Anda di halaman 1dari 25

JURNAL PRAKTIKUM ANALISIS

BIOMEDIK DAN FORENSIK

ERSA FADHILAH
260110170071
Kelas B 2017
Selasa, 13.00-16.00

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
Analisis Iodin dalam Urin untuk Deteksi Gangguan Tiroid

I. Tujuan
Menentukan kadar iodin dalam urin untuk mendeteksi gangguan tiroid dengan
menggunakan metode mikroplate.

II. Prinsip
2.1 Hukum Lambert Beer
Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya (A) sebanding
dengan konsentrasi (𝑐) dan ketebalan media/cuvet (𝑑), yang dinyatakan
dalam persamaan :

Dengan keterangan I0 dan Id merupakan intensitas cahaya datang dan yang


diteruskan, dan (a) adalah koefisien absorpsi (Schubert, 2004).
2.2 Reaksi Reduksi Oksidasi
Suatu reaksi kimia yang melibatkan proses reduksi oksidasi secara
bersamaan dimana oksidasi dapat didefinisikan sebagai hilangnya
hidrogen, perolehan oksigen, atau hilangnya elektron. Sedangkan reduksi
didefinisikan sebagai perolehan hidrogen, atau hilangnya oksigen, atau
perolehan elektron (Cairns, 2004).

III. Reaksi
Reaksi Sandell-Kolthoff:
As3+ + I2 → As5+ + 2I-
2Ce4+ + 2I- → 2Ce3+ + I2
(kuning) (Tidak berwarna)
(Sokolik, et.al. 2011).
IV. Teori Dasar
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu
masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan 2 milyar penduduk dunia terutama
di negara berkembang berpotensi menderita GAKI. Menurut survei GAKI
tahun 2003 di Indonesia, diperkirakan 57.1% kabupaten merupakan daerah
endemik GAKI. Sebanyak 18.8% penduduk hidup di daerah endemik ringan,
4.2% di daerah endemik sedang, dan 4.5% di daerah endemik berat
(Nurcahyani, 2016).
Iodium merupakan zat yang essensial bagi tubuh. Hal ini dikarenakan
iodium merupakan bagian dari hormone tiroksin. Ada 2 ikatan organik yang
dapat menunjukkan bioaktivitas hormon tiroksin ini yaitu T3 dan T4 atau
tiroksin. Zat Iodium yang ada di dalam makanan adalah dalam bentuk ion
iodida, tetapi zat iodium yang dapat menjadi senyawa organik hanyalah sedikit
(David, 2007). Kadar iodium biasanya diukur melalui urin iodium, karena 90%
iodium diekskresikan dalam urin. (O. Jooste, et al., 2010).
Iodida mengkatalisasi reaksi redoks di mana kelebihan asam arsenik
mengurangi ion seric mulai dari kuning (Ce +4) hingga tidak berwarna (Ce +
3). Warna kuning dan potensial impurities dikeluarkan selama langkah
pencernaan dengan amonium persulfat sebelum analisis. Bentuk iodat apa pun
(seperti dalam standar kalibrasi) direduksi menjadi iodida selama masa
inkubasi dengan asam arsenious sebelum memulai reaksi dengan
menambahkan serium. Dua belas absorbansi dianalisis dalam waktu yang sama
dan tepat untuk setiap sampel, sehingga setiap perubahan absorbansi
disebabkan perbedaan konsentrasi yodium. 10,11 Semakin banyak yodium
dalam sampel, semakin banyak ion ceric reduksi dan semakin rendah nilai
absorbansi. Karena didapat bahwa reaksinya orde pertama 12 dan berhenti pada
waktu yang konsisten, log natural dari absorbansi (proksi untuk produk
konsentrasi) diplot sebagai fungsi konsentrasi yodium untuk menghasilkan
kurva kalibrasi linier (Makhdmudov dan Caldwell, 2011).
Analisis iodine melalui urin dapat dilakukan dengan beberapa metode,
diantaranya yaitu reaksi Sandell-Kolthoff, ICP-MS, Spektrofotometri UV-Vis,
FIA, Intracavity Laser Absorbance, Kinetic Colorimetry, ISE, ED dan INAA.
Metode reaksi Sandell-Kolthoff merupakan metode untuk menentukan kadar
iodine dalam urin yang banyak digunakan. Tahap pertama mencakup eliminasi
senyawa-senyawa pengganggu dan melepaskan ikatan antara iodine dan
senyawa ekskretori urin dengan menambahkan asam klorat, digesti ammonium
persulfat dan digesti pengabuan. Tahap pelepasan iodin tersebut merupakan
proses penting dalam digesti iodin dalam urin. Tahap kedua melibatkan reaksi
antara Ce (IV) dan As (III) (Khazan et.al, 2013).
Microplate adalah lempeng yang umum digunakan miniaturisas dan
otomatisasi untuk uji bioassay (uji berbasis biokimia dan sel assay) yang
digunakan dalam perkembangan obat baru. Setiap microplate terdiri dari
beberapa lubang dengan volume tertentu yang disesuaikan dengan uji coba
yang akan dilakukan. Jumlah umum untuk lubang di microplate adalah 96, 384,
1536 well setiap lempeng (Jones, et al.,2012).

V. Alat & Bahan


5.1. Alat
a. Bakes g. Microplate reader
b. Batang pengaduk h. Oven
c. Freezer i. Pelatpolipropilen
d. Gelas penyaring j. Pipet multichannel
e. Labu Erlenmeyer k. Sealing cassett
f. Labu ukur
5.2. Bahan
a. Amonium persulfat f. Kalium iodat (KIO3)
((NH4)2S2O8) g. Kalium klorat (KClO3)
b. Arsen trioksida (As2O3) h. Natrium hidroksida (NaOH)
c. Aquadest i. Natrium klorida (NaCl)
d. Asam perklorat (700 g/L) j. Sampel urin
(HClO4) k. Tetra ammonium cetrium (IV)
e. Asam sulfat (H2SO4) sulfat dihidrat
VI. Prosedur

No Prosedur Hasil

Pembuatan Larutan Ammonium Persulfat ((NH4)2S2O8) 1,31 mol/L segar

1. Menimbang ammonium persulfat sebanyak 30 g


Melarutkan ammonium persulfat menggunakan
2.
aquadest, ad sampai 100 mL
Pembuatan Asam Sulfat (H2SO4) 0,75 mol/L
Memipet larutan asam sulfat pekat (96%)
1.
sebanyak 1,94 mL kedalam labu ukur 20 mL
2. Menambahkan aquadest hingga tanda batas

Pembuatan Larutan Asam Arsenik 0,05 mol/L

1. Menimbang arsen trioksid sebanyak 0,2 gram

2. Menambahkan NaOH 0,975 M, sebanyak 4 Ml


Menambahkan 0,64 mL asam sulfat sedikit
3. demi sedikit didalam ice bath, lalu
mendinginkan
Menambahkan NaCl kedalam larutan sebanyak
4.
0,5 g
Mengencerkan dengan air dingin hingga 20 mL,
5.
lalu menyaring
PembuatanLarutan Ceric Ammonium Sulfat 0,019 mol/L
Menimbang tetra ammonium cerium (IV) sulfat
1.
dihidrat sebanyak 0,24 g
Melarutkan dengan asam sulfat 1,75 mol/L, ad
2.
sampai 20 mL
Pembuatan Kalibrator Iodium

1. Menimbang kalium iodidat sebanyak 37,32 mg


Melarutkan dalam aquadest sebanyak 20 mL
2. sampai mendapatkan larutan stok 7,88 mmol/L
(iodium 1000 mg/L)
Mengencerkan stok sebanyak 100 dan 10000
3.
kali sampai diperoleh 0,039 – 4,37 mmol/L
Pengujiandengan Metode Mikroplate
Memasukkan kalibrator dan juga sampel urine
(50 µL) kedalam tabung reaksi, lalu
1.
menambahkan 100 µL ammonium persulfat
(konsentrasiakhir 0,87 mol/L)
Memasukkan tabung reaksi kedalam oven
2.
dengan suhu 1100C selama 60 menit
3. Mendinginkan tabung reaksi
Memipet sebanyak 50 µL aliquot hasil digesti,
4. dan memindahkan kedalam well yang
berisipolistiren 96-well mikrotiter plate
Menambahkan larutan asam arsenic sebanyak
5.
100 µL, lalu mengaduknya
Menambahkan 50 µL larutan ceric ammonium
6. sulfat dengan menggunakan pipet multichannel
dalam waktu 1 menit
Mendiamkan campuran selama 30 menit pada
7.
suhu ruangan
Mengukur absorbansi pada panjang gelombang
8. 405 nm, dengan menggunakan microplate
reader

VII. Perhitungan
1. Asam Sulfat 20 ml 1,75 M
𝜌 𝑥 % 𝑥 10
𝑀=
𝑀𝑟
1,84 𝑥 96% 𝑥 10
𝑀=
98,08
𝑀 = 18

𝑀1𝑉1 = 𝑀2𝑉2
18𝑥𝑉1 = 1,75𝑥20
𝑉1 = 1,94 𝑚𝑙
2. KIO3 100 mg dalam 10 mL
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1000 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 100 𝑝𝑝𝑚 𝑥 100
100 𝑝𝑝𝑚 𝑥 100
𝑉1 =
10.000
𝑉1 = 1 𝑚𝑙

𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
100 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
100
𝑉1 = 1 𝑚𝑙
a. Pengenceran ke 1
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 100 𝑚𝑙
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 100
𝑉1 =
10
𝑉1 = 10 𝑚𝑙
b. Pengenceran ke 2
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 0,50 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
0,5 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
1
𝑉1 = 5 𝑚𝑙
c. Pengenceran ke 3
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 0,25 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
0,25 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
1
𝑉1 = 2,5 𝑚𝑙
d. Pengenceran ke 4
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 0,125 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
0,125 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
1
𝑉1 = 0,62 𝑚𝑙
e. Pengenceran ke 5
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 0,625 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
0,625 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
1
𝑉1 = 0,62 𝑚𝑙
3. Pembuatan Asam Arsenik 0,05 M/L
a. AsTiO3
5 gr = 500 ml
X = 20 ml
5 𝑔𝑟 𝑥 20 𝑚𝑙
𝑥=
500 𝑚𝑙
𝑥 = 0,2 𝑔𝑟
b. H2SO4
16 ml = 500 ml
X = 20 ml
16 𝑚𝑙 𝑥 20 𝑚𝑙
𝑥=
500 𝑚𝑙
𝑥 = 0,64 𝑚𝑙
c. NaCl
12,5 gr = 500 ml
X = 20 ml
12,5 𝑔𝑟 𝑥 20 𝑚𝑙
𝑥=
500 𝑚𝑙
𝑥 = 0,5 𝑔𝑟
d. NaOH
𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥
𝑀𝑟 𝑣
0,875𝑥40𝑥20
𝑔𝑟 =
100
𝑔𝑟 = 0,7 𝑔𝑟
DAFTAR PUSTAKA

Cairns, D. 2004. Intisari Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta: EGC.


David G, Dolores S. 2007. Basic And Clinical Endocrinology. Greenspan’s eight edition.
States of America: McGraw Hills companies.
Jones, Eric., Sam Michael., dan G. Sitta Sittampalam. 2012. Basic of Assay Equipment
and Instrumentation for High Throughput Screening. Tersedia online di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK92014/ [Diakses pada 08 Maret 2020]
Khazan, M., Azizi, F., Mehdi, H. 2013. A Review of Iodine Determintaion Methods in Salt
and Biological Samples. Scimetr, 1(1).
Makhdmudov, A. A. & Caldwell, K. L. 2011. The challenge of iodine deficiency disorder:
a decade of CDC’s ensuring the quality of urinary iodine procedures program.
http://www.cdc.gov/labstandards/pdf/equip/EQUIP_Booklet.pdf [Diakses pada tanggal
08 Maret 2020].
Nurcahyani, Y., Nur, I., dan Suryati, K. 2016. Perubahan Kadar Iodium Urin, TSH dan T4
Bebas pada Wus Setelah Pemberian Garam Doisis 30-35 ppm KIO3. J.MGMI, Vol 7(2)
: 77-90.
O. Jooste, P. L.; Strydom, E.; & BTech. 2010. Methods for determination of iodine in urine
and salt. Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism; 77-88.
Schubert, E. F. 2004. Materials Refractive Index and extinction Coefecient-Refractive Index
and Extinction Coefficient of Materials. NY–USA: Rensselaer Polytechnic Institute.
Sokolik, Charles W, Waker, Annie S, Nishioka, Gary M. 2011. Simple and Sensitive Assay
for Measuring Very Small Volumes of Microprinted Solutions. Anal Chem Insight. Vol
6: 61-66.
Analisis Kadar Natrium dan Kalium di Dalam Urin

I. Tujuan
Menentukan konsentrasi Na dan K dalam Urin menggunakan Flame Atomic
Emission Spectroscopy (FAES).

II. Prinsip
2.1 Eksitasi Elektron
Eksitasi elektron merupakan sebuah proses pemberian energi radiasi ke suatu atom
atau molekul yang mana tidak membuat ionisasi. Energy radiasi yang ada mungkin
diserap oleh elektron atau inti atom, atau dibebaskan dalam bentuk radiasinya
(BATAN, 2015).

III. Reaksi
-

IV. Teori Dasar


Natrium merupakan sebuah kation yang banyak terdapat pada cairan tubuh
ekstrasel, jumlahnya mencapai 60 mEq perkilogram berat badan dan sebagian kecil
terdapat di cairan intrasel (sekitar 10-14 mEq/L). Jumlah pemasukan dan pengeluaran
natrium perhari adalah 48-144 mEq. Kandungan natrium pada feses hanya mencapai
40 mEq/L. Sedangkan kandungan natrium pada cairan keringat orang normal rata-rata
sekitar 50 mEq/L. Ekskresi natrium yang utama dilakukan di ginjal. Dimana nilai
rujukan natrium pada urin adalah sebesar 40-22 mmol/ 24 jam untuk anak dan dewasa
(Yaswir dan Ferawati, 2012).
Kalium banyak terdapat dalam tubuh di dalam cairan intrasel, yaitu sebesar 98%.
Kalium intrasel memiliki konsentrasi 145 mEq/L dan ekstrasel memiliki konsentrasi
4-5 mEq/L. Konsentrasi kalium pada orang dewasa 50-60/kgBB (3000-4000 mEq).
Dimana nilai rujukan kalium dalam urin adalah sebesar 17-57 mmol/24 jam untuk anak
anak dan 40-80 mmol/24 jam untuk dewasa. Nilai normal natrium (135-145 mEq/L)
(Yaswir dan Ferawati, 2012).
Elektrolit memainkan peran penting dalam banyak proses tubuh, seperti
mengontrol kadar cairan tubuh, keseimbangan asam basa (pH), konduksi saraf,
pembekuan darah, kontraksi otot dan sebagainya. Natrium dan kalium merupakan
komponen penting dari enzim Na + -K + ATPase, yang merupakan enzim hadir pada
membran sel yang membantu dalam transportasi air dan nutrisi di membrane sel
(Murgod & Soans, 2012)
Flame Atomic Emission Spectroscopy memiliki prinsip spektroskopi emisi atom
dan prinsip eksitasi elektron. Spektroskopi emisi atom merupakan sebuah prinsip yang
menjelaskan tentang cara pengukuran intensitas radiasi dari atom-atom yang
tereksitasi dan ion-ion monoatomik yang didasarkan pada perubahan dari tingkat
energi (Robinson, 2014). Eksitasi elektron merupakan sebuah proses pemberian energi
radiasi ke suatu atom atau molekul yang mana tidak membuat ionisasi. Energy radiasi
yang ada mungkin diserap oleh elektron atau inti atom, atau dibebaskan dalam bentuk
radiasinya (BATAN, 2015).
Dalam nyala AAS atau flame-AES, sampel cairan disedot menjadi nyala melalui
nebulizer. Dalam nebulizer, sampel dikonversi menjadi kabut, dan tetesan kabut
mudah terbakar dalam nyala api, yang berfungsi sebagai sel sampel. Nyala
menyediakan sumber atom netral atau molekul untuk menyerap energi, dan bertindak
untuk mengasingkan dan menyemprotkan atom sampel, juga. Nyala api yang paling
umum digunakan adalah udara atau asetilen api, yang terbakar dalam kisaran suhu
2120–2400◦C, sementara nyala oksida nitrat, yang dapat membantu menghancurkan
oksida yang dapat terbentuk, terbakar dalam kisaran suhu 260–2800◦C (Lewen, 2011).
Flame Atomic Emission Spectrometry (FAES) merupakan teknik analisis
spektroskopi yang paling sederhana dan tidak terlalu mahal untuk menentukan kadar
natrium (Na) dan kalium (K) dalam cairan tubuh, tanah, bahan bakar, dan berbagai
matriks lain. Instrumen ini juga dapat digunakan untuk menentukan kadar logam di
dalam makanan (Oliveira, et. al., 2016).

V. Alat & Bahan


5.1 Alat
a. Beaker glass
b. Instrumen Flame Atomic Emission Spectroscopy
c. Labu ukur 500 mL
d. Neraca analitik
e. Pipet volumetri
f. Sentrifugator
g. Wadah plastik kecil
h. Vial
5.2 Bahan
a. Air deionisasi
b. Air destilasi
c. KCI
d. NaCl
e. Sampel urin

VI. Prosedur
6.1 Pembuatan Larutan

No. Prosedur Hasil


1. Pembuatan Stok Larutan
Natrium dan Kalium 100 ppm
 Menimbang NaCl reagen grade
sebanyak 0,1271 g dan KCl
sebanyak 25,43 g secara akurat
dengan menggunakan wadah
plastik
 Masukkan secara hati-hati garam
NaCl dan KCl tersebut masing-
masing ke dalam labu ukur 500
mL yang telah dibilas dengan air
deionisasi
 Ditambahkan air deionisasi ke
dalam labu ukur tersebut hingga
tanda batas dan dikocok
beberapa kali hingga semua
garam NaCl larut sempurna
2. Pembuatan Larutan Standar
Kalibrasi
 Menggunakan air deionisasi
sebagai blanko
 Membuat larutan standar
kalibrasi sebanyak 5 larutan
menggunakan pengenceran
bertingkat larutan stok Natrium
100 ppm dan Kalium 100 ppm
sehingga dihasilkan larutan
standar kalibrasi masing-
masing sebanyak 100 mL
dengan variasi konsentrasi (1
ppm, 2 ppm, 4 ppm, 8 ppm, dan
16 ppm)
 Melarutkan masing-masing
larutan standar kalibrasi dengan
menggunakan air deionisasi
hingga tanda batas dan dikocok
hingga homogen

6.2 Penentuan kadar Natrium dan Kalium

No. Prosedur Hasil


1. Menyalakan instrumen AES, dan
api dinyalakan 15 menit sebelum
digunakan
2. Mencuci semua alat yang akan
digunakan dengan menggunakan
air destilasi kemudian dicuci
kembali dengan menggunakan air
deionisasi
3. Mengisi vial dengan air deionisasi,
larutan standar kalibrasi natrium (1
ppm, 2 ppm, 4 ppm, 8 ppm, dan 16
ppm), dan larutan standar kalibrasi
kalium (1 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 8
ppm, dan 16 ppm), serta larutan
sampel, kemudian ditempatkan
dalam plastic holder yang sudah
disiapkan sebelumnya. Bagian
dalam dibilas kembali dengan
sedikit larutan sebanyak 1 mL atau
2 mL kedalam vial, tutup dan
kocok. Setelah dikocok lalu buang
ke wastafel. Hal ini dilakukan
sebanyak 3 kali pengulangan pada
setiap vial.
4. Mengalirkan air deionisasi sampai
detektor membaca dengan stabil
(30-90 detik). Digunakan blank
knop untuk mengatur pembacaan
hingga 0,00 (Sinyal menunjukkan
pada skala 0)
5. Memasukkan larutan baku tertinggi
(16 ppm), diukur hingga detektor
stabil membaca. Digunakan fine
sensitivity knob untuk mengatur
pembacaan hingga 50
6. Mengulangi kedua tahap prosedur
kalibrasi dengan air deionisasi dan
standar (4 konsentrasi lainnya)
beberapa kali hingga didapatkan
keduanya stabil pada 0.00 dan 50
7. Mengukur blanko, larutan baku,
dan sampel sesuai urutan. Setiap
pembacaan dilakukan duplo
8. Pembacaan kalibrasi kedua
dilakukan dengan menempatkan
sampel diantara dua larutan baku
9. Melakukan prosedur seperti
pengujian kadar Natrium diatas
untuk penentuan kadar kalium.
Proses dimulai dari awal
menggunakan air deionisasi sebagai
blanko, larutan standar kalibrasi
Kalium, dan sampel urin.
10. Setelah selesai, masukkan air
deionisasi untuk membersihkan
aspirator atau burner, bersihkan
area kerja sampai tuntas, dan beri
tahu tenaga ahli bahwa instrumen
tersebut siap untuk dimatikan
11. Membilas semua gelas dan plastik
yang disediakan untuk
percobaan dengan air deionisasi

VII. Perhitungan
1. Natrium

Perhitungan NaCl

NaCl → Na+ + Cl-

Mr NaCl
[NaCl] = x [Na+ ]
Mr Na

58,5
= x 10 mg
23

= 25,43 mg/100mL

NaCl 100 ppm

10 mg natrium
= 100 mg/L = 100 ppm
100 mL

Perhitungan Larutan Stok

 1 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 1 ppm x 20 ml

V1 = 0,2 ml

 2 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 2 ppm x 20 ml

V1= 0,4 ml

 4 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 4 ppm x 20 ml


V1 = 0,8 ml

 8 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 8 ppm x 20 ml

V1 = 1,6 ml

 16 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 16 ppm x 20 ml

V1 = 3,2 ml

2. Kalium

Perhitungan KCl

KCl → Na+ + Cl-

Mr KCl
[KCl] = x [K + ]
Mr K

74,5
= x 10 mg
39

= 19,1 mg/100mL

NaCl 100 ppm

10 mg kalium
= 100 mg/L = 100 ppm
100 mL

Perhitungan Pengenceran Larutan Stok

 1 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 1 ppm x 20 ml

V1 = 0,2 ml

 2 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 2 ppm x 20 ml

V1= 0,4 ml
 4 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 4 ppm x 20 ml

V1 = 0,8 ml

 8 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 8 ppm x 20 ml

V1 = 1,6 ml

 16 ppm
V1N1 = V2N2

V1 x 100 ppm = 16 ppm x 20 ml

V1 = 3,2 ml
DAFTAR PUSTAKA

Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2015. Model Atom Neils Bohr. Tersedia Online di
http://www.batan.go.id/index.php/id/infonuklir/atom/modelatom/813model-atom-niels-
bohr [Diakses pada tanggal 19 April 2020].

Lewen, N. 2011. The use of atomic spectroscopy in the pharmaceutical industry for the
determination of trace elements in pharmaceuticals. Journal of Pharmaceutical and
Biomedical.

Murgod, R. & Soans, G., 2012. Changes in Electrolyte and Lipid Profile in Hypothyroidism.
International Journal of Life Science and Pharma Research, 2(3), pp. 185- 194.

Oliveira, A. P., Martins, D. L., Martins, M. L., dan Villa, R. D. 2016. Determination of Na
and K in Brazillian Solid Dietary Sweeteners by Flame Photometry. International Food
Research Journal. Vol. 23 (5) : 2216 – 2219.

Robinson, J.W. 2014. Undergraduate Instrumental Analysis, Seventh Edition. Florida: CRC
Press. Analysis. Vol. 55(4): 653 – 661.

Yaswir, R. dan Ira F. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium dan
Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas 2012 Vol.1 (2): 80-
85.
Analisis Fosfat Anorganik dari Urin Manusia dengan Metode
Spektrofotometri
I. Tujuan
Menentukan kadar fosfat dalam sampel darah sebagai deteksi awal osteoporosis
dengan menggunakan metode spektrofotometri visible.

II. Prinsip

2.1. Reaksi Redoks

Reaksi redoks merupakan reaksi dimana beberapa elemen mengalami


perubahan bilangan oksidasi yang selalu diikuti dengan reaksi reduksi. Reaksi
redoks juga disebut reaksi pengikatan dan pelepasan oksigen menjadi reaksi serah
terima elektron dan perubahan bilangan oksidasi unsur (Reger, 2010).

2.2. Hukum Lambert Beer

Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya (A) sebanding


dengan konsentrasi (𝑐) dan ketebalan media/cuvet (𝑑), yang dinyatakan dalam
persamaan :

Dengan keterangan I0 dan Id merupakan intensitas cahaya datang dan yang


diteruskan, dan (a) adalah koefisien absorpsi (Schubert, 2004).

III. Reaksi

7PO43- + 12 (NH4)6Mo7O24 +36 H2O 7 (NH4)3PO4 .12MoO3 + 51 NH4+ + 72


OH- (NH4)3PO4 .12MoO3 + agen pereduksi Mo(V) (berwarna biru)
(Christian, 1994).

IV. Teori Dasar

Fosfor adalah mineral kedua terbanyak di dalam tubuh. Sekitar 80% fosfor
terdapat dalam tulang dan gigi, 10% terdapat dalam darah dan otot, dan 10% yang lain
tersebar dalam senyawa kima. Fungsi fosfor diantaranya adalah pembentukan tulang
dan gigi, pembentuk energi, keseimbangan asam-basa, absorpsi dan transportasi zat
gizi dan bagian dari jaringan tubuh esensial (Valentina et al, 2015).
Fosfor merupakan komponen penting penyusun senyawa untuk transfer energi
(ATP dan nucleoprotein lain), untuk sistem informasi genetik (DNA dan RNA), untuk
membran sel (fosfolipid), dan fosfoprotein (Arifin et al, 2010).

Fosfor merupakan mineral yang hadir sebagai fosfor di dalam sistem biologis.
Kadar normal fosfor sangat bervariasi sesuai dengan usia seseorang. Pada balita
biasanya rentang nilai fosfor sekitar 4.5 – 8.3 mg/dL sedangkan pada dewasa nilai
fosfor sekitar 2.5 – 4.5 mg/dL (Penid dan Alon, 2012).

Mineral ini berperan dalam berbagai fungsi, seperti permeabilitas sel, proses
enzimatik, penyusun dinding sel, sistem penyangga carian tubuh, transmisi genetik,
sumber energi tubuh dan regulasi metabolism lemak, protein dan karbohidrat.
Defisiensi mineral ini akan mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan,
peningkatan hipersensitivitas penurunan nafsu makan, kelemahan, kehilangan berat
badan, dan bila defisiensi cukup berat maka akan terjadi perubahan pada tulang yang
dapat dilihat pada mineralisasi tulang yang menurun, pertumbuhan yang terganggu,
dan terjadi perubahan bentuk sampai fraktur seperti yang terjadi pada osteoporosis,
osteomalasia, dan rakhitis (McDowell, 1992).

Prinsip dari metode ini adalah fosfor anorganik dalam sampel yang bebas
protein direaksikan dengan ammonium molibdat [Mo(VI)] untuk membentuk
ammonium fosfomolibdat. Selanjutnya senyawa ini direduksi oleh agen pereduksi dan
membentuk molibdenum blue. Molibdat tidak akan tereduksi dalam kondisi ini. Warna
biru dalam senyawa ini dideteksi dengan menggunakan spektrofotometer (Christian,
1994).

Metode spektrofotometri molybdenum biru merupakan metode penentuan


fosfor yang utama. Metode ini terjadi pembentukan asam molibdofosfot dari senyawa
fosfor orto dan larutan asam molibdat berlebih kemudian dilanjutkan pembentukan
molybdenum biru. Absorbansi dari hasil molibdenum biru diukur dengan
spektrofotometer visibel pada panjang gelombang tertentu. (Pradhan &Pokhrel, 2013).

Hukum kuantitatif yang terkait dikenal dengan hukum Lambert- Beer. Menurut
hukum Lambert-Beer :

T = I t / I o = 10 –є.c.b

A = log I/T = є.c.b

Dimana:
 T = transmitan,
 Io = intensitas sinar yang datang,
 It = intensitas radiasi yang diteruskan,
 є = absorbansi molar (Lt.mol-1.cm1),
 c =konsentrasi (mol.Lt-1),
 b=tebal larutan (cm) dan
 A = absorban
(Mulja & Suharman, 1995)

V. Alat & Bahan


5.1. Alat
a. Batang Pengaduk
b. Beaker glass
c. Gelas ukur
d. Labu ukur
e. Microplate
f. Mikropipet
g. Pipet
5.2. Bahan
a. 1,2,4-aminonaphtolsulfonat
b. Amonium Molibdat
c. Aquades
d. H2SO4
e. KH2PO4
f. KI
g. Na2SO3
h. TCA
VI. Prosedur

No. Prosedur Hasil


Reagen Asam Aminonaphtosulfonat
1. Menambahkan 0,5gram asam 1,2,4-
aminonaphtosulfonat dan 5 mL
natrium sulfit ke dalam 195 mL
larutan natrium bisulfit
2. Mencampurkan larutan hingga
homogen. Jika belum tambahkan 1
mL natrium sulfit
Reagen Ammonium Molibdat
1. Menambahkan 2,5gram ammonium
molibdat [(NH4)6Mo7O24.4H2O] ke
dalam 80 ml aquadest

2. Menambahkan 30 mL asam sulfat 5


M ke dalam campuran

Pembuatan Larutan Standar Fosfat


1. Menambahkan 0,439gram KH2PO4
dalam aquadest hingga 100 mL
dalam labu ukur (larutan stok 100
mg/dL)

2. Mengencerkan larutan menjadi


larutan standar 2, 8, 16, 24, dan 32
ppm
Pengukuran Kadar Fosfat Urin secara Spektrofotometri
1. Memasukkan 100 µL sampel urin ke
dalam tabung reaksi dan
mengencerkan 50 kali dengan
penambahan aquades hingga 5 mL
2. Memasukkan sebanyak 100 µL
sampel ke dalam microplate
3. Menambahkan 30 µL larutan H2SO4
10 N, 30 µL larutan (NH4)2MoO4 dan
30 µL larutan KI secara berurutan ke
setiap sampel, mencampurkan hingga
homogen
4. Menutup microplate dengan cover
microplate dan memanaskan sampel
dalam waterbath selama 15 menit,
kemudian dinginkan
5. Menambahkan 3 µL Na2SO3 dan
aquades sebanyak 7 µL sehingga
larutan genap 200 µL
6. Mengukur absorbansi sampel dengan
microplate reader pada panjang
gelombang 350 nm dan 690 nm.

VII. Perhitungan

Pembuatan Larutan Stok Fosfor 100 mg/dL

100 mg/dl = 100 mg/ml

g KH2PO4 = Mr KH2PO4 × massa P


Ar P

g KH2PO4 = 136,086 × 100 mg


30,974

g KH2PO4 = 0,439 g
Pembuatan Seri Larutan Baku

 Larutan Baku 2 ppm


V1N1 = V2N2
V1 100 ppm = 20 mL . 2 ppm
V1 = 0,4 mL
 Larutan Baku 8 ppm
V1N1 = V2N2
V1 100 ppm = 20 mL . 8 ppm
V1 = 1,6 mL
 Larutan Baku 16 ppm
V1N1 = V2N2
V1 100 ppm = 20 mL . 16 ppm
V1 = 3,2 mL
 Larutan Baku 24 ppm
V1N1 = V2N2
V1 100 ppm = 20 mL . 24 ppm
V1 = 4,8 mL
 Larutan Baku 32 ppm
V1N1 = V2N2
V1 100 ppm = 20 mL. 32 ppm
V1 = 6,4 mL
Daftar Pustaka

Arifin, F., Syamsudin, Sri Nuryani H Utami dan Bostang Radjagukguk. 2010. The
Effect of Interaction of Nitrogen and Phosporus Nutrients on Maize (Zea mays
L) Grown in Regoson and Latososl Soils. Berita Biologi, 10(3).

Christian, G. D. 1994. Analytical Chemistry 5th Edition. Canada: John Willet &
Sons, Inc.

McDowell, L.R. 1992. Mineral in animal and human nutrition. San Diego :
Academic Press.

Mulja, M. & Suharman, 1995. Analisis Instrumental. 1 ed. Surabaya: Airlangga


University Press

Penido MG, Alon US. 2012. Phosphate homeostatis and its role in bone health.
Pediatr Nephrol. 27(11): 2039-2048.

Pradhan, S. & Pokhrel, M. R., 2013. Spectrophotometric Determination of


phosphate in sugarcane juice, Fertilizer, Detergent and Water samples by
molybdenum blue method. Scientific World, 11(11), pp. 58-62.

Reger, L. Daniel. 2010. Chemistry. Cengage Learning. USAJ.

Schubert E. F. 2004. Materials Refractive Index and extinction Coefecient -


Refractive Index and Extinction Coefficient of Materials. NY – USA :
Rensselaer Polytechnic Institute.

Valentia, et al., 2015. Gambaran Kadar Fosfor Darah Pada Lanjut Usia 60-74
Tahun. Jurnal e-biomedik (eBm), 3(2).

Anda mungkin juga menyukai