ERSA FADHILAH
260110170071
Kelas B 2017
Selasa, 13.00-16.00
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
Analisis Iodin dalam Urin untuk Deteksi Gangguan Tiroid
I. Tujuan
Menentukan kadar iodin dalam urin untuk mendeteksi gangguan tiroid dengan
menggunakan metode mikroplate.
II. Prinsip
2.1 Hukum Lambert Beer
Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya (A) sebanding
dengan konsentrasi (𝑐) dan ketebalan media/cuvet (𝑑), yang dinyatakan
dalam persamaan :
III. Reaksi
Reaksi Sandell-Kolthoff:
As3+ + I2 → As5+ + 2I-
2Ce4+ + 2I- → 2Ce3+ + I2
(kuning) (Tidak berwarna)
(Sokolik, et.al. 2011).
IV. Teori Dasar
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu
masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan 2 milyar penduduk dunia terutama
di negara berkembang berpotensi menderita GAKI. Menurut survei GAKI
tahun 2003 di Indonesia, diperkirakan 57.1% kabupaten merupakan daerah
endemik GAKI. Sebanyak 18.8% penduduk hidup di daerah endemik ringan,
4.2% di daerah endemik sedang, dan 4.5% di daerah endemik berat
(Nurcahyani, 2016).
Iodium merupakan zat yang essensial bagi tubuh. Hal ini dikarenakan
iodium merupakan bagian dari hormone tiroksin. Ada 2 ikatan organik yang
dapat menunjukkan bioaktivitas hormon tiroksin ini yaitu T3 dan T4 atau
tiroksin. Zat Iodium yang ada di dalam makanan adalah dalam bentuk ion
iodida, tetapi zat iodium yang dapat menjadi senyawa organik hanyalah sedikit
(David, 2007). Kadar iodium biasanya diukur melalui urin iodium, karena 90%
iodium diekskresikan dalam urin. (O. Jooste, et al., 2010).
Iodida mengkatalisasi reaksi redoks di mana kelebihan asam arsenik
mengurangi ion seric mulai dari kuning (Ce +4) hingga tidak berwarna (Ce +
3). Warna kuning dan potensial impurities dikeluarkan selama langkah
pencernaan dengan amonium persulfat sebelum analisis. Bentuk iodat apa pun
(seperti dalam standar kalibrasi) direduksi menjadi iodida selama masa
inkubasi dengan asam arsenious sebelum memulai reaksi dengan
menambahkan serium. Dua belas absorbansi dianalisis dalam waktu yang sama
dan tepat untuk setiap sampel, sehingga setiap perubahan absorbansi
disebabkan perbedaan konsentrasi yodium. 10,11 Semakin banyak yodium
dalam sampel, semakin banyak ion ceric reduksi dan semakin rendah nilai
absorbansi. Karena didapat bahwa reaksinya orde pertama 12 dan berhenti pada
waktu yang konsisten, log natural dari absorbansi (proksi untuk produk
konsentrasi) diplot sebagai fungsi konsentrasi yodium untuk menghasilkan
kurva kalibrasi linier (Makhdmudov dan Caldwell, 2011).
Analisis iodine melalui urin dapat dilakukan dengan beberapa metode,
diantaranya yaitu reaksi Sandell-Kolthoff, ICP-MS, Spektrofotometri UV-Vis,
FIA, Intracavity Laser Absorbance, Kinetic Colorimetry, ISE, ED dan INAA.
Metode reaksi Sandell-Kolthoff merupakan metode untuk menentukan kadar
iodine dalam urin yang banyak digunakan. Tahap pertama mencakup eliminasi
senyawa-senyawa pengganggu dan melepaskan ikatan antara iodine dan
senyawa ekskretori urin dengan menambahkan asam klorat, digesti ammonium
persulfat dan digesti pengabuan. Tahap pelepasan iodin tersebut merupakan
proses penting dalam digesti iodin dalam urin. Tahap kedua melibatkan reaksi
antara Ce (IV) dan As (III) (Khazan et.al, 2013).
Microplate adalah lempeng yang umum digunakan miniaturisas dan
otomatisasi untuk uji bioassay (uji berbasis biokimia dan sel assay) yang
digunakan dalam perkembangan obat baru. Setiap microplate terdiri dari
beberapa lubang dengan volume tertentu yang disesuaikan dengan uji coba
yang akan dilakukan. Jumlah umum untuk lubang di microplate adalah 96, 384,
1536 well setiap lempeng (Jones, et al.,2012).
No Prosedur Hasil
VII. Perhitungan
1. Asam Sulfat 20 ml 1,75 M
𝜌 𝑥 % 𝑥 10
𝑀=
𝑀𝑟
1,84 𝑥 96% 𝑥 10
𝑀=
98,08
𝑀 = 18
𝑀1𝑉1 = 𝑀2𝑉2
18𝑥𝑉1 = 1,75𝑥20
𝑉1 = 1,94 𝑚𝑙
2. KIO3 100 mg dalam 10 mL
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1000 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 100 𝑝𝑝𝑚 𝑥 100
100 𝑝𝑝𝑚 𝑥 100
𝑉1 =
10.000
𝑉1 = 1 𝑚𝑙
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
100 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
100
𝑉1 = 1 𝑚𝑙
a. Pengenceran ke 1
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
10 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 100 𝑚𝑙
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 100
𝑉1 =
10
𝑉1 = 10 𝑚𝑙
b. Pengenceran ke 2
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 0,50 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10 𝑚𝑙
0,5 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
1
𝑉1 = 5 𝑚𝑙
c. Pengenceran ke 3
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 0,25 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
0,25 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
1
𝑉1 = 2,5 𝑚𝑙
d. Pengenceran ke 4
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 0,125 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
0,125 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
1
𝑉1 = 0,62 𝑚𝑙
e. Pengenceran ke 5
𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2
1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑉1 = 0,625 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
0,625 𝑝𝑝𝑚 𝑥 10
𝑉1 =
1
𝑉1 = 0,62 𝑚𝑙
3. Pembuatan Asam Arsenik 0,05 M/L
a. AsTiO3
5 gr = 500 ml
X = 20 ml
5 𝑔𝑟 𝑥 20 𝑚𝑙
𝑥=
500 𝑚𝑙
𝑥 = 0,2 𝑔𝑟
b. H2SO4
16 ml = 500 ml
X = 20 ml
16 𝑚𝑙 𝑥 20 𝑚𝑙
𝑥=
500 𝑚𝑙
𝑥 = 0,64 𝑚𝑙
c. NaCl
12,5 gr = 500 ml
X = 20 ml
12,5 𝑔𝑟 𝑥 20 𝑚𝑙
𝑥=
500 𝑚𝑙
𝑥 = 0,5 𝑔𝑟
d. NaOH
𝑔𝑟 1000
𝑀= 𝑥
𝑀𝑟 𝑣
0,875𝑥40𝑥20
𝑔𝑟 =
100
𝑔𝑟 = 0,7 𝑔𝑟
DAFTAR PUSTAKA
I. Tujuan
Menentukan konsentrasi Na dan K dalam Urin menggunakan Flame Atomic
Emission Spectroscopy (FAES).
II. Prinsip
2.1 Eksitasi Elektron
Eksitasi elektron merupakan sebuah proses pemberian energi radiasi ke suatu atom
atau molekul yang mana tidak membuat ionisasi. Energy radiasi yang ada mungkin
diserap oleh elektron atau inti atom, atau dibebaskan dalam bentuk radiasinya
(BATAN, 2015).
III. Reaksi
-
VI. Prosedur
6.1 Pembuatan Larutan
VII. Perhitungan
1. Natrium
Perhitungan NaCl
Mr NaCl
[NaCl] = x [Na+ ]
Mr Na
58,5
= x 10 mg
23
= 25,43 mg/100mL
10 mg natrium
= 100 mg/L = 100 ppm
100 mL
1 ppm
V1N1 = V2N2
V1 = 0,2 ml
2 ppm
V1N1 = V2N2
V1= 0,4 ml
4 ppm
V1N1 = V2N2
8 ppm
V1N1 = V2N2
V1 = 1,6 ml
16 ppm
V1N1 = V2N2
V1 = 3,2 ml
2. Kalium
Perhitungan KCl
Mr KCl
[KCl] = x [K + ]
Mr K
74,5
= x 10 mg
39
= 19,1 mg/100mL
10 mg kalium
= 100 mg/L = 100 ppm
100 mL
1 ppm
V1N1 = V2N2
V1 = 0,2 ml
2 ppm
V1N1 = V2N2
V1= 0,4 ml
4 ppm
V1N1 = V2N2
V1 = 0,8 ml
8 ppm
V1N1 = V2N2
V1 = 1,6 ml
16 ppm
V1N1 = V2N2
V1 = 3,2 ml
DAFTAR PUSTAKA
Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2015. Model Atom Neils Bohr. Tersedia Online di
http://www.batan.go.id/index.php/id/infonuklir/atom/modelatom/813model-atom-niels-
bohr [Diakses pada tanggal 19 April 2020].
Lewen, N. 2011. The use of atomic spectroscopy in the pharmaceutical industry for the
determination of trace elements in pharmaceuticals. Journal of Pharmaceutical and
Biomedical.
Murgod, R. & Soans, G., 2012. Changes in Electrolyte and Lipid Profile in Hypothyroidism.
International Journal of Life Science and Pharma Research, 2(3), pp. 185- 194.
Oliveira, A. P., Martins, D. L., Martins, M. L., dan Villa, R. D. 2016. Determination of Na
and K in Brazillian Solid Dietary Sweeteners by Flame Photometry. International Food
Research Journal. Vol. 23 (5) : 2216 – 2219.
Robinson, J.W. 2014. Undergraduate Instrumental Analysis, Seventh Edition. Florida: CRC
Press. Analysis. Vol. 55(4): 653 – 661.
Yaswir, R. dan Ira F. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium dan
Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas 2012 Vol.1 (2): 80-
85.
Analisis Fosfat Anorganik dari Urin Manusia dengan Metode
Spektrofotometri
I. Tujuan
Menentukan kadar fosfat dalam sampel darah sebagai deteksi awal osteoporosis
dengan menggunakan metode spektrofotometri visible.
II. Prinsip
III. Reaksi
Fosfor adalah mineral kedua terbanyak di dalam tubuh. Sekitar 80% fosfor
terdapat dalam tulang dan gigi, 10% terdapat dalam darah dan otot, dan 10% yang lain
tersebar dalam senyawa kima. Fungsi fosfor diantaranya adalah pembentukan tulang
dan gigi, pembentuk energi, keseimbangan asam-basa, absorpsi dan transportasi zat
gizi dan bagian dari jaringan tubuh esensial (Valentina et al, 2015).
Fosfor merupakan komponen penting penyusun senyawa untuk transfer energi
(ATP dan nucleoprotein lain), untuk sistem informasi genetik (DNA dan RNA), untuk
membran sel (fosfolipid), dan fosfoprotein (Arifin et al, 2010).
Fosfor merupakan mineral yang hadir sebagai fosfor di dalam sistem biologis.
Kadar normal fosfor sangat bervariasi sesuai dengan usia seseorang. Pada balita
biasanya rentang nilai fosfor sekitar 4.5 – 8.3 mg/dL sedangkan pada dewasa nilai
fosfor sekitar 2.5 – 4.5 mg/dL (Penid dan Alon, 2012).
Mineral ini berperan dalam berbagai fungsi, seperti permeabilitas sel, proses
enzimatik, penyusun dinding sel, sistem penyangga carian tubuh, transmisi genetik,
sumber energi tubuh dan regulasi metabolism lemak, protein dan karbohidrat.
Defisiensi mineral ini akan mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan,
peningkatan hipersensitivitas penurunan nafsu makan, kelemahan, kehilangan berat
badan, dan bila defisiensi cukup berat maka akan terjadi perubahan pada tulang yang
dapat dilihat pada mineralisasi tulang yang menurun, pertumbuhan yang terganggu,
dan terjadi perubahan bentuk sampai fraktur seperti yang terjadi pada osteoporosis,
osteomalasia, dan rakhitis (McDowell, 1992).
Prinsip dari metode ini adalah fosfor anorganik dalam sampel yang bebas
protein direaksikan dengan ammonium molibdat [Mo(VI)] untuk membentuk
ammonium fosfomolibdat. Selanjutnya senyawa ini direduksi oleh agen pereduksi dan
membentuk molibdenum blue. Molibdat tidak akan tereduksi dalam kondisi ini. Warna
biru dalam senyawa ini dideteksi dengan menggunakan spektrofotometer (Christian,
1994).
Hukum kuantitatif yang terkait dikenal dengan hukum Lambert- Beer. Menurut
hukum Lambert-Beer :
T = I t / I o = 10 –є.c.b
Dimana:
T = transmitan,
Io = intensitas sinar yang datang,
It = intensitas radiasi yang diteruskan,
є = absorbansi molar (Lt.mol-1.cm1),
c =konsentrasi (mol.Lt-1),
b=tebal larutan (cm) dan
A = absorban
(Mulja & Suharman, 1995)
VII. Perhitungan
g KH2PO4 = 0,439 g
Pembuatan Seri Larutan Baku
Arifin, F., Syamsudin, Sri Nuryani H Utami dan Bostang Radjagukguk. 2010. The
Effect of Interaction of Nitrogen and Phosporus Nutrients on Maize (Zea mays
L) Grown in Regoson and Latososl Soils. Berita Biologi, 10(3).
Christian, G. D. 1994. Analytical Chemistry 5th Edition. Canada: John Willet &
Sons, Inc.
McDowell, L.R. 1992. Mineral in animal and human nutrition. San Diego :
Academic Press.
Penido MG, Alon US. 2012. Phosphate homeostatis and its role in bone health.
Pediatr Nephrol. 27(11): 2039-2048.
Valentia, et al., 2015. Gambaran Kadar Fosfor Darah Pada Lanjut Usia 60-74
Tahun. Jurnal e-biomedik (eBm), 3(2).