daya
beli masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi belanja subsidi yang lebih tepat sasaran
menuju pencapaian belanja yang berkualitas, maka arah kebijakan subsidi dalam tahun
2014 mencakup antara lain:
1. peningkatan efisiensi subsidi energi serta ketepatan target sasaran dalam rangka
peningkatan kualitas belanja;
2. pengendalian konsumsi BBM bersubsidi;
3. penyaluran subsidi nonenergi secara lebih efisien; dan
Secara umum, salah satu kebijakan belanja pemerintah pusat dalam periode 2015—
2017 khususnya di bidang belanja subsidi adalah melanjutkan kebijakan subsidi yang efisien
dengan penerima subsidi yang tepat sasaran.
(1) menata ulangkebijakan subsidi agar makin adil dan tepat sasaran;
(2) menyusun sistem seleksi yang ketatdalam menentukan sasaran penerima
subsidi;
(3) menggunakan metode perhitungan subsidiyang didukung basis data yang
transparan;
(4) menata ulang sistem penyaluran subsidi agar lebih akuntabel;
(5) mengendalikan anggaran subsidi BBM jenis tertentu, LPG tabung 3 kgdan
LGV, serta subsidi listrik melalui pengendalian volume konsumsi BBM
bersubsidi; dan peningkatan penggunaan energi alternatif seperti gas, panas
bumi, bahan bakar nabati(biofuel), dan batubara untuk pembangkit listrik
(sebagai pengganti BBM).
Jenis Subsidi
Dalam APBN, belanja subsidi terdiri dari subsidi energi dan subsidi nonenergi yang
masing-masing terdiri dari:
A. Subsidi Energi:
5.Subsidi Listrik.
B. SubsidiNon-Energi:
1.Subsidi Pertanian terdiri dari : Subsidi Pangan, Subsidi Benih, dan Subsidi Pupuk;
4.SubsidiPajak/DTP;
5.SubsidiLainnya.
A. Subsidi Energi
Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga
yangmenyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati
(BBN), liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram, dan liquefied gas for vehicle (LGV)
serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat.
1. Subsidi BBM adalah selisih harga BBM yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden
(harga eceran) dengan harga patokan BBM.
3. BBM yang disubsidi adalah bahan bakar yang menyangkut hajat hidup orang banyak
dan mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu, seperti jenisnya/kemasannya
dan penggunanya sehingga masih harus disubsidi dan ditetapkan sebagai Bahan
Bakar Tertentu (BBT).
4. Diterapkan kebijakan administered price untuk jenis BBM Premium, Minyak Tanah,
dan Solar, sehingga harga jual komoditinya lebih murah dari harga pasar.
Mengingat kenaikan volume konsumsi BBM bersubsidi secara terus menerus, maka
untuk mengendalikan realisasi konsumsi BBM bersubsidi tersebut, pemerintah menetapkan
kebijakan kenaikan harga jual BBM bersubsidi. Pelaksanaan kebijakan kenaikan harga jual
BBM bersubsidi dilaksanakan Pemerintah mulai 22 Juni 2013. Kebijakan penyesuaian
harga BBM bersubsidi yang dilakukan pada tahun 2013 tersebut dimaksudkan untuk
memberikan ruang guna peningkatan belanja modal dan infrastruktur.
Rumusnya adalah :
Subsidi BBM = [ Harga Patokan BBM - ( Harga Jual Eceran BBM - Pajak) ] x
VolumeBBM
Penjelasan :
ü Harga jual eceran BBM merupakan harga jual eceran per liter BBM dalam negeri.
ü Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor (PBBKB) 5%.
ü Harga patokan BBM adalah harga yang dihitung berdasarkan MOPS ditambah biaya
distribusi dan margin.
o Mid Oil Platt’s Singapore (MOPS) adalah harga transaksi jual beli pada bursa
minyak di Singapore.
Menurut Nota Keuangan dan RAPBN 2014, anggaran subsidi listrik diberikan dengan
tujuan agar harga jual listrik dapatterjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu.
Subsidi listrik dialokasikan karena rata-rata harga jual tenaga listrik (HJTL)-nya lebih rendah
dari biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik pada golongan tarif tersebut. Anggaran
subsidi listrik juga dialokasikan untuk mendukung ketersediaan listrik bagi industri,
komersial, dan pelayanan masyarakat. Selain itu, pemberian subsidi listrik diharapkan dapat
menjamin program investasi dan rehabilitasi sarana/prasarana dalam penyediaan tenaga
listrik.
Sementara itu, dalam rangka mengurangi beban subsidi listrik yang terus meningkat,
Pemerintah dan PT PLN (Persero) berupaya menurunkan BPP tenaga listrik, antara lain
melalui:
B. Subsidi NonEnergi
Nota Keuangan dan RAPBN 2014 menjelaskan bahwa subsidi nonenergi adalah
alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang memproduksi dan/atau
menjual barang dan/atau jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah selain produk energi
Subsidi Pangan
Subsidi pangan adalah subsidi yang diberikan dalam bentuk penyediaan beras
murah untuk masyarakat miskin (Raskin) melalui program operasi pasar khusus (OPK)
beras Bulog.Subsidi pangan bertujuan untuk menjamin distribusi dan ketersediaan beras
dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat miskin. Subsidi ini disalurkan melalui Bulog.
Melalui subsidi pangan ini, setiap Kepala Keluarga miskin yang menjadi target subsidi akan
menerima 20 kilogram beras per bulan selama 12 bulan.
Subsidi Pupuk
Beban subsidi ini timbul sebagai konsekuensi dari adanya kebijakan pemerintah
dalam rangka penyediaan pupuk bagi petani dengan harga jual pupuk yang lebih rendah
dari harga pasar.
Tujuan utama subsidi pupuk adalah agar harga pupuk di tingkat petani dapat tetap
terjangkau oleh petani, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas petani, dan
mendukung program ketahanan pangan.
Sementara itu, dalam kurun waktu 2008–2013, realisasi subsidi pupuk bagi petani
yangdisalurkan melalui BUMN produsen pupuk, menunjukkan kecenderungan yang terus
meningkat. Kenaikan realisasi anggaran subsidi pupuk tahun 2008-2013 berkaitan dengan:
(1) meningkatnya volume pupuk bersubsidi; (2) bertambahnya anggaran untuk kurang bayar
subsidi pupuk tahun sebelumnya; dan (3) semakin besarnya subsidi harga pupuk (selisih
antara harga pokok produksi/HPP dengan harga eceran tertinggi/HET).
Subsidi Benih
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk subsidi benih. Subsidi benih
adalah subsidi untuk pengadaan benih unggul padi, kedelai, jagung hibrida, jagung
komposit, dan ikan budidaya, sehingga petani bisa mendapatkan benih berkualitas dengan
Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah
harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkanoleh BUMN
tersebut termasuk margin yang diharapkan.Ini berarti BUMN wajib menyisihkan sebagian
pendapatannya untuk membiayai penugasan PSO. Jadi biaya penugasan PSO berasal dari
subsidi silang (cross-subsidy) unit usaha BUMN yang menguntungkan atau subsidi
pemerintah. Terdapat intervensi politik dalam penetapan harga.
Anggaran belanja subsidi PSO tersebut dalam RAPBN 2014 dialokasikan masing-
masing kepada :
(1) PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta
api penumpang kelas ekonomi;
(2) PT Pelni (Persero) untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang kapal laut
kelas ekonomi;
Sementara itu, subsidi bunga kredit program adalah subsidi yang disediakan untuk
menutup selisih antara bunga pasar dengan bunga yang ditetapkan lebih rendah oleh
pemerintah untuk berbagai skim kredit program seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP),
Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA),Kredit Usaha Tani, Kredit Koperasi, Kredit
Pemilikan Rumah Sederhana (KPRS) dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana
(KPRSS), termasuk beban resiko (risk sharing) bagi kredit yang tidak dapat ditagih kembali
(default).
Tujuan subsidi bunga kredit program adalah untuk membantu masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan pendanaan dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari bunga
pasar. Perkembangan realisasi subsidi bunga kredit program dalam kurun waktu 2008-2013,
tumbuh rata-rata 5,9 persen per tahun. Kenaikan realisasi anggaran subsidi bunga kredit
program yang signifikan dalam kurun waktu tersebut, selain dipengaruhi oleh perkembangan
suku bunga kredit, juga ditentukan oleh besarnya outstanding kredit program, berasal dari
skema kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E), termasuk risk sharing KKP-E dan
kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan (KPEN-RP).
Selain itu, peningkatan realisasi subsidi bunga kredit program juga berkaitan dengan
penambahan skema kredit baru yaitu Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD Nias (KPP
NAD Nias), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), Skema Subsidi Resi Gudang (SSRG),
dan imbal jasa penjaminan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam rangka membantu
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta subsidi bunga untuk air bersih.
Subsidi Pajak
Selain berbagai jenis subsidi tersebut, pemerintah juga mengalokasikan anggaran
subsidi pajak untuk mendukung program stabilisasi harga kebutuhan pokok dan
perkembangan industri nasional yang strategis. Perkembangan realisasi subsidi pajak ini
Dalam rentang waktu 2008-2013, seperti tercantum dalam Nota Keuangan dan
RAPBN 2014, realisasi anggaran belanja subsidi cukup berfluktuasi, dan secara nominal
sampai dengan APBN-P 2013 mengalami peningkatan sebesar Rp72,8 triliun yaitu dari
Rp275,3 triliun pada tahun 2008, dan sebesar Rp348,1 triliun pada APBNP tahun 2013 atau
tumbuh rata-rata 4,8 persen per tahun. Namun, dalam RAPBN 2014, alokasi belanja subsidi
turun sebesar Rp11,8 triliun menjadi Rp336,2 triliun dari sebelumnya Rp348,1 triliun pada
APBN-P 2013 atau terdapat penurunan sebesar 3,4%. Penurunan belanja subsidi yang
diajukan pada RAPBN 2014 antara lain karena dampak kebijakan pemerintah pada tahun
2013, yaitu sejak 22 Juni 2013 pemerintah menetapkan kenaikan harga jual BBM
bersubsidi. Selain itu, pemerintah juga telah melakukan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL)
rata-rata sebesar 15 persen secara bertahap pada tahun 2013.
Meskipun belanja subsidi pada RAPBN 2014 terjadi penurunan, namun secara
alokasi anggaran belanja pada RAPBN 2014 yang besarannya sangat signifikan
Perkembangan belanja pemerintah pusat di RAPBN 2014 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Dalam RAPBN tahun 2014 alokasi anggaran subsidi mencapai Rp336,2 triliun.
Alokasi anggaran belanja subsidi dalam RAPBN tahun 2014 tersebut, direncanakan akan
disalurkan untuk subsidi energi (subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV serta subsidi
listrik) sebesar Rp284,7 triliun. Sementara itu, sebesar Rp51,6 triliun direncanakan akan
disalurkan untuk subsidi nonenergi yang meliputi: subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi
benih, bantuan/subsidi PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak.
Sementara itu, anggaran untuk subsidi nonenergi Rp51,6 triliun, yang meliputi:
Komposisi belanja subsidi tersebut dapat digambarkan dalam grafik di bawah ini.
Anggaran belanja subsidi tersebut, menurut Nota Keuangan dan RAPBN 2014,
diserap melalui pencapaian dari kelanjutan pelaksanaan berbagai program dan kegiatan
pada fungsi pelayanan umum dalam periode 2008-2013, antara lain yaitu:
Kebijakan subsidi yang dilakukan pemerintah selalu menimbulkan pendapat pro dan
kontra. Ada kalangan yang berpendapat bahwa subsidi itu tidak sehat sehingga berapapun
besarnya, subsidi harus dihapuskan dari APBN. Sementara pihak lain berpendapat bahwa
subsidi masih diperlukan untuk mengatasi masalah kegagalan pasar.
Faisal Basri, Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi
Indonesia, Erlangga, 2002, Jakarta
http://erwan29680.wordpress.com/2010/04/10/pengantar-mengenai-subsidi-dan-
contervailling-di-dalam-perdagangan
http://id.wikipedia.org/wiki/Subsidi
http://leo4kusuma.blogspot.com/2012/01/definisi-subsidi-menelaah-kontroversi.html
Michael P. Todaro & Stephen C. Smith, Economic Development (ed. 10th). Addison Wesley.
(2009).
Milton H. Spencer & Orley M. Amos, Jr., Contemporary Economics, Edisi ke-8, 1993, Worth
Publishers, New York.
M. Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, Edisi ke-5, 2003, BPFE,
Yogyakarta.
Rudi Handoko dan Pandu Patriadi, “Evaluasi Kebijakan Subsidi NonBBM”, Kajian Ekonomi
dan Keuangan, Volume 9, Nomor 4, Desember 2005