Technology
CROWDFUNDING DAN
PEER TO PEER LENDING
Bab ini memberikan beberapa wawasan tentang Peer to peer lending (p2p
lending) merupakan sebuah wadah yang mempertemukan para peminjam
(borrower) dengan pemberi pinjaman (lender), Crowdfunding tidak jauh
berbeda dengan p2p lending. Yang membedakan hanya pada sistem
pendanaannya saja, crowdfunding yang diartikan sebagai dana sukarela
Abstract Kompetensi
Bab ini memberikan beberapa Mahasiswa memiliki kemampuan
wawasan tentang Bab ini mengidentifikasi Produk Finthech
memberikan beberapa wawasan Peer to peer lendin dan
tentang Peer to peer lending (p2p Crowdfunding
lending) merupakan sebuah
wadah yang mempertemukan
para peminjam (borrower)
dengan pemberi pinjaman
(lender). Crowdfunding sistem
pendanaannya diartikan sebagai
dana sukarela.
CROWDFUNDING DAN PEER TO PEER LENDING
Pendahuluan
Financial Technology Peer to Peer Lending (selanjutnya disebut P2P Lending) menjadi
payung investasi dan kredit finansial bagi masyarakat. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) Nomor 77 Tahun 2016 menyebutkan bahwa P2P lending merupakan
penyelenggaraan jasa keuangan yang mempertemukan antara pemberi pinjaman dan
peminjam untuk melakukan transaksi kredit langsung dalam rupiah secara elektronik melalui
internet.
Salah satu penggunaan teknologi keuangan yang belakangan ini cukup populerlainya
adalah penggalangan dana secara kolektif media informasi, yang bisa disebut dengan
crowdfunding. Crowdfunding adalah sebuah penggalangan dana kolektif yang mengatur
untuk suatu proyek tertentu. Crowdfunding diperkenalkan pertama kali pada tahun 1885
untuk proyek pembangunan patung Liberty di Amerika (Short et al., 2017). Dalam
perkembangannya, crowdfunding kini telah digunakan hampir di berbagai penjuru dunia.
Crowdfunding memberikan manfaat dalam mengakses dan mengumpulkan dana secara
cepat dengan hasil yang signifikan. Penggunaan internet dalam sistemnya memudahkan
konsumen untuk melihat segala proyek yang disalurkan dan juga keterangan detail untuk
meminimalisir kerancuan yang dimiliki oleh penggalang dana. Di balik dampak positif yang
diberikan oleh crowdfunding, crowdfunding memiliki kekurangan dalam menghindari
penipuan pada sistemnya sehingga banyak pemberi dana (pemberi dana) yang memilih
untuk tidak memberikan dana-nya dalam sistem tersebut (Kang et al., 2016).
Crowdfunding adalah sebuah penggalangan dana secara kolektif yang ditujukan untuk suatu
proyek tertentu. Crowdfunding diperkenalkan pertama kali pada tahun 1885 untuk proyek
pembangunan patung Liberty di Amerika (Short et al., 2017).
Crowdfunding memiliki empat model berbeda yang dapat memudahkan pemberi dana
(funder) dalam membuat keputusan penempatan dana yang terbaik, yaitu :
Ketertarikan seorang pemberi dana (funder) dipengaruhi oleh jumlah dana yang terkumpul
dan adanya kerabat atau orang yang dikenalnya ikut serta dalam pendanaan tersebut.
Menurut Kang et al., (2016) meningkatnya jumlah dana yang terkumpul akan meningkatkan
kepastian dan meminimalisir risiko penipuan. Begitupula, persepsi informatif dalam menarik
ketertarikan pemberi dana (funder) dengan menggunakan detail penyajian proyek tersebut.
Jika, proyek yang ditampilkan sudah tidak meyakinkan pemberi dana (funder) maka proyek
tersebut dapat terbilang gagal dalam mempresentasikannya. Menurut (Kim, D, J. Ferrin, D.L,
and Rao, 2008) kemampuan menargetkan pelanggan dan informasi menjadi hal penting
untuk meyakinkan pemberi dana (funder), dikarenakan penggalang dana (fundraiser) secara
terbuka menjelaskan informasi waktu dan keterangan tempat proyek diadakan,
penyelesaian proyek, keakuratan, dan tingkat pemberian dana pada proyek tersebut. Atribut
selanjutnya adalah platform related characteristic yang juga dianggap memiliki peranan
terhadap keputusan investasi pemberi dana (funder). Platform-related characteristic adalah
sebuah karakteristik yang didalamnya berupa presepsi akreditasi, jaminan structural,
keterkaitan pihak ketiga dan konfigurasi website yang dihubungkan dengan penyajiannya
dalam sebuah situs (platform) dalam crowdfunding. Presepsi akreditasi adalah hal pertama
yang berpengaruh dalam karakteristik situs (platform) untuk menyajikan keterangan lengkap
tentang data history atau peringkat situs (platform) tersebut (Pavlou, 2002). Begitupula
jaminan structural yang didukung oleh penelitian Bock et al., (2012) bahwa keyakinan atau
jaminan dalam platform memiliki struktur hukum atau teknologi pelindung yang dapat
menjamin keselamatan dan keamanan sistem crowdfnding seperti adanya kontrak, janji,
ataupun jaminan di dalamnya. Menurut Kim et al., (2008) menyatakan bahwa keberadaan
pihak ketiga seperti bank, akuntan, serikat konsumen dan sebagainya dapat membantu
pengelolaan dan penghimpunan dana bagi sistem crowdfunding. Keberadaan pihak ketiga
juga dapat meminimalisir informasi asimetris yang semu di dalamnya. Dalam menjalankan
sistem crowdfunding, konfigurasi website juga berperan penting dalam keputusan investasi
dimana pemberi dana (funder) akan lebih loyal pada situs (platform) jika segala hal dalam
situs (platform) terbilang mudah dan lebih terstruktur sehingga dapat memudahkan
pengguna (Brainin and Neter, 2014). Atribut terakhir yang dianggap memiliki peranan
penting dalam keputusan pemberi dana (funder) adalah fundtaiser-related characteristic.
Pemberi dana (funder) memperoleh ketertarikan dalam memberikan dana-nya dipengaruhi
oleh berbagai faktor sebagai berikut yaitu kesesuaian agama, nilai kongruensi, ikatan
Perilaku Pemberi Dana Crowdfunding Dalam menjalankan sistem crowdfunding hal yang
paling diperhatikan penggalang dana (fundraisers) adalah bagaimana mendapatkan
ketertarikan pangsa pemberi dana (funder) akan proyek yang diselenggarakan. Menurut
Kang et al., (2016) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat tiga karakteristik
penting yang dipertimbangkan orang dalam memutuskan berinvestasi dalam crowdfunding
yaitu :
keterbukaan penggalang dana pada setiap proyek dan kegiatannya, peningkatan dan jejak
masa lalu penggalang dana, keterkaitan bank dan layanan sebagai pihak ketiga, dan
interaksi antar pihak yang berkaitan dalam proyek menghasilkan pengaruh yang positif
signifikan pada keputusan investasi.
Dalam jaminan struktural yang seharusnya menjadi faktor penting menghasilkan hasil yang
berbeda. Jaminan struktural tidak memiliki pengaruh pada keputusan investasi pemberi
dana (funder), dikarenakan banyaknya situs yang telah menghabiskan sebagian besar dana
untuk keamanan sistemnya yang ternyata tidak terlalu berdampak pada keputusan investasi.
Begitupula dengan kesesuaian nilai yang juga tidak berpengaruh dalam keputusan pemberi
dana (funder) dalam menentukan keputusannya. Kepercayaan adalah hal yang juga
Di Indonesia sendiri Peer to Peer Landing banyak diminati masyarakat dengan berbagai
alasan salah satunya ialah karena kemudahan dan singkatnya waktu pencairan dana, hal ini
terbukti dari kenaikan jumlah pinjaman yang disalurkan dari Desember 2018 sampai dengan
Oktober 2019 sebesar 200,01% (OJK, 2019), data rekening peer to peer lending baik dari
adalah debitur yang memiliki kemampuan bayar yang baik, tetapi belum mampu
memenuhi kualifikasi pinjaman perbankan.
• Bankworthy
Perbedaan lain antara pinjaman P2P lending dengan kredit perbankan ialah P2P lending
lebih beresiko karena tanpa agunan dan nilai pinjaman maksimal ialah dua miliar (Ahmad,
2019).
1. Pengertian
Peer to peer lending (p2p lending) merupakan sebuah wadah yang mempertemukan
para peminjam (borrower) dengan pemberi pinjaman (lender). Pertemuan mereka ini
tak lain dari transaksi menyoal pinjaman dana untuk keperluan pribadi yang bersifat
mendadak, pendidikan hingga modal usaha atau bisnis yang dilakukan secara
online. Artinya, mereka yang bersangkutan tidak perlu bertemu langsung atau tatap
muka, melainkan hanya menggunakan smartphone yang terhubung ke internet.
Crowdfunding tidak jauh berbeda dengan p2p lending. Yang membedakan hanya
pada sistem pendanaannya saja, crowdfunding yang diartikan sebagai dana
sukarela. Jadi, bagi peminjam akan mendapatkan dana yang telah dikumpulkan dari
para donatur.
P2p lending menerapkan kompensasi bunga bagi peminjam dan pemberi pinjaman.
Pengaju pinjaman akan mendapatkan bunga pinjaman yang sangat terjangkau, yaitu
antara 7% hingga 30% per tahunnya. Tingkat bunga yang akan Anda dapatkan
tersebut, tergantung dari tingkat risiko yang terdapat pada data pengajuan.
Sementara pemberi pinjaman akan mendapatkan bunga keuntungan yang lumayan
tinggi yaitu mencapai 10% hingga 35% per tahun.
Beda halnya dengan crowdfunding yang memberikan dua penawaran untuk para
pendukung atau donatur, di antaranya:
a. Saham
P2p lending merupakan platform pinjaman uang online atau pinjol tanpa harus
menyertakan surat berharga seperti rumah, tanah, mobil dan lainnya sebagai
jaminan. Dokumen yang diperlukan sebagai syarat utama hanya berupa identitas
pribadi, NPWP, surat izin berdirinya usaha dan rekening yang aktif minimal selama
tiga bulan. Pengajuan pinjaman akan segera diproses bila dokumen yang diperlukan
sudah lengkap. Setelah disetujui, maka Anda akan menghadapi sebuah perjanjian
yang terikat, yaitu perjanjian tertulis mengenai jumlah dana yang dipinjamkan dari
Lender dan kewajiban membayar tagihan setiap bulannya hingga lunas.
Sementara pada crowdfunding tidak adanya sebuah perjanjian terkait yang dibuat
antara peminjam dengan pemberi pinjaman. Sebab, dana yang terkumpul untuk
peminjam sifatnya bebas tanpa adanya nominal yang ditentukan alias sukarela.
Mengingat pihak fintech akan menyalurkan sejumlah dana yang tak sedikit, selain
kelengkapan dokumen yang menjadi syarat utama, ada faktor lain yang harus
dipertimbangkan dengan tepat sebelum melakukan persetujuan. Pada fintech p2p
lending, peminjam wajib memberikan semua informasi bisnis atau usaha yang
dijalankan secara detail tanpa ada yang disembunyikan. Beritahu juga mengenai
perkembangan bisnis selama beberapa tahun belakang dan apa yang akan
direncanakan kedepannya terhadap bisnis Anda.
5. Keterlibatan Investor
Terlibatnya investor pada bisnis Anda biasanya ada sebuah kesepakatan di awal
atau muncul permasalahan. Sama halnya dengan p2p lending, sebenarnya investor
tidak akan ikut campur mengenai perkembangan bisnis Anda selama Anda bisa
membayar tagihan setiap bulannya dengan tepat waktu. Akan tetapi, bila Anda
mengalami sebaliknya, tentu investor akan turun tangan sebab ada sejumlah uang
yang disetorkan.
Namun, pada crowdfunding justru donatur atau investor wajib menerima laporan
yang diberikan dari pemilik bisnis untuk mengetahui perkembangannya. Bukan
hanya itu saja, investor juga sangat diperbolehkan untuk terlibat langsung dalam
menjalankan bisnis Anda. Ini tentunya tergantung dari persetujuan kedua pihak sejak
awal, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
Kesimpulan
Revolusi Industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi masal yang fleksibel
(Kagermann et al, 2013). Revolusi digital merupkan istilah lain dari industri 4.0. Disebut
revolusi digital karena terjadinya proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua
bidang. Industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan konektivitas di
sebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak
linear (Tjandrawinata, 2016). Dengan adanya revolusi digital ini muncul berbagai inovasi
disegala bidang, termasuk dalam bidang keuangan yang diakibatkan dari permintaan dan
gaya hidup masyarakat. Kemajuan pesat dalam teknologi digital mengubah lanskap
ekonomi dan keuangan (World Bank, 2019). Financial Tecnology atau lebih popular disebut
dengan Fintech merupakan inovasi yang menggabungkan antara financial service dan
teknologi sebagai alternatif pilihan pada masyarakat selain lembaga keuangan konvensional
(Haryono, 2019).
Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini membuat developer aplikasi mobile berinovasi
dengan menciptakan banyak jenis fintech. Salah satunya yaitu jenis fintech di bidang
pembiayaan, seperti crowdfunding dan peer to peer lending. Fintech tersebut menawarkan
layanan yang memudahkan konsumen dalam penggunaan jasa keuangan (OJK, 2019).
Daftar Pustaka
Adiansah, W., Mulyana, N. and Fedryansyah, M. (2016) ‘Potensi crowdfunding di indonesia
dalam praktik pekerjaan sosial’, Prosiding Ks:Riset&Pkm, 3(2), pp. 230–236.
Agustin, P. and Mawardi, I. (2014) ‘JESTT Vol. 1 No. 12 Desember 2014’, 1(12), pp. 874–
892.
Ahmad, F. N. I. (2019). Peran Financial Technology dalam Meningkatkan Keuangan nklusif
pada UMKM Abstrak. Bjb University, 5, 1–14.
Ansori, M. (2019). Perkembangan dan Dampak Financial Technology (FINTECH) Terhadap
Industri Keuangan Syariah di Jawa Tengah. Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, 5(1),
31–45.
Aven, T., Renn, O. and Rosa, E. A. (2011) ‘On the ontological status of the concept of risk’,
Safety Science. Elsevier Ltd, 49(8–9), pp. 1074–1079. doi: 10.1016/j.ssci.2011.04.015.
Basuki, F. H., & Husein, H. (2018). Analisis SWOT Financial Technology Pada dunia
Perbankan di Kota Ambon. Manis, 2(1), 60–74.
Belleflamme, P., Lambert, T. and Schwienbacher, A. (2014) ‘Crowdfunding: Tapping The
Right Crowd’, Journal Bussiness Venture, 29(5), pp. 585– 609. doi:
10.1016/j.jbusvent.2013.07.003.
Bhawika, G. W. (2017) ‘Risiko Dehumanisasi Pada Crowdfunding Sebagai Akses
Pendanaan Berbasis Teknologi Di Indonesia’, Jurnal Sosial Humaniora, 10(1), p. 47. doi:
10.12962/j24433527.v10i1.2355.
Bock, G.-W., Lee, J., Kuan, H.-. and Kim, J.-H. (2012) ‘The Progression of online trust in the
multichannel retailer context and the role of product uncertainty’, Decision Support Systems,
53(1), pp. 97–107.
Brainin, E. and Neter, E. (2014) ‘Inside Technology: Opening the Black Box of Health-
Website Configuration and Content Management’, Future Internet, (6), pp. 773–799. doi:
10.3390/fi6040773.
Chrismastianto, I. A. W. (2017). Analisis SWOT Implementasi Teknologi Finansial Terhadap
Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 20(1), 133–144.
van Cappellen, P. et al. (2011) ‘Beyond mere compliance to authoritative figures: Religious
priming increases conformity to informational influence among submissive people’,
International Journal for the Psychology of Religion, 21(2), pp. 97–105. doi:
10.1080/10508619.2011.556995.
Chen, Y. ., Lin, T. P. and Yen, D. . (2014) ‘How to Facilitate InterOrganizational Knowledge
Sharing: The Impact of Trust’, Information and Management, 51(5), pp. 568–578.
Cho, J. and Lee, J. (2006) ‘An Integrated Model of Risk and Risk-reducing Strategies’,
Journal of Business Research, 59(1), pp. 112–120. Chou, S. ., Huang, G. . and Hsu, H. .
(2010) ‘Investor Attitudes and Behavior towards Inherent Risk and Potential Returns in
Financial Products’, International Research Journal of Finance and Economics, pp. 16–29.
Darussalam, A. Z., Tutuko, B., Dahlan, A., Hudaifah, A., & Tajang, A. D. (2018). Islamic
Financial Technology Towards The Advancement of Islamic Banking In Indonesa. Nisbah,
4(2), 171–181.